NovelToon NovelToon

Dangerous Fiancee

Perjodohan

"Apa? Papa sama mama mau jodohin aku sama anaknya teman kuliah kalian? Nggak, nggak. Dambi nggak mau titik!"

Dambi menolak keras perkataan orangtuanya. Saat ini mereka sedang menikmati makanan bersama di meja makan.

Dambi Andara.

Anak tunggal dari keluarga Andara yang bercita-cita agar bisa hidup bebas dari orangtua yang terus menekannya dengan segala keinginan mereka. Memang sih mereka ingin Dambi sukses dengan masa depan yang terjamin. Tapi terkadang keinginan mereka itu terlalu tinggi sehingga yang terjadi malah menekan Dambi.

Contoh pertama, Dambi lebih suka kuliah di universitas biasa tapi ia malah di masukkan ke universitas elit yang terkenal dengan daya saingnya yang kuat. Bersaing dalam segala hal. Harta, pengetahuan, gaya, kecantikan, dan masih banyak lagi.

Kedua, Dambi jarang sekali diijinkan keluar rumah. Apalagi kalau cuma buat jalan-jalan atau sekedar kumpul dengan sahabat-sahabatnya. Alasannya adalah, dia bisa saja terjerumus ke hal-hal yang tidak baik yang bisa merusak dirinya sendiri. Padahal teman-teman Dambi baik semua, nggak ada yang aneh-aneh. Kalau mau bilang aneh, dialah yang paling aneh diantara semua teman-temannya. Karena otaknya memang tidak lurus-lurus amat. Sewaktu SMA kelas satu, ia pernah bergaul dengan genk nakal sebelum ketahuan orangtuanya dan akhirnya pindah sekolah. Mungkin juga di mulai dari situ orangtuanya mulai menekannya.

Yang terakhir, tidak cukup menekannya dengan menghilangkan kebebasannya berekspresi, sekarang mereka malah mau menjodohkannya dengan laki-laki yang sama sekali tidak dia kenal. Oh ya ampun, kalau saja Dambi punya kantong Doraemon. Ia pasti sudah membuka pintu kemana saja dan kabur jauh-jauh dari rumahnya agat bisa hidup bebas. Kenapa susah sekali sih menjalani hidup seperti yang dia mau.

"Dambi, mama sama papa itu pengen ngasih yang terbaik buat kamu sayang." ucap mamanya. Dambi berdecak malas.

"Termasuk cariin suami gitu?" balasnya dongkol.

"Iya bener. Mama yakin kalau kamu ketemu sama Angkasa kamu pasti langsung suka kok." Dambi mencibir. Baru dari nama saja ia sudah tidak suka.

"Angkasa itu laki-laki tampan dan baik sayang. Dia baru saja menyelesaikan S3nya diluar negeri. Dan mama denger dia udah jadi profesor dikampus kamu. Sekalian kan kalau kalian udah tunangan, dia bisa jagain kamu."

mata Dambi sukses membulat besar. Apa kata mamanya? Dia tidak salah dengar? Profesor dikampusnya? Kalau profesor, berarti laki-laki yang mau dijodohkan dengannya itu sudah tua dong? Aduh, orangtuanya ini ada-ada saja deh. Masa mau jodohin dia sama om-om. Kira-kira dong.

"Ma, pa, Dambi nggak mau dijodohin. Apalagi sama om-om begitu. Batalin aja ya perjodohannya, Dambi janji bakalan nurutin keinginan kalian yang lain selain perjodohan ini." rengek Dambi memohon sambil menatap kedua orangtuanya bergantian.

"Om-om gimana, umur Angkasa itu baru dua puluh delapan tahun kik. Beda tujuh tahun doang sama kamu. Pas banget kalo dipasangin sama kamu. Pokoknya kamu harus terima titik!" kata mamanya lagi. Dambi melirik sinis sang mama lalu menatap ke papanya.

"Pa," rengeknya mencoba membujuk papanya tapi pria tua itu hanya cuek seperti biasa. Tentu saja ia lebih dengar istrinya.

"Udah, dengerin mama kamu. Mama kamu cuma mau kamu nikah sama orang yang bisa jagain dan bahagiain kamu. Nurut aja. Lagipula kalian nggak dipaksa langsung nikah, tunangan aja dulu." kata sang papa. Raut wajah Dambi langsung berubah kesal.

"Pokoknya Dambi nggak mau terima perjodohan ini, titik!" gadis itu berseru kuat-kuat lalu berdiri dan meninggalkan meja makan.

Ia membanting pintu kamarnya kuat-kuat dan melemparkan tubuhnya ke atas ranjang. Ia kesal sekali hari ini. Apa kata mamanya? Cuman beda tujuh tahun? Cocok kalau dipasangin sama dia? Huh! Mamanya aja sana yang nikah kalo suka sama tuh cowok. Jangan bikin dia yang jadi korban.

                                  ***

Ditempat lain, dikediaman keluarga Duppon, orangtua Angkasa berbicara hal yang sama pada pria itu. Tapi bedanya, Angkasa lebih tenang menanggapinya. Ia tidak langsung menolak meski tidak suka dijodohkan juga. Apalagi dengan seseorang yang sama sekali tidak dia kenal.

"Kay, kalau kamu memang nggak suka sama perjodohan ini bilang aja. Mama sama papa nggak maksa kok." ucap mamanya. Kay itu adalah panggilan kesayangan buat Angkasa. Hanya orang-orang terdekat yang memanggilnya begitu.

Angkasa tersenyum. Dia rasa tidak ada salahnya mencoba. Lagipula ia tidak punya kekasih dan tidak dekat dengan siapapun sekarang. Ia memang pacaran beberapa, tapi belum ada yang benar-benar ia sukai. Walau pernah menjalin hubungan dengan beberapa wanita, nyatanya tidak ada satu pun diantara mereka yang bisa membuatnya jatuh cinta. Bahkan semua wanita yang pernah berpacaran dengannya, itu karena mereka duluan yang menembaknya. Tapi setelah pacaran, tidak ada rasa. Waktu itu dia pacaran hanya karena status. Mungkin dia laki-laki brengsek dimata para mantan pacarnya. Dia mengakuinya.

"Terserah mama sama papa aja. Aku nggak ada masalah." katanya santai. Mamanya tersenyum senang.

"Kamu tahu nggak Kay, mama itu bangga banget punya putra kayak kamu loh. Udah ganteng, pinter, dewasa, sukses, penurut banget sama orangtua lagi. Paket komplit deh pokoknya." puji sang mama. Angkasa tersenyum tipis. Mamanya memang terkesan berlebihan tapi ia bisa memakluminya. Hampir semua mama-mama kan memang begitu kalau membicarakan tentang anak mereka.

"Kamu yakin nggak pengen gabung sama perusahaan papa?" kali ini giliran papanya yang mengangkat topik lain. Sama seperti Dambi, Angkasa juga adalah anak tunggal. Dan papanya punya sebuah perusahaan besar yang perlu ada ahli waris. Kalau bukan Angkasa yang mengganti papanya, siapa lagi? Tapi saat ini Angkasa lebih memilih menjadi profesor di sebuah kampus.

Kampus besar yang di mana keluarganya juga sering menyumbang dana buat kampus itu. Sebagian besar dana yang keluarga mereka sumbangkan diberikan pada para pelajar yang kurang mampu tapi berprestasi.

Meski memilih menjadi profesor yang mengajar di kampus tersebut, bukan berarti Angkasa akan membiarkan papanya mengelola perusahaan mereka sendiri. Dia tetap akan membantu papanya meski tidak langsung pergi bekerja di kantor. Sekarang sudah jaman internet, mereka bisa melakukan bisnis dari mana saja. Kecuali sekali-kali ada pertemuan penting seperti bertemu klien atau pesta perusahaan yang mengharuskan dia datang.

Angkasa juga punya seorang sahabat yang sengaja dia minta bekerja di perusahaan mereka untuk membantu papanya. Namanya Kevin. Kevin sudah punya banyak pengalaman. Jadi Angkasa bisa mempercayakan urusan kantor sama dia.

"Untuk sekarang, biar Kevin dulu yang bantu papa. Aku akan datang sesekali jika ada sesuatu yang memang perlu bantuanku." ujar Angkasa menatap papanya. Pria tua itu mengangguk-angguk. Ia juga tidak mau terlalu memaksakan putranya kalau pria itu tidak mau. Yang bisa dia pastikan adalah, Angkasa akan mengganti posisinya ketika dirinya betul-betul sudah tidak bisa bekerja lagi.

"Udah-udah pa, sekarang jangan bicara bisnis dulu. Ceritain pengalaman kamu di luar negeri." ucap mamanya.

Keputusan gila

"HAH? Kau ingin tidur dengan gigolo? Kamu gila Dambi. Benar-benar gila."

Gery, seorang pria jangkung berkulit putih, hidung mancung dengan tinggi badan sekitar 180 cm itu menatap Dambi dengan raut wajah tidak percaya. Disebelahnya duduk Yuka, yang kini terbatuk-batuk mendengar perkataan sahabat mereka itu.

Dambi, Gery dan Yuka sudah bersahabat dari SMA. Mereka masuk kampus yang sama. Sebenarnya Yuka berencana untuk kuliah di luar negeri, tapi tidak jadi karena Dambi memaksanya masuk dikampus yang sama dengan gadis itu dan Gery. Demi persahabatan mereka, Yuka akhirnya memilih kuliah di dalam negeri saja, bersama Dambi dan Gery.

Dambi sendiri entah pikiran darimana ia sampai memikirkan hal segila itu. Dari kemarin ia terus memikirkan ide agar perjodohannya dibatalkan. Karena orangtuanya bersikeras mau menjodohkannya, ia terpaksa harus membuat laki-laki yang akan dijodohkan dengannya yang membatalkan perjodohan itu. Kalau mau pria itu itu tidak suka padanya, berarti dia harus melakukan sesuatu yang dibenci oleh kebanyakan laki-laki.

Dan setelah berpikir-pikir lama, ide gila itu tiba-tiba muncul. Menurut Dambi, kebanyakan laki-laki tidak akan memilih menikah dengan  perempuan yang sudah tidak perawan lagi. Apalagi yang bukan disentuh oleh mereka sendiri. Dambi tertawa, ia yakin sekali ide gilanya ini akan berhasil. Kan sudah dia bilang, dirinya tidak polos-polos amat.

"Nggak bisa Dambi, kamu mau ngerusak diri kamu sendiri cuma karena perjodohan bodoh itu?" pungkas Gery tidak setuju. Yuka disampingnya ikut mengangguk.

"Bener, gimana kalo papa sama Mama kamu tahu? Bukan kamu doang yang dihabisin, aku sama Gery juga. Please Dam, jangan aneh-aneh deh." timpal Yuka.

"Terus gimana dong? Memangnya kamu mau tidur sama aku?" Dambi menatap Gery yang langsung tersedak mendengar perkataan gadis itu.

"Nggak mau kan, makanya biarin aja aku cari gigolo." cicitnya. Yuka menggeleng-geleng. Dia merasa otak Dambi ini memang sudah geser karena perjodohan itu. Tiba-tiba Yuka terpikir sebuah ide.

"Aku tahu." Dambi dan Gery sama-sama memandangnya.

"Kamu nggak perlu cari gigolo beneran. Yang palsu aja." ucap Yuka. Dambi menatap sahabatnya itu bingung.

"Maksud kamu?" Dambi bertanya.

"Jadi kamu cari aja seseorang yang bisa dibawa ke hotel. Terus kalian bisa ngambil foto dengan pose yang kayak habis ngelakuin sesuatu yang nggak-nggak gitu. Nanti fotonya bisa kamu pakai buat dijadiin bukti ke calon tunangan kamu itu kalau kamu bukan perempuan baik-baik. Gimana? Coba ide itu dulu, kali aja berhasil." kata Yuka panjang lebar. Ia pikir itu adalah ide yang baik. Dambi juga tidak perlu mengorbankan tubuhnya.

Dambi berpikir sebentar. Boleh juga sih idenya Yuka.

"Terus, laki-laki yang mau ke hotel bareng aku siapa?" tanyanya menatap Yuka dan menghentikan pandangannya pada Gery. Ia tidak punya kenalan cowok lain. Cuma Gery doang sahabat seperjuangannya dari dulu.

"Nggak ada. Cari yang lain, aku nggak bisa titik." tolak Gery mentah-mentah. Bisa-bisa dirinya lagi yang habis kalau orangtua gadis itu sampai tahu. Ia tidak mau.

"Gini aja, aku minta tolong kakak aku aja. Kebetulan aku dengar hari ini dia ada di hotel, urusan bisnis sih. Tapi nggak apa-apa nanya dulu. Kakak aku itu orangnya baik, pasti mau bantu." Dambi makin semangat mendengar perkataan Yuka. Yuka lalu menelpon dan berbicara panjang lebar dengan sang kakak.

Dambi tidak pernah mengenal kakak Yuka. Karena kakaknya selalu sibuk kerja. Jadi tiap kali Dambi dan Gery main ke rumah Yuka, mereka tidak melihat keberadaan kakak dari gadis itu. Dambi jadi penasaran seperti apa rupanya, tampan atau tidak. Melihat Yuka yang sangat cantik, pasti kakaknya juga tampan. Karena sekarang Yuka ngekos juga, kemungkinan untuk melihat kakaknya jadi sangat kecil.

"Gimana-gimana?" Dambi berseru antusias menatap Yuka.

"Kakak aku awalnya menolak keras, tapi tenang aja, aku udah maksa banget dan ceritain tentang masalah kamu, jadi dia setuju. Nanti malem dia ada jam kosong. Kamu langsung pergi aja ke hotel. Nanti aku kirim alamat yang kakak aku kirim." Dambi langsung memeluk Yuka. Memang sahabatnya yang satu ini the best banget.

                                  ***

"Siapa?" Angkasa melirik sebentar ke Kevin setelah melihat pria itu mengakhiri pembicaraannya dengan seseorang di ponsel. Mereka sedang makan siang di sebuah hotel tempat mereka akan meeting sore nanti. Hari ini ada pertemuan dengan sebuah klien penting dari luar negeri, jadi Angkasa memakili papanya bertemu dengan klien penting tersebut.

"Adikku." sahut Kevin.

"Ada masalah?" tanya Angkasa lagi. Ia jadi penasaran karena Kevin berbicara panjang lebar ditelpon dan terdengar berdebat kecil dengan adiknya.

"Adikku ingin aku berakting menjadi gigolo dengan sahabatnya." Angkasa langsung terbatuk. Ia ingin tertawa tapi tidak jadi karena melihat raut  wajah kesal Kevin. Gigolo? Astaga.

"Gigolo? Maksudmu, adikmu ingin kau tidur dengan sahabatnya?"

"Tidak sampai sejauh itu." sela Kevin cepat. Dia sudah gila kalau dirinya sampai setuju. Kevin bukanlah pria brengsek yang mau tidur dengan sembarang wanita. Angkasa mengernyitkan dahi.

"Hanya berpose seperti sedang melakukan itu untuk di foto. Temannya tidak mau dijodohkan, jadi kata adikku gadis itu ingin terlihat seperti perempuan nakal. Foto itu nanti akan dia tunjukkan pada calon tunangannya, supaya pertunangan itu dibatalkan. Pikiran konyol. Aku tidak tahu adikku memiliki sahabat yang bodoh begitu. " ia menjelaskan panjang lebar dengan nada jengkel. Kevin sudah mati-matian menolak tadi. Tapi adiknya terus memaksa. Mau tak mau akhirnya dia setuju saja daripada di teror terus oleh sang adik.

Benar kata Kevin. Gadis bodoh mana yang mau berlakon seperti itu? Tapi Angkasa penasaran.

"Bagaimana dengan rencanamu? Kau tetap akan mengajar dikampus itu?" tanya Kevin mengganti topik. Angkasa menganggukan kepala.

"Tapi setahuku kau tidak begitu tertarik dengan mengajar, kenapa malah tiba-tiba mau jadi dosen?" seingat Kevin, Angkasa memang tidak suka mengajar, itu sebabnya dia cukup heran dengan keputusan pria itu. Tapi ya sudahlah. Mungkin saja sekarang ini selera Angkasa sudah berubah.

"Aku hanya ingin mengganti suasana. Tidak ada salahnya menjadi dosen." gumam Angkasa.

"Oh ya, Milka menelponku kemarin. Kau sungguh tidak mau mencoba memulai hubungan dengannya? Menurutku dia wanita yang baik."

Angkasa mendongak. Milka adalah salah satu teman mereka saat kuliah dulu. Wanita itu juga pernah terang-terangan bilang menyukainya. Tapi Angkasa tidak punya perasaan apa-apa padanya. Daripada nantinya berujung menyakiti wanita itu, lebih baik langsung ditolak saja. Apalagi sekarang dia akan dijodohkan dengan perempuan pilihan orangtuanya. Dari cerita mamanya, gadis itu memang jauh lebih muda dan masih berkuliah.  Namun Angkasa lebih memilih mendengar orangtuanya saja. Siapa yang tahu kalau ternyata hasilnya akan baik dan gadis itu cocok dengannya. Meski ia merasa tidak yakin, tapi dia akan mencoba.

"Milka memang wanita yang baik, tapi aku tidak menyukainya." ucap Angkasa langsung. Lalu kembali mengunyah makanannya.

Pertemuan di hotel

Dambi tidak pernah melakukan hal yang gila seperti ini dalam hidupnya. Walau otaknya tidak begitu lurus-lurus juga, tapi ia selalu mematuhi peraturan orangtuanya. Hidup sebagai gadis baik-baik. Hanya saja, selama dua puluh satu tahun menjalani hidup sebagai gadis yang dengar-dengaran pada orangtuanya, kali ini ia benar-benar ingin membantah mereka. Ia tidak mau tertekan kalau dipaksa bersama dengan pria yang tidak dia sukai.

Hari ini, Dambi mungkin akan membuat orangtuanya kecewa. Ia akan minta ampun nanti. Pokoknya dia harus membuat sampai perjodohan itu dibatalkan. Dan disinilah ia berdiri sekarang. Di sebuah hotel bintang lima, dimana dia akan menanggalkan segala macam hal baik yang dilihat orang pada dirinya. Memang sih yang akan dia lakukan itu hanya berakting saja, meski begitu, tetap harus beracting dengan serius.

Ketukan meja membuyarkan semua lamunan dalam otak Dambi. Ia mendongak melihat wanita yang bibirnya sangat merah itu menatap kesal dengan pandangan lurus ke arahnya. Wanita itu marah? Kesal? Kenapa?

"Masih banyak tamu yang harus saya layani nona, kalau anda tidak mau memesan kamar, atau apa lpun itu, silahkan minggir."

Dambi mengerjap. Menggaruk pipinya dengan bingung. Setelah itu ia baru sadar ternyata dirinya sudah berdiri di depan meja resepsionis dan membuat antrian dibelakang jadi panjang. Bahkan beberapa orang juga menatapnya tidak suka. Dambi tersenyum malu.

"M..maaf," gumamnya tidak enak.

"Jadi, anda mau memesan kamar atau bagaimana?" tanya wanita itu lagi dengan suara cukup ketus. Dambi berdeham.

"T..tidak, aku mau bertemu dengan seseorang." jawabnya. Wanita itu mendengus.

"Siapa?" tampaknya ia benar-benar marah pada Dambi. Nada bicaranya sangat tidak bersahabat. Dasar emosian. Dambi ikutan kesal namun berusaha bersikap ramah.

"Namanya Angkasa Duppon."

Wanita itu menyipit dengan tidak percaya. Dambi ikut merasa heran. Kenapa? Ada yang salah dengan nama itu? Memang sih kata Yuka nama kakaknya adalah Kevin Wiguna, tapi kamar hotel itu di sewa atas nama sahabat kakaknya Yuka. Sih Angkasa-Angkasa itu. Ia sendiri tidak kenal. Orang mukanya saja dia tidak tahu, apalagi kenal.

"Kami ada urusan bisnis dan dia lupa menyebut nomor kamarnya. Harusnya kami bertemu di restoran dan anda tahu," Dambi memajukan wajah lebih dekat ke wanita itu dan berbisik pelan.

"Yang ingin kami bicarakan itu sangat penting, jadi dia memintaku menemuinya dikamar." ucap Dambi berbohong.

Wanita itu mengangguk mengerti. Tiba-tiba sikapnya berubah menjadi sangat ramah. Dambi sampai-sampai merasa heran sendiri.

"Saya akan meminta seseorang mengantar anda ke lantai di mana tuan Angkasa menginap." ucap wanita itu tersenyum ramah. Dambi melotot.

"Tidak perlu. Aku pikir itu tidak perlu. Aku akan ke sana sendiri." tolaknya sambil mengibas-ngibaskan tangan ke udara.

"Tidak apa-apa nona. Ini memang pekerjaan kami. Apalagi tuan Angkasa adalah salah satu tamu penting di hotel ini."

Tamu penting? Sepenting apa? Apa nama yang dia sebutkan tadi itu seseorang yang cukup berkuasa? Dambi tertawa kecil. Kenapa dirinya malah jadi penasaran dengan nama itu. Tapi, nama itu cukup familiar ditelinganya. Dimana dia pernah dengar ya?

"Antarkan nona ini bertemu dengan tuan Angkasa." sebelum Dambi menolak lagi, wanita itu sudah lebih dulu meminta salah satu karyawan untuk mengantar. Terpaksa gadis itu pasrah saja. Ini semua karena dirinya yang selalu saja mengkhayal.

"Anda bisa ikut dengannya, nona." kata wanita itu sopan. Akhirnya Dambi mengangguk saja mendengar wanita itu dan berjalan mengikuti karyawan laki-laki yang berjalan didepannya.

Ia dan pelayan itu masuk lift. Melihat lantai yang ditekan oleh laki-laki itu membuat Dambi berpikir sebentar. Rupanya kakaknya Yuka dan sahabatnya itu memiliki cara gaya hidup yang mewah. Ia jadi ingin tahu apa pekerjaan mereka. Dia akan bertanya pada Yuka nanti.

Mereka keluar dari lift dan berdiri didepan pintu ganda yang langsung diketuk oleh pelayan tanpa menanyakan persetujuan Dambi. Memangnya mengetuk pintu harus ada persetujuan?

"Saya pergi dulu, nona." pamit pelayan itu sopan. Dambi mengangguk.

"Terimakasih." sambil tersenyum tipis pada sih pelayan.

Pelayan itu berlalu pergi. Sementara Dambi setia menunggu sampai pintu kamar didepannya terbuka. Ia sedikit merasa gugup karena ini pertama kalinya ia akan bertemu dengan kakaknya Yuka itu. Tentu ia saja gugup mengingat mereka yang baru pertama kali bertemu dan akan berdekatan. Kalau akan berfoto seperti sedang terjadi sesuatu dengan laki-laki itu, pasti tubuh mereka juga akan bersentuhan. Kira-kira dia bisa tidak ya? Dia kan belum pernah dekat dengan laki-laki lain selain Gery dan papanya.

Pintu terbuka dengan perlahan dan Dambi bisa melihat sosok yang hanya berbalutkan handuk dipinggangnya sudah berdiri didepannya dengan tegap dan angkuh. Wajahnya yang kaku membuat Dambi makin gugup. Benarkah pria itu kakaknya Yuka? Kenapa ia merasa perbedaan mereka jauh sekali? Wajah mereka pun tidak ada mirip-miripnya. Pria ini memang tampan, sangat tampan malah. Tapi tidak ada miripnya sedikitpun dengan Yuka. Padahal ia ingat Yuka pernah bilang orang-orang selalu mengatakan ia dan kakaknya sangat mirip. Darimana miripnya coba. Dari cara bersikap saja berbeda jauh.

Pria itu memiringkan kepalanya menatap Dambi. Dambi sendiri sempat merasa terpesona dengan sosok jangkung yang berdiri didepannya itu. Pria ini sangat cocok menjadi model atau bintang film terkenal. Semua yang terlihat dari sosok pria itu sangat sempurna. Dambi menelan ludah. Matanya melihat bagaimana air mengalir di tubuh pria itu dan menyerap ke handuk putih yang dipakainya. Rasanya ia seperti melihat malaikat sedang berdiri didepannya. Seumur hidup, ini pertama kalinya gadis itu berhadapan langsung dengan laki-laki setampan ini.

Ya Tuhan, kalau saja pria yang akan dijodohkan dengannya setampan ini, Dambi tidak akan punya pikiran konyol tapi langsung setuju saja dengan senang hati. Siapa yang tidak mau coba punya calon suami yang setampan ini. Ia juga bisa pamer kemana-mana.

"Cari siapa?"

Dambi tersentak. Suara itu, suara itu sangat maskulin. Terdengar begitu indah ditelinganya. Ia berasa mau pingsan saja. Dirinya sampai tidak bisa berkata-kata lagi.

Yuka, aku pengen banget nyulik kakak kamu buat dijadiin bantal guling.

Pekik Dambi dalam hati.Tampan sekali lelaki didepannya ini.

"Hei, kau cari siapa bocah?" pria itu bertanya lagi. Ada rasa jengkel dalam hati Dambi ketika mendengar perkataan pria itu, enak saja menyebutnya bocah. Ia ingin marah, tapi kembali tidak jadi ketika menatap pria tampan itu lagi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!