NovelToon NovelToon

DEALOVA (Bukan Bidadari)

Bab 1. TERPAKSA BERJANJI

"Gila, kenapa mereka terus mengejar gue! Asem harusnya si Max yang dikejar, bukan gue!" protes seorang gadis dengan mata belo yang sedang menghindari komplotan penjahat.

Sebenarnya bukan Dealova target mereka, hanya saja dengan menangkapnya itu sama saja menjadikan umpan agar pemimpinnya Maxime bisa ditangkap. Sayang, semuanya tidak semudah bayangan.

Menangkap Dealova sama saja dengan menangkap tikus, sangat cerdik, gesit dan licik. Pergerakannya bahkan tidak terbaca.

Di sisi lain, ada seorang gadis muslimah sedang kembali dari pasar. Di salah satu tangannya ada keranjang belanjaan yang cukup banyak.

Senyumnya teduh, membuat siapa saja yang memandangnya akan jatuh cinta pada pandangan pertama. Tutur katanya lembut, bahkan sikapnya santun. Sayang, dia terlalu baik kepada semua orang. Sekalipun ia tidak mengenalnya.

Dealova tidak mempunyai jalan lain kecuali mamasuki sebuah gang sempit. Hingga ia bertemu dengan Aisyah, saudari kembarnya yang terpisah.

"Astaghfirullah, mbak kalau jalan hati-hati," ucap Aisyah menasehati Dealova yang baru saja menabraknya.

"Sorry," cicit Dealova sambil menunjukkan senyum manisnya.

Beruntung hanya satu bungkus sayuran mentah terjatuh. Lalu dengan sigap Aisyah kembali memasukkan ke dalam kantung belanjaan miliknya. Tanpa rasa curiga Aisyah berjalan kembali dan beberapa saat kemudian ia melihat ada komplotan penjahat yang mengarahkan pistolnya pada Dealova.

Demi melindunginya, Aisyah memasang tubuhnya menjadi tameng, hingga akhirnya justru ia yang tertembak. Suara tembakan yang sangat keras itu mampu membuat langkah Dealova terhenti.

Dealova menoleh dan menemukan gadis yang baru saja bertemu dengannya justru yang tertembak.

"Argh! Sial, kenapa mesti dia yang kena, sih! Dasar gadis gila! Ngapain juga melindungi gue!"

Meskipun kesal, ia berbalik dan menopang tubuh Aisyah sebelum terjatuh. Mendengar teriakan warga, komplotan penjahat itu melarikan diri karena ketakutan.

"Balik, dan segera lapor pada Boss!"

Sementara itu, Dealova tertegun karena setelah diperhatikan wajahnya sangat mirip dengan gadis yang menolongnya barusan. Bedanya hanya pada penampilan mereka saja. Aisyah memasang senyum teduhnya pada Dealova.

"Ha-hai, kamu! Tolong bawakan kembali keranjang belanjaku ke pondok pesantren Al Hikmah, ya," pinta Aisyah dengan nafas tersengal.

"Kenapa harus aku?" protes Dealova.

"Anggap saja sebagai balas budi karena barusan telah menolongmu," ucap Aisyah dengan tersenyum.

"Ta-tapi ...."

Aisyah menyerahkan sesuatu dari balik kerudungnya dan memberikan barang itu pada Dealova.

"Bawa ini, maka kamu akan mudah masuk ke sana."

"Siapa nama kamu?"

"Aisyah Humairah, berjanjilah untuk pergi kesana, ya."

"Lalu kamu gimana?" tanya Dealova tampak khawatir.

"Teriak saja, biar jasadku dikebumikan di sini."

"Aish, ngomong apa kamu, nggak boleh bicara sembarangan."

Aisyah hanya tersenyum lalu setelahnya menutup mata untuk selama-lamanya. Namun, sebelum itu terjadi ia seolah sedang membaca doa dan entah itu apa Dealova tidak mengerti karena ia bukan ahli agama.

Tidak mau ambil repot, ia pun berteriak dan meminta warga untuk menolong jasad Aisyah dan menjalankan amanah terakhirnya. Untuk pertama kalinya Dealova begitu percaya dengan seseorang yang baru ia temui untuk pertama kali. Sayangnya, mereka tidak sadar jika bersaudara kembar.

Dipandanginya kalung pemberian Aisyah tadi, ada sebuah liontin kecil yang setengahnya entah berada dimana. Baru saja ia melangkah pergi, ada sosok wanita muslim berpakaian serba putih melambai padanya di langit-langit. Meski silau, Dealova tetap menatapnya sambil menyipitkan mata.

"Ingat janjimu untuk datang ke pondok, ya?" ucapnya manis

"Hm, nggak janji," jawab Dealova asal.

Bukannya marah, sosok berpakaian putih tadi tersenyum, lalu beberapa saat telah menghilang kembali.

"Astaga, kenapa aku bisa langsung menurut kepadanya? Kalau aku ditipu bagaimana?"

Bimbang, kini banyak pertanyaan yang bersemayam di kepala Dealova, tetapi ia bingung mencari solusinya. Di tambah lagi Dealova dengan terpaksa mencari pondok pesantren Al Hikmah.

Dua jam kemudian, kini Dealova memandangi sebuah tempat asing yang sangat kental dengan dunia religi. Di hadapannya terdapat sebuah dinding pembatas yang tidak terlalu tinggi, hingga sedikit terlihat aktivitas penghuni di dalamnya.

"Rame banget, ya? Trus gue harus menemui siapa?"

Batin Dealova kembali bergejolak, antara ia harus masuk atau meninggalkan keranjang belanja tadi di depan gerbang.

"Hanya demi ini gue bisa datang kemari!" ucapnya sambil melihat keranjang belanja milik Aisyah.

Karena pintu utama ditutup, terpaksa ia mendekati ruang sekuriti. Dealova tidak bisa mengucap salam. Sehingga saat bertamu ia hanya menyapa ala kadarnya.

"Permisi, Pak. Maaf apa benar ini pondok pesantren Al Hikmah?"

"Sesuai dengan yang Nona maksud, ini benar pondok pesantren Al Hikmah. Ada keperluan apa, ya? Bukan *******, 'kan?"

Penampilan Dealova yang sangat tidak rapi dan terkesan sebagai penjahat hingga membuat dua sekuriti itu tidak bisa percaya begitu saja padanya.

"Saya hanya membawakan beberapa barang belanjaan ke dalam."

"Oh."

Salah satu dari mereka justru sudah curiga, karena wajahnya sangat mirip dengan anak pemilik pondok, namanya Aisyah Humairah. Bedanya Dealova tidak berhijab dan tutur katanya kasar.

"Nona ingin masuk? Bukankah Nona sudah biasa masuk sendiri?"

”Lupa bawa kunci."

"Ya sudah, asal saya bisa masuk. Hutang Budi dari saya ke bapak akan kuingat selalu."

Keduanya saling berpandangan, lalu salah seorang keceplosan mengatakan jika Dealova sangat mirip dengan pemilik pondok pesantren miliknya.

Dealova meringis karena tidak menyangka jika dirinya dianggap sangat mirip dengan anak pemilik pondok. Padahal, mereka tidak tahu jika Dealova bisa menyusup masuk tanpa dicurigai. Akan tetapi kedua sekuriti itu justru mempersilahkan dirinya masuk karena kemiripan wajahnya.

Saat masuk ke dalam, beberapa santriwati memandang Dealova dengan tatapan aneh. Mungkin saja, karena penampilan Dealova sangat aneh dan jauh dari pendidikan pesantren. Beruntung mereka tidak menyadari kemiripan antara dirinya dengan Aisyah.

Saat melamun, tiba-tiba saja tubuhnya ditarik oleh salah seorang santriwati. Hampir saja ia berteriak tetapi Dealova tahan.

"Neng, kemana aja? Kenapa pula datang telat. Sudah dicari-cari Umi sejak tadi."

Dealova yang kebingungan menurut saja, bahkan ketika ia mendandaninya dengan pakaian syar'i seperti yang dikenakan Aisyah tadi. Benar saja, sesaat kemudian Dealova bertemu dengan sosok laki-laki dan ibunda Aisyah.

"Alhamdulillah kamu sudah pulang, Nak. Ya sudah ayo bergabung di meja makan."

"Udah ikut aja!" seru salah seorang santriwati yang telah selesai mendandani Dealova sambil tersenyum.

Sesungguhnya ia juga bingung kenapa Aisyah justru membuka hijab dan memakai pakaian seperti berandalan. Ia pun menggelengkan kepalanya, berusaha membuang rasa curiga.

"Mungkin Aisyah jenuh dengan semua tausiyah dari Abi. Untung saja tadi menemukan dirinya lebih dulu, kalau tidak sudah pasti Abi akan semakin marah," gumamnya sambil berlalu.

Padahal Aisyah yang asli sudah meregang nyawa untuk menyelamatkan Dealova. Akankah semua orang bisa menerima kehadiran Dealova di pondok pesantren tersebut? Simak kisah lengkapnya esok hari, ya.

......................

Assalamu'alaikum, kembali lagi dengan cerita othor versi semi religi, ya. Demi menemani sahabat Fany selama Ramadhan, maka othor berusaha menyajikan cerita bertemakan religi. Semoga suka. Jangan lupa dukungannya selalu.

Bab 2. SERUPA TAPI BERBEDA

Dealova yang selama ini jarang sekali memakai pakaian syar'i begitu kesulitan saat berjalan mengimbangi langkah Umi. Entah mengapa rasanya ia ingin segera kabur dari tempat tersebut.

"Kenapa ibu ini jalannya cepat banget sih, apa nggak nyadar ya jika aku kesulitan buat jalan!" rutuk Dealova dalam hati.

Begitu pula dengan Umi yang heran kenapa putrinya sedari tadi diam. Biasanya Aisyah akan lebih banyak protes ketika diajak dalam acara perjodohan.

"Kenapa tangan Aisyah terasa lain? Masa karena aku sudah menyuruhnya ke pasar trus jadi seperti ini?"

Umi menoleh ke arah putrinya, "Aisyah kenapa sedari tadi kamu diam? Apakah sakit gigi?"

Dealova hanya menggeleng, baginya kalau ia sampai berbicara sudah pasti akan berbeda secara nada dan intonasi. Sehingga ia lebih memilih untuk diam.

"Tutur kata Aisyah lembut dan gue slengekan, lah kan kagak nyambung ini, mah!"

"Sementara waktu biar aku seperti ini dulu, karena kalau dipaksa tidak mungkin. Nanti resikonya sangat tinggi."

Perang batin berkecamuk. Sikap manusianya mulai mendominasi lagi. Bayangan wajah Aisyah selalu menghantui. Akan tetapi kalau ingat bagaimana kehidupan kerasnya selama ini, Dealova tetap bertahan pada egonya.

Akhirnya perjalanan mereka telah sampai di sebuah rumah bernuansa joglo. Dengan halaman penuh bunga dan berbagai tanaman hias cantik membuat siapapun betah tinggal di sana.

"Assalamu'alaikum, Abah ini aku sudah bawa Aisyah."

Umi langsung menyalami suaminya, begitu pula dengan Dealova yang terpaksa ikut menyalami tangan Abah.

"Alhamdulillah, beruntung kalian tidak terlambat. Sebentar lagi keluarga Tuan Zayd Abdullah akan sampai ke sini," ucapnya sambil mengusap pucuk kepala putrinya tersebut.

"Iya, alhamdulilah," seru Umi ikut berbahagia.

Umi dan Abah begitu bahagia karena akhirnya putrinya akan ta'aruf dengan putra pertama dari keluarga Tuan Zayd. Sudah lama beliau menantikan hal ini. Di tambah lagi sosok Noe sangat terkenal di kalangan pebisnis yang sholeh dan tampan. Sungguh pasangan yang serasi, bukan?

"Jangan bilang kalau ini adalah acara perjodohan?" ucapnya di dalam hati.

"Atau Aisyah sengaja lari dari perjodohan dan menukarkan hidupnya denganku? Astaga, bodo amat gue nggak tau kalau akan seperti ini?"

Dealova mulai gelisah dengan tempat duduknya. Rasanya ia sudah tidak sabar menunggu malam.

"Pokoknya nanti malam, gue akan melompat keluar dari pondok pesantren dan kabor. Masa bodoh sama pesan Lu, yang penting barang belanjaan kamu dah sampai di sini."

Sesaat kemudian terdengar suara mesin mobil yang berhenti tepat di halaman pondok pesantren. Lalu Umi segera menarik tangan Aisyah untuk ikut bersamanya. Tidak lupa cadar yang sudah dipersiapkan Umi segera dipakaikan pada Dealova. Abah hanya geleng-geleng melihat sikap istrinya yang unik itu.

Mungkin saja, sikap Dealova yang grusah-grusuh menurun dari Umi, sementara sikap Aisyah yang lemah lembut menurun dari Abah. Sayang, keduanya tidak bisa hidup berdampingan lagi.

"Ha-ah, dipakaikan apa lagi sih, nih?"

"Pengap, ya Tuhan?"

Dari dalam cadar, mulut Dealova sudah buka tutup seperti ikan yang sedang bernafas dalam air. Pengab, tentu saja. Apalagi ini pertama kalinya dia berpakaian seperti itu. Mau kabur nyatanya sudah terlambat karena Umi sudah menganggap dirinya sebagai Aisyah.

"Bagaimana ini? Kenapa aku harus terjebak di tempat ini? Harusnya aku tidak perlu mengantarkan barang belanja milik Aisyah tadi," ucapnya penuh sesal di dalam hati.

Saat Noe turun dari mobil, Dealova memandang karya Tuhan yang luar biasa itu dengan tanpa berkedip. Sosok laki-laki yang sangat tampan, berkulit putih bersih dengan jambang sangat tipis, bermata hitam lengkap dengan senyuman menawan ternyata mampu menggetarkan hati si kepala preman, Dealova.

Tanpa diduga sorot mata kedua insan manusia berbeda usia itu saling terkunci dalam beberapa saat. Menyadari ada yang salah, Noe segera melihat ke arah lain dan merutuki sikapnya.

Aletta menepuk bahu putranya sambil tersenyum. Ia sadar dengan apa yang terjadi barusan tetapi tidak mungkin menegurnya saat itu juga.

Di belakang mereka terdapat seorang gadis muslimah yang sangat cantik. Arumi nama adik kandung Noe, kebetulan hari ini dia libur sekolah sehingga ia pun ikut serta. Di sisi lainnya ada Zayd yang kemudian berjalan beriringan dengan istrinya Aletta.

"Abang, pondok pesantrennya ramai banget," seru Arumi yang sangat ceria.

"Iya, sudah-sudah sebaiknya kita segera masuk!"

Menyadari jika ada hal yang lain, maka Noe lebih membuang muka ketika Dealova justru semakin mengamatinya.

"Kenapa dia seolah menatapku terus. Apakah Abahnya tidak menegurnya?" gumam Neo sambil terus berjalan mengikuti kedua orang tuanya.

Aletta dan Zayd begitu bahagia karena sebentar lagi putranya akan mengenal cinta dan bisa menjadi lebih dewasa. Setidaknya tidak hanya berkutat dengan map dan file kerja saja.

Usia yang sudah matang seharusnya ada sosok wanita di sampingnya yang bisa mendukungnya setiap saat. Maka dari itu Aletta dan Zayd menempuh jalan ta'aruf.

"Assalamu'alaikum ...." seru Zayd mengucap salam.

"Wa'alaikumsalam, selamat datang Tuan Zayd dan Nyonya Aletta."

"Terima kasih sambutannya."

Noe segera bersalaman kepada Umi dan Abah Aisyah, begitu pula dengan Arumi. Sementara itu Dealova masih terpaku pada sosok Noe hingga Umi menyenggol lengannya.

"Cepat salim sama tamu!" bisik Umi pada Dealova.

Meskipun sangat risih dengan penampilannya, Dealova mencoba berakting senatural mungkin agar orang-orang tidak curiga. Ia pun tidak bersalaman dengan Noe karena bukan muhrimnya.

Meskipun hanya Islam KTP tetapi sedikit banyak tahu tentang kisah wanita pondok yang dijodohkan seperti di film-film. Sehingga ia pun seolah berakting sama.

"Ayo masuk, keburu dingin nanti makanannya!" ajak Umi pada semua.

Saat berjalan masuk, rupanya kaki Dealova selip sehingga ia pun hampir terjatuh. Beruntung ada Noe yang sigap menangkap tubuhnya.

"Astaghfirullah, maaf aunty," cicit Noe setelah sadar karena menyentuh pinggang Dealova.

Dealova hanya menggeleng dan menangkupkan kedua tangannya. Dua pasang orang tua tadi hanya tersenyum karena hal itu dan berharap jika keduanya berjodoh.

"Ehem, kayaknya jodoh nih," celetuk Arumi yang sangat jujur.

Tentu saja kedua insan tadi jadi salah tingkah. Meskipun begitu sejujurnya Noe tidak terlalu suka dengan acara seperti ini. Baginya time is money, sehingga acara seperti ini sudah pasti hanya menyita waktunya.

Bagaimana pun Noe sangat susah jatuh cinta. Baginya cinta pertama Noe hanya untuk sang ibu yang sudah banyak berkorban untuknya. Apa yang menjadi keinginan Aletta selalu diusahakan oleh Noe. Sama seperti kali ini, meski hatinya menolak tetapi demi menghormati dan cinta kasihnya pada Aletta ia mau menghadiri acara tersebut.

Sementara itu konflik batin kembali terjadi pada Dealova. Sejenak ia bimbang dengan rencananya nanti malam.

"Ganteng banget jodoh gue, nggak rela deh kalau gue kabur!"

......................

Gimana? Seru 'kan? Kalau bingung dengan Aletta dan Zayd boleh mampir di cerita ayah ibunya Noe di Istriku, Penutup Aibku ya. Makasih.

Bab 3. MENJADI GUIDE

Di sisi lain, lebih tepatnya kediaman Abah Muslih dan Umi Najwa. Kini mereka sedang menjamu calon menantu dan calon besannya yaitu Noe dan Tuan Zayd beserta istrinya.

Suasana menjadi hening seketika dan kaku ketika kedua insan berbeda usia itu duduk berhadapan. Sesekali Dealova melirik ke arah Noe, begitu pula sebaliknya. Namun, Noe masih bisa menjaga hatinya tidak seperti Dealova yang sering kedapatan mencuri pandang ke arahnya.

"Astaghfirullah, gadis ini tidak menjaga pandangannya? Bukankah dia anak Kyai?" gumam Noe dengan gelisah.

"Tampan banget, Tuhan. Boleh nggak sih lelaki di depanku ini dikarungin!" ucap Dealova gemas di dalam hati.

Sayangnya, aksi yang dilakukan oleh Dealova ketahuan Abah. Beliau bisa melihat jika putri semata wayangnya itu lebih agresif dibandingkan biasanya.

"Tidak biasanya Aisyah tidak menjaga pandangannya, semoga saja kali ini mereka berjodoh, Aamiin."

"Jika benar, bukankah itu artinya Aisyah setuju dengan calon pilihan Abah, Alhamdulillah."

Meskipun saat ini ia sedang memakai cadar, Abah bisa melihat binar cinta di dalam matanya. Baru pertama kali ini Abah melihat Aisyah seperti itu, tetapi apapun itu Abah merasa bahagia.

Di lain sisi, terlihat jika Noe bersikap dingin, tetapi itu bukan sikap aslinya. Sesungguhnya Noe adalah seorang lelaki yang lemah lembut dan sangat menghormati wanita.

"Hhh, jika bukan karena keinginan Umi, sudah pasti aku lebih memilih untuk berkutat dengan file kerja aja."

Merasa suasana menjadi lebih dingin, maka Abah pun mulai membahas beberapa topik. Tampak sekali jika Zayd bisa mengimbangi obrolan mereka.

Tidak terasa obrolan demi obrolan yang dilakukan oleh para orang tua rupanya membuat Arumi dan Noe bosan. Sehingga Arumi meminta kakaknya untuk menemaninya berkeliling pondok pesantren.

"Maaf, Abah, Umi bolehkah Arumi berkeliling melihat pondok pesantren di sini?"

Aletta dan Zayd saling berpandangan dan sesat kemudian mengangguk.

"Boleh, kenapa tidak?"

"Tapi Arumi maunya sama Abang."

"Bagaimana kalau Aisyah yang mengantarkan Arumi?" usul Umi Najwa.

Sontak saja Dealova yang sedang menenggak minuman menjadi tersedak karena mendengar hal tersebut.

"Minum dulu, Sayang," seru Aletta sambil menyodorkan segelas air putih pada Aisyah.

"Terima kasih."

Dengan sudah payah, Dealova menenggak habis segelas air putih dari balik cadarnya. Sambil menyimak apa yang sedang mereka bicarakan.

"Asem, gue kan nggak tau denah ponpes sini! Bengek dong kalau gue sampai tersesat!" rutuk Dealova dalam hati.

Sebagai Aisyah palsu, Dealova belum mengetahui dengan seluk beluk atau denah pondok pesantren tersebut, sehingga wajar jika ia takut mengantar Arumi. Justru jika dia nekad mengantar Arumi, hal itu bisa menjadi bumerang kepadanya di kemudian hari.

"Kalau gue sampai ketahuan gara-gara nganterin bocah ini keliling, bisa berabe, deh! Gimana kalau ngajak santriwati lain?"

Umi melihat Aisyah kebingungan. Ia pun menjadi khawatir karena hal itu lalu segera bertanya pada putrinya.

"Umi melihat kamu begitu aneh hari ini, ada apa?" bisik Umi terlihat mengkhawatirkan Aisyah.

Otak Dealova dipaksa untuk bisa berpikiran cepat. Agar tidak terlalu terlihat kebohongannya, maka Aisyah mencari alasan yang masuk akal. Tangannya terulur untuk memegang tangan Umi hingga membuatnya menoleh padanya.

"Bolehkah meminta salah satu santriwati untuk menemani kami? Takutnya kelamaan berkeliling jadi lupa jalan pulang," ucap Aisyah setengah berbisik pada Umi.

"Boleh, lakukan sesuai dengan kenyamanan kamu."

"Terima kasih, Umi."

Akhirnya Aisyah berhasil meminta salah satu murid santriwati untuk menemaninya berjalan-jalan keliling. Agar nantinya mereka bisa kembali lagi dengan selamat dan pastinya tidak tersesat.

Umi tidak ambil pusing dengan alasan yang dikemukakan oleh Aisyah. Ia pun menyetujui jika Aisyah yang mengantarkan Arumi berkeliling pondok dengan meski didampingi salah satu santri.

"Hati-hati ya, Nak."

"InsyaAllah Umi, Abi."

Sepeninggal kedua remaja putri tadi, kini Aletta, Umi, dan Abah berada di sebuah ruangan yang lebih santai dibandingkan ruang makan tersebut. Mereka kembali berbincang-bincang dan menanyakan kesibukan apa yang sedang dijalani oleh Noe saat ini.

"Pantes saja, usaha Tuan Zayd semakin berkembang. Itu artinya kepemimpinan Anda patut diacungi jempol Tuan."

"Ah, Abah bisa saja. Semua berkat dukungan dan doa istri saya."

Aletta tersenyum dan menerima tautan tangan dari suaminya tersebut. Tampak sekali jika binar cinta di dalam mata Zayd untuk Aletta masih sangat besar meskipun mereka sudah mempunyai dua anak, Noe dan Arumi.

Awalnya Dealova dan Arumi berkeliling dengan santai. Hingga sampailah mereka di tempat yang sedang terjadi sebuah keributan.

Rupanya salah seorang santriwan berhasil menyusup ke pondok pesantren putri hanya untuk menyatakan cintanya. Kejadian itu bisa diketahui oleh Aisyah yang kebetulan lewat dan melihat santriwan tersebut.

Aisyah palsu yang notabene adalah Dealova seringkali berkejar-kejaran dengan penjahat terpaksa jaga image kali ini. Dealova harus menahan dirinya agar tidak mengejar santriwan yang berani menyusup ke pondok pesantren tersebut.

Padahal, sejujurnya jika tidak ada Arumi di situ atau mungkin jika dia berada di luar pesantren sudah pasti Dealova akan menghajar sendiri siapa yang membuat onar dengan kedua tangannya. Dealova sangat tidak suka dengan seseorang yang melanggar peraturan.

Sayangnya, kini Dealova terjebak agar menjadi orang lain, yaitu menjadi Aisyah palsu di pondok pesantren Al Hikmah.

"Jika waktu bisa diputar, sudah pasti gue pengen balik ke tempat dimana gue bertemu Aisyah."

Dealova mendengkus kesal, ia begitu lelah hari ini. Akan tetapi, Arumi yang sangat tertarik dengan pondok pesantren tersebut, bahkan terus mengajaknya berkeliling.

"Nih anak kayak robot, kagak ada baterai off-nya!" rutuk Dealova dalam hatinya.

Di tempat Noe berada, ia sudah menghawatirkan adiknya yang tidak kunjung kembali. Sehingga Noe meminta Abah agar menunjukkan tempat dimana Aisyah berada.

"Maaf, Umi Abah, kira-kira kapan mereka sampai?"

"Maksud Nak Noe?"

"Arumi dan Aisyah, Abah?"

"Bener juga, ya? Kenapa Abah tidak kesampaian memikirkan mereka?"

"Maaf, mungkin sebentar lagi mereka sampai."

Di tempat Dealova.

"Kakak nggak kenapa-napa, 'kan?"

"Alhamdulillah enggak," jawab Dealova sambil membersihkan gamisnya yang kotor karena terjatuh.

Niatnya ingin mengejar santriwan yang masuk ke pondok pesantren putri, tetapi gamisnya membuat langkah Dealova kesulitan hingga akhirnya ia pun jatuh terjerembab.

"Sepertinya kita harus segera kembali, aku takut Bang Noe akan mencariku," ucap Arumi membantu Dealova membersihkan gamisnya.

"Udah, biar aku aja. Ya sudah kita kembali."

"Ayo."

Ketiga remaja itu segera kembali ke kediaman Abi. Ada banyak hal yang harus Arumi katakan jika nanti ketemu kakaknya Noe. Entah mengapa Arumi merasa jika Aisyah sangat cocok dengan abangnya yang pendiam itu.

"Pokoknya Kak Aisyah harus jadi istri Bang Noe," ucap Arumi penuh semangat.

Sementara itu Dealova merasa jika adiknya Noe bisa diatasi dengan mudah. Kini tinggal menaklukan kakaknya saja.

"Kalau adiknya seperti ini, maka semoga saja kakaknya akan lebih mudah lagi, Aamiin."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!