Rania Rudolf kini menjadi wanita karir yang sukses. Dia berhasil mengembangkan restoran peninggalan kedua orang tuanya yang terbengkalai. Bahkan dia sekarang terlihat sangat cantik dan juga ceria.
Namun, karena dia terus menolak lamaran Dirga. Akhirnya Dirga memilih untuk melanjutkan pendidikannya di luar negri. Sehingga mereka harus melakukan hubungan jarak jauh.
"Hari ini Dirga kembali dari luar negri. Aku harus menjemputnya di bandara," ucap Rania sambil mengoles bibirnya mengunakan lisptick berwarna pink. Warna lisptick yang sangat cocok dengan kulit putih bersihnya.
Setelah memastikan penampilannya telah sempurna, Rania langsung melangkahkan kakinya keluar dari rumahnya. Dia langsung menuju mobil lalu melajukannya dengan kecepatan sedang. Saat di jalan Rania sengaja berhenti di toko bunga. Dia membeli sebuket bunga dan juga coklat untuk memberi kejutan kepada Dirga.
"Aku yakin Dirga pasti senang. Aku berharap, setelah ini kami bisa melanjutkan hubungan kami ke jenjang yang lebih serius," guman Rania tersenyum bahagia.
Dia kembali melajukan mobilnya menuju bandara. Senyuman kebahagiaan terus terungkir di wajahnya. Dia sudah tidak sabar bertemu dengan Dirga yang selama ini kuliah di luar negri untuk mengambil S2nya. Rasa rindunya kepada sang kekasih, membuatnya sudah tidak sabar ingin bertemu dan memeluknya dengan erat.
Sesampainya di bandara Rani langsung turun dari mobilnya. Dia berjalan memasuki koridor bandara sambil berlari kecil. Dia mencari keberadaan Dirga sambil tersenyum bahagia. Dia memang tidak mengatakan kedatangannya kepada Dirga. Dia sengaja tidak memberitau Dirga karena dia ingin memberikan kejutan kepada kekasihnya itu.
Namun, tiba-tiba senyuman di wajah Rania langsung memudar. Dia menatap seorang pria gagah dan juga tampan, yang sedang berjalan dengan begitu mesra bersama seorang wanita yang sangat cantik. Berlahan mata Rania yang tadinya bersinar memancarkan kebahagiaannya kini berubah. Dia menatap pria dan wanita itu sambil meneteskan air matanya. Dia menatap mereka dengan tatapan penuh kekecewaan.
"Dirga!" ucap Rania menitikkan air matanya.
Tubuhnya terasa lemas dan tidak berdaya. Bunga dan coklat yang sedari tadi dia pengang dengan kuat kini terjatuh ke lantai. Dirga yang tadinya berjalan dengan mesra dengan wanita itu tiba-tiba diam mematung. Dia menatap Rania dengan penuh kegugupan. Dia dengan cepat melepas tangan wanita itu yang melingkar dengan mesra di lengannya.
"Sa... sayang! kau ada di sini," ucap Dirga gugup sambil berjalan mendekati Rania.
"Stop! siapa dia?" tanya Rania menatap Dirga dengan penuh kekecewaan lalu menatap wanita yang ada di samping Dirga.
"Di... dia," ucap Dirga gugup sambil menatap lekat Rania.
"Dia tunangan Dirga. Mereka aka menikah dua minggu lagi," ucap Bu Bima mama Dirga.
Walaupun Bima, papa Dirga sangat menyetujui hubungan Rania dan Dirga. Namun, Bu Bima istrinya tidak pernah menyetujui hubungan Rania dengan putranya. Bu Bima yang mengetahui masa lalu Rania sangat membencinya. Terlebih lagi setelah mengetahui kelakuan keluarga Rania di masa lalu membuat Bu Bima tidak mau menjadikan Rania sebagai menantunya.
"Ra... dengarkan aku dulu. Aku bisa jelaskan semuanya," ucap Dirga mengengam tangan Rania.
Dirga sekarang dalam dilema besar. Dia tidak tau harus melakukan apa saat ini. Di mana dia masih sangat mencintai Rania, tapi di sisi lain dia harus berbakti kepada wanita yang telah melahirkannya. Dia tidak bisa membantah keinginan sang mama untuk menikah dengan wanita pilihan sang mama. Namun, dia juga tidak bisa berpisah dengan Rania. Wanita yang sangat dia cintai bahkan mereka telah menjalin hubungan selama bertahun-tahun.
"Tidak ada yang harus di jelaskan lagi, Ga. Aku tau bagaimana perasaanmu saat ini. Tapi kau harus tau, jika kau harus memilih mamamu. Wanita yang telah melahirkanmu," ucap Rania menghapus air matanya.
"Kau menikahlah dengannya. Tunjukkan baktimu kepada mamamu. Aku yakin kau akan bisa mencintainya seperti kau mencintaiku selama ini," ucap Rania tersenyum sambil menatap wanita yang ada di samping Dirga.
Mendengar ucapan Rania, Bu. Bima hanya tersenyum sinis sambil menatap tidak suka Rania. Rania yang sudah terbiasa dengan sikap Bu Bima hanya menunduk sedih. Dia merasa sedih karena masa lalunya yang kelam menjadi penghalang kebahagiaannya dengan Dirga.
"Semoga kau bahagia dengannya. Aku ucapkan selamat atas pertunangan kalian," ucap Rania berusaha tersenyum lalu melangkahkan kakinya meningalkan Dirga.
"Ra! tungu dulu. Dengeri aku dulu, Ra," ucap Dirga ingin mengejar Rania.
"Dirga! ingat di sini ada Arin. Kau harus menghargainya," ucap Bu Bima menatap tajam Dirga.
"Tapi, Ma!"
"Tidak ada tapi-tapian. Sekarang kita pulang. mama dan papa Arin sudah menunggumu. Ingat, kita harus membicarakan pernikahan kalian,"
"Aku akan menikah dengan Arin. Tapi ijinkan aku berbicara dengan Rania dulu, Ma. Aku sudah menuruti keinginan mama, dan menyakiti hati Rania" ucap Dirga menatap sang mama dengan penuh permohonan.
"Ma! biarkan Dirga bicara dengan Rania. Biarkan mereka menyelesaikan masalah mereka. Arin tidak mau jika pernikahan Arin dan Dirga akan menyakiti hati Rania," ucap Arin menarap Bu. Bima dengan lekat.
"Baiklah! kau bicaralah dengannya. Tapi ini yang terakhir kau bicara dengan anak keluarga serakah itu," ucap Bu Bima kesal sambil melangkahkan kakinya meningalkan Dirga.
"Terima kasih," ucap Dirga menatap Arin.
"Sama-sama. Kau selesaikanlah masalahmu denganya terlebih dulu," ucap Arin tersenyum lalu melangkahkan kakinya meningalkan Dirga.
Bersambung....
"Ra! tunggu," ucap Dirga sedikit berteriak sambil berlari mengejar Rania yang telah sampai di parkiran bandara.
Mendengar pangilan Dirga, Rania tidak ada sedikitpun niat untuk menghentikan langkahnya. Dia terus berlari dengan air mata yang terus mengalir membasahi wajah cantiknya. Dia tidak menyangka jika penantiannya selama ini terbuang sia-sia.
Padahal selama Dirga berada di luar negeri Rania terus menjaga hubungan mereka agar tetap utuh. Namun, Dirga dengan tega menghianati cinta mereka di belakangnya. Bahkan Dirga bertunangan secara diam-diam dengan Arin, dan ingin menikah.
"Ra! dengerin aku dulu. Aku akan menjelaskan semuanya," ucap Dirga menarik tangan Rania, tanpa memperdulikan semua orang yang menatap ke arah mereka.
"Apalagi yang mau di jelasin, Ga? semuanya sudah jelas. Kau telah menghianati cinta kita. Kau menghianatiku, Ga," ucap Rania menitikkan air matanya sambil memukul dada Dirga.
Dirga hanya mampu menatap Rania yang terus meneteskan air matanya. Dia diam dan membiarkan Rania melepaskan dan meluapkan kekesalannya. Dirga bisa tau bagaimana perasaan Rania saat ini. Penantian yang di balas dengan penghianatan memanglah sangat menyakitkan.
"Kau boleh memukulku sesuka hatimu, Ra. Tapi aku mohon jangan membenciku. Aku terpaksa melakukan ini. Aku tidak bisa membantah perintah mama. Maafkan aku, Ra," ucap Dirga lirih lalu membawa Rania kedalam pelukannya.
Mendengar ucapan Dirga, Rania hanya terdiam lalu menangis di dalam pelukan Dirga. Dia memeluk erat tubuh Dirga sebagai pelepas kerinduan yang dia pendam selama ini. Dirga mengelus lembut rambut panjang Rania sambil menangis kesegukan. Dia memeluk erat tubuh Rania seakan dia tidak mau melepaskan pelukan itu.
"Maafkan aku! maafkan aku karena tidak bisa menjaga cinta kita. Aku mohon beri aku waktu, aku akan bicara dengan Arin. Aku yakin dia pasti mengerti," ucap Dirga melepaskan pelukannya lalu menangkupkan kedua tanganya di wajah Rania.
"Tidak! kau tidak bisa menjalin hubungan dengan dua wanita sekaligus. Kau harus memilih di antara kami berdua. Jika kau memilih dia, maka kau hanya melukai hatiku. Tapi jika kau memilihku," ucap Rania menatap lekat Dirga sambil mengenggam tangan Dirga.
"Maka kau akan menyakiti hati dua wanita sekaligus. Bahkan salah satunya adalah wanita yang telah melahirkanmu," ucap Rania kembali menitikkan air matanya.
"Tidak! aku mohon beri aku waktu. Setelah aku menikah dengan Arin aku akan bicara baik-baik dengannya. Aku yakin dia akan mengerti," ucap Dirga menghapus air mata Rania.
"Aku tidak menyangka ternyata kau sangat egois, Ga," ucap Rania tersenyum sinis sambil menatap Dirga dengan penuh rasa tidak percaya.
"Maksudmu apa, Ra? aku hanya ingin memperjuangkan cinta kita,"
"Maaf! aku tidak bisa melanjutkan hubungan ini. Lebih baik kita akhiri saja semuanya. Kau fokus saja dengan tunanganmu dan lupakan aku," ucap Rania melepaskan gengaman Dirga dan melangkahkan kakinya.
"Tidak! aku tidak mau. Aku sangat mencintaimu. Aku akan membatalkan penikahanku dengan Arin. Tapi jangan tinggalkan aku, Ra,"
"Maaf! aku tidak bisa menyakiti perasaan wanita lain hanya untuk kebahagiaanku. Jika memang kau tidak mau berpisah denganku, kenapa kau mau bertunangan dengan Arin?"
"Aku terpaksa melakukan itu. Mama memaksaku, papa dan keluargaku juga ingin aku menikah secepatnya. Aku sudah berkali-kali mengajakmu untuk menikah dan meyakinkan mama. Tapi kau selalu menolaknya. Hingga akhirnya aku terpaksa bertunangan dengan Arin atas permintaan mama dan juga seluruh keluargaku,"
Rania berlahan menarik napasnya dan menghapus air matanya. Dia menatap Dirga dengan tatapan yang tidak bisa di artikan. Memang benar jika Dirga terus mengajaknya untuk menikah, akan tetapi Rania terus menolak. Rania menolak lamaran Dirga dengan alasan dia ingin fokus mengembangkan restorannya terlebih dulu.
"Mungkin ini adalah takdir kita. Kita memang harus berpisah saat ini juga. Semoga kau bahagia bersamanya," ucap Rania tersenyum.
"Apa aku bisa meminta sesuatu darimu?" tanya Rania menatap Dirga.
"Apa?"
"Boleh aku memelukmu untuk yang terakhir kalinya?"
"Tentu saja," ucap Dirga langsung membawa Rania kedalam pelukannya.
"Maafkan aku! maafkan aku, Ra," ucap Dirga menangis sambil menciumi wajah Rania.
"Terimalah dia. Aku yakin dia adalah wanita yang pantas untukmu. Jika kita memang berjodoh aku yakin kita akan di persatukan kembali," ucap Rania tersenyum.
"Maaf! aku harus pergi," ucap Rania melepaskan pelukannya lalu melangkahkan kakinya meningalkan Dirga
Dirga hanya menatap Rania dengan tatapan kosongnya. Dia terus menangis menyesali kesalahannya karena tidak bisa tegas dalam menentukan pilihannya. Dia memang sangat mencintai Rania. Namun, dia juga tidak bisa menolak permintaan sang mama dan juga keluarganya yang ingin menjodohkannya dengan Arin.
Sedangkan Rania langsung menuju taman mini yang ada di dekat bandara itu. Dia menangis dan berteriak untuk melupakan semua kesedihannya. Rania duduk bersimpuh di tanah sambil mengacak-acak rambutnya frustasi.
"Arghh.... " teriak Rania berteriak histeris.
"Kau memberikan keputusan yang tepat," ucap Bu Bima berdiri di belakang Rania sambil menatapnya sinis.
Bu Bima sebenarnya sedari tadi mengikuti Rania. Bahkan dia juga menguping pembicaraan Rania dan Dirga. Mendengar keputusan Rania yang ingin mengakhiri hubungannya dengan Dirga membuat Bu Bima merasa sangat senang.
"Akhirnya kau sadar juga siapa dirimu. Kau itu hanya gadis yatim piatu yang memiliki masa lalu yang buruk. Bahkan kau sangat tidak pantas untuk menjadi menantuku. Lebih baik kau cari pria yang pantas bersama wanita ular sepertimu," ucap Bu Bima tersenyum sinis lalu melangkahkan kakinya meningalkan Rania.
"Ingat! kau jauhi putraku. Jangan sekali-kali kau merusak kebahagiaannya. Jika perlu kau tidak perlu memperlihatkan batang hidungmu lagi di hadapannya," ucap Bu Bima berhenti sejenak lalu melangkahkan kakinya kembali.
Mendengar ucapan Bu Bima, Rania hanya terdiam. Apa yang di katakan Bu Bima memang benar apa adanya. Dia tidak pantas bersanding dengan Dirga. Namun, Tiba-tiba perhatian Rania teralih ke ponselnya yang berbunyi. Dengan cepat Rania menekan tombol hijau dan meletakkan benda pipih itu di telinganya.
"Apa! Tika kecelakaan?" Teriak Rania terkejut sambil membulatkan matanya.
Bersambung......
"Papa pasti senang melihat kedatangan kita. Mama yakin dia akan semakin semangat kerjanya," ucap Tika tersenyum sambil mengelus perut bucitnya.
Dia menyiapkan bekal makan siang untuk Randy lalu mengantarkannya ke rumah sakit. Tika berangkat dengan mengendarai mobilnya seorang diri. Sebenarnya Randy telah melarangnya bepergian seorang diri, mengingat kandungannya yang sudah besar.
Namun, Tika yang merasa bosan dirumah memilih untuk pergi ke rumah sakit seorang diri. Tika mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Namun, tiba-tiba dia melihat ponselnya yang berbunyi dan tertera nama Randy di sana.
"Lihat papa sudah sangat merindukan kita," ucap Tika tersenyum sambil menekan tombol hijau.
Tiinn....
Arghh....
Brakkk....
Karena terlalu asik melihat ponselnya, Tika sampai tidak melihat sebuah mobil di depannya. Untuk menghindari mobil itu Tika langsung membanting setir dan menabrak pembatas jalan. Akibat benturan yang cukup keras di kepalanya Tika langsung tidak sadarkan diri. Para masyarakat yang melihat itu langsung berbondong-bondong membantu Tika.
Melihat Tika yang tidak sadarkan diri, terlebih lagi darah segar yang mengalir dengan deras dari selangkangannya. Para warga langsung membawa Tika ke rumah sakit secepatnya. Mereka berharap jika Tika dan kandungannya baik-baik saja.
Sesampainya di rumah sakit para suster langsung bergegas memberi pertolongan kepada Tika. Randy yang baru keluar dari ruangannya langsung membulatkan matanya terkejut. Dia mengucek matanya seakan tidak percaya jika wanita yang di bawa oleh suster itu adalah istrinya.
"Tunggu!" ucap Randy menatap Tika yang telah terbaring lemah di atas brankar, dan di temani salah satu warga yang membawanya ke rumah sakit.
"Dia adalah korban kecelakaan, Dok. Tolong berikan dia pertolongan, dia sedang hamil," ucap seorang wanita yang menolong Tika.
"Tika! ini kau sayang. Dia adalah istriku. Cepat bawa dia ke ruang IGD secepatnya," ucap Randy panik sambil mengenggam tangan Tika.
Dia menatap Tika yang tidak sadarkan diri sambil menitikkan air matanya. Dia terus berdoa agar anak dan istrinya baik-baik saja. Mendengar istri dari rekan kerja mereka membutuhkan pertolongan. Para dokter terbaik di rumah sakit itu langsung berlarian ke ruang IGD.
Mereka memberikan penangan secepatnya kepada Tika. Terlebih lagi darah segar yang terus mengalir dari area sensitif Tika membuat mereka harus bertindak dengan cepat. Mereka harus menyelamatkan bayi yang ada di kandungan Tika secepat mungkin.
"Tolong! selamatkan istri saya," ucap Randy penuh permohonan.
Dia terus menangis sambil mengengam tangan Tika. Dia tidak mau jika terjadi kepada anak dan istrinya.
"Kau tenang saja. Kami akan melakukan yang terbaik untuk istrimu," ucap Riko sahabat sekaligus rekan kerja Randy.
"Lebih baik kita melakukan operasi secepatnya," ucap salah satu rekan kerja Randy yang lainnya.
"Baik! siapkan ruang oprasi secepatnya," perintah Riko dengan cepat.
"Kau tenang saja! anak dan istrimu pasti baik-baik saja," ucap Riko memberikan dukungannya kepada Randy.
Randy hanya diam mengangguk sambil menatap Tika yang belum juga sadarkan diri. Riko dengan cepat memberikan penanganan terbaiknya untuk Tika. Riko yang melakukan oprasi Tika berusaha sebaik mungkin untuk menyelamatkan Tika dan juga bayi dalam kandungannya.
Sedangkan Randy dengan setia terus berada di samping Tika. Dia mengengam tangan Tika sambil terus menciuminya dengan lembut.
"Sayang! aku mohon kuatlah. Demi anak kita," ucap Randy lirih sambil mengelus lembut puncak kepala Tika.
"Ran! bayimu perempuan," ucap Riko memberikan bayi mungil yang sangat cantik kepada Randy.
"Sayang! lihat putri kita. Sangat cantik, sama seperti dirimu," ucap Randy mengendong putrinya dan menunjukkannya kepada Tika yang masih belum sadar juga.
"Lebih baik kau adzani dia dulu. Tika akan segera di pindahkan ke ruang rawat," ucap Riko setelah selesai mengoperasi Tika.
"Baik," ucap Randy mengangguk kecil lalu mengomandangkan Adzan di telinga bayi munggilnya.
Randy mengomandangkan adzan dengan begitu lantangnya sambil menitikkan air matanya. Dia berharap agar Tika cepat sadar secepatnya. Karena opeasinya telah selesai, Tika langsung di pindahkan ke ruang rawat. Randy hanya bisa menatap Tika yang masih belum sadarkan diri dengan penuh kesedihan.
"Bagaimana keadaannya, Rik?" tanya Randy kepada Riko.
"Dia baik-baik saja," ucap Riko berusaha menenangkan Randy.
"Rania!" gumam Tika lemas sambil berusaha membuka matanya.
"Sayang! kau sudah sadar?" ucap Randy langsung mendekati Tika dan mencium lembut wajah Tika.
"Mas! mana Rania? aku ingin bicara dengannya," ucap Tika lemas dan seperti menahan sakit yang teramat dalam.
"Tik! kau baik-baik saja?" ucap Rania dengan penuh kecemasan menghampiri sahabatnya itu.
Setelah mendapat kabar tentang kecelakaan Tika, Rania dengan cepat pergi ke rumah sakit. Dia menghawatirkan keadaan sahabatnya itu, terlebih lagi keadaan Tika yang sedang hamil besar.
"Mana bayiku?" tanya Tika.
Mendengar ucapan Tika, Randy langsung mengambil putri mereka yang ada di ruang bayi. Dia mengendong putri kecilnya lalu menunjukkannya kepada Tika.
"Ini putri kita, Sayang. Dia sangat cantik sama sepertimu," ucap Randy menunjukkannya putri munggil mereka.
"Sayang! kau cantik sekali. Maafkan mama ya," ucap Tika lirih sambil menatap haru putrinya.
"Ra!" ucap Tika kembali sambil menatap Rania yang ada di sampingnya.
"Ia, Tik. Aku di sini," ucap Rania mengengam tangan Tika.
"Aku titipkan putriku dan juga Mas Randy kepadamu ya. Aku mohon sayangi mereka," ucap Tika menatap Rania dengan penuh permohonan.
"maksudmu apa, Tik? kau yang akan menjaga mereka," ucap Rania gugup.
"Tidak! tugasku untuk menjaga mereka telah selesai. Sekarang aku serahkan tugasku kepadamu. Aku percayakan mereka kepadamu. Aku yakin kau dapat menyayangi mereka seperti aku. Aku hanya ingin kau yang menjadi ibu sambung putriku," ucap Tika dengan suara semakin lemas dan menahan sesak di dadanya.
"Maksudmu apa, Sayang? kau harus kuat. Aku yakin kau akan baik-baik saja," ucap Randy menatap Tika dengan mata berkaca-kaca.
"Tidak! aku harus pergi. Aku mohon sayangi Rania seperti kau meyayangiku selama ini. Cintai dia sebesar kau mencintaiku. Aku mau kalian menikah di depanku sekarang juga," ucap Tika sambil menitikkan air matanya.
"Tidak! aku tidak akan menikah dengan siapapun. Karena istriku hanya dirimu," ucap Randy dengan tegas.
"Kau tidak mencintaiku," ucap Tika menitikkan air matanya sambil tergagap karena dadanya yang terasa sangat sesak.
"Sayang! kau baik-baik saja. Baiklah aku akan menikah dengan Rania," ucap Randy sepontan.
Mendengar ucapan Randy, Tika langsung menatap ke araha Rania. Dengan cepat Rania mengantuk kecil sambil mengengam tangan sahabatnya itu.
"Terima kasih! sekarang aku bisa pergi dengan tenang," ucap Tika tersenyum lalu berlahan memejamkan matanya.
"Tika!" ucap Rania menangia histeris sambil memeluk tubuh Tika.
Melihat itu Riko langsung mendekati Tika dan memeriksa keadaannya.
"Maaf! istrimu sudah meninggal,"
Duar...
Bagaikan tersambar petir di siang bolong. Tubuh Randy langsung terasa lemas. Dia mendekati tubuh Tika dan menatap wajah teduh Tika dengan tatapan kosongnya. Dia tidak tau harus berbuat apa saat ini. Hanya air matanya terus menetes membasahi wajah tampannya, sebagai tanda bagaimana hancur dirinya saat ini.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!