NovelToon NovelToon

MARRIED WITH MR. COOL

PENGKHIANATAN

Hah!

Helaan napas mengembus pelan dari hidung wanita cantik yang terlihat tergesa-gesa dipinggir jalan.

Sejak tadi ia terus menerus melirik jam yang sedang melingkar dipergelangan tangan kirinya. “Astaga, aku bisa telat menemui Derwin di cafe Sofia. Aku tidak ingin ia menungguku lama,” desus pelan dari bibir tipis wanita berusia 27 tahun bernama Raya Sena.

“Kenapa gojeknya belum datang juga ya? Apakah aku perlu mengirimkan pesan kepada Derwin, aku tidak ingin membuatnya menungguku sedetikpun,” gerutunya kembali sembari menjitjitkan leher seperti hewan jerapah melihat seorang yang mengenakan helm hijau di depan rumahnya.

Derwin, pria yang sangat Raya sayangi. Raya adalah wanita yang selalu mengorbankan apa pun kepada pria yang sangat mencintainya. Mereka telah menjalin hubungan yang begitu lama, jadi wanita ini mempercayakan penuh perasaannya kepada pria yang berjanji akan menikahinya dalam waktu dekat ini.

Raya merogoh ponselnya dalam tas, ia meminta maaf kepada kekasihnya karena ia mungkin akan datang telat.

“Win, maafkan aku. Mungkin aku tidak bisa menemuimu tepat waktu, tunggu aku ya Sayang ...,” pesannya.

Dreet!

Raya mendapatkan balasan dari sang kekasih. “Iya.”

Wanita cantik yang memiliki lesung pipi itu menyunggingkan bibirnya. Bukan karena senang mendapatkan balasan secepat kilat dari sang kekasih, tapi ia merasa jika Derwin akhir-akhir ini membalas pesan semakin singkat dan sikapnya begitu dingin.

Beberapa menit kemudian, abang ojol datang dan meminta maaf kepada Raya karena jalanan ibukota sangat ramai. Terlebih ada carnaval untuk memperingati perayaan ulang tahun kota tersebut.

“Tidak masalah Bang, saya minta tolong antarkan ke cafe Sofia ya,” suruh Raya menundukkan kepalanya.

Raya memang memiliki kepribadian yang sangat lembut dan selalu sopan kepada siapa pun. Ia tidak akan memandang bulu untuk memberikan kehormatan kepada seorang manusia.

Sampainya di cafe yang memiliki bangunan indah seperti cafe-cafe Eropa. Ia segera melangkahkan kaki menuju tempat duduk paling pojok dengan wajah sumringah.

Ketika Raya melambaikan tangan kepada pria yang mengenakan jas berwarna abu-abu itu, pria tersebut malah memalingkan pandangan dan menyerumput cangkir yang berisikan coffe.

Hmm!

‘Apakah dia mencoba mengabaikanku?’ bisik Raya dalam hatinya.

Perubahan sikap Derwin begitu terlihat jelas. Biasanya ketika mereka memutuskan untuk bertemu di suatu tempat, Derwin akan dengan bahagianya melambaikan tangan ke arah Raya dan selalu berkata, “Aku menunggumu, Sayang.” 

Tapi kata-kata itu begitu sulit untuk didengar kembali di telinga Raya dari mulut Derwin.

Hmm!

Raya lagi-lagi harus menghela napas dengan perlahan. Ia menghampiri Derwin dengan senyum indahnya. 

“Win? Apakah kamu sudah menungguku sejak tadi? Maaf ya jika kamu ...,” ucapan Raya dipotong dengan pria itu.

“Sudah tidak perlu merasa bersalah seperti itu. Kamu selalu melebih-lebihkan sesuatu yang tidak perlu dilebihkan.”

Raya menggeser tempat duduk dan ia berhadapan kini dengan sang kekasih, sembari memiringkan kepalanya karena tidak mengerti dengan apa yang telah dikatakan Derwin.

“Maksudmu bagaimana, Win? Aku merasa bersalah karena diriku telat datang untuk menemuimu.”

Bukannya melihatkan ekspresi yang ramah, Derwin malah menatap Raya sinis. “Tidak perlu merasa bersalah seperti itu, kamu kayak anak kecil saja!”

Raya semakin tak paham apa yang dimaksud dari Derwin.

Ia membuyarkan semuanya. Menggelengkan kepala pelan ketika Derwin kembali tak melihatnya. ‘Sepertinya Derwin sedang banyak kerjaan di kantor, mungkin saja hari ini dia sangat tertekan.’

“Win, apa yang ingin kamu bicarakan kepadaku? Aku rasa pertemuan ini begitu penting bagimu, karena tumben sekali kamu mendadak memintaku untuk kemari,” ujar Raya yang berusaha menumbuhkan suasana.

Glek!

Derwin menelan salivanya, ia menatap dengan tatapan kosong ke arah Raya. 

“Raya, kita putus! Aku sudah menemukan seseorang yang bisa menggantikanmu. Maaf aku tidak dapat menepati janji untuk menikahimu,” ucap Derwin dengan tatapan nanarnya.

Sontak hal itu membuat hati Raya seperti tertusuk belati yang begitu tajam. Matanya mengembang dan bibirnya gemetaran, tak mampu untuk berkata-kata.

Hah?

“Kenapa tiba-tiba begini Win, apa salahku? Tolong komunikasikan dengan baik-baik, bila ada hal yang membuatmu tak suka. Kamu sudah berjanji ‘kan padaku jika tiga bulan lagi kita akan menikah. Hubungan kita tidak sebentar Win, sudah lima tahun.”

Raya tak mampu menahan rasa perih, sampai matanya kini berkaca-kaca memendung gejolak dalam hati dengan situasi ini. Ia sangat berharap jika Derwin hanya berbohong mengatakan hal itu kepadanya.

“Kamu berbohong ‘kan Win? Aku tahu kamu adalah pria yang sangat suka bercanda, tapi kali ini leluconmu itu tidak lucu. Aku mohon katakan jika ini adalah salah satu candaanmu?”

Raya berusaha menggapai tangan Derwin. Namun, pria itu seperti menghela napas dengan kasar. Ia pun kembali berkata dengan begitu tegas dan nada suaranya ditinggikan, “Ini bukan lelucon sama sekali, Raya. Aku tidak berbohong! Aku ingin segera mengakhiri hubungan kita.”

“Tapi kenapa? Pasti ada alasannya bukan? Apakah kamu tidak mengingat suka duka kita tidak mudah untuk mempertahankan hubungan ini, Win?”

Raya menundukkan wajahnya, setelah menatap lirih ke arah sang kekasih. Ia pun meneteskan air mata begitu banyak. Raya bukanlah wanita yang lemah, tapi tidak ada wanita yang mampu tak menangis ketika mendengar keputusan sepihak dari kekasih yang masih sangat ia cintai.

Terlebih mereka berencana untuk hidup bersama dalam tiga bulan terakhir ini.

“Apakah harus ada alasan ketika aku memutuskan untuk putus? Kamu sudah dewasa Raya, kamu pasti tahu alasanku memutuskan hal ini. Untuk apa kita bersama jika ujung-ujungnya akan berpisah pada saat kita menikah nantinya? Aku sudah tidak bisa melanjutkan hubungan ini, dan terima kasih banyak atas waktumu untukku,” jelas Derwin.

“Apakah kamu bosan denganku Win? Apakah ucapan aku mencintaimu setiap kali sejak dulu bisa berubah? Apakah perasaanmu secepat itu berubah?” Raya masih belum puas dengan penjelasan Derwin tadi yang memutuskan tindakan hanya sepihak.

Raya melirik wajah sang kekasih dengan sendu. Ia ingin mendengar jawaban jujur dari Derwin. “Tolong katakan kepadaku, siapa pengganti yang bisa membuatmu berpaling dariku, Win?”

Derwin seperti enggan untuk memberitahu Raya, “Kamu tidak perlu tahu siapa yang kini mampu membuat hatiku tenang.”

Tiba-tiba datang seorang wanita yang mengenakan dres berwarna coklat cerah. Tentu saja wanita itu adalah seseorang yang sangat dikenal oleh Raya.

Raya tampak bingung kenapa sahabatnya berada di sini juga, “Sarah, kenapa kamu ada di sini?”

Dari tatapan Sarah, Raya memahami seperti ada yang tidak beres. Biasanya sahabatnya itu selalu bersikap peduli dan tidak akan pernah membiarkannya meneteskan air mata, tapi kini berbeda.

Sarah hanya memandang Raya dengan tatapan nanar dan tanpa ekspresi sembari memegangi perutnya yang sedikit mengembang.

“Maafkan aku Raya. Aku telah mengandung anak dari Derwin dan kami saling mencintai. Semoga kamu ikhlas dengan hal ini," ucapan spontan yang membuat kedua bola mata Raya membulat besar.

***

Follow Ig Vhiaazaira

KENYATAAN PAHIT

Raya tampak begitu bingung sekaligus tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh sahabatnya. Sarah, wanita yang sangat ia sayangi apakah tega melakukan hal itu kepadanya?

Wanita yang matanya telah memerah dan hatinya begitu perih ini hanya bisa menatap Sarah dengan kosong. Ia mencoba mengatur napas yang mulai tak stabil akibat penjelasan sahabatnya tadi.

“Hah?” hela Raya terheran.

“Maksudmu apa Sarah? Tolong katakan apa yang kamu ucapkan tadi hanyalah kebohongan!” Raya tak mampu menstabilkan emosinya, ia tampak terlihat begitu kecewa dengan kedua manusia yang ada di depannya saat ini.

Sarah menundukkan kepala sebentar dan ia kembali mengeluarkan ucapan yang membuat hati Raya terasa pecah berkeping-keping. “Apa yang aku katakan tadi benar, Raya. Kami telah menjalin hubungan sejak lama tanpa sepengetahuanmu.”

Hah?

Deg!

Bibir Raya bergetar, ia memejamkan matanya sedetik lalu kembali bertanya kepada sahabatnya itu. “Menjalin hubungan dengan Derwin? Apakah kamu tahu tindakan yang kamu lakukan itu membuat hatiku sakit, Sarah?”

Kini Derwin yang angkat bicara, pria itu seperti tidak suka jika Raya terus mempojokkan wanita yang kini ia cintai. “Tidak ada yang bisa menyalahkan sebuah rasa, Raya. Kami berdua saling mencintai, apa salahnya jika kami menjalin hubungan satu sama lain?”

Tidak ada penyesalan sedikitpun dari raut wajah Derwin dengan kalimat yang ia lontarkan, hal ini membuat Raya semakin emosi.

“Apa?!” 

Heh!

“Jadi selama ini kamu tidak pernah menganggapmu sebagai wanitamu, Win? Terus apa gunanya kamu tetap menjalin hubungan denganku sekaligus menjalin kasih dengan sahabatku sendiri?” Kalimat pertanyaan ini begitu sulit Raya sampaikan, sampai ia harus menahan napasnya karena tidak kuat dengan kondisi seperti ini.

Hmm!

“Sudahlah, Raya. Aku tidak ingin berdebat denganmu sekarang, aku menjalankan hubungan denganmu karena aku hanya kasihan! Aku ingin fokus membesarkan buah hatiku bersama Sarah, jadi tolong kamu ikhlaskan saja hal ini.”

Ucapan terakhir yang tertoreh dari mulut Derwin, ia pun berdiri sembari menggandeng tangan Sarah dan meninggalkan Raya begitu saja.

“Apa? Kenapa kalian melakukan hal ini kepadaku? Tidakkah kalian mengerti apa yang kurasakan kini!” teriak Raya memenuhi ruang cafe Sofia.

Tanpa mempedulikan mantan kekasihnya itu, Derwin tampak terlihat acuh begitu pula dengan Sarah yang enggan menoleh ke arah belakang.

Para pengunjung berbisik dan menilai Raya adalah wanita yang menyedihkan.

Deruan air mata tak bisa dihentikan sejak tadi, ia terus mengatur napas agar tetap waras setelah ini. Tangannya masih meremas kemeja putihnya di depan dada.

‘Kenapa kalian melakukan hal ini kepadaku, Derwin ... Sarah! Kalian adalah orang yang sangat aku sayangi dan aku percayai di dunia ini, kenapa kalian tega sekali!’ lirih Raya dalam hati.

Ia tak peduli lagi dengan penilaian pengunjung di tempat ini, ia menutup wajahnya dengan kedua tangan dan menangis sejadi-jadinya. Raya tak tahu harus melakukan apa saat itu, cintanya kandas dan kasih sayang yang ia berikan kepada kekasih serta sahabatnya itu pun dibalas dengan dusta.

Beberapa menit kemudian ia berusaha terlihat tegar dan pandangannya pun kosong. Memaksakan tubuh untuk berjalan dengan baik. Wajahnya tampak terlihat pucat, seperti tidak bersinergi.

‘Derwin dan Sarah adalah alasanku terus semangat menjalani hidup saat ini. Tapi kenapa Tuhan mengambil keduanya? Aku sudah tidak memiliki siapa-siapa di sini. Ataukah aku harus ikut ibu ke surga?’ 

Akal sehat wanita yang selalu berpikir positif dan selalu menampilkan hal terbaik untuk menata kehidupan yang begitu sulit ini telah hancur. Seakan-akan Raya lupa dengan dirinya ketika dihadapkan kondisi yang begitu menyakitkan seperti ini.

Jalan raya yang penuh dengan kendaraan membuat Raya semakin tidak terkendali.

“Tidak ada alasan lagi aku hidup di dunia ini, maafkan Raya Bu. Raya tidak bisa menepati janji untuk terus selalu tersenyum dikala situasi sulit,” gumamnya.

Ia terus menyongsong jalan raya menerobos butiran air hujan yang membasahi dirinya. Seakan langit tahu apa yang dirasakan hati wanita malang seperti Raya. 

Raya tidak pernah menyerah dalam menjalankan kehidupan, telah banyak cobaan yang ia hadapi. Seperti sejak kecil ia tidak tahu ayah kandungnya, dan ibunya meninggal tujuh tahun yang lalu, kini ia tinggal dengan ayah tirinya yang bertindak semena-mena.

Namun, namanya manusia pasti ada perasaan ingin menyerah jika cobaan bertubi-tubi terus menghampiri. 

Hati Raya benar-benar kacau, seakan dia tidak ingin meneruskan kehidupan di dunia ini lagi. Meski niatnya mungkin hanya sementara karena begitu sakit mengetahui sang kekasih dan sahabatnya telah main belakang.

Tak disangka ia terus berjalan tanpa melihat lampu lalu lintas sudah berwarna hijau. Teriakan dari sudut jalan menggelegar seakan memberitahu Raya untuk menghindar, “Nak awas ....”

Namun, itu tidak membuat Raya segera menghindar. Ia seperti tuli dan tidak mendengar apa pun yang ada di dekatnya.

Dan ...

Braak!

“Ya Tuhan ....!” teriakan seorang wanita setengah baya menghampiri Raya yang tergeletak tak berdaya di tengah jalanan kota.

Mobil bertipe mercedes benz hitam berhenti.

“Pak Iful, apakah kita menabrak seseorang?” tanya seorang pria paruh baya di dalam mobil mewah itu terkejut. Dikarenakan sejak tadi ia fokus dengan pada layar laptopnya.

“Maafkan saya Tuan Wiguna, saya akan mengecek ke luar. Karena adanya kabut tebal sehingga jalanan terlihat gelap,” jawab supir sekaligus orang kepercayaan Tuan Moise.

“Saya juga ikut keluar Pak Iful, semoga saja kita tidak menabrak apa pun.”

Beberapa masyarakat yang berada di dekat jalan, menghampiri Raya. Sontak Wiguna dan supirnya terkejut, ternyata mereka baru saja menabrak seorang gadis muda.

“Cepat bawa gadis itu ke rumah sakit Royal, Pak Iful!” suruh Wiguna.

Setelah Iful menggendong Raya ke dalam mobil, Wiguna harus menenangkan masyarakat yang sudah berkerumun ingin membantu wanita malang itu.

“Pak, tolong selamatkan gadis itu. Ia seperti memang ingin mengakhiri hidupnya, saya memperhatikannya sejak tadi,” ujar seorang ibu yang pertama kali berteriak kepada Raya.

“Iya saya akan bertanggung jawab penuh mengenai keselamatan gadis tersebut, jadi bapak dan ibu sekalian tidak perlu khawatir. Saya pamit dulu.” Tanpa berkata apa pun lagi Wiguna, pria berusia hampir 60 an itu menundukkan kepala dan segera menyuruh Iful melajukan mobilnya.

Raya terlihat tidak mengalami luka serius, hanya saja pelipisnya keluar darah sedikit.

“Nak, maafkan saya ya. Saya akan bertanggung jawab atas kejadian ini.” Wiguna merasa begitu bersalah dengan apa yang terjadi dengan Raya.

“Pak, maafkan saya.” Iful yang melihatkan wajah menyesalnya melirik Raya dan tuannya di kaca spion depan.

“Ful, kamu tidak perlu khawatir. Ini adalah kesalahan, jangan berpikir saya akan memecatmu sekarang juga. Kamu adalah supir yang sangat saya percaya.”

Wiguna tahu apa yang dipikirkan supirnya itu sebelum Iful memberitahu pria tersebut.

Sampainya di rumah sakit, Raya segera ditangani oleh tenaga medis. Menunggu Raya yang berada di ruang ICU, Iful bertanya kepada pria yang duduk di sebelahnya, “Tuan Wiguna, maaf saya ingin meyakinkan apakah kita jadi berkunjung ke rumah Tuan Arif?”

“Iya, kita akan ke sana tapi setelah penanganan gadis muda itu.”

Setelah beberapa saat, sang dokter mengabarkan jika Raya tidak apa-apa dan boleh segera pulang.

Dengan rasa bersalah, Wiguna menundukkan kepala dan meminta maaf secara tulus. “Nak, maafkan atas keteledoran saya dalam berkendara. Ini ada sedikit hadiah untuk penangananmu lebih lanjut.” Wiguna memberikan amplop.

Raya hanya menatap pria yang berpakaian rapi di depannya.

“Kamu tidak perlu menjawab saya, tapi saya meminta maaf sebesar-besarnya kepadamu, Nak. Dan terimalah hadiah kecil dari saya ini.”

Tak mengeluarkan sepatah kata, Raya hanya menunduk dengan pelipisnya yang di tempelkan perban.

Wiguna pun hanya mampu menoleh Raya dan tidak bisa memaksa gadis itu untuk menjawab ucapannya tadi.

Setelah beberapa jam, Wiguna dan Iful melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan. 

Terlihat pria yang mengenakan pakaian acak-acakan terkejut akan kedatangan Wiguna. “Ak- Anda Tuan Moise, kenapa Anda ...,”

Wiguna segera mencela ucapan pria yang terlihat memiliki kehidupan tak teratur, “Tuan Arif, apakah kamu hidup dengan baik? Saya memberikan kesempatanmu untuk menggunakan uang itu dengan baik dan diberikan kepada anak yatim piatu, tapi kenapa uang yang saya berikan kamu pakai berfoya-foya seperti ini? Jika kamu tidak bisa mengembalikkannya saya akan ...,”

Belum usai Wiguna menjelaskan, pria itu bersujud dan memegangi kaki kanan pemilik perusahaan Moise Crop di bidang property dan investasi.

“Saya mohon Tuan Wiguna, jangan penjarakan saya.” Pria yang bernama Arif itu menangis tersedu-sedu memohon kepada pemilik pasar investasi terbesar di kota ini.

“Jika saya tidak bertindak tegas dengan kamu, maka akan ada banyak manusia tak jujur sepertimu di negeri ini!” ancam Wiguna sembari mendelikkan matanya.

“Saya mohon ampuni saya, Tuan. Saya akan memberikan sesuatu yang berharga sebagai imbalannya,” Arif berusaha keras agar Wiguna bisa mengampuninya.

“Saya akan memberikan putri saya yang cantik sebagai penebusan uang yang saya gunakan,” lanjut Arif.

Wiguna bukanlah pria yang seperti itu, ia dengan tatapan kesal meminta Arif untuk tidak bermain-main. “Apa kamu pikir saya pria seperti itu, hah?”

“Tuan, Anda bisa mempertimbangkannya, lihat foto putri saya. Anda pasti akan berubah pikiran saat ini juga,” Arif menunjukkan foto putrinya yang terpampang dilayar ponsel.

Hmm!

Wiguna langsung terdiam seperti patung, apa yang dikatakan oleh Arif benar ia kini berubah pikiran. “Baiklah, kapan kamu bisa membawa putrimu?”

Bersambung.

IMBALAN

Ah!

Desah keluar dari mulut Raya yang sedang menunggu bis untuk pulang. Ia memegangi pelipisnya yang telah diperban. ‘Kenapa aku tidak mengucapkan terima kasih kepada Tuan yang menyelamatkanku tadi?’ bisik dalam hati Raya.

Ia merasa bersalah karena keteledorannya membuat pria yang membantunya tadi kena masalah. Gara-gara kejadian yang membuat ia sakit, akal sehatnya hilang dan membuat seseorang terkena imbasnya.

Air mata Raya sudah membeku, meski hatinya masih terasa sesak dan napasnya susah untuk diatur. Tapi keputusan Derwin sudah bulat untuk meninggalkannya begitu saja. Yang paling disesali oleh Raya adalah kenapa Derwin memilih Sarah untuk menjadi selingkuhannya? Tidakkah ada wanita lain?

Hah!

Wajahnya pucat seperti tak makan berhari-hari membuat seorang anak kecil dalam bis memperhatikannya. 

Hm!

“Kakak, kenapa kamu terlihat begitu sedih? Adakah seseorang yang membuatmu sedih seperti ini?” tanya gadis kecil mengenakan pakaian seragam sekolah sembari menarik-narik dengan pelan pakaian Raya.

Ah!

Sontak wanita dewasa itu menoleh ke arah bawah, gadis kecil itu duduk sedangkan Raya berdiri tepat di depannya. 

Bagaimana pun juga kehidupan tetap harus berjalan meski begitu perih terasa. Raya memaksakan agar bibirnya menyungging lebar, memberikan senyuman terbaik kepada gadis manis itu.

“Tidak, dik. Kakak hanya sedikit tidak enak badan saja, sepertinya kakak masuk angin, hehe,” jelas Raya sembari menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

Manusia yang hebat adalah manusia yang mampu mengontrol emosi dalam kondisi apa pun seperti Raya kini. Ia bisa saja mengabaikan gadis kecil itu dan tak perlu menampakkan senyuman palsu seperti yang ia lakukan sekarang.

‘Kakak sakit Dik, dua orang yang kakak sayangi menghancurkan hati kakak.’ Tanpa mengucapkan hal itu kepada gadis tersebut, Raya tetap menjaga senyumnya.

Memang benar tidak ada yang bisa mengalahkan insting seorang wanita, apalagi anak kecil. Gadis itu seperti tahu keadaan Raya saat ini.

Hmm!

“Apakah kakak mencoba berbohong?”

Raya menggeleng pelan, dan berucap kembali. “Tidak, kakak tidak berbohong. Apa yang kakak katakan tadi memang benar adanya.”

Gadis kecil yang rambutnya dikuncir dua itu tersenyum. “Aku pikir kakak berbohong, karena ibuku pernah menampakkan wajah sendu dengan tatapan kosong seperti kakak. Ternyata ibuku sakit karena ayah lebih memilih wanita lain.”

Deg!

Apakah gadis ini sedang mengalami hal yang menyakitkan juga? Kenapa gadis kecil itu bisa setegar demikian?

“Ah, jadi begitu. Kamu yang sabar ya, Dik. Kakak terharu dengan apa yang kamu katakan tadi. Tapi kakak baik-baik saja Dik.” Raya terus mencoba untuk menerangkan suatu hal yang baik, agar gadis tersebut tak khawatir.

Pertemuan singkat mereka pun harus berakhir begitu saja. Gadis itu mampu membuat Raya tersenyum sementara, kendatipun ia sulit melakukan hal itu.

Sampainya di rumah, Raya melihat ayahnya berdiri di depan pagar. Wajahnya terlihat bingung, mondar-mandir seperti sedang menunggu seseorang pulang.

Meski ayah sambungnya itu tidak pernah bersikap baik kepadanya, Raya tetap menghormati karena pria tersebut seseorang yang dicintai ibunya.

“Yah, Ayah sepertinya tampak bingung,” sapa Raya sembari langsung menilai gerak-gerik aneh sang ayah.

“Raya! Kenapa kamu baru pulang jam segini, hah? Apa kamu mau menjadi wanita yang tidak mengikuti aturan di rumah ini?” teriak pria setengah baya itu seraya mendelikkan matanya.

Raya mencoba menjelaskan, sambil menundukkan kepala. “Maafkan Raya, Yah. Tadi ada sesuatu hal yang harus Raya selesaikan.”

“Alah kamu banyak alasan saja! Sudah usia segini, kenapa kamu selalu merepotkan Ayah saja hah?! Kerja part time ke sana kemari, tidak memiliki penghasilan tetap. Kamu anak yang tidak bisa Ayah banggakan sama sekali!” hardik pria tersebut ditinggikan.

Tidak segan-segan ia mengatakan hal yang selalu menyakitkan hati Raya. Semenjak sang ibu meninggal, ayahnya tidak seperti dulu lagi. Ternyata ayah yang selama ini ia hargai dan hormati adalah pria yang suka bermain kasar.

“Maafkan Raya, Ayah.” 

Hanya itu yang dapat dilontarkan dari wanita malang ini. Ia tidak bisa menahan rasa perih di dada, dan kini ia kembali meneteskan air mata ketika pria setengah baya itu menyeretnya ke suatu tempat.

“Yah, Ayah mau bawa Raya kemana?” rintih Raya yang begitu bingung.

Pria itu tidak peduli sama sekali, ia terus menarik Raya sampai membuat pergelangan tangan putri tirinya itu tampak memerah.

“Yah, maafkan Raya jika Raya berbuat salah. Tapi bukankah ini belum larut malam? Bukannya Raya sering pulang kerja jam segini?” Raya terus berjuang memberikan penjelasan agar sang ayah tak membawanya ke suatu tempat.

“Diam kamu, Raya! Kamu anak yang tidak berguna, lebih baik ayah jual saja dengan seseorang yang mampu memberikan ayah banyak uang!”

Hah!

Perkataan dari sang ayah membuat Raya tak habis pikir, apa maksudnya dengan dijual?

“Yah, apa Raya salah mendengar hal ini? Ayah akan menjual Raya?”

Dreet!

Ponsel pria itu bergetar dan ia segera menerima telpon, “Iya Tuan saya sudah mengajak putri saya di depan gudang garam di dekat rumah.”

Pergelangan tangan Raya masih dipegang erat dengan sang ayah, ia berusaha keras untuk melawan agar dirinya bisa terlepas. Tapi apa daya kekuatan fisik Raya saat ini begitu lemah, terlebih ia seharian menangis membuat kondisinya tak stabil.

“Yah, Raya mohon kepada Ayah. Jangan jual Raya kepada seseorang. Raya janji akan bekerja dengan giat agar bisa memberikan uang kepadamu, Yah.”

Pria itu menunjuk kasar ke wajah sang putri dengan giginya digertakkan. “Hey, anak tak berguna kamu harusnya berterima kasih kepadaku. Kamu aku jual kepada pria kaya raya yang bisa membiayai hidupmu dengan baik!”

Mata Raya memerah tak henti-hentinya ia memohon kepada pria yang ada di depannya itu untuk membatalkan apa yang sang ayah lakukan. 

Tak disangka, nasib naas menghampirinya begitu saja. Belum selesai masalahnya dengan sang mantan kekasih dan sahabatnya, kini ia harus dihadapkan masalah besar. Ia tidak bisa berpikir apakah ia akan bahagia hidup bersama pria yang akan membelinya itu?

Mobil mewah berwarna hitam menyinari Raya dan pria tersebut.

“Selamat malam Pak Arif, saya akan menjemput Nona Raya atas perintah Tuan Moise,” ucap salah satu pria yang mengenakan jas serba hitam.

Raya terlihat kebingungan, ia setiap detik melirik ayahnya lalu ke arah pria berjas hitam tersebut.

Dengan sopan dan santun, ayah Raya yang bernama Arif itu memberikan Raya segera kepada anak buah Tuan Moise.

“Pak Iful, ini putri yang saya janjikan. Semoga dia bisa memuaskan Tuan Moise,” ujar Arif dengan menunjukkan giginya begitu bahagia ketika melihat sang putri yang segera dibawa.

Maksudnya bisa memuaskan? Kepala Raya rasanya ingin meledak!

“Yah, Raya mo ...”

Arif segera memotong ucapan sang putri, ia mendelik seakan mengisyaratkan Raya untuk tidak berbicara sepatah kata apa pun.

“Baik kalau begitu, saya akan membawa Nona Raya ke kediaman Tuan Moise. Selamat malam Pak Arif, semoga Anda selalu sehat.”

Bersambung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!