NovelToon NovelToon

Batas Dunia

Meteor

whuss...

Angin Malam menghembuskan helai rambut pirang seorang gadis berseragam kerja yang terlihat cukup kusut. Pakaian nya rapi, wajah dan ekspresi nya yang kusut. Matanya menetap nyalang pada bulan purnama yang duduk di atas singgasananya yang agung.

"Hei kau bulan jangan berusaha menertawakan nasib sialku dengan sinarmu!"

Seolah menantang Si Gadis, Purnama justru semakin terasa menyilaukan. Gadis itu mengacak-acak rambutnya kasar sesekali pula dia mendecih kesal.

Terhitung sudah puluhan kali dia dipecat dari pekerjaannya. Kali ini pun dia dipecat karena dituduh mencuri oleh seorang pelanggan. Klise memang, tapi begitulah adanya.

Beberapa kali pun Gadis itu menjelaskan untuk apa pula dia memasukkan puluhan susu kotak varian rasa dari freezer di toko tersebut ke dalam tas kerjanya. Jika dia mau, dia bisa membelinya dengan uang gajinya bulan ini, tapi si pemilik toko tak mau mendengarkan.

"ini bukan masalah uang, tapi kepercayaan" kata nya

Bahkan ketika gadis itu meminta untuk melihat rekaman CCTV sebagai bukti, pemilik toko terlihat ogah-ogahan. seolah sengaja membuat nya menjadi tersangka disini.

ketika kata 'pecat' meluncur dari mulut si pemilik toko, Gadis itu melenggang keluar dengan jari tengah teracung sampai pintu keluar toko.

" Argh! Sekarang aku harus gimana? nggak mungkin aku bilang ke Kinan kalau aku di pecat lagi! bisa-bisa dia ngajuin diri buat bantu kerja! "

beruntung tak ada seorangpun yang melihat perilakunya saat itu, mungkin jika ada gadis itu akan disangka orang gila.

Dijalanan yang dibatasi pagar besi setinggi pinggang, tepatnya di pinggiran sungai. Gadis tadi masih sesekali menatap sengit purnama lalu berujung meratapi nasibnya.

"menyebalkan, aku memang kakak yang nggak berguna"

*whuss ~ whuss ~*

angin kencang berhembus entah dari mana. Gadis itu bergegas menatap kesana kemari mencari arah datangnya angin panas di malam dingin yang tiba-tiba.

"diatas?"

ditatapnya langit yang kian menyilaukan, kali ini bukan salah sang rembulan. melainkan bantuan-bantuan angkasa berukuran sedang hingga besar yang akan jatuh ke bumi. Matanya melebar, bergegas mencari tempat berlindung sesegera mungkin. Tidak ada gedung ataupun bangunan yang bisa dijadikan tempat berlindung. Wajahnya menampilkan ketakutan yang luar biasa, bahkan netra nya tak berhenti bergetar.

" DIMANA AKU BISA BERSEMBUNYI ?!"

"KENAPA NASIB SIAL SELALU MENIMPAKU?! TIMPA SAJA ORANG YANG SAAT INI SEDANG BERBUAT HAL YANG HINA ! "

Gadis itu berteriak entah kenapa siapa, kepanikan membuat nya tak sempat berpikir.

*hup!* * Byur*

Gadis itu melompati pagar pembatas dan menyelam kedalam sungai. keputusan yang gegabah, dan dia baru menyadari kesalahan pilihannya ketika suhu air semakin memanas seiring oksigen mulai habis dari paru-paru nya. Sedangkan suara dentuman tak hentinya terdengar di permukaan.

"ohok! ohok! Hugh..."

"hampir saja aku direbus di sungai itu…"

Gadis itu muncul dan berenang ke permukaan ketika dirasanya sudah aman. kulitnya memerah, tanda suhu air yang terlampau panas. Dia berjalan tertatih kearah jalanan, asap mengepul menutupi jarak pandang.

Hancur sudah, gedung-gedung pencakar langit yang diagungkan pun telah jatuh kepermukaan. jeritan demi jeritan penderitaan saling bersahutan mengisi malam yang awalnya sunyi dan senyap. Kobaran api dimana-mana, tak ada lagi keindahan kota tempat tinggal nya.

Kakinya mendadak lemas dan dia jatuh terduduk.

"apa-apaan simulasi neraka ini?"

malam itu, puluhan meteor yang jatuh ke bumi, mengubah dunia yang sebelumnya dikenal umat manusia.

Pencarian

Ketika keterkejutannya mulai reda, gadis bersurai blonde itu bangkit tiba-tiba. matanya menampilkan surat yang tak biasa, langkah perlahan dipercepatnya mengejar sesuatu yang entah apa. berlalu memasuki kota yang telah hancur dan binasa.

"KINAN!"

suara teriakannya menggelora memasuki kota, beberapa kali ditemuinya orang-orang yang terluka atau bahkan tertimpa sesuatu memohon bantuan darinya. Tidak, dia bukanlah orang yang baik sebut saja begitu. Dia bahkan tak menoleh sedikitpun pada mereka yang berteriak putus asa. memasuki sebuah gang yang dulunya berupa perumahan kumuh, langkahnya terhenti di sebuah rumah sederhana yang telah rata dengan tanah.

"Kinan! kaila!" "JAWAB KAKAK!"

sayup-sayup bisikan lirih seseorang memanggil namanya, benar saja apa yang dicarinya ada di sana. Di sebuah gundukan yang tertimbun puing-puing rumah, gadis pirang itu menghampirinya dengan tergesa-gesa. Menyingkirkan puing demi puing sekuat tenaga, mengabaikan tangannya yang beberapa kali tergores benda tajam.

"Bertahanlah sebentar lagi Kinan!"

Tak ada jawaban, rasa cemas dan panik mulai menyerang. Tangannya bergetar hebat ketika melihat kondisi dua sosok yang dicari-carinya. Seorang remaja yang lebih muda darinya menjadikan punggungnya sebagai pelindung dan kedua tangan nya sebagai tumpuan agar bayi yang dikukung nya dalam dekapan tak terluka. Darah mengotori bagian punggung kaos coklat yang dikenakan serta surai pirang gadis yang lebih muda.

Hiora, gadis yang lebih tua menarik keduanya keluar dari puing besar atap yang tak bisa diangkatnya untunglah dia berhasil.

"Hoek!oek!!"

bayi yang dipanggil kaila itu terbangun kala sebuah tangan bersimbah darah yang mulai mendingin menyentuh pipinya.

"shht...jangan nangis lagi dek Kaila…lihat, kak Hiora udah pulang, disini bareng kita"

Tangisan bayi itu mereda ketika Hiora melepaskan jaket hitam yang dikenakannya lalu membungkus si bayi dengan perlahan dan menggendong nya. Mata polosnya mengerjap lucu, disertai buliran air mata yang mulai berhenti mengalir, bibirnya terangkat membuat sebuah senyuman yang menggemaskan. Bagaikan sebuah virus, senyuman si kecil menular pada Hiora dan Kinan yang diam-diam bersyukur masih mampu bertahan hidup.

Ketika netra Hiora dialihkan pada sang adik, Kinan terlihat hampir tak mampu lagi mempertahankan kesadarannya. Berbekal peralatan P3K seadanya dari tas yang selalu dia bawa, Hiora membersihkan dan membalut luka Kinan dengan telaten, tak sadar bahwa tangannya juga dipenuhi luka.

Kegiatannya terhenti saat kinan menggenggam lembut tangan kirinya sembari menggores senyum sendu dibibir ranumnya.

"kak Hiora harus perhatiin diri kakak dulu, baru boleh ngurus dan khawatir sama orang lain …"

"tapi luka mu itu…"

"shht…nggak ada tapi-tapian, berhubung luka di punggung kinan udah kakak obati, sisanya bisa Kinan lakuin sendiri kok!"

Mengangguk ringan sebagai balasan, Hiora kini hanya diam menyaksikan sang adik mengobati lukanya sendiri dengan sembrono. Perban bahkan dililit dengan tidak beraturan. Hiora hanya terkekeh ringan melihat tingkah adiknya itu. Kini Hiora beralih mengobati luka di tangannya, sebelum sebuah suara asing menusuk rungu nya. Bukan, ini bukan suara adik terkecilnya yang masih berusia 3 bulan, suaranya tidak menenangkan seperti tangisan seorang bayi, melainkan membuat siapa saja mulai waspada. suara asing itu berasal dari mana? Hiora hanya mampu menduga.

Menggendong si bayi dalam dekapan nya serat mungkin serta berusaha membantu Kinan berdiri sekuat tenaga. Apapun caranya mereka harus lari dari sana. satu hal yang pasti…

"dengar kinan, jangan jauh-jauh dari kakak"

"memangnya kenapa kak?"

"kita dalam bahaya"

Mereka terkepung oleh sesuatu yang entah apa.

03

"Ghhrhg…"

Geraman demi geraman nyaring seolah saling bersahutan sekitar mereka. Hiora mengambil dua pipa besi dari dari reruntuhan bangunan di sekitarnya secara perlahan, berusaha tidak membuat suara sedikitpun. Melihat gerak-gerik si kakak yang menetap sekeliling dengan waspada, Kinan tahu dirinya harus diam. Hiora menyerahkan sebuah potongan pipa besi pada Kinan sambil membuat gestur diam. tangannya menunjuk ke sebuah bangunan yang nampaknya di tempati oleh sesuatu yang mengerikan.

Hiora menggenggam erat tangan kinan yang terlihat memecat lalu menuntunnya menjauh dari bangunan itu. Hiora pikir setelah menjauh dari sana mereka akan aman, tapi ternyata tak lama setelah keluar dari pemukiman kumuh itu mereka disambut oleh puluhan makhluk yang mengerikan.

bunyi koyakan daging dan jeritan terdengar di mana-mana. sebelum salah satu dari makhluk mengerikan itu melirik mereka Hiora bergegas menarik Kinan yang terlihat bergetar ketakutan dengan mata yang terbelalak ke sebuah bangunan yang masih bisa dijadikan tempat berlindung sebuah gudang tua. mereka masuk dari celah pintu yang untungnya bisa dilewati dan menarik turun pintu itu secara perlahan.

"kita aman di sini"

"hmm..."

*Duk!* *hup!*

"shh.."

baru saja kinan tersandung sesuatu ketika dirinya berjalan mundur. beruntunglah Hiora sempat menangkap pergelangan tangannya. si kecil Kayla pun masih tenang di dalam dekapannya sayangnya luka pada tangan Hiora yang sebelumnya telah diobati nampaknya kembali terbuka, terbukti dengan darah yang merembes membasahi perban di tangannya.

Mereka terkurung di dalam gudang, tanpa tahu salah satu makhluk itu sedang memperhatikan mereka.

menunggu saat yang tepat untuk memangsa buruannya. tepat ketika Hiora membuka perban ditangannya, mahkluk itu muncul dari kegelapan.

"kak…kita salah memilih bangunan…"

Kinan lah yang menyadari nya pertama kali tepat ketika tau bahwa sesuatu yang membuatnya tersandung adalah mayat seseorang yang sudah tak karuan lagi bentuk nya. Hiora menatap waspada kearah Kinan.

"KINAN MUNDUR KEBELAKANG KAKAK SEKARANG!"

Kinan bergegas menuruti perintah kakaknya, berlari mendekat dan mengambil alih menggendong Kaila agar Hiora bisa bergerak lebih leluasa.

sesosok mahluk mengerikan yang berbulu lebat dan bertaring tajam hampir saja menerkam Kinan dari arah belakang. makhluk itu hendak menerkam kembali, air liur nya menetes deras.

Hiora mengacungkan pipa besi di genggaman nya yang bergetar hebat. suara besi yang beradu dengan taring dan daging terdengar. nafasnya memburu tak beraturan, luka gores dari cakaran makhluk itu untung nya tal sampai mengoyak tubuhnya.

kala mulut makhluk aneh itu menganga untuk melahap nya hidup-hidup. Hiora menusuk bagian atas mulut makhluk tersebut berkali-kali sekuat tenaga hingga menembus bagian atas kepalanya. monster itupun tumbang dengan kondisi yang mengerikan. Bersamaan dengan tersungkur nya Hiora tepat didepan mulut makhluk tersebut.

"KAKAK!"

"ah... mungkin aku akan mati sekarang …"

"KAKAK! BANGUN KAK!"

suara Kinan dan Kaila yang menangis hanya mampu ditangkap indera pendengarannya secara sayup.

pandangan nya mulai mengabur, hal terakhir yang dilihatnya adalah Kinan yang terlihat menangis histeris dan tubuhnya yang mulai mati rasa.

terbesit penyesalan di benaknya,

apa aku akan mati disini? meninggalkan mereka berdua? aku harus bangun bagaimanapun caranya. di dunia yang sekarang, aku tak mau mereka semakin menderita. aku harus bertahan, demi tanggung jawabku, dan demi senyuman mereka.

bibirnya bergerak, namun tak mampu berbicara seperti biasanya, hanya gumaman yang terputus-putus yang mampu dia ucapkan. lidahnya terasa kelu. tangis Kinan pun makin menjadi.

"apa disini akhir kisah ku?"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!