NovelToon NovelToon

Suamiku Mafia Kejam

Bab 1

Di sebuah lorong gang sempit yang berada di pinggiran kota, terlihat beberapa pria dengan pakaian serba hitam. Salah satu diantaranya mengacungkan senjatanya tepat di dalam mulut seseorang.

Malam ini suasana terasa sangat mencekam, udara terasa sangat dingin di tambah lagi sejak tadi keheningan menyelimuti mereka semua tanpa ada yang berani bicara sedikitpun.

Tap!

Tap!

Tap!

Samar terdengar langkah kaki seorang pria yang berjalan mendekat, membuat beberapa pria yang berpakaian hitam itu menyingkir untuk memberinya jalan.

"Selamat datang, Tuan." ucap salah satu bodyguard seraya membungkuk memberi hormat.

"Bagaimana, apa kalian sudah berhasil membuat ce--cunguk ini bicara?!" suara bariton khas pria menggema, membuat merinding bagi siapapun yang mendengarnya.

Mereka semua menggeleng, tak ada seorangpun yang berani menjawab pertanyaan pria tersebut. Jika mereka berani bicara, bisa dipastikan nyawa mereka akan melayang saat ini juga.

Reinhard Federick, pria yang hampir berusia tiga puluh tahun tersebut adalah seorang mafia dan juga psikopat gila berkedok Ceo. Rein terkenal dengan sikap dingin, kejam dan tidak pandang bulu saat menghabisi lawannya. Bahkan pada jika musuhnya seorang wanita sekalipun.

Hidup Rein hanya dihabiskan untuk bekerja dan bekerja. Tanpa mau memikirkan tentang urusan percintaan. Meski banyak wanita yang selama ini selalu mengantri dan ingin mendapatkan cintanya. Bagi Rein semua wanita itu sama saja, merepotkan.

Selain mapan, kaya dan tampan, Rein memiliki satu kekurangan. Pria itu cacat. Hatinya yang sekeras batu membuatnya tidak memiliki rasa sayang dan belas kasihan pada siapapun, kecuali keluarganya.

"Stupid! Dasar tidak becus bekerja!" Rein melirik pria yang sedang berlutut dan meringkuk di hadapannya tersebut. Seringai tipis terukir dari sudut bibirnya.

Terlihat sekali kalau pria itu sedang ketakutan, dengan seluruh tubuh yang gemetar dan pipi yang basah karena butiran bening terus mengalir dari kedua sudut matanya.

"Ampuni saya. Tuan. Saya benar-benar tidak tahu, siapa yang--" kalimat tersebut terhenti saat mendapatkan tatapan tajam dari Rein.

Tatapan Rein seperti sebuah sihir, siapapun yang sudah menatap kedua bola matanya mau tidak mau harus tunduk dan diam.

"Katakan, siapa yang sudah menyuruhmu untuk mencelakai nya?!"

"Saya tidak tahu, Tuan. Saya hanya di perintahkan oleh seseorang untuk--"

Dor!

Dor!

Dua tembakan terlepas tepat menembus tenggorokan pria tersebut, membuatnya te-was seketika dengan mulut menganga dan mata melotot ketakutan.

"Bereskan!" perintah Rein pada asisten pribadinya.

"Tentu, Tuan!" jawab Mark.

Tanpa mereka sadari, sejak tadi ada seorang gadis kecil yang menyaksikan itu semua di balik persembunyian nya. Nayla tidak menyangka, jika niatnya untuk melewati gang sempit tersebut setelah pulang bekerja, membuat dirinya harus melihat kejadian sadis di depan mata.

"A-apa itu tadi? Mereka pembunuh?! Astaga, bagaimana bisa aku sampai di tempat seperti ini," gumam Nayla perlahan mundur ke belakang, hendak pergi dari sana.

Namun, tanpa sengaja kaki mungil Nayla menginjak ranting kering hingga menimbulkan suara. Membuat pemilik telinga kelelawar dan mata setajam Elang tersebut bisa merasakan kehadiran orang asing.

Kretek!

"Kau benar-benar bodoh, Nay! Tamatlah riwayatmu sekarang!" lirih Nayla langsung menunduk dan kembali bersembunyi. Tubuhnya Nayla bergetar hebat, jantungnya berdetak tak beraturan saking takutnya membayangkan apa yang akan terjadi dengan nanti kalau sampai pria kejam tersebut berhasil menemukannya.

"Habislah, pria itu pasti akan menjadikan aku santapan lezat. Ya Tuhan, lindungi aku. Aku masih belum mau mati. Aku belum menikah dan juga membahagiakan kedua orangtuaku." Nayla terus merutuki kebodohannya sendiri sejak tadi dalam hati.

"Ketemu!" sebuah tangan kekar mendarat tepat di pundak Nayla. Bibir Nayla seketika bungkam. Keringat dingin terus menetes keluar, tenggorokannya seakan kering dan lidahnya kelu untuk sekedar berteriak.

"To-tolong Tuan, jangan sakiti aku..." Nayla berbalik dengan mata terpejam. "Aku tidak sengaja lewat sini, tapi aku janji tidak akan mengatakannya pada siapapun dan berpura-pura tidak melihatnya!"

Tidak dengan Rein, ia seakan tidak peduli dengan apa yang nayla katakan. Hingga matanya tertuju pada tanda pengenal yang berada di dadanya.

"Nayla..." gumamnya.

Meski terdengar lirih, Nayla bisa mendengar Rein menyebut namanya dengan begitu jelas. Nayla mengumpulkan keberaniannya untuk membuka mata lalu mendongak perlahan.

Deg!

Kedua netra mereka saling bertemu dan menatap satu sama lain. Ada sebuah desiran aneh yang terjadi saat itu.

"Tundukan pandanganmu, Nona!" bentak Mark pada Nayla karena sudah berani menatap wajah Rein.

Brugh!

Kejadian yang tidak pernah di duga sama sekali terjadi. Nayla pingsan.

"Gadis bodoh!" ucap Rain tanpa sadar tersenyum tipis.

"Ada yang aneh dengan tuan Rein. Aku tidak salah lihat 'kan. Dia tersenyum?" gumam Mark mengucek matanya berulang kali.

"Kita pergi sekarang!" Rein berjalan terlebih dahulu meninggalkan Mark yang masih diam di tempat.

"Lalu bagaimana dengan gadis ini, Tuan." Mark melirik Nayla yang masih pingsan.

"Tinggalkan saja!" jawab Rein singkat. Pria itu sedang malas mengurus seorang gadis kecil yang tidak ada pengaruhnya untuk dirinya.

"Tapi Tuan, gadis ini melihat semuanya. Bagaimana kalau kita habisi saja dan--"

"Apa telingamu tuli, Mark?! Kubilang tinggalkan ya tinggalkan!" bentak Rein pada Mark.

"Ya, baiklah jika itu mau Tuan," jawab Mark.

Kedua pria tersebut beserta beberapa anak buahnya pergi meninggalkan Nayla tanpa mau membantunya sama sekali. Dan yang jadi pertanyaan dalam hati Mark adalah sikap Rein. Tidak biasanya mafia kejam itu memberi ampun pada mangsanya. Apalagi Nayla sudah melihat semuanya.

"Biasanya Tuan akan langsung memintaku untuk mengeksekusinya, tapi kenapa hari ini aku merasa ada yang aneh dengannya." sepanjang perjalanan Mark terus bergumam dan heran pada Rein.

"Apa ada yang salah?! Kenapa aku merasa kau sedang mengumpat ku!" tatapan tajam dan dingin kembali terlihat di wajah Rein.

"Hah?" tanya Mark cengok, ia lupa kalau Rein memiliki pendengaran setajam silet.

"Tidak ada, Tuan." jawab Mark seraya menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal.

"Mark!" seru Rein tiba-tiba, membuat Mark menghela nafas kasar dan mengusap dadanya berkali-kali.

"Ya, Tuan."

"Kenapa sejak tadi kau hanya menjawab ya dan tidak! Apa tidak ada kalimat lain selain itu, hah?!" bentak Rein.

Mark terdiam, ia menjadi bingung. Menjawab salah tidak menjawab juga salah. Sebenarnya apa mau pria yang sedang duduk di belakangnya ini?

"Lalu saya harus menjawab apa, Tuan."

"Kau berani menjawab ucapan ku, hah!"

Oh astaga! Ingin rasanya Mark tenggelam ke dasar laut yang dalam jika terus seperti ini.

"Saya tidak berani, Tuan."

"Cari informasi mengenai gadis tadi dan berikan padaku besok pagi." perintah Rein pada Mark dengan nada penuh penekanan.

Ckit!

Brugh!

Mark yang kaget dan juga shock mendengar permintaan Rein, tiba-tiba saja reflek menginjak rem.

"Apa kau berniat membunuhku, Mark?!"

"Kenapa Tuan baru mengatakannya sekarang saat mobil kita sudah sampai di mansion. Bukankah tadi sudah kukatakan kalau--"

Pletak!

Satu pukulan tongkat mendarat di kepala Mark dengan begitu mulusnya, membuat Mark menahan sakit yang luar biasa.

"Sakit, Tuan!" pekik Mark mengusap kepalanya yang sedikit plontos.

"Kau berisik dan terlalu banyak bicara!" Rein keluar dari dalam mobil dan masuk ke dalam mansion tanpa mempedulikan teriakan pria tersebut.

"Sepertinya pekerjaanku besok akan lebih berat dari hari ini..." Mark melajukan mobilnya keluar dari mansion.

Bab 2

"Bisa-bisanya aku tidur di sini. Untunglah mereka tidak menculik ku!" gumam Nayla seraya memegang kepalanya yang terasa sedikit pusing.

Nayla memutuskan untuk pulang ke rumah karena takut kedua orangtuanya khawatir karena semalaman gadis itu tidak pulang.

Sesampainya di rumah, Nayla di kejutkan saat melihat beberapa mobil mewah berwarna hitam terparkir rapi tepat di halaman rumahnya.

"Apa ada orang penting yang datang ke rumah? Aneh tidak biasanya banyak--" Nayla tidak melanjutkan kalimatnya saat melihat beberapa pria berpakaian serba hitam berdiri seakan sedang menyambut kedatangannya.

"Selamat pagi, Nona!" sapa salah satu diantara mereka lalu membungkuk sekilas.

Nayla tidak mempedulikan para pria tersebut dan langsung berlari masuk mendengar suara gaduh dari dalam rumah.

"A-ayah, Ibu apa yang terjadi pada kalian? Kenapa di luar sana banyak--" Nayla menganga tak percaya saat melihat keadaan sang ayah yang sudah babak belur karena mendapat pukulan dan hantaman di seluruh tubuhnya.

"Nayla, kenapa kau baru pulang sepagi ini, hah!" teriak Elena berlari menarik tangan Nayla. "Lihat, mereka menyiksa ayahmu!" terdengar suara tangisan yang semakin memilukan dari Elena.

Bugh!

Bugh!

Salah satu orang berbadan tinggi, kekar dan berkepala sedikit plontos kembali memukul Devan tanpa memberinya ampun sama sekali.

"Lepaskan ayahku!" Nayla menjadi sangat emosi dan mencoba mendorong pria yang terus memukuli Devan.

"Jangan menghambat pekerjaanku, Nona! Atau aku tidak akan segan-segan untuk menyakitimu!" suara dingin dan datar membuat nyali Nayla yang tadinya menggebu-gebu menjadi menciut.

Apalagi saat Nayla mengenali pria tersebut yang tak lain adalah pria yang dilihatnya tadi malam, yang juga salah satu dari mereka.

"Tunggu!" Nayla menarik lengan Mark. "Bukankah kau pria yang semalam?!" tanya Nayla menunjuk tepat di depan wajah Mark.

Mark tersenyum tipis bahkan sangat tipis sampai Nayla tidak bisa melihatnya. Mark tidak menyangka jika putri Devan adalah gadis yang ia cari. Ternyata dunia terasa begitu sempit sekali.

"Ayahmu memiliki hutang tiga ratus juta berikut bunganya dan tidak sanggup membayar dalam waktu yang sudah di tentukan. Jadi kami terpaksa melakukan ini padanya," jawab Mark melirik Devan sekilas. Lalu kembali menatap wajah Nayla yang terlihat shock.

"T-tiga ratus juta, Ayah? Untuk apa uang sebanyak itu?" Nayla duduk dan berlutut meminta penjelasan dari Devan.

Namun, sayangnya Devan hanya bisa terdiam membisu. Sungguh, ia tidak sanggup menatap wajah Nayla saat ini. Rasa bersalah menyelimuti hatinya.

"Ayah, kenapa diam saja. Bicaralah!"

"Tentu saja untuk ber-judi dan juga untuk membiayai kehidupan ibumu yang suka berfoya-foya menghabiskan uang ayahmu!" sahut Mark yang tidak sabar menunggu jawaban Devan.

"Tapi setiap bulan aku selalu memberi uang untuk ayah dan juga--"

"Apa kau pikir gaji mu selama satu bulan itu cukup untuk membiayai hidup kita selama ini?! Lihat, ayahmu saja sudah tua dan penyakitan!" ketus Elena pada Nayla. "Dan sekarang, kau harus ikut dengan mereka!"

"A-aku? Kenapa harus aku, Bu? Aku tidak mau!" Nayla benar-benar tidak terima jika dirinya digunakan sebagai alat penebus hutang. "Tuan, beri aku waktu. Aku janji akan segera melunasinya."

"Tidak bisa, Nona. Perjanjian tetaplah perjanjian." Mark memberikan sebuah berkas pada Nayla. Dimana Devan sudah menyetujui kalau Nayla akan di serahkan pada Reinhard.

"Ini tidak mungkin! Kalian benar-benar tega padaku!"

Mark memberi kode pada anak buahnya untuk menyeret Nayla. Karena Reinhard sejak tadi sudah menunggu kedatangan gadis itu.

"Menurut lah, Nona. Atau kami akan meng-habisi nyawa ayah anda sekarang juga!"

Kres!

Nayla yang tak terima di perlakukan seperti seorang tahanan menggigit kuat kedua tangan bodyguard yang sejak tadi menahan pergelangannya.

"Argh, dasar gadis gila!" terpaksa bodyguard tersebut mendorong Nayla.

Dugh!

"Aduh!" pekik Nayla saat keningnya terbentur sudut meja.

"Cukup Nayla! Jangan melawan mereka dan menurut saja!" Devan yang tidak mau melihat putrinya terluka mencoba untuk menahan Nayla agar tidak bertindak gegabah.

Tapi sayangnya, Nayla bukanlah gadis yang lemah. Ia terus memberontak dan mencoba kabur dari sana tanpa mempedulikan teriakan Devan.

Nayla menendang kaki bodyguard lalu menginjaknya. Membuat mereka semua meringis menahan sakit. Tenaga gadis itu cukup kuat rupanya.

"Berani kabur nyawa pria tua ini tidak akan selamat!" Mark menodongkan senjatanya ke arah kepala Devan.

Nayla yang sudah berada di ambang pintu menghentikan langkahnya dan berbalik menatap sendu pada ayahnya.

"Jangan, kumohon. Aku janji akan melunasi semua hutang kami dengan cara mencicilnya," pinta Nayla. Ia tidak ingin melihat ayahnya terluka lagi.

"Kau pikir kami rentenir, hum?! Lagipula Tuan kami tidak membutuhkan uang itu!" jawab Mark yang berjalan mendekat ke arah Nayla. "Dia menginginkan tubuhmu..." bisik nya lirih.

"What?!" mata Nayla melotot tajam.

Merasa geram dan kesal, Nayla meraih vas bunga yang berada di belakangnya diam-diam. Saat Mark berbalik, dengan cepat Nayla melempar vas tersebut tepat mengenai kening Mark.

Prang!

Tak menunggu lama, Nayla langsung berlari kabur keluar. beruntung tidak ada satu anak buah Mark yang berjaga di luar karena mereka semua ada di dalam rumah.

"Shitt! Dasar gadis bar-bar! Berani sekali dia melakukan ini padaku!" Mark menyentuh keningnya yang mengeluarkan darah. Baru kali ini, seorang mark terluka terlebih lagi karena ulah seorang gadis kecil yang tidak ada apa-apanya.

"Tuan, anda baik-baik saja bukan?"

"Bodoh! Kenapa masih bertanya, hah! Cepat kejar dia! Jangan sampai kalian kehilangan jejaknya atau kepala kalian taruhannya!" Mark memberi perintah pada anak buahnya.

"Apa tidak sebaiknya kita habisi sekalian gadis itu, Tuan." ucap salah satu bodyguard sebelum pergi mengejar Nayla.

"Kau cari mati! Justru gadis bar-bar itu yang kita cari. Seret dan bawa dia tanpa lecet sedikitpun ke mansion utama!" setelah mengatakan itu Mark berjalan mendekati Elena dan Devan.

"Mulai sekarang, gadis itu sudah menjadi milik tuan kami. jangan pernah sekalipun mencoba untuk mengambilnya kembali tanpa ijin!" ucap Mark dengan nada penuh penekanan di setiap kalimatnya.

Devan hanya menjawab dengan anggukan kepala.

"Lalu, bagaimana dengan hutang-hutang kami yang sudah menumpuk itu." Elena menyahut, dalam hatinya ia masih merasa takut kalau suatu saat mereka akan datang untuk menagih hutang.

"Aku anggap hutang kalian lunas mulai detik ini!" jawab Mark.

"Tapi Tuan, nayla itu sumber uang untuk kami. Kalau dia tidak ada bagaimana kami akan hidup kedepannya nanti." Elena memasang wajah memelas supaya Mark merasa kasihan padanya.

"Kalau kalian butuh uang--" Mark menghela nafas kasar.

"Yes, akhirnya aku akan terbebas dari kemiskinan ini dan memiliki menantu yang kaya raya." gumam Elena tertawa puas dalam hati.

"KERJA!" sentak Mark pada Elena.

Wanita itu langsung jatuh lemas ke lantai mendengar jawaban Mark. Ternyata ia salah mengira kalau menjual Nayla akan memberinya kekayaan.

"Orang miskin yang ingin terlihat kaya tapi hutang tidak dibayar. Benar-benar menggelikan!" sindir Mark lalu keluar dan menuju ke mobil meninggalkan mereka berdua yang masih shock dengan ucapannya.

"Tidak apa Elena, kau bisa memanfaatkan Nayla saat mereka menikah nanti!" Elena tersenyum licik dan menghapus air matanya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Visual Reinhard, 30 tahun.

Visual Mark, 28 tahun.

Visual hanya pemanis, sisanya bisa kakak semua bayangkan sendiri ya... Maaf jika kurang berkenan🙏🤭

Bab 3

"Hah...hah...aku benar-benar lelah!" gumam Nayla seraya mengatur nafasnya yang naik turun.

Sesekali Nayla menoleh ke belakang, dimana ia melihat para bodyguard Mark masih mengejarnya tanpa berhenti sama sekali. Padahal Nayla sudah berlari sejauh ini menelusuri jalanan yang kebetulan sepi.

"Mereka benar-benar tidak menyerah! Dasar kepala botak!" sambil berlari Nayla terus menoleh, hingga tanpa sengaja ia menabrak seorang pria yang saat ini tengah berdiri di depannya.

Brugh!

"Aww, kenapa nasibku sial sekali sih hari ini!" Nayla mengusap hidungnya yang terasa sakit karena membentur dada pria tersebut.

"Apa kau sudah puas main kejar-kejarannya, Nona?" tanya seorang yang mengenakan kacamata berwarna hitam dengan kedua tangan yang ia lipat di depan dadanya.

Nayla sontak terkejut saat melihat pria itu.

Pria sama yang Nayla lihat semalam. Kenapa dia bisa ada di sini? Atau jangan-jangan dia mengikuti ku semalam?

"K-kau!" Nayla menunjuk Reinhard tepat mengenai hidung mancungnya. "Se-dang apa kau di sini?!" tanya Nayla gugup. Wajah datar dan dingin Rein membuatnya sedikit ketakutan.

Apalagi mengingat kejadian semalam, dimana pria yang berada di hadapannya ini, dengan tanpa rasa belas kasihan meng-habisi nyawa orang lain.

"Kau terlalu banyak bicara, Nona!"

Greb!

Tanpa menunggu lama, Rein membopong tubuh Ara di pundaknya. Pria itu sama sekali tidak suka dengan gadis yang berisik dan merepotkan.

"Turunkan aku, sialan!" teriak Nayla sambil terus memukul punggung Rein.

Pria itu sama sekali tidak peduli dengan teriakan Nayla. Bahkan pukulan yang Nayla berikan padanya sejak tadi sama sekali tidak terasa baginya.

Brukh!

Rein membuka pintu mobil dan melempar tubuh Nayla. "Diam atau aku akan meng-habisi kedua orangtuamu!" ancaman yang keluar dari bibir Rein berhasil membuat Nayla diam dan tidak berkutik sana sekali.

"Pulang ke mansion sekarang!" perintah Rein pada supir.

"Baik, Tuan!"

Mobil yang mereka tumpangi meninggalkan jalanan sepi tersebut dan hanya menyisakan beberapa bodyguard yang langsung pulang menyusul tuan mereka.

****

Setelah melakukan perjalanan selama kurang lebih satu jam. Mobil mereka sudah memasuki sebuah mansion mewah yang berada di tengah hutan.

Ya, lebih tepatnya mansion pribadi milik Reinhard.

Rein melirik ke samping, ia menghela nafas kasar saat melihat Nayla yang sejak tadi diam saja tanpa bersuara.

"Turun!"

"Tidak mau!" ketus Nayla. Ia masih fokus menatap keluar jendela. Jujur saja saat ini Nayla sedang memikirkan cara bagaimana supaya bisa kabur dari sana. Mansion di tengah hutan, sisi kanan dan kirinya hutan lalu penjagaan yang ketat. Nayla benar-benar tidak bisa membayangkan jika ia harus menghabiskan hidupnya di penjara seperti ini.

Rein sejak tadi terus memanggil Nayla dan menyuruhnya untuk turun. tapi sepertinya gadis itu sedang asik dengan lamunannya. "Apa kau tuli, hah! Kubilang turun ya turun!" teriak Rein tepat di telinga Nayla. Membuat gadis itu langsung terperanjat karena kaget.

"Tidak ya tidak! Kenapa kau terus memaksaku!" Nayla yang tak mau kalah menjawab perkataan Rein dengan teriakan.

Kretek!

Saking kesalnya karena sejak tadi Nayla terus menjawab ucapannya. Rein mencekik leher gadis itu sedikit kuat.

"Kau tahu, aku benci di bentak! Apalagi dibantah oleh gadis kecil sepertimu!" Rein hanya berniat menggertak agar Nayla takut padanya. dan Rein yakin setelah ini Nayla pasti akan takut dan menurut.

Namun, sayangnya perkiraan Rein salah besar.

"A..ku ti..dak pedu.li..."

Rein mendengus kesal. Untuk pertama kalinya ada seseorang yang berani melawannya, terlebih lagi itu adalah seorang wanita.

"Bu..nuh sa..ja a..ku!" lirih Nayla dengan nafas yang mulai tersengal dan tersenyum tipis pada Rein.

Deg!

Bukan Nayla namanya jika ia tidak melawan sama sekali. Nayla kerap di bully oleh teman-temannya di sekolah karena lahir dari keluarga miskin dan serba kekurangan. Bahkan teman-temannya tidak segan untuk melakukan kekerasan pada Nayla. Namun, dengan berani Nayla melawan mereka. Tidak peduli, dia mau terluka ataupun tidak.

Tiba-tiba saja Rein melepaskan cengkraman tangannya dari leher Nayla lalu menatap lurus ke depan.

"Kenapa dilepaskan! Bukankah kau sangat ingin membunuhku?" lirih Nayla seraya mengusap lehernya yang terasa sakit.

"Turun sekarang!"

"Sudah kukatakan, aku tidak mau! Apa kau tuli?!"

Plak!

Satu tamparan keras mendapat di pipi kanan Nayla. Hingga sudut bibirnya mengeluarkan darah merah segar.

Plak!

Nayla yang tidak terima dengan perlakuan rein membalas tamparan pria tersebut.

"Kau, berani sekali menamparku?!"

"Kenapa, apa tamparan ku masih kurang, hah?!"

Nayla belum tahu saja siapa pria yang berada di hadapannya saat ini. Jika Nayla tahu, mungkin ia berpikir seribu kali untuk melakukan ini padanya.

Dan untuk pertama kalinya dalam sejarah hidup Reinhard, seorang gadis kecil berani menentangnya bahkan menampar wajah tampannya.

Cup!

Rein menarik tengkuk Nayla, mencium bibirnya dan melu-matnya dengan kasar. Rein juga menye-sap sisa darah yang ada di sudut bibir Nayla hingga habis tak tersisa.

"Berani sekali pria ini mengambil ciuman pertamaku!" umpat Nayla dalam hati. Meski ia berusaha memberontak, tenaga Rein lebih kuat dua kali lipat dari tenaganya. Jadi, Nayla hanya bisa diam dan pasrah. Hingga...

Kress!

Nayla menggigit bibir bawah Rein karena kesal.

"Argh! Apa yang kau lakukan, gadis bodoh!" Rein mengusap bibirnya. Ternyata menaklukan seorang gadis tidak semudah yang ia bayangkan.

"Selain tuli, sepertinya kau juga buta! Aku baru saja menggigit bibirmu!" jawan Nayla dengan begitu santainya tanpa merasa bersalah sedikitpun.

Jika harus meminta maaf, itu bukanlah dirinya. Tapi pria yang sudah menculiknya dan mengambil ciuman pertamanya!

Rein merogoh ponselnya lalu menghubungi seseorang. "Mark, apa kau sudah mempersiapkan semuanya? Bagus, habisi mereka..." Rein melirik Nayla sekilas, "dan jangan lupa buang ja-sad mereka ke laut. Agar menjadi santapan para hiu yang kelaparan!" setelah berhasil membuat Nayla ketakutan, Rein menutup sambungan ponselnya.

"Ka-kau, apa yang mau kau lakukan pada kedua orangtuaku!"

Brak!

Rein tidak mempedulikan pertanyaan Nayla dan keluar dari mobil meninggalkan gadis itu sendirian.

"Hei, manusia es aku belum selesai bicara!" Nayla segera mengejar Rein dan berharap jika pria itu tidak melakukan apapun pada ayah dan ibunya.

****

Rein masuk ke dalam mansion, sedangkan Nayla terus mengikutinya dari belakang dan terus berteriak memangilnya. Membuat kepala pria itu semakin bertambah pusing.

"Selamat datang, Tuan!" ucap Hana sedikit membungkuk menyambut Rein.

Rein menghentikan langkahnya dan seidkit mengendorkan dasinya lalu menarik nafas panjang. "Segera urus gadis berisik itu, Hana!"

"Baik, Tuan. Apa ada lagi yang anda butuhkan?" tanya Hana pada Rein.

"Tidak ada!" Rein berlalu dari sana.

Nayla yang ingin mengejarnya tertahan, karena Hana menarik lengannya sedikit kuat. "Sebaiknya anda segera ikut bersama saya!"

"Aku ingin bicara dengan manusia es itu?!"

"Manusia es?" tanya Hana sedikit bingung.

Nayla mengangguk cepat. Tentu saja panggilan itu bukan tanpa alasan. Karena sikap Rein yang dingin dan datar sangat cocok sekali dipanggil manusia es.

"Maaf, Nona. Namanya tuan Reinhard. Bukan manusia es," jelas Hana.

"Kau pikir aku peduli?!" kata Nayla menatap tajam Hana.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!