NovelToon NovelToon

Kepingan Lara (Ketika Mantan Kembali)

Prolog

Salma diam membeku, ketika masa lalu suaminya datang. Azzura kembali. Istri Askara yang telah lama hilang kini kembali lagi, setelah tujuh tahun meninggalkan Askara tanpa kabar apa pun, dan tanpa meninggalkan jejak apa pun. Hanya untaian air mata yang turut membasahi pipinya. Salma diam dengan menatap Askara yang sedang berdiri di depan Azzura, dan tatapannya penuh dengan kerinduan.

“Zura, ka—kamu?”

“Maafkan aku, Mas.”

Askara memeluk erat Azzura, tanpa menghiraukan Salma yang berdiri di belakangnya.

“Kau ke mana saja, Ra? Tujuh tahun menghilang, tidak ada yang tahu kamu ke mana, semua mencarimu.” Askara masih tetap memeluk Zura dengan isakan tangis yang terdengar di telinga Salma.

Salma tidak tahu harus bagaimana. Melihat Azzura pulang. Istri Askara yang selama ini hilang bak ditelan bumi kini kembali lagi dengan wajah kuyu, badan semakin kurus, dan seperti terlihat sedang sakit keras.

“Dokter Salma?” ucap Azzura lirih saat melihat Salma di belakang Askara.

“Kamu mengenal Salma?” tanya Askara.

“Azzura Amalia Putri? Benarkah nama anda?” tanya Salma.

“Dokter masih ingat?” tanya Azzura.

“Iya, saya masih ingat. Sudah sepuluh tahun lebih, kita tidak bertemu, dan anda ternyata?”

“Kok Dokter Salma ada di sini, Mas?” potong Azzura.

“Di—dia istriku. Aku menikahi dia dua tahun yang lalu, a—aku minta maaf, Zura. Aku sudah tidak tahu harus bagaimana. Setelah kamu pergi, Afifah membutuhkan ibu, dan hanya dengan Salma dia mau, aku menikahinya juga karena Afifah yang mau, Ra. Kalau tidak, aku pun tidak akan menikah lagi, tidak akan, Zura!” ucap Askara dengan penuh penekanan, dan membuat Salma sadar, bahwa selama dua tahun, suaminya hanya pura-pura mencintaintya. “Maafkan aku, Zura,” ucap Askara.

“Aku yang salah, aku tak seharusnya pergi, aku tidak menyalahkanmu menikah lagi, Mas.”

“Kau mengenal Zura, Sal?” tanya Askara.

“Di—dia, pasienku dulu, Mas. Sebelum aku menikah dengan Dimas, sebelum aku berhenti berkarier dulu,” jawab Salma.

“Dan aku belum menikah denganmu, Mas,” imbuh Azzura.

Salama masuk ke dalam. Ia menyelesaikan tangisannya. Dengan membuatkan minuman untuk Zura. Dia baru tahu ternyata Zura adalah pasiennya dulu. Salma tidak tahu kenapa istri Askara yang hilang adalah pasiennya yang dulu.

“Selama ini Azzura yang sering Askara ceritakan adalah pasienku dulu? Yang sudah puluhan tahun, bahkan belasan tahun aku tangani. Dulu dia pernah memiliki sakit kanker payudara. Dan, aku yang menanganinya saat itu. Dulu memang dia masih single, mungkin masih kuliah, atau sudah bekerja. Aku pun sama, aku belum menikah saat itu. Lalu kenapa dia pergi? Kenapa dia menghilang selama tujuh tahun lebih?” ucap Salma dalam hati dengan bertanya-tanya kenapa Azzura meninggalkan suami dan anaknya, saat anaknya masih berusia dua tahun. Dan sekarang usia Afifah sudah menginjak usia sembilan tahun.

Salma membawakan minuman untuk Azzura dan Askara. Ia ikut duduk di sebelah Askara. Ia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Azzura sampai pergi selama itu.

“Ra, kamu ke mana selama ini?” tanya Askara.

“Afifah pasti sudah besar ya, Mas?” tanya Azzura mengalihkan pembicaraan.

“Dia sudah sembilan tahun, dia sudah kelas tiga SD, Ra. Dia belum sedang liburan di rumah bunda,” jawab Askara.

“Dokter Salma, terima kasih sudah menjaga Afifah dan Mas Aska,” ucap Azzura.

“I—iya mbak,” jawab Salma menunduk ramah.’

“Kamu ke mana saja selama ini, Zura? Kenapa kamu kurus seperti ini?” tanya Askara.

“Ceritanya panjang, Mas,” jawabnya.

Salma yakin, sakit Azzura mungkin semakin parah. Dulu saat Azzura operasi kanker ***********, sudah ada sel kanker yang menyebar. Tim dokter sudah meminta Azzura untuk kemoterapi, atau terapi penyinanaran. Tapi, Azzura menolak karena biaya, dan dia juga tidak bisa izin terlalu lama untuk meninggalkan pekerjaan dan kuliahnya. Itu yang Salma dengar saat dulu, dari rekan dokter lainnya.

“Dok, bisa kita bicara berdua?” pinta Azzura.

“Iya, bisa,” jawab Salma. “Boleh kan, Mas? Kami bicara berdua?” tanya Salma pada Askara.

“I—iya, silakan. Kalian bicara berdua.” Jawab Askara meski dia bingung apa yang akan mereka bicarakan.

Askara keluar dari rumah. Dia membiarkan Azzura dan Salma bicara berdua. Barangkali ada sesuatu yang ingin mereka bicarakan.

“Dok, aku minta maaf. Mungkin kedatanganku kembali membuat Dokter Salma sakit hati atau apa pun. Aku hanya ingin melihat Mas Aska. Aku tahu pasti keadaannya akan seperti ini, aku juga tahu, kalau Mas Aska sudah mendapatkan penggantiku. Dokter jangan menganggap kedatanganku ke sini, karena aku ingin kembali. Tidak, Dok. Aku hanya ingin tahu keadaan Mas Askara dan putriku saja,” ucap Azzura.

“Kenapa Mbak Zura pergi?” tanyaku.

“Aku hanya tidak ingin merepotkan orang yang sangat aku cintai. Mas Askara sudah terlalu banyak berkorban untukku. Keluarga Mas Aska sudah terlalu banyak membantuku, tidak mungkin aku akan merepotkannya lagi, Dok,” jawabnya.

“Mas Aska suami mbak. Sudah seharusnya dia menanggung semua beban mbak,” ujar Salma.

“Sekali lagi aku terima kasih, Dok. Terima kasih sudah menjadi penggantiku saat aku tidak ada,” ucap  Azzura.

Salma diam kembali. Pikirannya ke sana kemari. Ia sungguh takut rumah tangganya akan berakhir sama, seperti saat dulu bersama Dimas. Apalagi dia mendengar sendiri kalau Askara menikahinya hanya demi Afifah.

“Tuhan ... cobaan apa lagi ini? Setelah aku bisa lepas dari belenggu masa lalu dengan Dimas. Aku sudah menyembuhkan luka di hatiku, menyatukan lagi kepingan lara dan menjadikannya lebih baik, juga berubah bahagia. Sekarang, masa lalu Mas Aska kembali, dan dia bilang, dia menikahiku karena Afifah. Demi Afiah. Lalu apa kata cinta yang selama ini Mas Askara ucapkan padaku? Apa itu hanya omong kosong belaka saja?” batin Salma.

Azzura menggenggam tangan Salma. Dia menatap Salma dengan begitu tulus. Dirinya mengaku salah, karena telah meninggalkan suami dan anaknya bertahun-tahun, tanpa kabar, dan tanpa meninggalkan jejak. Semua tidak tahu di mana dirinya berada. Askara sudah mencarinya dari ujung barat hingga ujung timur, dari ujung selatan hingga ujung utara, tidak ada satu pun jejak yang menandakan Azzura ada di mana. Hingga pelosok desap pun Askara mencarinya.

“Selama ini mbak di mana?” tanya Salma.

“Aku hanya menenangkan diriku, supaya tidak merepotkan Mas  Aska dan keluarganya lagi,” jawabnya.

“Mas Aska selalu bercerita tentang mbak, dia masih sangat mencintai mbak, dia begitu kehilangan separuh hidupnya, Mbak. Mungkin kalau tidak ada Afifah, Mas Aska sudah tidak memikirkan lagi hidupnya,” ucap Salma.

“Tapi dokter sudah menyempurnakan hidup Mas Aska dan Afifah,” ucapnya.

“Kalau soal itu saya tidak tahu mbak. Aku tidak tahu bagaimana hidup Mas Askara, setelah denganku, sempurna atau tidak. Tapi pada Afifah, saya menyayangi Afifah seperti anakku sendiri,” jawab Salma.

“Izinkan aku di sini bersama Afifah dan Mas Aska lagi, Sal. Hanya sebentar,” pinta Azzura.

“Untuk masalah itu, mbak bicarakan dengan Mas Aska, saya tidak berwewenang untuk itu,” jawab Salma.

Sebetulnya Salma ingin menolaknya, tapi tidak mungkin Askara menolak permintaan Azzura. Dari sorot matanya saat menatap Azzura, Askara masih menyimpan sejuta cinta untuknya.

“Apa aku harus merelakannya dia kembali dan tinggal di sini? Di rumah ini, rumah tempat suka dan dukaku dengan Mas Aska dan Fifah?  Rumah untuk pulang, rumah untuk mencari bahagia dunia dan akhirat. Sekarang istri Mas Askara yang sudah bertahun-tahun meninggalkannya, hilang entah ke mana, pulang dan ingin kembali tinggal di sini. Apa aku harus menerimanya? Haruskan berakhir lagi karena orang ketiga?” batin Salma dengan merasakan sesak di dadanya.

Haruskah Mengalah Lagi?

Salma menyiapkan makan malam untuk bertiga. Askara, Azzura, dan dirinya. Afifah belum pulang dari rumah eyangnya. Dia katanya ingin liburan di rumah eyangnya. Jadi dia belum tahu kalau ibunya pulang. Ibunya datang lagi, dan ingin tinggal di rumahnya lagi.

Salma tidak tahu bagaimana nanti reaksi Afifah dan juga keluarga suaminya jika melihat Azzura pulang. Salma tahu, Azzura pulang karena dia sudah lelah. Lelah menanggung sakitnya sendirian, dan dia ingin di sisa hidupnya bersama dengan suami dan anaknya. Ya Azzura ingin Askara kembali menikahinya.

“Tapi kenapa baru sekarang? Di mana tujuh tahun yang lalu? Ke mana dia? Kalau pun sakit, Mas Aska tidak akan meninggalkannya? Dia mungkin akan merawatnya?” batin Salma.

Askara juga sudah memberikan keputusan, kalau dirinya memperbolehkan Azzura tinggal di rumahnya lagi. Meski Azzura sudah diceraikan oleh dirinya, tapi itu karena Askara terpaksa. Semua keluarganya sepakat menyetujui pernikahan dirinya dengan Salma, apalagi saat itu Afifah yang inginkan Salma.

“Salma nanti aku suruh menyiapkan kamar untuk kamu, Ra. Nanti kamu tidur di kamar tamu ya, Ra?” ucap Askara.

“Oh iya, Mas. Di kamar tamu?” jawab Azzura, seakan hatinya tak rela tidur  di kamar tamu, manik matanya menatap lekat kamar utama yang sekarang di pakai Salma dan Azkara.

“Kenapa, Ra?” tanya Askara.

“Tidak apa-apa, Mas. Iya aku akan tidur di kamar tamu. Aku sadar, aku lama meninggalkanmu, dan aku sudah bukan istrimu,” ucap Azzura.

“Tidak usah bahas ini dulu ya, Ra,” ucap Askara.

Salma mendengar percakapan mereka saat di ruang makan. Salma dari tadi di dapur sedang menyiapkan buah. Tidak ia sangka suaminya mengizinkan Azzura menginap di rumahnya lagi. Tanpa disadari Askara membawa masuk duri dalam rumah tangganya. Iya duri, karena Azzura sudah bukan istrinya lagi, sejak Askara memutuskan menikahi Salma, saat itu juga Askara mengurus percerian dirinya dengan Azzura setelah lima tahu meninggalkannya, karena dirinya sudah tidak tahu di mana Azzura berada.

Salma hanya bisa diam, pura-pura tidak mendengar percakapan mereka. Salma menaruh piring yang berisikan buah. Lalu ia duduk di sebelah suaminya.

“Padahal tadi pertama bilang, dia ke sini hanya ingin melihat Mas Aska dan Afifah saja? Kok malah jadinya ingin tinggal di sini? Sudah begitu Mas Aska pakai acara mengiyakan pula? Apa gak lihat bagaimana” batin Salma.

Azzura akhirnya menceritakan semuanya pada Askara dan Salma dia pergi karena apa.  Benar dugaan Salma. Azzura pergi karena berobat di luar negeri. Azzura dibiayai oleh pakde dan budhenya yang ada di Singapura. Kedua orang tua Azzura sudah lama meninggal, dan ibunya meninggal juga karena sakit yang sama, yang sedang diderita Azzura. Azzura memilih pergi, karena dia tidak mau lagi merepotkan suaminya. Dulu suaminya yang membiayai pengobatan ibunya hingga ratusan juta habis. Mau meminta dengan siapa lagi kalau bukan pada Askara? Semua sia-sia, karena ibunya Azzura tidak kuat melawan penyakitnya. Dan, setelah satu tahun Azzura melahirkan Afifah. Penyakit itu muncul di tubuh Azzura lagi, sakit yang sama dengan ibunya.

Azzura tidak ingin merepotkan suaminya, dia tidak mau juga suaminya tahu karena sakit itu perlahan akan merenggut nyawanya. Azzura meminta bantuan kepada pakde dan budhenya yang ada di Singapura. Ia berobat di sana didampingi budhe dan pakdenya.

“Kau saat itu istriku, Azzura. Mau kamu sakit sepert apa, aku akan tetap merawatmu! Kenapa kamu mesti pergi? Dan aku juga tidak pernah tahu siapa bude dan pakde kamu itu. Selama ini kamu tidak pernah cerita kamu punya pakde dan bude di Singapura pada kami? Kamu hanya cerita kamu memiliki ibu saja?”

“Pakde adalah kakak ayahku, Mas. Aku baru tahu saat ibu meninggal, tiba-tiba dia kirim pesan di akun sosial mediaku, aku tidak percaya, akhirnya aku menemui mereka. Aku tidak tahu, dan aku tidak percaya ayah punya kakak kandung? Dan, ternyata mereka terpisah sejak kecil. Ayah ikut ibunya, pakde ikut ayahnya. Aku memang ingin mengenalkan pakde dan bude pada mas, dan semuanya. Belum aku mengenalkan, sakitku kambuh, dan aku berobat sendiri, aku menutupi semuanya, lalu pakde menyarankan aku berobat di Singapura. Pakde memintaku bicara dengan mas dan keluarga mas, tapi aku tidak mau merepotkan mas dan semuanya lagi, karena dengan mas merawat ibu saja sudah habis banyak, ditambah aku yang sama sakitnya. Aku memilih ikut pakde ke Singapura, tapi sama saja, sampai sekarang aku belum terlepas dari sakit itu,” jelas Azzura.

“Mungkin kalau dulu mbak ikut saranku, sebelum menyebar parah, mungkin tidak akan seperti ini,” ucap Salma.

“Maksudmu, Sal?” tanya Askara.

“Dulu Mbak Zura pernah operasi tumor payudara, Mas,” jelas Salma.

“Saat sebelum aku menikah denganmu, mungkin belum mengenal kamu,” ucap Azzura.

Askara mengusap wajahnya dengan kasar. Ia benar-benar tidak mengetahui apa yang terjadi pada Azzura dulu. Iya, sama sekali dia tidak tahu. Dan Azzura pun menutupi semuanya.

Azzura adalah staf kantor di perusahaan Askara. Askara jatuh hati pada pandangan pertama, dan mengangkat dia sebagai Asisten pribadinya, lalu menjalin hubungan dengannya. Sebelum bekerja di perusahaan Askara, Azzura lebih dulu bekerja part time di restoran karena sambil kuliah. Setelah lulus kuliah dia diterima di perusahaan Askara, lalu setelah satu tahun bekerja di sana, dia diangkat menjadi asisten pribadi Askara, karena cara kerja Azzura yang bagus, dan di samping itu Askara sudah jatuh hati dengannya sejak Azzura selesai interview dan berpapasan dengan dirinya.

“Maafkan aku, Mas,” ucap Azzura lirih menahan tangisnya.

Askara menggenggam tangan Azzura. Dia menangis, di depan Azzura. “Kenapa kamu selalu begini, Ra? Kenapa kamu selalu menyembunyikan semuanya sendiri? Kamu kan tahu aku itu suamimu saat itu, Ra?” ucap Askara dengan terisak.

“Aku tidak mau merepotkanmu. Sejak aku belum menikah denganmu, aku sudah terlalu merepotkanmu. Dari melepaskan utang peninggalan ayah, dan pengobatan ibu. Apa aku harus menambah beban yang seperti ini lagi, Mas?” ucap Azzura.

“Apa kamu tidak tahu perasaanku saat itu, Ra? Aku hampir saja mengakhiri hidupku, kalau tidak ada Afifah yang membuatku kuat, aku tidak tahu lagi harus bagaimana? Kamu terlalu kejam, Ra! Kejam pada dirimu sendiri, kejam padaku, dan Afifah!” ucap Askara penuh dengan kekecewaan.

“Maafkan aku, Mas.”

“Sekarang bagaimana aku menjelaskan semua ini pada bunda, ayah, papa, dan semuanya? Juga yang paling penting dengan Afifah. Dia kehilangan kamu, dia sudah tahu kamu ibunya, dia mencari-cari kamu saat bangu tidur, Ra. Kamu tidak ada di tempat tidur, aku tidak mendapati kamu di sisiku, di tempat tidur kita. Kau kejam, Ra!” ucap Askara dengan terisak.

“Iya, aku jahat, Mas. Aku jahat sekali.”

“Sekarang kamu lihat, ada Salma di sisiku. Dia menggantikan peranmu selama ini, dia menjadi ibu untuk Afifah. Afifah yang memintanya, dan sudah aku berikan hatiku padanya, meski tadinya aku tidak bisa. Dan sekarang kamu begini, kembali setelah semuanya berubah. Aku harus apa, Ra?”

“Aku hanya ingin menghabiskan sisa hidupku denganmu, Mas. Dengan Afifah, meski kau bukan suamiku lagi. Izinkan itu,” pintanya.

Air mata Salma luruh seketika mendengar permintaan Azzura. Tidak tahu harus bagaimana. Apa akan ada kejadian saat bersama dengan Dimas, kejadian empat tahun lalu yang membuat dirinya terpuruk dengan permintaan Dimas.

“Haruskah aku mengalah lagi?” batin Salma.

Aku Bukan Siapa-Siapa

Askara masuk ke dalam kamarnya, setelah dari kamar Azzura. Ia melihat Salma yang sedang duduk di tepi ranjang dengan sesekali menyeka air matanya. Askara tahu, hati Salma saat ini hancur, tapi mau bagaimana lagi, Askara juga tidak ingin menolak permintaan Azzura, yang mungkin itu permintaan terakhir dia.

Askara duduk di sebelah Salma. Ia menggenggam tangan Salma lalu menciumnya. “Maafkan aku, Sal,” ucapnya lirih.

“Apa kamu akan menikahinya lagi, Mas? Seperti tadi yang kamu bilang pada Azzura?” tanya Salma.

“Kau mendengarnya?” tanyaku.

Askara memang bilang pada Azzura kalau dia ingin menikahinya lagi. Azzura pun memintanya. Tapi, Askara juga masih memikirkan Salma, Afifah, juga tanggapan keluarganya nanti yang sudah kecewa dengan kepergian Azzura yang tanpa pamit. Menurut Askara sulit untuk menjelaskan pada keluarganya, meski Azzura kabur karena dia ingin berobat.

“Ceraikan aku saja, jika mas akan kembali pada Azzura. Aku rela demi Azzura, dia lebih membutuhkan mas daripada aku,” ucap Salma.

“Aku tidak bisa, Sal. Aku begitu mencintaimu, tidak mungkin aku ceraikan kamu,” ucap Askara.

“Lalu apa kamu mencintai Azzura juga?” tanya Salma. “Aku bodoh, iya jelas kamu masih mencintainya, karena aku tahu kamu menikahiku karena Afifah, supaya dia memiliki orang tua lengkap.”

“Aku memang masih mencintainya, Sal. Dan, aku juga sangat mencintaimu, Salma. Aku tidak mau kehilangan kamu!”

“Lalu apa kamu ingin memiliki dua istri?” tanya Salma.

“Aku akan berlaku adil, Sal. Aku akan adil terhadapmu dan Azzura. Aku janji. Izinkan aku menikahinya lagi, Sal,” pinta Askara.

Salma tidak habis pikir, kedua kalinya ia dipamiti suaminya untuk menikah lagi. Dulu Dimas yang pamit ingin menikahi teman masa kecilnya, dan itu karena permintaan terakhir ayahnya, meski Dimas tidak mencintai Rani. Dan, Salma memilih berpisah daripada harus dimadu. Padahal Dimas bilang dia akan adil pada Salma dan Rani. Tapi, Salma tidak percaya akan hal itu. Tidak ada rumah tangga mulus dengan dua istri, itu menurut Salma. Padahal Dimas sampai sekarng pun masih memberikan nafkah pada Salma, tapi ia berikan pada ibunya Salma, yang mengurus toko rotinya. Toko yang memang Dimas berikan pada Salma. Setiap bulan Dimas masih memeberikan hak Salma, karena Dimas sudah janji, ia masih menganggap Salma adalah tanggung jawabnya, meski tidak ada anak di antara mereka. Apalagi setelah ayah Salma meninggal, Salma adalah tanggung jawab Dimas sepenuhnya.

Tapi, Dimas pun tidak mungkin menolak permintaan ayahnya Rani, yang sudah ia anggap seperti ayahnya sendiri. Beliau ingin melihat Rani menikah, dan hanya dengan Dimas, karena ayahnya Rani tahu, hanya Dimas yang Rani cintai dari dulu.

Sekarang permintaan itu muncul lagi, dan Salma dengar lagi dari mulut Askara. Laki-laki yang sudah berhasil meyakinkan dirinya untuk melupakan Dimas, dan ia pilih untuk menjadi suaminya, kini meminta dirinya untuk kembali menikahi Azzura. Istri Askara yang selama tujuh tahun meninggalkan Askara dan anaknya.

“Aku mohon, Sal. Ini permintaan terakhir Azzura. Aku janji, aku akan berlaku adil, Sal. Aku janji,” pinta Askara.

“Kata-kata klise yang sering aku dengar, ketika suami ingin menikah lagi. Janji mau adil, tapi kadang kenyataannya nol, tidak sesuai,” ucap Salam meradang. “Bicarakan semua ini dengan keluargamu. Keputusanku tetap satu, aku meminta berpisah, Mas. Aku paham, kamu begitu mencintainya, sedangkan kamu ke aku, hanya hubungan timbal balik yang hanya menguntungkan kamu saja. Kau butuh ibu untuk anakmu, kau juga butuh aku untuk melampiaskan hasratmu yang sudah lama terpedam. Sedangkan aku, kau tak pernah tulus mencintaiku, bukankah begitu, Mas?” ucap Salma.

“Demi Allah aku mencintaimu, Sal. Untuk apa aku melakukannya kalau aku tidak mencintaimu, Salma?” ucap Askara sungguh-sungguh. Salma pun tahu sebetulnya, Askara begitu mencintainya.

“Jika dia tetap di sini tanpa aku nikahi, aku akan risih, Sal. Misal terlalu lama dekat dengannya, atau menyuapinya, apalagi kalau misal dia meminta memelukku, aku akan risih. Kalau aku menikahinya lagi, setidaknya aku bisa membahagiakan orang yang dulu sangat aku cintai di sisa hidupnya. Cintaku ke kamu sungguh begitu besar, Sal. Tapi, aku juga tidak sanggup menolak permintaan terakhirnya?” ucap Askara dengan terisak.

Salma paham posisi Askara saat ini. Dia tidak bisa memilih satu di antara Salma atau Azzura. Salma pun tahu, Askara begitu mencintai dirinya. Mungkin cinta untuk Azzura hanya tinggal serpihan masa lalu yang tertinggal di hatinya.

“Kalau mas mau menikahinya, bicara dengan keluarga besar mas. Tidak usah sampaikan ini semua pada ibu. Aku tidak mau menyakiti hati ibu lagi, jika mendengar kabar aku akan dimadu lagi oleh suamiku. Cukup ibu kecewa dengan Mas Dimas saat itu, jangan dia kecewa denganmu,” ucapku.

“Kau menyetujuinya, Sal?” tanya Askara.

“Aku setuju atau pun tidak, semua itu tidak akan merubah keputusanmu bukan?” jawab Salma.

Salma meringkuk membelakangi Askara. Dia terus menangis, meratapi nasib perkawinannya lagi yang selalu berujung akan dimadu. Salma menjadi ingat saat dulu, saat Dimas pamit akan menikahi Rani, Ucapan Dimas kembali terngiang di telinga Salma saat ini.

“Ini demi ayahnya Rani, Sal. Hanya aku orang yang Rani percaya untuk menjadi suaminya. Begitu pun ayahnya Rani, dia mempercayakan semuanya pada mas, Sal? Kita bisa hidup bersama, mas akan adil untuk itu, mas janji, Sal.”

Ucapan Dimas kembali terngiang lagi, padahal dia sudah melupakan semuanya, dia tidak mau mengingat-ingat lagi. Tapi, hari ini, dia kembali teringat lagi akan hal itu. Dia mengingat semua yang sudah Dimas lakukan padanya saat meminta izin pada dirinya untuk menikahi Rani.

Isak tangis Salma semakin terdengar oleh Askara. Dia memeluk Salma dengan erat. Tak terasa juga air mata Askara menetes dan membasahi leher Salma. Isakan Askara terdengan jelas oleh Salma. Salma tahu, Askara sedang bimbang saat ini. Askara tidak mau memilih di antara Salma atau Azzura. Karena, Askara sudah sangat mencintai Salma, tapi dia tidak tega dengan Azzura.

“Sal, aku mohon jangan tinggalkan aku,” pintanya.

“Kalau mas mau begitu, jangan nikahi Azzura, Mas. Kita rawat bersama, aku dokter spesialis kanker, dan mas tahu itu, kan? Aku akan merawat Azzura, apa pun akan aku lakukan, asal aku tidak dimadu, Mas. Aku tidak mau, aku tidak bisa berbagi suami, Mas. Bukan, bukan aku serakah, tapi aku tidak ingin ibadahku jadi sia-sia karena aku sakit hati. Bukankah pernikahan adalah ibadah terlama kita, Mas? Apa mas ingin ibadah kita terganggu?” ucap Salma.

“Iya, kita rawat Azzura bersama, aku akan bicarakan pada Azzura, dia tetap di sini, tanpa aku nikahi. Terima kasih, kamu masih mau tetap di sini, Sal,” ucap Askara.

“Perlu mas ingat sekali lagi, bahwa aku tidak mau dimadu. Sampai kapan pun aku tidak akan pernah mau, Mas!” tegas Salma.

“Iya, Sal,” jawab Askara.

Sedikit lega hati Askara. Tapi ia juga masih berpikir bagaimana Azzura. Memang semua ini salah Azzura, tapi melihat kondisi Azzura, dia benar-benar tidak tega.

^^^

Di luar, di dapan kamar Salma dan Askara. Azzura mendengar ucapan Salma. Azzura mendengar bahwa Salma menolak, jika suaminya ingin menikahi Azzura lagi. Azzura sadar, semua ini memang salahnya, dan tidak seharusnya dia kembali mengusik kebahagiaan Askara dan Salma. Tapi ia hanya ingin melihat Askara dan Afifah. Dia ingin sekali menghabiskan waktunya yang sudah tidak lama lagi bersama Askara dan Afifah. Ternyata Askara sudah menikah lagi dan hidpu bahagia.

“Iya, harusnya aku tidak pulang. Harusnya aku tidak usah menemui Mas Aska lagi. Mas Aska sudah bahagia dengan Dokter Salma. Aku dengan tanpa rasa bersalah sedikit pun berani mengusik kebahagiaan mereka. Iya, aku harus pergi dari sini. Aku yakin Salma bisa menjadi ibu dan istri yang baik untuk Mas Aska. Aku sudah mengecewakan Mas Aska dengan aku pergi meninggalkannya tanpa pamit. Sekarang dengan tanpa rasa bersalah aku meminta kembali dengannya? Sungguh aku seperti tak punya hati saja!” gumam Azzura.

Azzura masuk ke dalam kamarnya, ia kembali menata baju-bajunya ke dalam tas jinjing yang ia bawa tadi. Sebelum pergi, ia kembali keluar dari kamarnya. Melihat-lihat setiap sudut rumah Askara yang dulu pernah menjadi saksi perkawiannya dengan Askara. Tatanan ruangannya sudah berbeda jauh. Rak foto saja sudah berganti dengan Foto Salma semua.

“Tidak ada lagi aku di dalam rumah ini. Aku bukan siapa-siapanya lagi. Aku harus peri,” ucap Salma dalam hati.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!