NovelToon NovelToon

SISTEM ANAK DUNIA LAIN

Bab 1: Menyeberang Dunia?

“Ayah, kamu kenapa? Ayah … ayah … ayah! Tolong, jangan diam seperti itu, Meisya takut ….“

Suara susu yang lucu masuk ke dalam gendang telinga Isander, kesadaran yang gelap perlahan bangkit, Isander terbangun dari keadaan tak sadarkan diri.

Isander membuka matanya pelan-pelan dan mencoba melihat sosok yang memanggilnya.

“A–ayah? Siapa Ayah?“

Menggelengkan kepalanya dan bersandar di tembok, Isander merasakan pusing yang hebat, seperti dirinya telah menaiki wahana roller coaster tercepat.

Tepat ketika ia melihat ke depan.

Di depan matanya, terdapat seorang gadis kecil yang mengenakan gaun pink lusuh bergambar beruang tengah menatapnya dengan penuh khawatir.

Mata besar yang imut sudah berair, ia khawatir gadis kecil ini menangis sebentar lagi.

“Ayah? Kamu tidak apa-apa, kan? Tolong jawab aku.“

Mendengar ucapan dari gadis kecil tersebut, Isander tertegun sesaat, kemudian tanpa sadar berkata, “Ayah? Sejak kapan aku punya anak—”

Sebelum Isander menyelesaikan kata-katanya, sebuah sensasi liar seperti sedang ditusuk ribuan jarum muncul di kepalanya.

Pria tersebut langsung meringkuk di atas kursi bambu sambil memeluk kepalanya dan menjerit kesakitan.

Gadis kecil yang sejak tadi menatap Isander merasa takut dan khawatir, gadis kecil ini tercengang dan kemudian menangis sambil menarik kain celana panjang pria tersebut.

“Ayah! Kamu jangan mati, Ayah! Huaa!“

Tak peduli berapa keras gadis kecil itu merengek dan menangis, Isander masih merasakan rasa sakit yang luar biasa di kepala dan tubuhnya, ia terus-menerus berteriak keras.

Lebih dari 2 menit berlalu, secara bertahap rasa sakit yang dirasakan Isander berkurang dan akhirnya menghilang begitu saja.

Saat ini, Isander tahu suatu hal setelah kepalanya merasakan sakit, dia telah menyeberang ke dunia paralel.

Menurut potongan ingatan yang ia terima, gadis kecil di depannya yang tengah menangis adalah anak kandungnya.

Benar, jiwa Isander memasuki tubuh seseorang yang bernama sama, tetapi wajah dan tubuhnya berbeda, tak terkecuali nasibnya.

Isander di dunia ini sudah menikah dan memiliki seorang putri yang lucu.

Namun, istrinya sudah tidak ada di dunia ini semenjak kejadian besar beberapa tahun yang lalu.

Di dunia paralel ini yang masih bernama Bumi, memiliki jalur waktu yang berbeda dari Bumi tempat Isander hidup sebelumnya. Dunia ini penuh dengan monster dan sesuatu hal yang ajaib yang tak pernah ada di Bumi.

Monster-monster yang kuat muncul secara masif dan menginvasi Bumi sehingga umat manusia harus membuat tempat berlindung dan bertahan.

Selain itu, di dunia memiliki orang yang memiliki kekuatan super layaknya pahlawan super di dunia film.

Ingatan ini sangat sulit dipercaya oleh Isander sendiri, ternyata dia menyeberang ke dunia yang sangat berbahaya.

Terlebih lagi, ada sebuah ingatan yang membuat Isander sangat terpukul, sebuah fakta bahwa dirinya tak bisa membangkitkan kekuatan super seperti orang-orang.

Bagaimana cara dia bertahan hidup di dunia ini? Menurut ingatannya monster paling lemah saja bisa dengan mudah membunuh orang.

Jadi, bagaimana cara dirinya agar bisa bertahan di dunia yang mengerikan ini?

Terlebih, ada seorang gadis kecil yang harus Isander jaga, ia tak mau darah dagingnya sendiri sengsara.

Perlahan, Isander mengerti semua yang terjadi, potongan ingatan Isander asli dari dunia ini telah menyatu dengan sempurna tanpa ada penolakan.

Isander dengan lapang menerima semua yang terjadi.

Mata Isander bergerak ke sekitar dalam rumah, bahan dasar rumah ini terbuat dari kayu yang sudah tua, memiliki ukuran yang sangat kecil.

Tempat di mana ia tinggal adalah di dalam sebuah desa yang Isander sendiri tidak tahu di mana letaknya dalam sebuah peta dunia.

Dunia ini tetap sama, bahkan nama daerah pada saat sebelum kejadian hari akhir di mulai itu tetap sama.

Ada satu yang Isander ingat, dia berada di wilayah negara Indonesia.

Dalam ingatannya, ia bisa berinteraksi dengan anak kecil yang memanggilnya tadi karena bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia.

Melirik gadis kecil yang masih menangis di depannya, membuat semangat berjuang di dalam tubuh Isander melonjak liar dan berapi-api.

Tanpa sadar, Isander berjanji untuk tetap hidup bersama dengan anaknya di dunia ini.

“Sudah, jangan menangis, Ayah tidak apa-apa.“

Isander mengangkat tubuh kecil gadis kecil dengan lembut dan meletakkan di pangkuannya.

“Ayah, aku takut kamu mati—Meisya tidak mau sendirian … hiks!“ Gadis kecil tersebut menangis sambil memeluk erat Isander.

Nama gadis kecil ini adalah Meisya Adira Nella yang memiliki arti perempuan tangguh yang bersinar dan panjang umur.

Masih sangat jelas diingat alasan mengapa Isander memilih nama ini kepada gadis kecilnya, hal itu karena peristiwa yang menimpa istrinya.

Pada tahun 2018, terjadi sebuah peristiwa besar yang mengubah keseluruhan dunia. Ribuan monster muncul ke permukaan daratan dan menghancurkan tempat tinggal manusia.

Monster-monster tersebut muncul dari laut dan mulai meluaskan daerahnya ke pemukiman penduduk di dekat pantai. Pada akhirnya, kelompok monster berhasil menguasai sebagian wilayah Bumi dan hanya menyisakan beberapa kota untuk umat manusia bertahan.

Di saat penyerangan dan serbuan itulah istrinya terbunuh dan meninggalkan dirinya dengan Meisya.

Bertahun-tahun Isander berjuang hidup sambil merawat Meisya, dan tak menyangka ia bisa bertahan sampai sekarang.

“Ayah tidak akan mati, Ayah akan selalu ada dan selalu menemani Meisya selamanya,” ucap Isander dengan lembut seraya mengusap rambut panjang Meisya.

Merasakan tangan kasar Isander yang mengelus kepalanya, hati Meisya perlahan menjadi tenang dan nyaman, tangisannya pun secara bertahap memudar.

Kepala kecil Meisya terangkat dan ia melirik wajah Isander dengan tatapan yang penuh harap. “Apa Ayah bisa berjanji kepadaku untuk tidak akan pernah meninggalkan aku?“

“Tentu saja, Ayah berjanji.“ Isander mengangguk tegas dan tersenyum.

“Janji kelingking?“ Meisya mengangkat jari kelingking kanannya ke arah Isander.

Isander mengulurkan jari kelingking dan mengaitkan ke jari kelingking kecil Meisya.

Perjanjian berhasil dibuat oleh seorang anak dan ayah.

“Ayah jangan ingkar janji, ya? Laki-laki tidak boleh ingkar janji,” kata Meisya dengan suara yang lucu.

“Iya, Sayang. Ayah tidak akan ingkar janji,” Isander menjawab dengan serius.

Mendengar jawaban Isander, Meisya memeluknya lagi dengan kuat dan berkata, “Meisya sayang Ayah!“

“Ayah juga sayang Meisya ….“ Isander memeluk dengan lembut gadis kecilnya dan menciumi kening anaknya.

Sebuah perasaan sayang Isander makin besar kepada Meisya, ia benar-benar sudah menganggap Meisya anaknya walaupun masih terasa tidak nyata.

Di kehidupan sebelumnya, Isander adalah seorang pria perjaka yang tak pernah menaruh perasaan ke seorang wanita yang sepantaran dengannya. Isander tidak pernah berpacaran satu kali pun, terlebih melakukan hal-hal jorok dengan wanita.

Namun, Isander termasuk ke kategori pria yang menyukai keimutan anak kecil.

Bahkan, penyebab dirinya menyeberang ke dunia ini karena menolong seorang anak kecil yang ingin tertabrak mobil yang melaju cepat dan ugal-ugalan.

Isander berhasil menyelamatkan nyawa anak kecil tersebut, tetapi tidak dengan nyawanya sendiri.

Adanya Meisya, hal ini merupakan perasaan yang baru bagi Isander. Seorang pria perjaka muda tiba-tiba memiliki anak, bagaikan seorang supir pesawat terbang yang kebingungan karena mendadak menjadi juru masak.

Mulai saat ini, ia berkomitmen untuk menjaga gadis kecilnya dari segala marabahaya. Secara otomatis Isander dari jiwa dunia lain ini mengemban tanggung jawab sebagai seorang ayah. Isander akan melakukan yang terbaik.

Krocococo!

Bunyi perut kosong yang lapar berbunyi di sela mereka berdua sedang berpelukan dan melampiaskan kasih sayang sebagai seorang anak dan ayah.

“Ayah~ …. Aku lapar.“

Suara Meisya yang mengeluh terdengar jelas di telinga Isander, ia dengan sigap meletakkan Meisya di kursi bambu dan berdiri hendak mencari makanan.

“Ayah mau ke mana?“ Meisya bertanya dengan aneh.

“Membawamu makanan, Sayang. Kamu lapar, kan?“ Isander memiringkan kepalanya.

“Bukannya makanan telah habis? Ayah bilang padaku tadi.“

Isander seketika tertegun dan ia baru ingat bahwa persediaan makanan terakhir sudah dimakan oleh mereka tadi malam.

Pagi hari tadi pun mereka belum makan. Sebelum jiwa Isander menyatu, Isander yang asli diam di kursi karena memikirkan tentang makanan, dia sangat bingung dan berpikir keras tentang bagaimana caranya mencari makanan, sedangkan di luar sedang ada sesuatu yang berbahaya yang tidak memungkinkan dirinya pergi mencari makanan.

“Anu, itu ….“ Isander bingung harus menjawab apa, ia sekarang ikut merasa diam di tempat dan tidak tahu harus berbuat apa.

“Apakah Ayah memiliki banyak simpanan makanan?“ Meisya menatap wajah Isander dengan mata yang menyala. Gadis kecil ini berpikir positif, melihat Ayahnya kebingungan bukan karena tidak ada makanan, melainkan menurutnya Ayahnya sedang ingin memberikan kejutan. “Aku mau daging ayam, Ayah. Apakah aku bisa makan itu hari ini?“

“Umm ….“

Tepat ketika Isander hendak menjawab, sebuah suara mekanis tiba-tiba muncul di benaknya.

[Ding! Terdeteksi Bahwa Meisya Memiliki Keinginan! Sistem Memberikan Anda Tas Berisi 50 Ton Makanan!]

Isander terkejut dan wajahnya penuh tanda tanya. “Ehh?“

Bab 2: Makan Ayam Bakar

[Ding! Apakah Anda ingin mengeluarkan tas?]

Mendengar suara ini, Isander langsung tersadar dari keterkejutannya yang tak terlukiskan.

Isander tahu sesuatu yang bicara di kepalanya.

Sebagai seorang pembaca novel, sudah tak asing lagi dengan namanya Sistem. Isander jika ada waktu luang, biasanya membaca novel, dan salah satu teman novel kesukaannya adalah novel Sistem.

Mengetahui hal ini, Isander bahagia dan senang sekali, bahkan rasanya ia ingin berteriak.

Dirinya tahu kalau dia mulai hari ini takkan menjadi seorang biasa lagi.

Orang dengan Sistem tidak mungkin menjadi orang biasa. Banyak hal yang luar biasa akan terjadi di masa depan.

Isander diam-diam menghembuskan napas lega. Kesempatan dirinya bertahan hidup di dunia ini makin besar, ia tak perlu begitu khawatir.

“Ayah?“

Suara Meisya yang masih terdengar seperti balita berumur 4 tahun tak sengaja membangunkan Isander yang tengah berpikir dan merenung.

Mendengar ini, sontak Isander menundukkan kepalanya untuk melihat Meisya.

“Ayah, mengapa kamu tiba-tiba diam lagi? Aku takut,” lirih Meisya sambil menarik celana panjang Isander.

“Maaf, Sayang. Ayah mendadak teringat sesuatu,” kata Isander sambil berjongkok dan mengusap lembut kepala Meisya. “Meisya mau makan ayam, kan?“

“Mau! Aku mau makan ayam bakar, Ayah!“ Meisya mengangguk dengan cepat sambil melompat-lompat.

Gadis kecil ini sangat aktif dan antusias saat mendengar tentang makanan.

Melihat sosok Meisya yang cukup berisi dan tidak terlalu kurus, tampaknya pemilik tubuh sebelumnya benar-benar mementingkan dan memperhatikan kesehatan anaknya. Ayah yang baik.

Begitu mendengar ini, Isander tersenyum hangat kepada Meisya, dan ia berkata, “Kalau begitu, tutup mata Meisya, Ayah akan memunculkan makanan yang Meisya mau sebentar lagi.“

“Ayah mau melakukan sulap?“ Mata bulat Meisya menatap dengan penasaran wajah Isander yang sedikit dikotori oleh debu dan noda hitam tanah.

“Iya, Ayah akan melakukan sulap dengan memunculkan makanan setelah Meisya membuka mata, mau lihat?“

“Tentu, Meisya mau lihat!“

“Baiklah, tutup matamu sekarang.“

Meisya mengikuti perintah ayahnya. Kedua telapak tangan Meisya terangkat, kemudian menutupi sepasang matanya.

Melihat anaknya penurut, Isander makin menyukai Meisya sebagai anaknya. Tidak semua anak kecil penurut, ada pula yang sulit untuk diberikan nasihat dan masih saja tidak mengikuti ucapan orang dewasa yang baik.

“Coba Meisya mulai berhitung satu sampai lima lalu buka matanya di hitungan ketiga.“ Isander siap-siap untuk melakukan sulap.

“Aku mengerti, Ayah!“

Setelahnya, Meisya mulai berhitung angka dari 1 sampai 5 dengan penyebutan bahasa Indonesia yang baik.

“Satu … dua ….“

Selagi Meisya berhitung, Isander menjawab iya pada pertanyaan Sistem.

Dalam sekejap, sebuah tas ransel yang berukuran sedang tidak terlalu besar dan kecil muncul di atas lantai semen depan Isander.

Isander terkejut dengan pemandangan ini, pertama kali dirinya melihat sesuatu yang ajaib, sebuah benda muncul dari udara yang tipis.

Hitungan maju Meisya sudah hampir selesai. Isander dengan cepat membuka ritsleting tas dan memasukkan tangannya ke dalam.

Namun, saat tangannya mengorek-ngorek ruang dalam tas, itu tidak terasa ada di ruang kosong pada tas. Seharusnya, begitu tangannya masuk terasa jelas ruang tas yang terbatas dan sempit, tetapi di dalam tas ini sangat berbeda, seperti ada ruang lain di dalam tas.

Di dalam kepalanya, Sistem memberi tahu cara penggunaan tas ini. Dia hanya perlu berpikir atau berniat ingin mengambil makanan apa, secara otomatis di tangannya akan ada makanan yang diinginkan.

Benar saja apa yang diinformasikan oleh Sistem, begitu Isander menarik tangannya, sebuah makanan yang ada di atas piring dan dibungkus oleh kertas aluminium foil.

Dilihat dari bentuknya, Isander rasa ini adalah ayam bakar, apalagi tercium samar-samar aroma ayam bakar yang lezat dari sesuatu yang dia pegang saat ini.

“Empat … lima! Aku sudah selesai berhitung, Ayah! Apa aku boleh membuka mataku?“

Tepat ketika Isander menutup ritsleting, hitungan maju Meisya selesai.

Isander menggendong tas yang memiliki ruang besar untuk menyimpan 50 ton makanan di punggungnya dan kemudian mengangkat piring di kedua tangannya. “Boleh, bukalah matamu sekarang.“

Meisya menuruti ucapan Isander dan ia perlahan membuka tangan dan matanya.

Saat berikutnya, mata besar Meisya membesar ketika melihat ada sebuah piring yang dipegang oleh ayahnya.

Ternyata ayahnya sungguhan bisa melakukan sulap.

“Hebat! Ayah bisa sulap!“ Meisya bertepuk tangan sembari tersenyum lebar. Ia sangat senang dengan hiburan kecil ini.

Tiba-tiba, hidung kecilnya tanpa sadar mengendus-endus, ia mencium aroma makanan lezat dari sesuatu yang ada di atas piring putih tersebut.

“Aku mencium bau makanan yang enak. Apakah ayamnya ada di dalam benda yang dibungkus oleh sesuatu berwarna silver itu, Ayah?“ Meisya mendekatkan tubuhnya ke piring, dan ia menatap dengan rasa penasaran yang tinggi pada benda yang dibungkus oleh aluminium foil.

“Iya, ayamnya ada di dalam itu. Sebentar, kamu duduk di kursi Ayah, biar Ayah yang membukakan makanannya untukmu.“ Isander mengangguk kemudian perlahan bangkit dari posisi berjongkok.

“Siap, Ayah! Aku akan menunggu.“

Setelah mengatakan itu, Meisya berlari kecil dengan kaki pendeknya menuju kursi bambu milik Isander. Tingkah gadis kecil ini sangat lucu. Penampilan Meisya yang berusaha untuk menaiki kursi sangat imut dan membuat orang tersenyum, tampak seperti anak kucing yang berusaha memanjat tubuh ibunya.

Isander berjalan perlahan menuju ke arah suatu tempat di rumah bobrok ini.

Untuk lebih jelas rumah bobrok yang Isander dan Meisya tempati ini sangatlah kecil, hanya berukuran 34 meter persegi. Cuma tersedia ruang tidur, dapur, dan kamar mandi.

Keseluruhan bangunannya terbuat buat dari kayu yang sudah mulai rapuh, bahkan lantainya bukan keramik, melainkan terbuat dari bahan campuran yang mirip semen.

Tempat kursi yang Meisya duduki ada di ruangan dapur, tidak ada meja makan di ruang dapur. Umumnya, keduanya makan di atas lantai.

Isander mengambil sebuah pisau buatan yang jelek di atas rak rusak tempat penyimpanan makanan, tetapi rak itu kosong karena sudah tak ada lagi makanan tersisa.

Kemudian Isander berjalan kembali ke Meisya dan duduk di atas lantai. Tangannya yang memegang pisau dari potongan besi pipih mulai memotong aluminium foil dengan perlahan.

Sengaja ia menggunakan pisau untuk tampilan makanan lebih baik dan tak perlu repot untuk membuka manual.

Melihat ayahnya sedang memotong sesuatu benda yang berwarna silver, Meisya bergegas turun dari kursi dan melihat pemandangan ayahnya memotong dari jarak yang dekat.

Segera, kertas aluminium foil terpotong dan ayam bakar dengan tubuh utuh terungkap di dalamnya.

Aroma ayam bakar yang wangi langsung masuk ke dalam hidung mereka berdua.

Bunyi perut yang lapar berbunyi secara bersamaan. Keduanya ternyata sama-sama lapar.

Melihat makanan sudah dibuka dan kertas yang melindungi ayam agar tetap hangat telah dibuang, Isander mendorong makanan tersebut ke arah Meisya, tak lupa ia mengeluarkan sendok dari tasnya.

Habis itu, Isander memotong beberapa daging pada ayam untuk memudahkan Meisya makan sendiri.

“Ayah tidak makan?“ Meisya bingung dengan Ayahnya, sebab dia hanya menyuruhnya makan, tetapi diri Ayah sendiri tidak makan.

Mendengar ini, Isander melemparkan senyuman hangat ke Meisya dan tangannya secara lembut mengelus rambut Meisya. “Ayah nanti saja, kamu makan dahulu, biar Ayah yang makan sisanya.“

“Umm … baiklah, Ayah. Aku akan makan sekarang.“ Meisya mengangguk mengerti, kemudian ia mengambil daging ayam dengan garpunya dan memasukkan daging ayam ke mulutnya.

Gerakan Meisya sangat kaku, tetapi dengan bimbingan Isander, perlahan Meisya bisa beradaptasi terhadap sesuatu yang baru.

Di dunia ini, sendok dan garpu adalah benda langka. Sebelumnya, mereka makan murni dengan menggunakan tangan tanpa alat apa pun.

Pertama kalinya Meisya memegang sendok dan garpu untuk makan makanannya.

Pada saat berikutnya, Meisya memakan setengah daging ayam bakar lalu sisanya dihabiskan oleh Isander.

Mereka berdua sudah kenyang, tak makan beberapa jam ke depan tidaklah masalah, mereka siap untuk menjalani hari.

Namun, tepat ketika Isander ingin membuang piring putih ke suatu tempat dekat rumahnya, tiba-tiba suara ketukan pentungan berbunyi dengan nyaring.

Tok! Tok! Tok!

Wajah Isander dan Meisya berubah, ketukan ini adalah ketukan pengingat yang dibunyikan oleh seseorang.

Memiliki arti bahwa sesuatu yang berbahaya akan datang.

Isander dan Meisya tinggal di sebuah pemukiman kecil tersembunyi yang letaknya cukup jauh dari kota. Memang pemukiman ini rawan terjadi sesuatu yang berbahaya. Tak ada tempat lain untuk keduanya tinggal, terpaksa mereka berdua tinggal di pemukiman ini.

Dengan sigap Isander menggendong Meisya dan berlari ke dalam kamar. Ia meletakkan Meisya di kamar supaya lebih aman.

Selanjutnya, ia mengunci pintu dan memantau keadaan di luar melalui lubang ventilasi di atas pintu.

Rumah Isander tak ada jendela, jadi hanya bisa mengintip melalui lubang udara.

Beberapa detik berlalu, tidak suara yang bisa Isander dengar dari luar. Sangat sunyi dan sepi seolah-olah tidak ada yang terjadi setelah suara pentungan muncul.

Isander kira keadaan luar aman dan bahaya berhasil dilewati atau tidak terjadi, tetapi dugaannya salah.

Di menit berikutnya, sebuah teriakan yang keras timbul secara beruntun dan berkala.

Teriakan itu adalah teriakan manusia. Wajah Isander langsung memucat dan ia tetap memantau dengan degup jantung yang cepat.

Suara teriakan mencecar berbunyi, dan teriakan makin lama makin terdengar mendekat, seakan sesuatu yang berbahaya berjalan mendekat ke rumahnya.

“Isander! Segera pergilah, jangan diam di rumah! Di sini sudah tak lagi aman!“

Tiba-tiba, di luar muncul seorang pria tua yang menggendong sebuah tas kotor di punggungnya, dia mengetuk pintu rumah Isander dengan tergesa-gesa sambil berteriak memperingatkan Isander.

“Ak—”

Pada saat Isander ingin merespons Pria tua itu, tiba-tiba tenggorokannya tertahan. Ia sama sekali tidak bisa mengucapkan sesuatu kata, sebab tidak jauh di depan rumahnya, Isander melihat sesosok makhluk aneh berkaki empat yang mirip dengan harimau dan jenis kucing besar lainnya.

Makhluk ini sedang menggigit tubuh seseorang di mulutnya. Darah merah berceceran dan membentuk garis jalan.

Mata merah makhluk ini menatap tajam ke arah rumahnya, lebih tepatnya ke arah Pria tua yang sedang mengetuk pintunya.

Pria tua itu tidak tahu di belakangnya ada sesosok makhluk yang menyeramkan.

Setelah memberi tahu Isander, Pria tua itu hendak pergi meninggalkan depan rumah Isander.

Namun sayang, Pria tua ini bergerak terlalu lambat. Setelah pria tua tersebut pergi dan tak lagi bisa dilihat oleh Isander, sesosok makhluk tersebut berlari sangat cepat menuju arah pria tersebut.

Detik berikutnya, suara teriakan dan minta tolong terdengar di samping rumah kayu Isander.

“Tolong aku!!! Isande—”

Tubuh Isander menjadi lemas, ia turun dari kursi dan perlahan berjalan mundur sambil menatap arah pintu.

Terlihat wajah pucat dibasahi oleh keringat, jeritan tadi membuat keberaniannya terguncang.

“Sial! Bagaimana ini!“ Isander kebingungan saat ini.

Masalahnya, ia sama sekali tidak punya senjata yang bisa melawan makhluk monster yang mengerikan itu.

Isander sudah mencoba untuk menghubungi Sistem, tetapi tak ada respons sama sekali.

Tak peduli ia mencoba memanggil sistem beberapa kali, Sistem tidak akan muncul.

Pada sekarang ini, Isander merasa putus asa.

Ia kembali ke kamar dan memeriksa keadaan Meisya.

Melihat Ayahnya kembali ke kamar, Meisya segera berlari tanpa berbicara dan langsung memeluk tubuh Isander.

Isander merasakan tubuh Meisya gemetar saat memeluknya. Gadis kecil ini ketakutan begitu mendengar suara jeritan Pria tua itu.

“Ayah, aku takut~” Meisya memeluk leher Isander dan berkata dengan ketakutan.

Suaranya bergetar saat berbicara disertai dengan pelukan Meisya yang makin erat.

“Tenang, Sayang. Kita akan baik-baik saja.“ Isander memaksakan diri untuk tersenyum dan ia berusaha untuk menenangkan anaknya supaya tidak terlalu takut.

Setelah merasa sedikit tenang, Meisya memandang Isander dan bertanya, “Ayah, ada apa di luar? Apakah di luar ada monster?“

Bum! Bum!

Baru saja Isander ingin menjawab, pintu kayu rumah Isander tiba-tiba berbunyi dan sesuatu ada yang berusaha merusak dan mendobrak pintu rumah Isander.

Meisya menjadi takut kembali, dan ia memeluk Isander dengan kuat.

Wajah Isander menjadi panik dan dia segera menggendong Meisya sambil bersembunyi di dalam lemari kayu.

Isander tidak tahu lagi harus berbuat apa, di rumah ini tak ada jalan keluar lain selain pintu yang sekarang sedang dirusak.

Salah satu bertahan hidup dengan cara bersembunyi.

Brak!

Pintu rumah kayu Isander akhirnya berhasil dihancurkan dan sesosok monster berkaki empat perlahan berjalan sambil mengendus aroma keberadaan mereka berdua.

Isander dan Meisya yang ada di dalam lemari makin ketakutan.

Meisya yang ada di gendongan Isander terlihat sangat ketakutan sampai-sampai ia bergumam kecil tanpa sadar, “Ayah, Meisya sangat takut sekarang. Bisakah kita selamat dari monster jahat?“

Kalimat Meisya terdengar seperti pertanyaan bagi Isander.

Ekspresi wajah Isander makin berat, dia sendiri bahkan tidak tahu apakah mereka akan selamat atau tidak.

Sampai sekarang, Isander masih bertanya di dalam hati kepada Sistem, tetapi sialnya Sistem sana sekali tidak menanggapi.

“Sialan! Sistem tidak berguna! Jika kamu diam terus, aku akan mati! Aku baru saja hidup, tidak lucu jika aku mati lagi setelah hidup selama satu jam! Tolong bantu aku, Sistem!“

Begitu Isander memohon dan mengumpat kepada Sistem, tiba-tiba suara prompt Sistem muncul di telinganya.

Isander tertegun sejenak dan kemudian wajah paniknya berubah menjadi wajah yang gembira.

[Ding! Terdeteksi Bahwa Meisya Memiliki Keinginan! Sistem Memberikan Anda Kemampuan Super Wood Control!]

Bab 3: Tersesat di Hutan

Setelah pemberitahuan itu muncul dalam benaknya, Isander merasakan sebuah energi asing yang menjalar ke seluruh tubuhnya.

Tidak ada rasa sakit, melainkan sensasi hangat yang tersebar ke sekujur tubuh hingga ke sela-sela jarinya. Energi ini terus mengisi sesuatu di dalam tubuhnya selama beberapa detik.

Isander menikmati perasaan ini, tetapi dia harus menunda dan mengabaikan perasaan nyaman pada tubuhnya.

Pasalnya, di depan pintu kamar sudah terdapat sosok monster tersebut tengah berdiri sambil memindai seluruh isi kamar.

Mengintip dari sela pintu lemari, Isander bisa melihat sepasang mata merah menyala dari sosok makhluk ini.

Bentuk monster ini hampir sama dengan binatang jenis Famili Felidae alias kucing yang berukuran besar. Ada perbedaan yang menonjol, yakni tubuh makhluk ini dipenuhi oleh luka dan lumut hijau di bagian tertentu.

Makhluk tersebut lebih mirip dengan macan yang terkena virus zombie. Beberapa bagian tubuh terluka parah, kulitnya robek sehingga mengekspos darah dan daging di dalamnya.

Tepat setelah Isander selesai mengintip, ia merasakan energi asing tersebut menghilang, digantikan oleh perasaan aneh dari tubuhnya, seolah Isander bisa mengendalikan sesuatu layaknya bagian pada tubuh.

Isander menatap Meisya yang ketakutan dan memberikan sebuah tatapan yang memiliki arti.

Meisya tahu apa maksudnya dan kemudian ia memeluk Isander lebih erat sembari memejamkan matanya.

Gerakan Isander saat menoleh dapat tidak sengaja dilihat oleh monster ini yang sedang memindai lemari di dalam kamar.

Berikutnya, monster tersebut meraung dan melompat ke arah lemari dengan cepat.

Krahhh!

Isander terkejut dengan gerakan cepat monster tersebut, kemudian ia tanpa sadar mendorong pintu lemari dan melompat ke arah lain.

Brakk!

Lemari tempat persembunyian Isander hancur dalam sekali serangan.

Beruntungnya, Isander berhasil lolos dari terkaman monster, ia berdiri di pojok seberang lemari sambil menggendong Meisya di tangan kirinya.

Berbagai emosi muncul di wajah Isander. Terkejut, takut, senang, dan panik, bersatu dalam satu ekspresi.

Setelah menghindari serangan monster, Isander merasakan perbedaan dari tubuhnya, sesuatu hal telah disadari olehnya.

Pada saat ini, Isander menaruh perhatian penuhnya pada monster yang perlahan bangkit setelah menabrak lemari dan menghancurkannya.

Secara perlahan dan diam-diam, Isander menggerakkan kakinya dan mulai menjauhi keberadaan monster besar ini. Ia berjalan mundur sedikit demi sedikit ke arah pintu kamar dengan tatapan mata yang terus mengawasi monster.

Meisya masih memeluk Isander sambil menutup matanya, juga berusaha menahan untuk tidak teriak. Gadis kecil ini tahu bahwa Ayahnya sedang menghadapi monster.

Suara kayu hancur sebelumnya sudah menjadi tanda sesuatu telah terjadi dengan Ayahnya.

Grrr!

Monster sebesar harimau ini menggelengkan kepalanya, rasa pusing dirasakan setelah menghancurkan lemari berkeping-keping, kemudian membalikkan tubuhnya dan langsung mencari sosok Isander.

Segera, sesosok manusia yang berusaha mendekati pintu kamar masuk ke dalam penglihatannya, itu adalah Isander yang mencoba untuk kabur.

Monster ini menjadi marah dan meraung keras sebelum melancarkan serangannya.

Krahhh!

Saat berikutnya, sosok monster tersebut melesat cepat menuju Isander seraya mengedepankan cakar tajamnya.

Siluet hitam tersebut melintas sangat cepat ke arah Isander dan Meisya berada.

Dalam 1 detik, monster tersebut sudah berada di depan Isander dan cakar tajam monster tersebut hendak menyentuh wajah Isander

Namun, begitu cakar tajam yang berkilau itu ingin melukai kulit wajah Isander, dengan jaraknya tinggal 2 sentimeter lagi, tiba-tiba tubuh monster tersebut berhenti udara dan tak bisa maju.

Monster tersebut tercengang dan tak mengerti apa yang terjadi.

Ketika melihat ke belakang, monster tersebut melihat kedua kaki belakangnya dan tubuh bagian belakang dililit oleh kayu yang muncul dari dinding rumah.

Lilitan kayu ini sangat kuat sehingga bisa mengangkat tubuh monster ini di atas lantai tampak seperti mengambang.

Tidak tahu kapan kayu tersebut tiba-tiba muncul, padahal monster ini sama sekali tidak merasakan keberadaan kayu yang mengikat kakinya.

“Keren!“

Melihat ini, Isander berseru dan memuji apa yang telah dilakukannya.

Apa yang diberikan Sistem kepadanya benar-benar nyata. Isander bisa merasakan kesadaran pada kayu-kayu di sekitarnya, termasuk dinding rumah dan segala sesuatu benda yang terbuat dari kayu.

Grahhh!

Monster di depan Isander tiba-tiba meronta-ronta berusaha melepaskan ikatan kayu di tubuhnya.

Kedua kaki depan monster ini terayun ke arah Isander mencoba untuk menjangkau tubuh Isander dan ingin segara mencabik.

Melihat kesempatan ini, Isander berbalik dengan cepat dan berlari keluar dari dalam rumah.

Isander tahu bahwa ikatan kayu yang dia buat tidak akan bertahan lama.

Hal itu merupakan keterbatasannya sekarang, Isander tidak bis mengendalikan kemampuannya secara maksimal, butuh latihan untuk bisa menggunakan kemampuannya dengan baik dan andal.

Ketika keluar rumah, Isander mencoba kemampuannya lagi.

Tangan kanannya terulur ke depan dengan kelima jari terbuka, sebuah energi aneh tersalurkan dari dalam tubuh Isander dan terfokus pada tangannya.

Di detik berikutnya, serpihan pintu kayu yang rusak bergerak dan melayang. Setelah itu, kepingan kayu tersebut menyatu dengan dinding rumah, mengisi lubang pintu dan menjadikannya rumah tanpa pintu.

Kendali Isander masih payah, bekas lubang pintu masih bisa dilihat secara kasar. Namun, untuk sekarang sudah cukup, setidaknya bisa menahan monster yang ada di dalam untuk beberapa waktu.

Dengan gegas Isander berlari menuju suatu arah yang sesuai dengan ingatan Isander terdahulu.

“Ayah, apakah monster itu sudah mati?“

Meisya yang sejak awal diam dan memeluknya tiba-tiba bertanya sambil menatap wajah Isander dengan ekspresi yang takut.

Isander terus berjalan sambil mengelus kepala Meisya, “Tidak, tetapi Ayah berhasil mengurung monsternya di rumah.'

“Eh? Lalu sekarang kita tinggal di mana, Ayah? Rumah kita sudah ditempati monster jahat.“ Meisya menjadi bingung, ia menatap sepasang mata Isander dengan pandangan minta penjelasan.

“Kita akan mencari rumah baru, Sayang. Desa sudah tidak aman, semua orang sudah pergi.“ Isander menampilkan senyuman di setiap dirinya berbicara.

“Pergi?“ Pupil mata Meisya membesar sesaat, kemudian merentangkan tangannya dan kembali memeluk leher Isander. “Semoga mereka bahagia di tempat barunya, ya, Ayah.“

Mendengar ini, tubuh Isander tersentak, matanya sedikit membelalak. Tangan kanan Isander mengelus punggung kecil Meisya dan mengangguk. “Ya, Ayah yakin mereka bahagia di sana.“

Dari sini, Isander tahu bahwa Meisya ini adalah anak yang pintar. Mengerti apa yang dikatakan oleh orang dewasa tanpa harus menjelaskan lebih lanjut.

Sangat jarang anak kecil yang pintar seperti Meisya.

Saat ini, kaki Isander terus melangkah di antara rerumputan. Di luar desa tempat tinggal Isander terdapat hutan. Pohon-pohon besar tumbuh di sini, tidak terlalu banyak, jarak antara pohon pun cukup jauh.

Kurang dari 20 menit berjalan, Isander masih tidak menemukan jalan meski hanya setapak yang sempit.

Selama berjalan, Isander selalu memasang kewaspadaan yang tinggi. Mengingat monster tadi berasal dari area luar desa, artinya ada kemungkinan untuk bertemu monster yang sama di hutan ini.

Isander masih teringat dengan pria tua yang mengingatkannya tadi. Pria itu bernama Paman Raul, salah satu orang yang cukup dekat dengan Isander. Meisya kenal dengan Paman Raul, di jalan ia sempat bertanya keberadaan Paman Raul.

Pertanyaan Meisya dijawab dengan jujur oleh Isander dengan kata-kata yang halus. Meisya paham kalimat Isander, dan ia menangis di gendongan Isander.

Ketika berlari dari rumah, Isander melihat genangan darah di dekat area rumah, hanya darah dan tidak ada mayat. Isander langsung tahu pemilik darah tersebut. Paman Raul berteriak di sebelah rumahnya, arahnya sesuai dengan letak genangan darah berada.

Awalnya Isander berniat untuk menguburkan mayat Paman Raul jika masih ada potongan tubuh mayat Paman Raul. Sayangnya itu tidak ada, dan Isander membatalkan rencananya.

“Omong-omong, bagaimana caranya ayah mengurung monster jahat itu? Aku mendengar Ayah melangkahkan kaki dengan cepat seperti orang yang sedang kabur dan suara sesuatu yang rusak,” Meisya bertanya dengan keingintahuan yang besar.

Pertanyaan Meisya sudah disiapkan jawabannya oleh Isander lebih dahulu. Ia memandang wajah imut Meisya dan berkata sambil tersenyum, “Sebenarnya, Ayah itu kuat, tidak sulit untuk mengurung monster.“

“Woah! Sungguh? Ayah tidak berbohong, kan?“ Meisya tercengang dan ia menatap Isander dengan heboh.

Isander mengangguk tegas terlihat meyakinkan.

“Bagaimana caranya, Ayah? Meisya ingin tahu.“

“Caranya dengan mengandalkan otak. Jadi, Ayah menghindari serangan monster itu sampai-sampai monster itu terperangkap oleh dampak yang ditimbulkan oleh serangannya sendiri. Alhasil, monster itu terjebak di kamar dan kemudian ayah menutup pintu dan dihalangi dengan beberapa benda sehingga pintu tidak akan mudah terbuka.“

Usai mendengar penjelasan Isander, pupil mata Meisya penuh oleh bintang-bintang, ia kagum dengan Ayahnya yang pintar dan kuat. “Hebat! Ayah memang kuat! Aku bangga dengan Ayah!“

Pujian dari anak memang terbaik, Isander merasa bahagia dipuji oleh Meisya. Mau tidak mau Isander mencium pipi Meisya dengan rasa kasih sayang.

Beberapa menit berlalu, mereka masih berjalan di antara banyak pepohonan.

“Ayah, sampai kapan kita harus berjalan di hutan ini?“

Meisya turun dari pangkuan Isander atas kemauannya sendiri. Gadis kecil ini tidak rela Ayahnya berjalan kaki sendirian, ia berinisiatif menemani Ayahnya berjalan di hutan.

Telinga Isander mendengar pertanyaan Meisya, ia menundukkan pandangannya dan melihat Meisya yang asyik berjalan sambil berpegangan tangan dengannya. “Mungkin setengah jam lagi. Sabar, Gadis Kesayangan Ayah.“

“Baik, Meisya yang cantik akan sabar mulai sekarang!“ Meisya mengangguk cepat menandakan dirinya paham.

Isander tersenyum ketika mendengar ucapan Meisya, tidak tahan lagi dirinya untuk tidak mengusap lembut kepala kecil Meisya.

Selang 30 menit kemudian, mereka masih berjalan di dalam hutan. Keduanya sama sekali tidak melihat pemandangan lain selain pohon besar, rumput, dan jenis tanaman lain.

Sema sekali tidak melihat danau atau pun desa.

“Ayah, aku lelah, bolehkah aku digendong lagi?“ Meisya mendongak ke atas dan bertanya kepada Isander.

“Boleh, Sayang. Buka kedua tanganmu.“

Setelah mengatakan itu, Meisya mengikuti perintah Isander dan membuka tangannya, kemudian Isander mengangkat tubuh Meisya dengan hati-hati.

Meisya merasa sangat bosan, ia memainkan rambut Isander yang hampir menyentuh telinga untuk meringankan rasa bosannya.

Merasakan sentuhan Meisya, tanpa sadar Isander tersenyum. “Kamu bosan, ya?“

“Umm … iya, Ayah. Meisya bosan berjalan di hutan.“ Meisya menganggukkan kepala kecilnya. “Kapan kita keluar dari hutan, Ayah?“

“Ayah juga tidak tahu, Ayah tidak memiliki peta. Meisya yang sabar saja,” ucap Isander yang kakinya sudah terasa pegal-pegal.

“Baik, Ayah. Meisya mengerti,” jawab Meisya dengan tatapan yang lembut, “tetapi apakah ayah tidak lelah? Dari tadi Ayah berjalan sambil menggendongku.“

“Tidak lelah, Ayah kuat.“ Isander tersenyum meski tubuh bagian bawah sudah terasa sakit.

Meisya tidak memercayai ucapan Ayahnya, sebab sudah banyak butiran keringat yang keluar dari tubuh Ayahnya. “Turunkan aku, Ayah. Aku tidak mau menjadi beban untuk Ayah.“

“Baiklah, Meisya jalan dahulu sekarang, nanti Ayah akan gendong lagi.“

Setelah itu, Isander menurunkan tubuh kecil Meisya ke bawah. Keduanya berjalan menelusuri hutan tanpa ada petunjuk.

Lebih dari 2 jam mereka berjalan, akhirnya Isander tumbang dan butuh istirahat.

Tubuh Isander ini sangat lemah karena asupan gizi dan nutrisi yang kurang. Bisa dilihat dari lengannya yang kurus dan betisnya yang tipis.

Berjalan selama ini sudah menjadi sesuatu yang luar biasa. Makan saja dia bergantung pada orang lain, dia melakukan barter dengan orang di desa untuk sesuap makanan. Ia tidak bisa berburu hewan.

“Ayah, apa kamu masih terasa sakit kakinya?“

Melihat Isander yang duduk bersandar dengan wajah yang kelelahan, Meisya memandang Isander dengan penuh rasa khawatir.

“Masih, tetapi Ayah pikir sebentar lagi Ayah akan kembali seperti biasa lagi,” Isander berkata sambil berusaha tidak terlihat begitu lelah di depan Meisya.

Mata Meisya berkedip berkali-kali, dan ia berkata penuh harap, “Semoga Ayah bisa cepat pulih dan menjadi lebih kuat supaya bisa berjalan dengan sangat lama.“

Kalimat Meisya seperti anak kecil yang berharap sesuatu yang mustahil menjadi kenyataan.

Namun, begitu kata-kata Meisya keluar, suara mekanis Sistem yang kaku mendadak muncul di telinga Isander.

[Ding! Terdeteksi Bahwa Meisya Memiliki Keinginan! Sistem Memberikan Anda Magnetar Body!]

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!