NovelToon NovelToon

AYAH

1. Sepuluh Hari Lalu

Hari jumat yang dihiasi sedikit mendung kelabu, aku duduk di ruangan kantor seperti biasa menghadap komputer dengan otak dipenuhi begitu banyak target pekerjaan yang harus selesai sebelum lebaran,

Sekitar jam dua siang, karena aku merasa mataku lelah, aku pindah ke meja kerja sebelah dan memilih menata akta yang belum sempat ku jilid,

Seharian itu, perasaanku sebetulnya sudah tidak enak, karena adik yang tinggal di luar kota memintaku cepat datang ke rumah Ayah untuk melihat bagaimana kondisi beliau,

Kabar sakit Ayah yang kami terima sejak hari Senin memang kali ini tidak biasanya membuat kami cukup khawatir,

Meskipun Ayah setiap kali kami telfon dan kirim pesan untuk menanyakan kabar beliau selalu menjawab baik-baik saja dan selalu bilang sudah mendingan, tapi kami tetap tak bisa tenang,

Trrrt... trrrt... trrrt...

Hp ku yang selalu ku letakkan di atas meja kerja tiba-tiba bergetar, cepat kuraih hp itu dan kulihat siapa yang mengirim pesan,

Maaf Tan, kayaknya kali ini kondisi Mbah buruk tidak seperti biasanya.

Begitu pesan dari salah satu saudara, anak dari keponakan Ayah,

Sebelum aku pulang ke rumah untuk melihat kondisi Ayah, aku memang meminta tolong pada Riswan, saudara kami itu,

Dia selain saudara juga bekerja di rumah Ayah, hanya saja beberapa waktu terakhir ia sedang sibuk dengan usahanya sendiri, maka itu sebabnya aku sengaja memintanya datang lebih dulu,

Membaca kabar dari Riswan, aku yang seharian ini sebetulnya sudah tidak enak perasaannya, akhirnya bertambah-tambah tak karuan, aku menghubungi adikku yang laki-laki yang merupakan adik bungsu di keluarga,

Adik laki-lakiku kebetulan memang sudah tinggal di rumah yang terpisah dari aku dan juga dari Ayah,

"Gimana? Mau jenguk Ayah sekarang? Atau nanti saja? Aku khawatir, tapi aku malas bertemu isterinya,"

Kataku menelfon adikku,

"Iya memang, aku juga sama, ingin jenguk Ayah, tapi malas bertemu isterinya,"

Ujar Vino, adik laki-laki ku,

Aku menghela nafas, perasaanku makin berkecamuk, antara ingin dan tidak karena hubungan kami anak-anak dengan Ayah memang sedang cukup tegang perkara isterinya yang sering membuat masalah,

Suka menjelekkan anak-anak suaminya di mana-mana, bersikap seolah hanya dia yang peduli dengan Ayah, meski pada kenyataannya Ayah tak sebaik itu dirawat,

Ketegangan kami yang berlangsung sudah sejak lama hingga akhirnya memuncak ketika adik Ayah meninggal dan Ayah tak sempat memberikan penghormatan terakhir sebelum dikebumikan karena isterinya, membuat kami anak-anak merasa sangat kecewa dan akhirnya hubungan orangtua anak menjadi sangat keruh,

Meskipun, kami sejatinya begitu sayang dengan Ayah kami, begitu peduli dengan kondisi kesehatannya yang tak lagi stabil, peduli kebutuhan obat-obatan yang beliau butuhkan, peduli saat beliau butuh dibawa ke dokter,

Namun, kami memang memutuskan untuk tidak pulang dulu karena ingin Ayah sadar betapa kami anak-anak harusnya juga ditempatkan di tempat yang istimewa di hatinya, jangan hanya isterinya saja,

Hingga, tiba-tiba, dalam keadaan yang kalut itu, sebuah pesan dari adik ku yang ada di luar kota masuk,

Mba, Ayah jatuh, kamu cepat ke rumah, aku ditelfon Tian.

Membaca teks pesan masuk dari adik, aku langsung saja melompat dari tempat duduk,

Tak ada lagi apapun yang aku pikirkan selain aku harus segera sampai di tempat Ayah dan tahu kondisinya,

Aku lari ke jalan raya, meminta ojek pangkalan yang ada di sana untuk segera mengantar ku ke rumah,

Saat itu semua rasanya sudah langsung gelap, tubuhku bereaksi seperti tahu akan ada banyak hal buruk ke depannya yang terjadi,

Sampai di rumah aku langsung menerobos masuk ke dalam rumah dan lari ke kamar Ayah,

Dan...

Aku seketika lemas luar biasa, manakala melihat kondisi Ayah yang sudah terbaring lemah dengan nafas tersengal-sengal,

Ia mencoba bernafas dengan mulut, dengan mata yang sesekali terbuka dan menatapku seolah ingin mengatakan ia kesakitan,

"Ayah harus dibawa ke Rumah Sakit sekarang,"

Kataku,

Isterinya tampak menatapku dengan ekspresi seperti keberatan,

Dalam kondisi seperti itu, aku tahu yang ia pikirkan adalah biaya,

Tapi aku tak butuh persetujuannya, aku lari saja keluar rumah dan memanggil anak tetangga yang dulu berhubungan sangat baik dengan keluarga kami,

"Mas Tian... Mas Tian..."

Ku panggil ia dengan suara bergetar,

Mas Tian lari dari dalam rumah, ia menemui ku dengan panik,

"Ada apa Ta? Ayahnya kenapa lagi?"

Tanya Mas Tian,

"Aku minta tolong merepotkan Mas, aku minta diantarkan Ayah ke Rumah Sakit sekarang,"

Kataku pada Mas Tian,

Aku tentu saja sebetulnya tidak enak dengan Mas Tian dan keluarga, karena selama ini sejak Ayah menikah lagi, hubungan keluarga kami bisa dibilang tak sebegitu baik,

Kebiasaan isteri Ayah yang senang terlalu julid dengan tetangga, membicarakan kejelekan tetangga, mengurus urusan tetangga, bahkan komentar yang tak perlu membuat banyak tetangga merasa tidak nyaman dan aku sangat memaklumi,

Tapi, kali ini, aku sungguh butuh untuk tidak tahu malu, aku butuh meminta tolong agar Ayah bisa diselamatkan, dan hanya Mas Tian yang bisa diharapkan,

Alhamdulillah, Mas Tian menyanggupi, ia langsung mengganti pakaian dan bahkan mengerahkan pegawainya untuk membantu membawa Ayah ke Rumah Sakit,

Selain meminta tolong pada Mas Tian, aku juga meminta tolong pada saudara kami, Riswan yang sebelumnya dimintai tolong olehku untuk melihat keadaan Ayah,

Adikku Vino juga tentu saja aku suruh pulang karena ini sudah bukan lagi waktunya untuk kita anak-anak menuntut Ayah mengerti apa yang kami pikirkan atas semua masalah yang terjadi,

Sekitar menjelang Asar, kami pun akhirnya melarikan Ayah ke IGD di salah satu Rumah Sakit terbaik di kota kecil kami,

Begitu masuk IGD, aku pun meminta suami ku menyusul ke IGD untuk menunggui Ayah yang saat itu mulai kejang,

Suami ku pun cepat menyusul ku ke Rumah Sakit untuk menjaga Ayah, sedangkan aku dan Vino adikku sibuk mengurus mendaftarkan Ayah kepada pihak Rumah Sakit,

Hari itu, jam bergerak begitu lambat rasanya, hujan juga turun deras hingga membuat suasana benar-benar membuat dadaku terasa sempit,

Ayah kritis dari asar sampai menjelang maghrib, hingga sekitar setengah enam petang, Ayah siuman dan mulai tahu aku ada di sana,

Aku masih ingat dia seperti senang aku ada di sana, dia juga menanyakan Vino, adik laki-laki ku, yang mana memang Ayah ingin sekali bisa bicara lagi dengan nya karena hampir satu tahun mereka saling mendiamkan,

"Vino mana?"

Tanya Ayah sambil mencoba duduk,

Aku menahannya agar tidak sampai duduk dulu, lalu menjawab pertanyaannya,

"Vino pulang sebentar ke kontrakan, tadi ia pergi masih banyak pekerjaan yang belum dibereskan,"

"Oh iya, tapi nanti ke sini lagi kan?"

Tanya Ayah dengan nada yang berharap, dan itu tentu saja membuatku sedih,

"Iya Ayah, nanti Vino pasti ke sini lagi, jangan khawatir,"

Kataku,

Ayah mengangguk, lalu bilang ia haus, aku pun cepat mencari minum agar Ayah bisa segera minum.

...****************...

2. Masuk ICU

Seusai memberikan Ayah minum, Ayah sempat meminta makan karena katanya lapar, aku pun meminta suami membelikan roti kombinasi keju coklat di minimarket yang Ayah lumayan suka,

Suasana di luar saat itu hujan turun deras, tapi suami tetap menerjang hujan menuju supermarket agar bisa membelikan roti untuk Ayah,

Sekembalinya suami ku dari minimarket membelikan roti, aku pun menyuapkannya sedikit pada Ayah, tapi kata Ayah susah untuk makan roti saat itu, jadi kita cari lagi makanan lain dan ketemu bubur,

Ayah makan sekitar enam sendok petang itu, setelah ia berjuang melewati masa kritis sejak sebelum Asar hingga menjelang Maghrib,

Setelah Ayah makan, aku dipanggil dokter jaga di IGD, beliau memberitahu kondisi Ayah yang dicurigai sesak nafas Ayah juga dipicu dari jantungnya,

"Jadi nanti kami akan melakukan pemeriksaan jantung dan lain-lain lebih dulu ya Bu, dan kemungkinan tindakan selanjutnya adalah beliau harus masuk ICU karena kondisi Ayahnya panjenengan cukup mengkhawatirkan, risikonya beliau tidak bisa ditunggui di dalam ruangan, tapi sesekali kami ijinkan pihak keluarga menjenguk,"

Kata dokter IGD memberikan penjelasan saat itu, aku pun mengiyakan saja, bagiku dokter pastinya jauh lebih tahu apa yang terbaik untuk Ayah,

Sekitar Maghrib, Ayah akhirnya di periksa kondisi jantungnya oleh dokter spesialis Jantung,

Saat menuju ruangan dokter spesialis jantung, Ayah masih sempat bercanda bahkan menertawakan kebodohanku yang sering membuat rusuh,

Masuk ke ruangan aku yang mengantarnya melakukan pemeriksaan, dan kemudian mendengarkan penjelasan dokter spesialis jantung tentang kondisi Ayah saat itu,

"Ayah ada pembengkakan jantung, jadi jantung manusia itu ada empat ruang, nah Ayah panjenengan ini satu ruang dalam jantungnya sudah membengkak, ada kemungkinan sesak nafas yang Ayah panjenengan alami adalah dari sini, termasuk juga paru-paru Ayah panjenengan juga memang bermasalah, ada infeksi karena terlalu banyak menghirup udara kotor,"

Begitu dokter spesialis jantung menjelaskan, lalu...

"Untuk ginjal juga ada penurunan kerja sampai tiga puluh persen, jadi ini benar-benar harus hati-hati sekali ya Bu,"

Kata dokter lagi, aku pun menangguk saja,

Aku sejenak menatap Ayah yang terbaring di atas brankar dorong dengan selang infus dan oksigen,

Aku sama sekali tidak menyangka, jika Ayah akhirnya memiliki sakit yang semacam itu,

"Ada yang ingin panjenengan tanyakan Bu? Terkait kondisi Ayah panjenengan?"

Tanya dokter kemudian, membuatku terkesiap, membuyarkan lamunanku tentang keadaan Ayah di dalam rumahnya yang selama ini tak terpantau oleh anak-anak,

"Ya dok,"

Jawabku,

"Monggo,"

Dokter mempersilahkan kepada ku untuk menyampaikan pertanyaan,

"Ngg... Ayah, selama ini belum pernah ada riwayat jantung, jadi boleh saya tahu itu dipicu karena apa dok?"

Tanyaku pada dokter yang menangani Ayah,

Dokter yang ramah dan baik itu tersenyum sambil mantuk-mantuk, setelah itu menjawab dengan tenang,

"Darah tinggi, kemungkinan besar penjahatnya adalah darah tinggi,"

Aku terdiam,

"Ada kemungkinan, Ayah panjenengan minggu-minggu terakhir sempat mengalami serangan jantung karena darah tinggi tapi tidak dirasakan, kebetulan saat beliau belum stabil paru-paru Ayah yang infeksi kambuh, maka dua sakit ini membuat Ayah panjenengan tidak kuat,"

Darah tinggi?

Aku menatap Ayah lagi, belakangan aku memang sering mendengar Ayah mulai sering darah tinggi, padahal dulu beliau orang yang cukup sehat, dan pastinya, itu karena banyak hal yang menyebabkannya,

"Kondisi beliau harus benar-benar dijaga nggih Bu, kami sarankan beliau masuk ICU agar bisa dipantau kondisinya selama dua puluh empat jam, nanti dokter utama yang menangani beliau ada dokter spesialis paru dan saya mendampingi,"

Jelas dokter dan aku mengangguk mengerti,

Sekitar lima belas menit berada di ruangan dokter spesialis jantung tersebut, aku akhirnya membawa Ayah keluar dari ruangan,

Seorang perawat laki-laki mendorong brankar yang langsung disambut suamiku yang menunggu di depan ruangan pemeriksaan,

Suamiku menyodorkan satu botol air mineral, memintaku minum satu dua teguk untuk berbuka puasa,

Setelahnya aku kemudian berjalan di belakang brankar di mana Ayah terbaring, suamiku dan perawat laki-laki tampak sibuk mendorong brankar, tapi aku sudah lemas tak bisa bicara apa-apa,

Jantung bengkak karena darah tinggi, infeksi paru karena terlalu sering menghirup udara kotor, dan ginjal yang fungsinya berkurang tiga puluh persen, semuanya sudah jelas dipicu dari dalam rumah,

Ayah kembali dibawa ke IGD, tak selang berapa lama adik laki-lakiku Vino datang membawakan aku makanan karena khawatir aku sakit,

Kami berdua kemudian kembali dipanggil oleh dokter jaga IGD, untuk menandatangani sejumlah surat pernyataan terkait perawatan Ayah yang akan dipindahkan ke ICU,

Jam berlalu begitu lama, tapi yang membuatku cukup lega, karena saat menunggu waktu itu Ayah terlihat berangsur membaik,

Kami sempat bercanda dan Ayah terlihat tidak banyak komentar soal keadaannya,

Ia hanya sesekali meminta pulang dan minta dirawat jalan saja, alasannya aku rasa karena ia khawatir tentang biaya,

Menjelang pukul sembilan malam, pihak Rumah Sakit meminta kami bersiap karena Ayah akan dipindahkan ke ICU,

Salah satu anak diminta ikut agar Ayah tidak sampai panik dan memberikan beliau motivasi agar bisa melewati semuanya dengan sabar,

Aku pun sebagai anak sulung akhirnya ikut masuk mengantar Ayah, ini tentu adalah pertama kalinya aku masuk ke ruangan ICU, melihat begitu banyak alat yang akan dipasang di tubuh Ayah membuatku sedikit tergetar,

Tapi, aku berusaha memperlihatkan semuanya biasa saja,

Ayah tampak gugup, ia juga pasti khawatir masuk ke ruangan asing,

Setelah Ayah dipindahkan ke atas tempat tidur di dalam ruangan ICU dan dipasangi banyak sekali alat yang aku tidak tahu satu persatu namanya, aku pamit pada Ayah untuk meninggalkannya dan memberikannya semangat,

"Hanya satu malam kok Yah, besok udah pulang,"

Kataku berbohong, mendengar besok bisa pulang Ayah mengangguk menurut,

"Jangan sakit lagi, Ayah harus sehat biar tidak ke sini lagi,"

Kataku, Ayah kembali mengangguk,

Aku lantas keluar dari ruangan di mana Ayah dirawat, lalu aku dipanggil dokter jaga ICU,

Beliau dokter perempuan yang sangat ramah, beliau memperkenalkan diri jika beliau yang akan mengawasi perkembangan kesehatan Ayah sejak detik itu,

"Usahakan keluarga tetap ada yang di luar ya Bu, ini anaknya nggih? Isteri tidak ada nggih Bapak?"

Tanya dokter,

Aku malas membahas jadi aku bilang saja,

"Kebetulan Mama saya sudah meninggal saat saya masih kecil,"

Dokter jaga ICU pun menganggukkan kepalanya,

"Oh nggih, baik, tidak apa-apa anak juga keluarga inti,"

Kata Bu dokter, ia sejenak menghela nafas, matanya menatap monitor kecil di depannya, lalu...

"Dokter jantung dan dokter IGD pasti sudah menjelaskan kondisi Ayah panjenengan nggih Bu, sekarang kita berdoa saja agar semua usaha berhasil membuat Ayah sehat lagi,"

Kata bu dokter jaga ICU,

"Aamiin,"

Aku pun cepat mengaminkan,

Setelah itu, aku diminta untuk mengambil obat dan juga menyiapkan pampers untuk orangtua, tisu basah dan tisu kering oleh asisten bu dokter, cepat aku pun pamit keluar ruangan dan meminta adikku yang mengambil obat, sementara kebutuhan lainnya dipesankan lewat ojek.

...****************...

3. Sedih Campur Marah

Sekitar pukul sepuluh malam, Um ku, adik dari Ayah yang tinggal di kota lain tiba di Rumah Sakit,

Ia datang dengan naik motor dan tak peduli hujan turun deras di sepanjang perjalanan,

Karena aku sudah sangat lelah, aku pun meminta tolong pada Um ku untuk menjaga Ayah sampai besok pagi dan akan bergantian denganku berserta adik perempuan ku yang saat itu masih dalam perjalanan juga dari luar kota,

"Tapi keadaan Ayah gimana?"

Tanya Um ku sambil mengelap sisa air hujan dari tangannya, lalu duduk di dekatku,

"Baik, Ayah sudah lebih baik dari pertama tadi aku larikan ke sini,"

Jawab ku, Um tampak mantuk-mantuk,

"Ya syukurlah, kalau begitu kamu istirahat saja tidak apa, biar Um yang jaga di sini,"

Kata Um berbaik hati, aku pun mengangguk,

"Tadi sepanjang perjalanan isteri Ayah mu menelfon terus,"

Kata Um lagi, saat aku mulai memakai jaket karena bersiap pulang, bersamaan dengan itu Vino datang membawa satu kresek penuh obat untuk dibawa ke dalam ruangan ICU,

"Telfon gimana? Nanyain Um sudah sampai?"

Tanyaku, um ku menggeleng,

"Oh tanya keadaan Ayah?"

Tanyaku pula, dan Um menggeleng lagi,

"Dia memintaku ke rumah saja, katanya tidak usah ke Rumah Sakit, di Rumah Sakit sudah ada anak-anaknya biar saja mereka yang menunggui Ayahnya,"

Mendengar penuturan Um ku aku jelas terhenyak,

Bagaimana bisa ada seorang isteri yang bukannya khawatir dengan kondisi suaminya yang sempat berjuang untuk tetap bertahan hidup melewati masa kritis,

Bagaimana bisa dengan teganya meminta adik suaminya lebih baik datang ke rumah daripada menunggui sang kakak yang tengah terbaring lemah?

Apa dia tidak waras? Atau apa?

Aku sungguh kehabisan kata untuk bicara,

"Tapi aku tidak peduli, aku ke sini sampai hujan-hujanan sepanjang jalan dan tak peduli kondisiku juga sedang tak begitu sehat adalah untuk kakak ku,"

Ujar Um ku,

Aku terharu dan lega mendengar kata Um ku, jelas aku tahu betul jika Ayah adalah seorang kakak yang sangat dekat dengan adik-adiknya,

Sebagai kakak sulung, Ayah telah menggantikan peran orangtua sekian lama untuk saudara-saudaranya, tak heran jika mereka sangat menyayangi Ayah,

Buat Ayah, adik-adiknya adalah sama seperti anak, yang selalu ingin ia lindungi, ingin ia jaga, ingin ia bahagiakan,

"Sudah malam, kamu istirahatlah, tidak apa-apa biar kamu jangan sampai sakit juga,"

Kata Um kemudian padaku,

Aku pun mengangguk, aku lantas mengajak suamiku untuk pulang duluan, sedangkan adik laki-lakiku, Vino yang baru menyerahkan obat ke ruang ICU menetap bersama Um sampai nanti adik Perempuanku sampai di stasiun,

Keluar dari Rumah Sakit, hujan sudah mulai reda, hanya anginnya yang basah dan lembab, serta sisa gerimis tipis saja yang menyambut ku,

Aku dan suami berboncengan motor menuju pulang, yang kemudian di sepanjang jalan aku terus memikirkan cerita Um tentang isteri Ayah yang seolah sama sekali tak khawatir dengan kondisi Ayah,

Ya kondisi Ayah, yang padahal saat aku temukan di rumah sudah dalam kondisi tak berdaya sama sekali,

Tubuh lemas, nafas sudah sangat berat, dan sudah mengalami penurunan kesadaran,

Bukan hanya itu yang membuatku merasa hancur, tapi kondisi Ayah yang seperti tidak terawat,

Baju yang lusuh dan dibiarkan tetap menempel di tubuhnya meski sudah basah oleh keringat,

Bagian bawah yang hanya ditutup sarung hingga saat akan dibawa harus sibuk memakaikan sarungnya lebih dulu,

Belum lagi, tubuh Ayah yang saat di ruang IGD terus menerus berkeringat hingga suamiku harus terus mengelap keringat dan baru kusadari tubuh Ayah kotor sekali seperti beberapa hari tidak di mandikan,

Sakit, sangat sakit hatiku melihat kondisi Ayah ku yang seolah disia-siakan,

Sakit hatiku, melihat kondisi Ayah yang seperti dibiarkan sakit parah tanpa ada inisiatif dilarikan ke Rumah Sakit sama sekali,

Aku benar-benar hancur, dan makin hancur saat mendengar penjelasan dokter jantung yang menyebutkan kondisi Ayah benar-tidak baik, yang aku bayangkan, andai Ayah telat sebentar saja aku bawa ke Rumah Sakit, mungkin Ayah tidak tertolong,

Sampai di rumah aku kemudian di rebuskan air panas oleh suami, disuruhnya aku mandi, lalu sholat Isya dan dibuatkan teh hangat,

Dia tahu aku menangis sepanjang jalan, tapi ia tak bertanya apapun selain mengusap kepalaku dan bilang aku harus sabar serta kuat hingga akhir,

Malam itu aku menurut apa kata suami, aku mandi air hangat, aku minum teh hangat, sholat lalu tidur hingga waktu sahur tiba,

Saat sahur, aku bangun dan suamiku memberitahu kalau ada pesan masuk ke hp ku,

Cepat aku buka dan aku lihat adik perempuan ku mengabarkan jika ia telah sampai sekitar hampir setengah dua dini hari,

Karena hujan turun lagi, ia akhirnya memutuskan untuk ke Rumah Sakit setelah sholat subuh saja,

Ia tidur di rumah Vino, adik laki-lakiku yang memang memutuskan untuk tinggal di kontrakan karena beberapa masalah besar dengan isteri Ayah,

Aku nanti nyusul jam delapan pagi, aku ijin ngantor tidak apa.

Tulis ku membalas pesan adik Perempuanku,

"Citra sudah sampai?"

Tanya Suamiku sambil membawakan telor mata sapi dan mie instan goreng untukku makan sahur,

"Iya, dia sudah sampai dan akan ke Rumah Sakit bergantian jaga dengan Um, nanti aku diantar ke Rumah Sakit lagi, aku ijin ngantor hari ini,"

Kata ku,

Suamiku pun mengangguk mengiyakan,

"Tentu saja, aku juga akan menemani,"

Jawabnya,

"Tidak usah, biar aku sama Citra saja, di rumah nanti Um mau ikut istirahat, temani dia saja, takutnya dia butuh sesuatu nanti bingung karena belum biasa menginap di sini,"

Suami ku pun mengangguk,

"Ya baiklah,"

Jawabnya,

Setelah itu kami pun menyantap sahur seadaanya, sambil bercerita tentang keadaan Ayah yang di rumah sebetulnya sama sekali tak dirawat dengan baik,

Ayah yang selama ini seperti diperlakukan seperti ATM berjalan, yang hanya diperas keringatnya untuk menghasilkan uang entah demi apa,

Ayah yang makannya tidak dipentingkan, tempat istirahatnya tidak dipentingkan, apa yang ia sukai seperti sering bertemu adik-adiknya dibatasi, bertemu tetangga ikut mengobrol dibatasi,

Ayah begitu lama seperti terpenjara dalam kekuasaan istrinya, dijauhkan dari anak-anak dan saudaranya,

"Ini terlalu menyedihkan, aku rasanya ingin mengamuk karena terlalu sedih bercampur marah,"

Kataku makan sahur sambil menangis, sementara tangan memotong telor mata sapi dengan garpu dan sendok makan, meluapkan sedikit emosi yang membuat dadaku sesak,

Apa yang kau lihat dari perempuan yang menjadi isteri mu saat ini Ayah? Apa? Apa? Batinku gemas.

...****************...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!