Kapan nikah?
Udah punya anak 3, ibunya kemana?
Umur berapa?
Selalu itu pertanyaan yang membayangi Andro kemanapun dan dimanapun ia berada. Hingga kadang ia jengah, banyak pula kok lelaki yang masih membujang di usia yang malah lebih tua darinya tapi anteng-anteng saja, usia 28 tahun rasanya wajar-wajar saja jika belum menikah toh ayahnya pun menikah dengan momy Shania di usia kepala 3. Ingat!! Usia bukan kepalanya yang 3, ya!
"Om Andro kakak mau es krim sundae logo M,"
"Oke, tapi abis ini pulang. Om ada kerjaan yang mesti dikerjain..." Afifah mengangguk setuju, setelah mengantar si kembar ke mall untuk membeli bahan untuk tugas sekolah, ujungnya pasukan krucil ini minta jajan pada om kesayangan. Dua bocah yang sebentar lagi masuk smp berjalan di samping kanan kiri Andro, sementara tangannya mendorong stroller Arion. Kalo jalan begini, udah kaya pasukan keluarga cemara cuma kurang sosok ibu, lantas kemana emak bapaknya tuh bocil-bocil? Jawabannya kerja dan pacaran. Oma--opa? Ngurusin Pawon Kurawa plus berduaan, hanya ia yang jomblo makanya biar ngga sepi ditemenin bocah.
Punggung tegap itu seolah menjadi cerminan Arkala Mahesa saat muda.
Bersih, rapi dan wangi, kondisi yang bikin kaum hawa jantungan pagi-pagi, kulitnya ngga putih-putih melati tapi semanis janji para malaikat. Namun wajah datarnya selalu menjadi ujian terberat para kaum hawa yang berniat mendekat, belum apa-apa mood mereka langsung anjlok saat Andro bersikap cuek terkesan tak merespon padahal memang bawaannya dari orok sudah begitu. Ia terlampau dingin pada lawan jenis, apalagi sejak ayah Arka dipasang ring di jantungnya, dan semua pekerjaan Route'78 serta angkringan ia ambil alih, tak ada waktu untuknya memikirkan masalah percintaan. Sebagai seorang anak laki-laki adalah kewajibannya menjadi tumpuan sang ayah.
Suara deru mesin mobil di luar rumah menandakan jika detik itu kebebasan Andro sebagai jomblowan sejati berakhir. Selanjutnya terdengar suara teriakan tanda terompet berakhirnya masa tenang minggu Andro. Belum lagi jika anak-anak generasi kurawa sudah datang, udah mirip panti asuhan.
"Pagi, sepedaaaa! Sampurasun!"
"Oma can! Opa gans!"
Teriakan para perusuh kecil anak si heboh gale-gale pong.
"Om dantengkuhhh, jantung hati para keponakannya yang imut-imut!" si kembar Afifah dan Aliyah mengecup pipi oma, opa, dan om triplek tentunya yang sudah seperti ayah, nanny dan teman untuk ketiga anak Gale. Tapi berbeda, saat Afifah mengecup pipi Shania dan Arka gadis itu menyentuhkan hidungnya, sementara saat mengecup Andro benar-benar menggunakan bibir. Andro sudah mual karena gombalan Afifah, sementara Aliyah adalah followers sejati kakaknya, kemanapun dan apapun ia akan ikut termasuk terjun ke jurang bareng-bareng.
"Aduh aku tuh ada janji temu sama pasien VIP mii jam 9, ***nitip annnakk---anakkk yaaaa mii, ayahhh, Androooo***!" ucapan dokter anak gila itu seperti slow motion dengan suara berat menyeramkan di telinga Andro, padahal realita-nya ucapan Gale begitu cepat terkesan hectic seraya menaruh satu tas kain besar perlengkapan si kecil. Seperti biasa, ia akan menjelma menjadi daddy day care setiap weekend, jomblo berasa duda ditinggal mati punya anak 3 pula. Kapan ngadonnya?
Jika umumnya weekend para muda-mudi apel malam minggu atau sekedar jalan mencari pasangan mengisi waktu sambil refreshing, lain halnya dengan Andromeda, ia terlatih menjadi seorang pengasuh yang bawa-bawa botol susu sama gandeng dua anak gadis kembar plus satu troli bayi, heuhhh! Rempong!
Afifah dan Aliyah memang sudah menginjak usia 13 tahun sekarang dan jagoan kecil dokter jantung Faturrahman Al-Lail itu berusia 1,5 tahun bernama Arion. Namun bagi para ladiestnya Fatur itu, om Andro adalah pemuda tampan yang wajib digombalin, katanya kasian punya om ngga laku-laku sampe sekarang. Padahal kenyataannya mereka lah biang keladi, dewan penguji-nya kenapa para wanita berguguran untuk mendekati Andro.
Andro mengelap bekas kecupan para keponakan usilnya itu sekilas. Bukan tidak pernah mereka mengusili teman perempuan yang sengaja Andro bawa ke rumah untuk sekedar silaturahmi sambil bawa hampers dan salam kedip, ataupun yang terang-terangan deketin Shania dan Arka demi mendapatkan perhatian lebih dari Andromeda.
Lapisan perlindungan Andro begitu tebal setebal lemak gajah, selain dari dirinya yang memang dingin terhadap wanita, para keponakannya inilah yang menjadi godaan terberat bagi para kandidat, belum apa-apa mereka sudah melambaikan tangan ke kamera.
Afifah dan Aliyah bertos ria dengan kepalan tangan seraya tertawa geli dan berlalu ke halaman belakang dimana kandang kelinci disini selalu ada penghuninya, tuh kelinci udah berkali-kali ganti generasi tapi namanya tetep si snowy sama si denok. Sementara Fatur yang datang menggendong Arion menaruh anak balita itu di kursi bayi atas perintah Shania.
"Sini Tur, taro aja di samping ayah sama momy..." pagi-pagi udah heboh, si momy kaya punya anak bayi lagi.
"Iya mii," angguk Fatur.
"Sampe jam berapa prakteknya?" tanya Arka menerima salam dari anak dan menantunya itu.
"Cuma sampe jam 12 aja yah, abis itu free..." jawab Gale mencomot gorengan tempe di piring.
Plak!
Andro menggeplak tangan kakaknya yang membalas dengan tatapan tajam, "apa sih main geplak-geplak aja? Pelit!"
"Lo dokter tapi jorok, cuci tangan dulu kek. Lagian ini gorengan loh, musuh bebuyutan kesehatan. Dokter harusnya lebih tau kalo gorengan itu ngga sehat," balas si cowok muka tembok mushola ini.
"Sekali-kali dokter makan gorengan ngga apa-apa. Gorengan adalah dosa ternikmat setelah minum," jawab Gale bergidik acuh, dokter juga manusia punya rasa punya nav suu. Mereka lantas menoleh cepat dan mendelik pada Gale.
"Minum apa?!" tanya Fatur.
"Minum soda," lanjutnya, tapi Gale lantas tertawa tergelak saat melihat Andro.
"Ampun! Udah ah! Ini aku bekel buat di jalan, hayuk bang ah! Dunia sudah menunggu para dokter," ajaknya mencomot beberapa gorengan dan memasukkannya ke dalam kotak bekal makan miliknya.
"Dokter gila," desis om Andro ini.
"Fifah, Liyah, ayah sama bunda pergi ya?! Jangan nakal, nurut sama oma, opa, om Andro!"
"Sip!"
"Bye jagoan!" Fatur mengusap kepala Arion yang anteng dengan mainan di samping Shania.
"Mii, ayah, Ndro..pamit dulu!" ujar Fatur diangguki mereka, "iya, hati-hati."
Shania mengulum bibirnya beranjak menggendong si kecil Arion, "mas jangan lupa obat dimakan," tugas si nene hebring satu ini kalo weekend ya ngurusin cucu kalo engga bareng anak Kurawa kumpul-kumpul, yang udah ngga pantes disebut anak-anak lagi karena udah ubanan.
Andro beranjak dan membawa piring miliknya ke wastafel, memiliki asisten rumah tangga tak membuatnya jadi pria manja yang harus ngandelin tangan orang lain untuk mengerjakan pekerjaan mudah.
"Aden, biar bibi aja atuh..."
"Biar bi, ngga apa-apa,"
Bi Yani melipat bibirnya sudah tak aneh lagi dengan kelakuan kedua cucu kembar majikannya itu.
"Den, maaf. Kalo mau keluar ada baiknya ngaca dulu sambil cuci muka..." ucap bi Yani.
Andro mengerutkan dahi, "kenapa bi?" ia buru-buru melirik ke arah kulkas yang permukaan pintunya memantulkan benda di depannya.
"Fifahhh! Liyahhhh!" Andro berdecak geram, Shania tertawa melihat kedua tingkah usil cucu kembar yang terlampau usil pada putranya itu.
"Apa om?!" rupanya om ganteng mereka baru sadar jika kecupan tadi sengaja didaratkan dengan lipstik waterproof berwarna merah milik bundanya.
"Apa-apaan ini?!"
"Apa ih?!" dengan wajah tanpa dosanya Afifah bertanya seraya menggidikkan bahu sebelah.
Andro menghampiri si kembar nakal, "ngga usah pura-pura polos, om mau keluar ini?!" jewernya di telinga Fifah, galak-galak kebapak'an. Meskipun belum menikah, Andro sudah mahir gantiin popok, momong anak, dan nyuapin emaknya...eh maksudnya nyuapin anak.
"Oh ya bagus, om! Jadi nanti orang-orang ngga akan ada yang berani ngatain om jomblo lagi!" jawab Aliyah.
"See, masalah terpecahkan!" timpal Afifah bertos ria dengan saudara kembarnya.
Andro berdecak, "mi! Ini gimana ngilanginnya? Andro mau ketemu sama owner angkringan lain buat meeting?!"
"Oh, jadi?" tukas Arka.
Andro mengangguk, "coba pake minyak zaitun gih, nak!" balas Shania yang menyuapi Arion karena sejak tadi balita itu ngiler liat opanya nyemil buah.
"Kapan ke Cianjurnya?"
"Lusa kayanya kalo ngga ada halangan.." jawab Andro, langsung melengos dari pandangan Shania dan Arka.
"Halangan?!" Afifah mengerutkan dahinya.
"Om Andro cewek apa cowok sih?!" tanya Liyah.
"Mau bukti?!" tanya Andro geram siap membuka karet celana di depan kedua keponakan kembarnya, tapi bukannya takut atau ngeri Afifah justru maju, "mana sini aku liat!" tantangnya.
Andro berdecak, tau jika kedua keponakannya ini jelmaan kakaknya, tak akan menyerah apalagi soal keusilan.
"Bener ya?!" Andro benar-benar memel lorotkan celananya membuat Aliyah menjerit namun Afifah tertawa, "hahaha bo xer om Andro si one piece dong! Hahahaha!"
"See, laki banget! Coba ayah Fathur apa coba bo xernya? Paling-paling love!" jawab Andro menarik kembali celana selututnya.
"Enak aja! Bo xer ayah mah macan, rawrrrr!" jawab Afifah.
"Ck, kirain beneran telan jank!" sewot Aliyah.
"Maunya kalian ituh!" senyum miring Andro. Arka menggelengkan kepalanya, tingkah usil anak cucunya tidak lain tidak bukan ya gen Shania.
"Sekalian cari jodoh ya nak ke Cianjurnya!" teriak Shania, di usia segini Andro belum juga mengenalkan Shania pada calon menantu yang berikutnya, yang kali ini ngga datang lalu hilang tanpa jejak, sebagai seorang ibu ia sedikit worry, karena tak selamanya ia akan sehat wal'afiat, ia ingin Andro memomong anaknya sendiri bukan anak Gale. Disebut family man bukan duda anak 3.
"Apa sih mi,"
"Awas ya kalian berdua!" ancam Andro saat melintas ke arah lantai atas melewati halaman dimana kandang kelinci berada. Afifah dan Aliyah malah tertawa, "ih om Andro, jangan dihapus! Biar aja atuh anggap aja stiker bibir emesh!"
Arka melirik Shania, "jangan dipaksa...jangan juga dijodoh-jodohin," warning ex guru kimia itu. Lalu apa kabar dengan Gale yang ia jodohkan?
"Engga mas, kecuali ada yang soleh...." jedanya.
"----Haaaa..." lanjut Shania kembali menyuapi Arion buah naga.
"Abisnya Sha gedek mas, kalo tetangga nanya...Andro belum nikah ya bu Arka? Berapa umurnya sekarang, saya kira Arion anaknya Andro, ta kira istrinya kemana?! Jangan terlalu tua bu," tiru Shania menyamakan ucapannya dengan mulut julid para tetangga.
"Pengen Sha sobek-sobek aja tuh mulut terus di celup ke kopi!" sengitnya.
"Biar aja ngga usah di denger, dulu almarhum ibu juga gitu. Tapi toh buktinya mas nikah juga kan?!"
"Ya karena almarhum ayah yang nodong, kalo engga ya ngga tau. Masa iya harus ada makhluk se incredible Sha dulu baru Andro nikah mas," sewot oma cantik 3 cucu ini dengan pedenya, ia selalu terlihat awet muda karena hidupnya dipenuhi canda tawa.
.
.
.
.
.
Pria dengan gelar S2 itu melinting lengan kemeja, ia tanggalkan jas karena menurutnya jas hanya ia pakai saat bertemu dengan klien bisnis saja atau pertemuan penting, sisanya ia hanya akan menjadi dirinya sendiri, Andromeda Putra Mahesa.
Like father like son.
Wajah kalem nan tampan manis campuran gen ayah Arka dan momy Sha menjadi maha karya indah Allah berikutnya.
Andro mencangklok tas gendongnya yang berisi beberapa potong pakaian, tak ada koper besar macam orang mau mudik setahun. Ia hanya sedang hunting tempat di daerah pinggiran kota untuk membuka cabang angkringan dan Route '78.
"Kamu berapa hari? Kira-kira disana ada rumah yang mau ditempatin atau hotel? Jangan lupa baliknya bawa oleh-oleh tauco sama moci!" cerocos momy Sha, emak tiga cucu itu belum apa-apa sudah mesen banyak oleh-oleh, padahal pergi saja belum.
"Kurang tau mii, bisa sebentar bisa lama," jawab Andro.
Arka menyeruput teh manis buatan Shania, "Sha, Andro belum pergi tapi udah kamu suruh beli oleh-oleh."
"Ih, mas suka riweuh da! Sha cuma ngingetin aja, takutnya Andro lupa, takutnya amnesia!" jawab Shania sepaket bibir nyinyir, ia lantas menyendok nasi goreng ke atas piring sang putra bungsu. Andro melipat bibirnya menahan kedutan ingin tertawa, hanya bisa berucap banyakin sabar untuk sang ayah, Ia hanya mengimani jika wanita itu tak mau kalah bicara selalu menunjukkan sikap defensif, mau dikata dia fitnah juga iyain aja lah kalo mau dunia aman terkendali! Momy-nya memang tipe manusia dengan level kesadaran yang minus. Ia acungkan jempol untuk ayah Arka, yang masih setia menemani wanita cerewet nan absurd seperti momy-nya itu, salut pada ayah yang masih waras di usia pernikahan yang menginjak 31 tahun. Iman Arka memang setebal itu menyatu dengan gerombolan kurawa \=> KURAng WAras tak membuat Arka jadi penghuni tetap RSJ.
"Hati-hati, jangan lupa kabarin kalo udah sampe. Jangan sampai teledor buat perijinan, cari wilayah yang sekiranya strategis dan aman," semua pesan ayah dicatat oleh otak seencer adonan kue cucur. Arka sudah melepas sepenuhnya tanggung jawab Route'78 pada Andro berikut saham dan andilnya di angkringan yang sudah dalam fase generasi ke-2 dari para pendiri. Jika kebanyakan anak-anak akan mengidolakan tokoh superhero bertopeng dengan cawat di luar maka bagi Andro my dad is my hero! Menurut Andro, ayahnya itu keren, meskipun pake cawwat di dalemm. Sukses dalam segala hal termasuk membimbing istri cantik yang keseringan khilaf.
Ia sudah selesai dengan sarapannya lantas minum dan merapikan pakaian, pamit pada kedua orangtuanya.
"Hati-hati, Tauco Ndro, moci! Next project cari pendamping ya Ndro, anak ganteng momy!!!" Shania melambaikan tangan di pintu pagar sebelum akhirnya kembali masuk.
"Mas, Andro udah usia 28 loh, tapi Sha belum liat dia ada gandeng cewek? Mau kapan coba? Sha curiga," ia menyerahkan beberapa butir obat ke tangan Arka.
Arka mendelik seraya mengernyitkan dahi, "curiga apa, jangan ngomong yang engga-engga, Sha. Ucapan orangtua adalah do'a..." Arka menyambar 2 butir obat dari istri nakalnya lalu memasukkan ke dalam mulut dalam sekali suapan. Shania sampai memeletkan lidahnya melihat Arka begitu rakus dalam hal memakan obat, apa jadinya jika ia yang berada dalam posisi Arka sekarang, mungkin bibir sudah jontor dan tebal kaya angelina jolie, mengingat cara makan obat Shania yang berbeda dari orang-orang, begitupun badannya yang akan gemuk karena tiap hari nyemilin pisang satu sisir dan biskuit satu toples.
"Curiga ngga bisa nembak cewek mas, persis kaya mas dulu. Bilang i love you aja susahnya minta ampun, kaya lidah tuh nempel sama langit-langit mulut, rapet. Apa harus Sha ajarin gitu ya?"
Arka sudah tak aneh dengan ucapan-ucapan absurd istrinya itu, "ngaco. Kamu suka aneh-aneh, omongan kamu tuh suka bikin otak langsung kebelah-belah jadi seribu. Mungkin aja Andro belum nemu yang pas, siapa tau dia langsung nyari yang serius, ngga mau gegabah lagi, buktinya yang dibawa, kandas juga... tanpa kabar!" Arka kini menyeruput teh manisnya kembali.
"Seperti yang kamu bilang, Andro kaya mas dulu...nyarinya yang pasti-pasti aja biar hemat biaya, ngga buang-buang uang buat yang cuma main-main," pungkas Arka.
"Maksudnya nyari? Kak Alya gitu? Soalnya kalo Sha mah kan ngga mas cari, tapi dikasih dari Allah, sama Allah tuh dilempar gitu aja ke toilet guru, tah ngasih katanya!" tembak Shania, pertama kali dalam sejarah seorang Arkala Mahesa tak berpikir panjang menjawab pertanyaan Shania, ia lupa jika istrinya itu macam anak tk yang sedang dalam periode emas, ia akan banyak bertanya dan menyerap informasi, ia juga begitu cerewet dan banyak memberikan sanggahan.
Detakan jarum jam sudah menunjuk ke arah pukul 7.30 WIB. Menikmati hari-hari tua bersama istri cantik dan nakal nikmat yang selalu Arka syukuri sepanjang waktunya.
"Fifah, Liyah sama Arion kesini?" tanya si opa ganteng yang sudah bersiap dengan stelan trening olahraga meski usia sudah di ujung senja, demi menjaga kebugaran dari pengawasan keempat dokter pribadinya, lari pagi adalah rutinitas sejak dulu yang tak pernah terlewatkan, dr. Fatur, dr. Galexia, momy Sha, dan Andro adalah sederet nama istri, anak dan mantu yang terlampau cerewet untuknya. Pemasangan ring di jantung menjadi teguran untuk Arka jika lalai dan abai adalah musuh jahat manusia.
"Ih mas nih, suka pura-pura amnesia...tua boleh mas, ingatan harus sekuat lumba-lumba. Twins hari ini libur dulu kesininya mas, lagian cucu-cucu mas udah pada gede. Udah mandiri, di rumah juga kan ada mama Ella. Paling kalo mau, nanti weekend pada nginep disini, sambil botram." Ucapnya so iye, padahal siapa yang sering lupa!
Andro memutar kemudi ke arah puncak, jika pagi jalanan ini masih cukup lancar entah kalau siang, ditambah sering diterapkannya buka tutup jalur.
Sejak SMA, Arka sudah mengajarkannya mengendarai mobil, jadi saat lulus SMA ia sudah memiliki SIM dan luwes berkendara jauh.
Ia menarik nafas jenuh, kawasan ini sudah berbeda hawa dan suasana. Pagi ini, ia akan bertemu dengan kenalannya pak Akbar.
Andro melirik jam tangan, sebagai pria berpenghasilan cukup ia tak cukup pandai menghabiskan uang, baginya nama merk semua sama saja, jika nyaman dan cocok maka ia beli dan pakai. Tak harus dengan merk ternama tertentu, harga bo xer'nya saja hanya 50 ribu itu pun momy Sha yang belikan dengan berjuang diantara para ksatria murmer Tanah Abang. Malah kebanyakan brand barang yang ia pakai adalah produk anak negri, seperti baju dan celana, seringkali ia memesan langsung pada suami sepupunya pemilik Vulcan project.
Rumah sederhana namun cukup nyaman dan bersih, tak besar tak pula kecil.
*Titt*!
Andro menekan klaksonnya sekali memberikan sinyal dan anggukan singkat dari dalam mobil. Laju mobil pelan namun terasa berguncang karena jalanan yang dilaluinya menurun dan sedikit bergelombang.
"Parkir disini saja," teriak seorang bapak dengan kemeja batik pendek dan celana bahan hitam menginterupsi. Rupanya kedatangan Andro sudah di tunggu di depan teras oleh pak Akbar.
"Bu, tolong dibuatkan kopi buat mas Andro." Pintanya memanjangkan leher ke arah dalam rumah.
"Wah, gimana mas? Macet, kejebak buka tutup jalur?"
Lelaki itu turun dari dalam mobil, dengan rambut rapi nan pendeknya ia tak perlu mengibaskan poni depan atau rambutnya seperti iklan sampo atau obat migran. Dengan mengulurkan kedua tangannya ia melemparkan senyuman sopan, "alhamdulillah pak lancar, ya macet cuma di lampu merah sama perempatan lah, biasa."
"Dari rumah jam berapa mas?" tanya nya. Ciri khas warga desa, mereka lebih sering berbasa-basi demi mengakrabkan diri.
Sepiring singkong dan ubi goreng juga kopi hitam tersaji rapi di atas meja yang terbuat dari rajutan rotan.
Andro menghembuskan nafas lelah, menghempaskan seluruh kepenatan jalanan, dengan memandang halaman depan rumah pak Akbar, induk ayam yang mengais-ais makanan serta merta mematuk-matuk tanah menjadi pemandangan langka untuk Andro.
"Diminum dulu mas, selagi masih hangat...maaf hanya jamuan seadanya,"
Andro mengangguk, "eh ngga apa-apa pak, justru saya yang minta maaf sudah merepotkan," jawabnya.
"Ah tidak mas, sambil ngopi dan istirahat...saya siap-siap dulu ke dalam mas, nanti kita langsung ke tempat..."
"Iya pak."
"Dicicip ya pak," Andro meraih gelas kopi, meskipun rasa kopi instan ini tak senikmat kopi buatannya di Route'78 tapi ia hargai itu.
.
.
.
.
.
Noted :
\*defensif : sikap bertahan, sekalipun salah tak mau disalahkan.
\* botram : makan rame-rame.
...Kandasnya Sajak Indah...
...****************...
...Seindah-indahnya nada yang mengalun tenang,...
...Mentarilah yang mengatur semuanya,...
...Bagaikan surga yang sedang mengiringi,...
...Kamu dan aku berjalan satu haluan,...
...Tak peduli ranting-ranting yang menghadang,...
...Sampai menuju satu tujuan....
CIANJUR, 202X
Kanaya ❤ Salman
...****...
Disobeknya buku note yang sudah menemani kisah perjalanan cintanya bersama Salman, anak pak Kades yang sudah menjadi kekasihnya sejak ia SMA, sejak pertama kali mengenal yang namanya jatuh cinta.
Gadis berkucir satu di belakang ini mencari-cari tali tambang, yang biasa bapaknya pakai untuk mengikat kerbau tetangga di bawah meja dapur, bau-bau deh tuh! Sorot matahari berteman debu yang berterbangan adalah pencahayaannya di kala sang mentari berada sejengkal diatas kepala, diantara celah-celah genting rumah yang sudah bisa dibilang, senggol dikit ambruk bray!
Air mata yang membuat penglihatan buram tak ia indahkan, hatinya remuk! Mirip remahan peyek--di buang ke kali aja hanyut dimakan ikan, tak berbekas pula. Sang pujaan hati si anak kades yang seger-seger kaya buah mangga, besok menikah dengan calon pilihan kedua orangtuanya, apalah Naya yang hanya seorang anak buruh serabutan, kadang ayahnya menjaga kerbau, kambing tetangga, atau membantu siapapun warga yang membutuhkan jasanya untuk membantu panen di kebun. Ibunya hanya seorang pengumpul daun cengkeh yang kemudian ia kumpulkan di gudang pemilik kebun untuk dijadikan minyak cengkeh, kakak perempuannya teh Marni sudah lama menetap di Jeddah sebagai tkw. Lalu ia? Anak tak tau diri yang bisanya mengkhayal menjadi seorang Kartini muda, bisa sekolah sampai jenjang SMA saja sudah uyuhan! Bisa makan saja udah alhamdulillah. Emang dasar anaknya saja kurang bersyukur, dikasih hati terus minta teh botol, padahal mah Naya bisa sampai SMA karena beasiswa, itu artinya ia anak yang cukup pintar. Ia dan Salman bagaikan bumi dan Arsy'nya Allah, ada bentangan jarak yang teramat jauh diantara mereka.
Naya, sapaan akrabnya mengusap sudut mata yang sudah mbrebes mili. Oalah! Rupanya si gadis manis ini mewek tenan! Rupanya sebagian orang pinter juga kalo udah kena virus cinta mendadak be go ngga ketulungan, apalagi Naya si anak baru netes yang baru merasakan indahnya madu cinta, jelas saja ia sampai begini, wong pemudanya saja pemuda idaman seantero desa---siapa yang gagal gila kalo ditinggal!
"Bapak, ibu. Maafin ceceu ambil jalan pintas. Mungkin nanti, setelah ceceu ngga ada---beban bapak sama ibu teh berkurang!" ia menyerot air hidungnya yang terasa kembali turun, sebenarnya ia sedih harus memilih jalan laknut namun ia tak kuasa menopang beban kehidupan dan hati yang beratnya lebih dari truk gandeng, udah gitu truknya bawa muatan batu bara.
Kepengennya sih bunuh diri di curug dekat desa, tapi setelah dipikir-pikir jaraknya lumayan tinggi dan bikin lutut tremor, akhirnya Naya memutuskan untuk mencoret terjun bebas from curug dari list cara ternikmat bunuh diri. Alasannya takut nanti kedinginan dan takut ketinggian. Second choice-nya ternyata jatuh ke tali tambang ini. Apa yang akan ia lakukan, ya jelas gantung diri lah! Masa maen rodeo?! Berhubung di pohon asem lagi musim ulet takut gatel-gatel, maka Naya menjatuhkan pilihan mau bunuh diri di jemuran ibu saja.
Naya membuka pintu dapur yang langsung menghadap ke halaman belakang, dimana tak ada pagar rumah setinggi-tinggi tembok penjara, ataupun bunga indah ratusan juta rupiah yang menghiasi pagar. Hanya ada sebuah kandang ayam dua kamar dan pagar yang terbuat dari bambu sebagai pembatas antara tanah milik tetangga dan rumahnya.
Bunga sepatu tumbuh subur menghiasi pagar bambu, ditatapnya tiang jemuran setinggi kurang lebih 2,5 meter. Dimana masih ada baju yang melambai-lambai tertiup angin setengah kering.
Kalau dihitung-hitung dengan tinggi yang hanya 156 cm masih ada ruang untuk ia bergelantung dan menyetorkan nyawa pada sang khalik.
Naya mengambil bangku kayu buatan bapak di samping pintu lalu menaruhnya di bawah tiang jemuran.
Dengan nav su dan keegoisan, ia naik untuk mengikat tambang disana secara kuat. Setelah dirasa cukup kuat dan membuat simpul mati, sedikit demi sedikit Naya memasukan kepalanya ke dalam lubang tambang.
"Maafin ceceu bu, pak! Belum bisa bahagiain bapak, ibu, Arif sama upa!" tangisnya semakin dalam terisak.
"Teteh, kalo ceceu udah ngga ada, teteh pulang teh...kasian upa, nanyain mamahnya terus," tangisnya semakin pecah mengingat kedua orangtua, kakak, adik dan keponakannya, ia bahkan sampai sesenggukan dan terisak.
"Duhh hiduppp!" ratapnya.
Karena terlalu sibuk dengan kalimat wasiatnya, ia sampai tak sadar jika ayam milik bapak menjadi saksi atas aksinya.
"Apa kamu teh liat-liat! Ceceu mau bunuh diri ngga usah diliatin!" sewotnya kini berbicara dengan ayam, memang benar gadis berusia 19 tahun ini sudah tak waras.
"Hushhh! Hushhh!" desisnya mengusir ayam berwarna coklat kehitaman itu, karena hentakan kaki yang kuat, seketika bangku kayu yang ia pijaki bergeser dan terguling.
Krekek!
Pletakk!
Gubrakkkk!
Pek--pekokkk! Ayam-ayam berlarian sampai terbang-terbang rendah.
"Aaaa!"
"Suara apa itu upa?" tanya ibu yang baru datang, tangan-tangan kuatnya menaruh topi lusuh dan lipatan karung bekas mengumpulkan daun cengkeh kering di undakan tangga kayu depan rumah. Bersama seorang gadis kecil berusia 4 tahun ia selalu mengumpulkan daun cengkeh kering di kebun pak Jamal demi membantu perekonomian keluarga, biar dapur tetap ngebul sampe orang heran itu lagi masak apa kebakaran.
"Ngga tau enin," geleng Puspa, atau acap kali dipanggil upa.
"Kaya suara ceceu!" ujar bocah gadis itu mengacungkan telunjuk di udara.
"Kaya di belakang, coba diliat kenapa?" pinta ibu yang langsung disambut anggukan upa, gadis itu berlari melewati jalan tanah merah samping rumah agar lebih dekat ke halaman belakang.
"Enin, ceceu jatoh!" teriakan upa membuat ibu segera menghampiri.
"Subhanallah! Kamu lagi ngapain?! Astagfirullah!"
Ibu membantu menegakkan kembali jemuran yang sudah ambruk karena tiang penyangganya patah, ia tak mengerti kenapa bisa patah. Padahal tadi pagi saat ia tinggalkan tuh tiang masih anteng-anteng saja berdiri hormat bendera.
Gadis itu manyun, sepaket dengan baju yang sudah kotor dan tali tambang di leher, jatohnya jadi mirip kerbau tetangga yang lagi digembalain bapak.
"Lagi ngecek, tiang jemuran ibu kokoh engga?! Eh--ternyata udah dimakan rayap!"
Tawa si gadis ompong itu pecah manakala melihat bibi-nya manyun dengan penampakan yang patut dikasihani.
"Ceceu jatoh?" tanya nya polos, tangan-tangan kecilnya membantu sang tante menepuk-nepuk rok rempel selutut dari tanah merah.
"Bukan! Abis terjun tapi ngga bebas, sakit tapi tak berdarah!" jawabnya.
"Ini apa? Kenapa tali buat kerbau digantung di leher? Kamu mau bunuh diri??!" tanya ibu dengan nada meninggi di pertanyaan terakhirnya.
Naya menunduk tak menjawab, tapi dari reaksi ini ibu tau jika jawabannya adalah iya.
"Astagfirullahal'adzim Kanaya! Nyebut neng--nyebut! Kenapa? Apa gara-gara Salman, atau karena kamu pengen kuliah ke kota ngga kesampaian?" teriaknya tak habis pikir dengan jalan pikiran anak keduanya, yang otaknya mesti diketok magic.
"Sependek itu jalan pikiran kamu ceu, solat sana! Minta ampun sama Allah---orang kecil mah jangan kebanyakan gaya! Ngga ada waktu buat mikir yang macem-macem selain urusan perut! Beresin ini baju, cuci lagi!" ibu menghentak kakinya masuk ke dalam dapur dengan aura kelam kemarahan.
"Bu," cicit Naya, sementara si kecil upa tak mengerti dengan apa yang para orang dewasa bicarakan, pokoknya yang ia tau ceceu dimarahin enin.
"Ceceu mau dibantuin nyuci sama upa?" tanya gadis itu.
Niat pengen jiwanya terbang bebas, malah nyungseb disuruh benerin jemuran sama nyuci ulang!
Note :
¤ ceceu : panggilan untuk kaka perempuan, seperti teteh.
¤ uyuhan : mending/ lebih baik.
¤Arsy : makhluk yang posisinya dibawah Lauh Mahfuzh dan diatas langit ke 7.
¤Curug : air terjun.
¤enin: panggilan untuk nenek.
¤Mrebes Mili : mengalir.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!