Memiliki kecantikan paripurna tak menjamin seorang wanita dapat melepas masa jomlonya, begitulah yang ada di pikiran Dafina saat ini.
Di usianya yang tak lagi muda, 29 tahun, gadis berparas cantik ini masih asik mengagumi para Boy Band Korea kebanggaanya, juga menggilai berondong-berondong tampan yang ada di kampus tempat ia mengajar.
Hari ini, tepatnya di sebuah kampus tempat dirinya mengajar, Davina berjalan di sebuah koridor menuju parkiran.
Langkah anggun disertai alunan high heels yang ia kenakan, membuat siapa saja yang mendengarnya langsung menoleh. Mengagumi keseksian tubuhnya yang selalu membuat mata lelaki serasa ditelanjangi.
Miss D panggilannya, dosen yang selalu dikejar-kejar oleh lelaki seumurannya, namun Dafina sendiri sama sekali tidak tertarik untuk memacari mereka.
Kaki gadis bertubuh sintal itu terus berjalan, menyusuri lorong tanpa melihat sekeliling. Pura-pura tak tahu dan mengabaikan para mahasiswa ataupun rekan pria yang memandangannya dengan pikiran lapar dan kotor.
Sayang pikiran wanita bertubuh seksi itu sedang tertuju pada satu nama, sosok laki-laki yang membuat jantungnya menggila setiap hari beberapa bulan ini.
"Alex!" panggil Dafina saat ia menemukan objek paling menarik yang ingin dilihatnya pada hari ini. Pria tampan berumur 23 tahun, blasteran dari Korea dan tentunya mirip oppa yang sering dikaguminya setiap hari. Pria itu menoleh ke belakang.
"Ada apa, Miss?" Pupil mata Alex melebar. Bukan karena terpesona, melainkan ia malas meladeni dosen cantik yang satu ini.
Hampir semua mahluk yang bernafas di kampus ini tahu, Miss D menyukai Alex sejak lama, namun Alex menolak karena perbedaan usia yang cukup jauh. Enam tahun di atasnya.
"Ikut aku sekarang!"
Brugh!
Davina menjatuhkan Setumpuk buku yang langsung diterima Alex dengan wajah tertekan.
Mendengkus kesal, Alex mencoba bersabar dan mengikuti langkah Dafina yang semakin jauh di depan sana. Ribuan makian tak hentinya mengukir hati Alex yang memanas. Bahkan jantungnya berdetak secara ubnormal karena menahan perasaan emosi yang cukup besar.
Sial! kenapa aku harus bertemu dosen cacingan ini, sih! Jelas-jelas aku sudah berusaha menghindarinya dari tadi. Sial! Sial! Sial!
Dafina membuka pintu mobilnya. Alex pun ikut masuk dan duduk di samping kemudi. Wajahnya ditekuk lecek seperti koran bekas, marah, kesal, tapi tetap pasrah dan menurut pada Dafina selaku dosennya.
"Kita mau ke mana, Miss?" tanya Alex ketika Dafina memasang seat belt di tubuh Alex.
"Mau kemana lagi? Tentu saja melakukan hal-hal yang menyenangkan," ujar Dafina menarik kemudi, melajukan mobil cukup cepat dan berbaur dengan pengendara lainnya di jalan raya.
"Miss, bisakah Anda tidak keterlaluan pada saya?" ketus Alex ketika sudah merasa jera dengan kelakuan dosen yang satu ini. Alex tahu betul sifat Dafina, dosen itu pasti akan memberi nilai jelek jika Alex tidak mau menuruti kemauannya. Bahkan bisa lebih gila dari itu jika ditambah dengan bantahan mulut.
"Keterlaluan apa Alex, aku hanya mau mengajakmu jalan-jalan. Apa itu salah?"
"Dengan mengirim pesan ancaman?" celetuk Alex geram.
Tadi, sebuah pesan singkat ancaman Dafina mendarat di jam 8.00 pagi. Membuat Alex nyaris teriak frustasi karena ulahnya. Bahkan ponselnya ia banting ke lantai.
'Temui aku sepulang kuliah, atau aku akan memberitahu semua orang kalau kita dekat'
"Hah, sejak kapan kita dekat satu sama lain?" Alex menggeram seperti macan
Sial!
Ingin rasanya Alex membalikan tempat tidurnya pagi itu. Selama di kampus ia sudah berusaha menghindari Dafina, namun jangan sebut ia sebagai Miss D jika tidak dapat menemukan cecunguk yang satu ini.
"Aku berhak menolak skripsimu jika tidak sesuai. Itu memang sudah tugasku! Kenapa? Kau keberatan Alex?"
"Miss, apa yang Anda inginkan sebenarnya?" tanya Alex kesal. Matanya tak berhenti menatap Dafina yang asik mengemudi. Alex mencengkeram kursi Dafina, menggemerutukan gigi dengan tubuh yang gemetar dipenuhi rasa emosi semakin dalam.
"Apa kamu pikir dengan mengirim foto ciuman bisa membuatku berhenti Alex? Jangan bermimpi, aku akan terus menghantuimu setiap hari, kalau bisa sampai kamu jera dan mati kaku," pungkas Dafina, matanya berapi-api pertanda ia sangat cemburu perihal foto yang dikirimkan oleh pria itu beberapa hari lalu.
"Jadi gara-gara foto ciuman, Miss membawa saya pergi seperti ini? Apa salahnya memang? Gadis yang saya cium adalah kekasih saya sendiri. Siska," ujar Alex bangga, sekaligus pamer pastinya.
Dafina semakin naik pitam, ia tahu posisinya hanyalah batu besar transparan di mata Alex. Meskipun ia berkuasa, Dafina tetap tidak akan pernah mendapatkan hati Alex seperti Siska yang ia pacari dengan tulus sejak awal.
"Miss, berhentilah menggangguku. Kita bukanlah sepasang ya sepadan, Saya dan Miss sudah seperti kakak dan adik. Umur kita jauh sekali!"
"Aku tidak peduli, aku akan terus mengejarmu sampai kita berhasil pacaran!" pungkas wanita itu.
***
"Heuh!" Alex mendesah dengan tangan yang menjenggut rambutnya sendiri. "Andai saja ada cara untuk menghentikan kelakuannya, apapun akan kulakukan." Gumam-gumah lirih keluar dari bibi Alex, namun masih terdengar jelas di telinga Dafina.
"Apa benar, apapun akan kamu lakukan?" tanya Dafina. Ia sedikit menurunkan kecepatannya dalam mengemudi, lalu menatap Alex sekilas, dan memfokuskan dirinya kembali pada jalan raya.
"Ya! Asal Miss berhenti menngganggu saya, apapun akan saya lakukan. Bahkan hal yang membahayakan nyawaku sekalipuan aku sanggup." Alex berkata serius, lengkap dengan sejuta harapan yang ada di dalam pikirannya.
Haha, Dafina tertawa kecil. Namun ada perasaan miris di ujung ulu hatinya. Untuk pertama kalinya, ada seorang lelaki yang rela mempertaruhkan nyawanya, bukan demi orang yang ia cintai, namun untuk orang yang ingin ia hindari selamanya.
"Baiklah, aku akan berhenti mengganggumu, tapi ada syaratnya."
"Apa. Cepat katakanlah, aku akan lakukan apa pun itu." Alex tampak bersemangat.
Kalau sedang ingat siapa Dafina dia akan berbicara menggunakan kata saya, tapi kalau sedang sebal ia akan menganggap Dafina seperti rival. Tidak ada kata baku ataupun sopan. Alex berbicara menggunakan kata 'aku'.
Berbicara dengan antusia, tanpa Alex sadari bahwa Dafina baru saja mendapatkan ide brilian untuk hal yang satu ini.
"Menjadi pacarku selama satu bulan. Setelah itu aku akan melepasmu," ujar Dafina tanpa menoleh.
"Gila! Itu tidak mungkin."
"Kalau begitu jangan harap aku akan berhenti menganggumu. Nikmatilah hidupmu, mungkin kita sudah di takdirkan menjalani hubungan simbiosi mutualisme."
Cih! Tidak tahu diri sekali dosen yang satu ini. Yang ada kaulah parasitnya.
"Aku tidak bisa melakukan itu. Bukan tidak mau, tapi aku tidak mau membuat Siska sakit hati."
"Masalah itu ... kita hanya perlu pacaran secara diam-diam. Siska tidak akan sakit hati jika ia tidak tahu. Alex, apa kamu bodoh? Lelaki mana yang tidak tahu caranya berselingkuh."
Alex masih diam sejenak, memikirkan resiko dan keuntungan yang akan ia dapat dari hal ini. Satu bulan hanya sebentar, dibandingkan ganggguan Dafina yang tak ada hentinya setiap hari. Sudah jelas pilihan terbaik adalah menerima permintaan gila Dafina.
"Apa Miss akan menjaga rahasia kita. Bisakah menjamin pacarku tidak akan tahu?" tanya Alex yang mulai tertarik. Bahkan nyaris bersalaman pertanda deal.
"Aku pasti menepati janjiku."
"Baiklah. Aku mau menjadi pacar Miss selama satu bulan, asalkan setelah ini jangan pernah ganggu kehidupanku lagi!" Alex tampak bersemangat sekali, bahkan tak sedikit pun memikirkan resiko buruk.
Tanpa sadar kalimat Alex telah meluluh lantahkan harapan kecil di hati Dafina, untung saja ia sudah kebal. Sadar, hubungannya dengan Alex memang tidak mungkin naik ke jenjang serius. Berondong hanyalah fantasi Dafina, yang entah kapan berakhirnya.
"Baiklah. Terhitung hari ini, Miss adalah pacarmu," aku Dafina, dengan senyum yang dipaksakan tentunya.
"Ok. Tapi aku masih boleh menemui Siska, bukan?" tanya Alex yang lupa akan poin penting satu itu.
"Silahkan, aku tidak masalah. Tapi aku juga punya syarat selama kita menjalani masa pacaran."
"Apa?"
"Bawakan bunga untukku setiap malam Minggu."
Tidak masalah, hanya empat minggu saja. Ujar Alex mengangguk.
"Kencan dua hari sekali."
Oke. Lima belas hari, sehabis itu hidupnya akan berakhir dengan ending bahagia. Tenang tanpa miss D. Alex mengangguk sekali lagi pertanda setuju.
"Terakhir-" Dafina menjeda ucapanya dengan senyum penuh kemenangan. Bibir merahnya mengungging tanpa beban, lalu berkata, "... lakukan ciuman bibir setiap hari denganku."
Apa? Sial, aku masuk ke dalam perangkap jebakannya. Itu artinya kita harus bertemu setiap hari selama tiga puluh hari bukan?
***
Tidak ada yang salah dengan perasaan, setiap manusia mempunya standar hatinya masing-masing. Mungkin beberapa orang berpikir Dafina gila, atau ia memiliki kelainan mental dan bahkan cacat pikiran.
Namun, di dasar relung hati Dafina sendiri juga tidak ingin memiliki jalan hidup yang seperti ini. Mengejar-ngejar pria muda yang usianya terpaut jauh darinya, bahkan kehilangan rasa malu dan harga dirinya sendiri sampai mengancam dengan sebuah perjanjian.
Tapi apa daya, hati tidak membutuhkan akal sehat ketika sudah mengarahkan panah runcing yang diolesi bara cinta. Itulah pendapat Dafina tentang obsesinya yang berbeda dari kebanyakan wanita lain.
Dafina merasa sehat dan waras saat mengatakan semua keinginannya tadi. Hal itu bukan semata kemauannya, tapi karena Dafina tahu siapa dirinya. Dafina paham bahwa hubunganya dengan Alex hanya sebatas permainan, selayaknya sandiwara, Dafina harus membuat peran itu menjadi nyata. Yang terpenting harus ada tujuan utama di balik kejadian ini, yaitu melupakan Alex untuk selamanya setelah mengobati rasa penasarannya selama ini.
Memiliki karakter yang mudah bosan, Dafina yakin mampu melupakan Alex setelah pacaran satu bulan. Bahkan ia percaya bahwa dirinya akan bosan sebelum mencapai satu bulan. Seperti yang sudah-sudah, Dafina selalu putus setelah berhasil memacari berondong yang ditargetkannya.
Mobil Dafina berhenti di sebuah baseman restaurant. Gadis itu melepas seat belt pada tubuhnya, lalu melepas seat belt milik Alex juga.
"Sekarang!" Dafina menoleh penuh arti. Lalu mendekatkan wajahnya lebih intim lagi ke arah Alex.
"Apa?" Alex meremas tangannya sendiri. Sepuluh kukunya sampai memutih karena terlalu kuat mengepal. Tubuhnya meremang dadakan karena ulah Dafina.
"Aku minta jatahku .... Ciuman pertamaku," tandas Dafina tidak tahu malu. Gadis itu menarik kerah baju Alex hingga ia merasa ada getar takut di tubuh pria itu. Mendekatkan wajah hingga pipi mereka nyaris bersentuhan. Bahkan aroma parfum Dafina sudah membelai lembut bulu-bulu hidung Alex.
"Miss, tolong jangan seperti ini," tolak Alex takut-takut, ia menoleh kesamping sebagai bentuk ketidaksetujuannya.
"Kenapa? Kamu bisa melakukannya dengan Siska. Praktekkan semua itu denganku, persis seperti apa yang kamu lakukan pada Siska," ujar Dafina.
Alex merasa terkunci saat tubuh Dafina semakin mendekat. Punggungnya sudah terasa mentok pada pintu mobil, sementara Dafina sudah menggeser tubuhnya hingga mendarat di pangkuan Alex.
"Miss ... aku tidak memiliki perasaan apapun pada Anda, mana mungkin aku bisa mencium wanita yang tidak aku suka. Apalagi harus menyamakan Anda dengan Sisca. Itu jelas tidak mungkin," jelas Alex
Kepolosan Alex membuat Dafina semakin tertantang, perlahan ia mendekatkan wajahnya kembali, hingga nafas hangatnya menerpa wajah Alex.
"Kalau begitu biarkan aku saja yang melakukannya."
"Hen—," Bicara gagapnya terjeda saat benda kenyal itu mulai mendarat di bibir Alex.
Dalam mata terpejam Dafina mulai beraksi, menyapu habis bibir Alex dengan gerakan lembut menuju erotis.
Perlahan tapi pasti, Alex dapat merasakan deru nafasnya yang mulai tersengal. Permainan bibir Dafina membuat Alex terbang hingga ujung nirwana. Sesuatu yang belum pernah Alex rasakan saat bersama Siska.
Tidak tinggal diam, tangan nakal Dafina mulai bergerilya, meraba lembaran tubuh Alex dan memberikan reemasan kecil pada otot-otot kekarnya. Tanpa sadar Alex mulai kehilangan benteng pertahanannya. Pria itu mulai membuka katup bibirnya dan membiarkan Dafina menyusuri rongga mulutnya. Lidah Dafina semakin liar, dan sukses membuat Alex belingsatan tidak karuan.
Lelaki itu bahkan tak mengenali siapa dirinya.
Setan kecil di hati Dafina tertawa bangga saat merasakan anggota tubuh Alex mulai beraksi. Dafina tahu ada yang sudah mengeras di bawah sana. Namun ia tidak mau melakukan hal yang melebihi batasan. Cukup ciuman saja.
Detik kemudian, Dafina merasakan seluruh tubuh Alex yang melemas. Tidak ada penolakan, dan bahkan Alex mulai membalas serangan Dafina lebih erotis lagi.
Tubuh Alex telah menghianati pemiliknya.
Sebagai pria normal, Alex tidak memungkiri kalau Dafina memiliki tubuh yang indahnya di atas rata-rata. Dirinya juga terbuai oleh kelihaian gadis itu dalam berciuman.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!