NovelToon NovelToon

Meraih Cinta Rangga

BAB 1 PERNIKAHAN JULIA DAN RANGGA

Pesta pernikahan dari seorang pewaris dari keluarga terpandang. Rangga yang merupakan anak laki-laki dari Attar. Seorang pengusaha sukses yang memiliki banyak perusahaan di dalam negeri.

Attar menatap haru anak laki-lakinya yang sedang bersanding dengan seorang perempuan. Perempuan itu sudah ia kenal sangat lama. Karna orang tuanya adalah teman baik Attar.

"Akhirnya kita jadi besan juga!" Attar terkejut saat pundaknya tiba-tiba ditepuk oleh seseorang.

"David!" Mereka berpelukan. Merasa bahagia dengan hari ini. "Aku bahagia karna Julia yang menjadi istri Rangga. Keceriaan Julia semoga bisa merubah sikap kaku Rangga."

Keduanya tertawa, memang benar yang dikatakan Attar. Julia itu perempuan yang energik, berbeda dengan Rangga yang kaku dan cuek.

Tamu undangan satu persatu pulang meninggalkan acara. Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Acara telah berakhir. Rangga duduk di pelaminan sambil merenggangkan ototnya karna seharian ini tak henti menyalami para tamu undangan.

Sedangkan perempuan yang baru saja dipersuntingnya masih melebarkan senyum pada para undangan yang berpamitan untuk pulang.

"Hati-hati ...." teriaknya dengan senyum sumringah. Ia bahkan melambaikan tangan pada segerombolan wanita yang ia tebak adalah teman-temannya.

"Tuan, Nona .... Kalian bisa istirahat sekarang," ucap pelayan rumah dengan sopan. Ia kemudian turun dari panggung pelaminan setelah mendapat anggukan dari keduanya.

"Hey .... Kenapa jalan duluan!" teriak Julia yang berusaha mengejar langkah kaki Rangga yang semakin menjauh. Bagaimana tidak, gaunnya sangat panjang dan menyulitkan dirinya hanya untuk sekedar berjalan.

Dari arah berlawanan ada seorang wanita paruh baya yang duduk di atas kursi rodanya. Wajahnya pucat tapi raut wajahnya terlihat berseri-seri. Ia tersenyum pada Rangga. Dan Rangga mencium tangan wanita itu.

"Bunda, kenapa belum tidur?"

Julia yang mendengar Rangga menyebutnya dengan sebutan Bunda mendadak bingung.

Wanita itu hanya tersenyum kembali dan kemudian mengangguk. Tapi ia kemudian memandangi Julia yang tak bergerak hanya mampu berdiri dibelakang Rangga.

"Ini Julia. Istriku." Rangga memperkenalkannya, dengan canggung Julia menyalami wanita itu. Entah ada hubungan apa antara suaminya dan wanita paruh baya itu.

"Bunda istirahat lah. Rangga dan Julia juga akan beristirahat."

Lagi-lagi wanita yang disebut Bunda itu hanya tersenyum lalu mengangguk.

"Dia tidak dapat bicara? Kenapa sedari tadi hanya tersenyum dan mengangguk?"

Disaat Julia sedang berpikir, tiba-tiba tangannya ditarik oleh Rangga dengan keras.

"Rangga! Pelan-pelan! Aku susah jalan dengan gaun seperti ini!" kesalnya lalu Rangga melepaskan tangannya begitu saja. Pria itu berjalan menuju kamarnya.

Sesampainya di kamar, rasa penasarannya terhadap Bunda itu belum selesai.

"Rangga, Bunda itu siapa?" tanyanya. Tapi Rangga seolah mengacuhkannya dan berjalan menuju kamar mandi setelah melepaskan pakaian atasnya. Julia sempat malu melihat pemandangan seksi itu, tapi ia tahan karna rasa penasarannya.

"Rangga!" Tak menghiraukan pertanyaannya, Rangga memilih membersihkan diri.

"Bunda? Siapa Bunda itu? Kenapa saat aku dulu berkunjung ke rumah ini tak pernah sekalipun melihat Bunda itu?"

Attar dan David sudah berteman lama. Anak-anak mereka pun sudah mengenal sejak kecil. Waktu itu saat umur Rangga 7 tahun dan Julia 5 tahun, mereka sudah bertemu dan bermain bersama.

FLASBACK ON

"Rangga .... Apa kamu mau ini?" Julia membawa es krim di masing-masing tangannya.

"Tidak!" tolak Rangga dan masih asyik dengan mainan mobilnya.

"Ambil ini, Rangga! Ini akan segera mencair!" paksa Julia dengan menyodorkan es krim ke mulutnya.

"Tidak mau!" Rangga menepis es krim itu hingga jatuh di tanah. Julia pun menangis. Ia memukuli Rangga karna kesal.

Walaupun Rangga seperti menjaga jarak darinya, tapi Julia tak gentar. Ia tetap mendekati Rangga keesokkan harinya.

"Haii Rangga ...." Julia kini membawa sebuah mainan. Persis seperti yang dimiliki Rangga. "Lihatlah, aku memiliki mainan yang sama sepertimu. Jadi, kita bisa bermain bersama, kan?"

"Tidak! Pergilah!" Entah apa yang membuat Rangga seakan membenci Julia. Padahal Julia adalah gadis yang manis.

"Tidak mau. Aku tidak mau pergi!" Julia masih kekeh, ia tetap di sisi Rangga.

"Pergilah! Gadis keriting! Aku tidak mau bermain denganmu!" usirnya.

"Apa syarat agar aku bisa bermain denganmu?" tanyanya.

Rangga tertawa lalu terlintas sebuah ide. "Rambutmu yang keriting itu apakah bisa lurus? Jika bisa, aku mau bermain denganmu."

Julia terdiam, ia lalu melihat rambutnya yang keriting. Berpikir keras bagaimana caranya. Ia masih terlalu dini untuk mengetahui sebuah alat yang bisa meluruskan rambut.

"Bagaimana? Tidak bisa, kan? Pergilah. Aku—"

"Bisa! Lihat besok, aku akan datang dengan rambut lurus ku!" ucapnya yakin dan bertekad untuk meminta bantuan ibunya.

Keesokan harinya dengan langkah percaya diri, Julia mendatangi Rangga yang masih bermain mobil-mobilannya di halaman.

"Hai Rangga ...."

Suara yang sangat ia kenali dan membuatnya malas untuk sekedar menoleh ke belakang.

"Lihatlah! Rambutku sudah lurus," katanya dengan senyum selebar mungkin.

Rangga terkejut dan pelan-pelan menolehkan kepalanya ke belakang.

Gadis keriting itu menjelma seperti bidadari. Rambutnya panjang, indah dan lurus. Benar-benar berbeda dengan Julia yang kemarin-kemarin.

"Bagaimana? Kita bisa bermain, kan? Rambutku sudah lurus, tidak keriting lagi."

Rangga kebingungan sekarang. "Hmm, tidak bisa! Aku tidak berminat bermain dengan seorang perempuan," jawabnya dengan alasan lain.

"Ihhhh menyebalkan!" Julia menghentakkan kakinya dan berlari menuju rumahnya sambil menangis. Sedangkan Rangga tertawa terbahak-bahak.

FLASHBACK OFF

Pintu kamar mandi terbuka, Rangga keluar dengan handuk melilit di pinggangnya. Pemandangan yang langka bisa melihat tubuh indah Rangga.

"Mandilah cepat!" Rangga melemparkan handuk lalu menyuruh istrinya untuk segera membersihkan diri.

"Kamu belum menjawab pertanyaan ku dan menjelaskan semuanya!"

"Mandi dulu!" perintahnya lagi.

"Setelah aku mandi, kamu harus berjanji—"

"Cepat mandi!" potongnya.

Julia akhirnya masuk ke dalam kamar mandi setelah dipelototi suaminya yang tampan itu.

"Benar-benar hari yang sial!" kesalnya. "Bagaimana bisa aku menikah dengan wanita seperti itu!"

Rangga tak habis pikir kenapa ayahnya malah menjodohkan dirinya dengan Julia si keriting. Tapi perlu diakui walaupun rambutnya yang keriting, sebenarnya Julia itu wanita yang cantik. Kulitnya putih, hidung mancung dan bibir yang tebal. Tubuhnya juga bagus seperti terawat.

Tok!

Tok!

Tok!

"Ibu ...."

"Rangga, selamat atas pernikahan kamu. Akhirnya putra satu-satunya Ibu menikah. Ibu sangat bahagia hari ini. Ibu harap kamu tidak melupakan Ibu, Rangga." Rashmi menatap Rangga dengan sedih, ia berusaha menghalau cairan matanya yang hampir keluar.

"Ibu bicara apa? Rangga tidak mungkin melupakan Ibu."

Rashmi tersenyum, lalu ia merogoh saku dan mengeluarkan sebuah botol kecil berisikan pil.

"Ini berikan untuk istrimu Julia. Bilang ke dia harus rutin konsumsi ini. Ini adalah pil kesuburan. Ibu sangat berharap mendapatkan cucu dari kamu, Rangga. Ibu sudah ingin menggendong cucu," harapnya.

Rangga tahu perasaan ibunya, ia pasti sangat mendambakan cucu. Apalagi adiknya yang sudah menikah belum juga memberikan seorang cucu. Padahal sudah menikah selama 2 tahun.

BAB 2 KEINGINAN RASHMI

Malam pertama sebagai pengantin, mereka lalui dengan biasa. Tak ada adegan istimewa malam itu. Bahkan Julia ditinggal tidur setelah membersihkan diri. Rasa penasarannya terhadap siapa itu Bunda juga belum tertuntaskan. Belum ada jawaban dari suaminya.

"Rangga .... Bangunlah! Sudah siang." Julia menepuk pipi Rangga sambil tersenyum-senyum. Ia seperti mimpi bisa satu ranjang dengannya. Walaupun ia sempat memikirkan hal kotor tadi malam dan ternyata tak terjadi apa pun tapi ia tak kecewa. Masih banyak malam-malam yang lain.

"Rangga ...."

Suaminya itu menggeliat, pelan-pelan ia membuka kelopak matanya. Sesaat membuka mata ia melihat wajah istrinya yang membuatnya kesal.

"Aaisshhh .... Kenapa wajahmu dekat sekali dengan wajahku!" Rangga langsung menghindar dan turun dari ranjang sangat kesal.

"Rangga!"

BRAKKK!

Suaminya menutup pintu dengan keras. Entah kemana ia akan pergi.

Julia tak menghiraukannya, ia menuju jendela untuk membukanya. Membiarkan cahaya masuk ke dalam kamarnya. Ia memejamkan matanya singkat sembari menghirup udara segar di pagi hari.

Tapi saat ia tak sengaja melihat ke arah bawah, ia melihat Bunda sedang bersama pelayan. Tangannya bergerak menyirami tanaman bunga yang indah. Terlihat tangannya begitu lemah hingga sesekali, ia hampir menjatuhkan selang air yang ia genggam. Pelayan sangat cekatan membantu nyonya-nya untuk menyiram tanaman.

"Ibu Rashmi ...."

Ibu yang selama ini ia kenal sebagai orang tua Rangga. Ia berjalan mendekati Bunda. Ibu Rashmi mengatakan sesuatu tapi tak terdengar olehnya dari atas. Hanya sebentar, lalu Ibu Rashmi pergi meninggalkannya.

Bunda menyeka air matanya, ia terlihat begitu sedih.

"Sebenarnya hubungan mereka apa?"

KLEK.

"Sedang apa kamu disitu? Aku kira sudah mandi." Suara Rangga tak merubah posisi Julia yang masih menatap Bunda dari atas. Perlahan Bunda menghilang dari pandangannya, pelayan membawanya masuk ke dalam.

Saat Julia menoleh ke belakang, sudah tak ada Rangga. Sepertinya ia berada di kamar mandi.

"Aku kira, aku sudah mengenal semua anggota keluarga Rangga. Tapi ternyata sosok Bunda belum aku kenal."

Julia semakin penasaran dengan sosok Bunda itu. Jika Rangga memanggilnya dengan sebutan yang lainnya mungkin tak terlalu ia pikirkan. Apakah Rangga memiliki dua ibu?

Walaupun ia sudah kenal dekat dengan keluarga Rangga, tapi makan bersama seperti pagi ini belum pernah ia rasakan sebelumnya. Di kursi besar yang terletak di tengah sudah duduk Ayah Attar, ia bahkan tersenyum menyambut menantu barunya.

"Julia jangan sungkan, kamu ini sudah Ayah anggap seperti anak Ayah sendiri. Jauh sebelum kamu menikah dengan Rangga." Perkataan Attar seharusnya membuat Julia merasa nyaman tapi entah kenapa ia malah semakin nervous. Sedangkan Rangga terlihat cuek dan langsung melahap makanannya.

"Julia, setelah makan kamu ikut Ibu ya. Ibu mau bicara sesuatu," ucap Rashmi dengan wajah sumringah. Ia sudah kenal betul dengan Rashmi bahkan Ibu Rangga itu sering berkunjung ke rumahnya.

"Iya, Bu."

Mata Julia berpendar mencari-cari seseorang.

"Bunda. Kenapa Bunda tidak makan bareng di sini? Apa dia bukan bagian anggota keluarga?"

"Kak Julia sedang mencari apa?" Maya tiba-tiba menegur. Gadis tomboy itu sepertinya sedari tadi memperhatikannya.

"Hah? Tidak." Julia mengalihkan perhatian dengan mengatakan bahwa makanan ini enak. Ia menyantapnya dengan semangat.

"Ayah, Ibu, Rangga berangkat ke kantor dulu."

TING!

Dentingan suara sendok yang jatuh. Julia tak sengaja melepaskan sendok hingga jatuh ke piring.

"Rangga! Kamu kan baru saja menikah. Bukannya kamu sudah buat cuti?" Bukan hanya Julia, Attar pun terkejut.

"Rangga, lihat tuh Julia sampai kaget. Kamu di rumah saja dulu. Kamu masih lelah kan?"

Rangga menggeleng, ia berlalu pergi menuju kamar untuk berganti pakaian. Julia pun menyusulinya.

"Rangga! Kita kan baru saja menikah. Kenapa kamu malah berangkat kerja si!" Julia menggelayuti lengan bajunya dan berkali-kali Rangga menepisnya.

"Aku tuh mau kerja. Cari uang!" ketusnya.

"Menyebalkan!" Julia menatap Rangga dengan kesal. Tapi sesaat ia terdiam memandangi wajah Rangga dari dekat. Ia berpikir apa ini sebuah mimpi?

"Hmm, Rangga ...." Wajah tampannya tak kuasa membuatnya menoleh walaupun sedetik. Ia tak henti memandangi wajahnya.

Di depan matanya, Rangga tak ragu untuk membuka kaosnya dan menggantinya dengan kemeja. Julia tak berkedip melihat suaminya yang bertelanjang dada itu.

"Rangga ... Apa kamu suka olahraga?" Entah apa yang merasukinya sehingga bertanya demikian.

Rangga meraih parfum lalu menyemprotkan ke bagian sisi tubuhnya. Aroma citrus menyumbat di lubang hidungnya. Wanginya tak hilang, bertahan lama sampai tak menyadari bahwa Rangga telah pergi.

Ia berlari mengejar Rangga. Sampai saat turun tangga ia hampir saja terjatuh.

"Hati-hati, Julia." Barra-suami Karina membantunya yang hampir saja terpeleset jatuh.

"Terima kasih, Barra." Setelah mengucapkan terima kasih ia kembali mengejar Rangga.

"Rangga!" Tapi sayang sekali Rangga sudah pergi. Mobilnya sudah meninggalkan halaman rumah tepat setelah Julia datang.

"Nona, ada apa?" Pelayan langsung berdatangan. Melihat nona barunya terlihat kelelahan. Dengan perhatian, mereka memberikan kursi untuknya duduk dan memberi minum. Sejenak ia mengatur napasnya yang tersengal-sengal.

"Julia, ternyata kamu di sini." Ibu Rashmi menatap menantunya dengan wajah yang teduh. Ia bahkan tak segan mengusap peluh yang di dahinya dengan penuh kasih sayang. "Kamu kenapa, Julia?" tanyanya karna melihat Julia seperti habis olahraga. Tapi pikirnya tak mungkin karna mereka baru saja sarapan bersama.

"Tidak apa-apa, Bu. Oh ya, tadi Ibu mengatakan ingin bicara dengan ku masalah apa?" Rashmi mengajaknya untuk duduk bersama di ruang tengah. Ruang bersantai para anggota keluarga biasanya.

"Hm itu, tadi malam Ibu menitipkan sesuatu ke Rangga untuk diberikan ke kamu. Apa kamu sudah menerimanya?"

Julia mengingat sebentar, ia sedari semalam tak menerima apa pun dari Rangga.

"Rangga tidak memberikan apa pun padaku, Bu," jawabnya jujur.

"Ah, itu anak kebiasaan. Hm ya sudah, ayo kita ke kamar mu." Rashmi menggandeng Julia ke kamarnya.

"Coba kamu cari di laci," suruhnya dan Julia mengangguk.

Tak perlu waktu lama, ia menemukan sebuah botol kecil.

"Nah, itu!" tunjuknya pada botol kecil yang dipegang Julia. Ia tak menyangka bahwa itu yang dimaksud ibu mertuanya. Padahal ia hanya penasaran tentang botol yang berisikan obat itu. "Ini, Julia. Yang Ibu maksud." Rashmi tersenyum lebar dan memeluknya erat.

"Ini apa, Bu?" tanyanya tak tahu.

"Kamu harus minum ini rutin ya, Julia. Ini pil kesuburan. Ibu sangat berharap sekali kamu memberikan cucu di keluarga ini. Ibu sangat mendambakan seorang cucu," harapnya dengan mata sendunya.

Mendengar harapan dari ibu mertuanya, membuatnya sangat terenyuh. Ia tak tahu perasaan seorang ibu.

"Tapi, Bu. Kenapa aku harus minum ini saat awal? Bukankah aku belum ketahuan akan susah hamil atau tidak?"

Julia merasa bingung, bukankah seseorang akan berusaha berbagai cara untuk bisa hamil jika dirinya memang sulit hamil. Lalu kenapa ia harus berusaha minum pil ini disaat dirinya belum ketahuan akan susah hamil atau tidak?

BAB 3 MENCARI TAHU

"Lebih bagus jika kamu mencegahnya bukan? Minumlah ini, Julia. Ibu sudah membeli ini sangat mahal. Hmm, tapi bukan karna mahalnya tapi manfaatnya. Ibu harap kamu mau mengikuti saran Ibu." Rashmi memeluknya lagi, bahkan ia menciumi puncak kepalanya seperti putrinya sendiri.

"Ibu, aku mau pergi bersama Barra." Karina yang merupakan adik Barra yang sudah menikah lebih dulu berdiri di ambang pintu. Ia tersenyum singkat ke arah Julia lalu dibalasnya.

"Barra tidak masuk kantor?" tanyanya.

"Ijin. Kita mau ke dokter kandungan di luar kota," katanya. Yang Julia dengar memang Karina belum juga diberikan keturunan. Dengan usia pernikahan menginjak 2 tahun.

"Ya sudah, Ibu harap kamu segera diberikan momongan. Ibu selalu mendoakan kamu, Nak." Karina pun akhirnya pergi setelah mendapat ijin dari Rashmi.

Rashmi kembali duduk bersama Julia. Terlihat matanya yang basah karna menahan kesedihan.

"Ibu, apa Karina juga meminum pil kesuburan ini?"

Rashmi tersenyum lalu menjawabnya. "Oh, jelas. Tapi sepertinya tidak mempan. Karina sedang berusaha dengan cara lain," jawabnya.

Julia merasa bimbang sekarang, ia pikir juga Rangga apakah dalam waktu dekat ini akan menyentuhnya? Berkata lembut pun tak pernah. Apalagi bisa membawanya ke dalam ranjang yang panas?

"Ibu ...." Rashmi ingin meninggalkannya tapi ia dengan cepat menahannya. Julia tiba-tiba teringat akan Bunda.

"Ada apa, Julia?"

"Hmm, aku ingin bertanya. Aku melihat ada wanita paruh baya lagi di rumah ini dan Rangga memanggilnya dengan sebutan Bunda. Bunda itu siapanya Rangga, Bu? Lalu tadi pagi juga aku melihat Ibu menghampiri Bunda."

Rashmi memasang wajah datar seperti enggan membahasnya. "Oh jadi kamu sudah bertemu dengan Bunda? Hm dia memang anggota keluarga juga di sini. Tapi tentang asal usulnya kamu bisa tanyakan sendiri dengan Rangga." Setelah mengatakan itu, Rashmi pun pergi. Tak berani jika ia terus menahannya untuk menanyai berbagai macam pertanyaan.

"Maya! Apa aku coba tanya ke Maya saja ya?"

Julia masih merasa penasaran sekali, entah kepada siapa ia harus bertanya. Jika menunggu Rangga sangat lama harus menunggunya pulang dulu.

"Maya ....." Julia mengetok pintu kamar adik iparnya. Maya juga berteman dengan adiknya sendiri-Yunita. Mereka seumuran dan kebetulan satu kampus.

"Ada apa, Kak Julia?" Maya ini berbeda sekali dengan Karina. Kakaknya itu sangat feminin bertolakbelakang dengan Maya yang tomboy. Lihat saja penampilannya sekarang, rambutnya sebahu dan hanya memakai kaos hitam polos dan celana selutut. Wajahnya juga bersih tak terpoles apa pun. Hanya saja matanya dihitam- hitamkan entah dengan apa. Membuat matanya setajam lirikan elang.

"Boleh Kakak masuk?" Maya membuka lebar-lebar pintunya dan mempersilahkan kakak iparnya untuk masuk.

"Pasti Kakak mau curhat tentang kejadian semalam, kan?" Maya menggodanya sambil menahan tawa.

"Husssshh kamu ini! Pikirannya kotor!" Julia melemparkan bantal ke arahnya dan langsung ditangkisnya cepat. Hebat sekali, karna Maya pernah ikut karate. Jadi ia cepat tanggap kalau ada yang mau melukainya.

"Hehehe, bercanda. Ada apa nih, Kak?"

"Salah gak sih kalau aku bertanya dengan Maya? Gak mungkin dong, Maya gak tau apa-apa soal Bunda. Secara mereka tinggal serumah. Tapi, Ibu Rashmi pun tak mau menjawabnya malah menyuruh Rangga untuk menjelaskan sendiri. Lalu apa Maya mau menjelaskan?"

"Hey, malah melamun, Kak!" Maya menepuk pundaknya pelan. Lalu Julia yang ragu akhirnya membuka mulutnya.

"Maya, apa kamu tahu menahu soal Bunda?"

DEG.

Ia langsung bangkit dan berdehem. Maya seperti mencari-cari sesuatu di langit kamar. Matanya berpendar kesana kemari.

"Maya, duduklah. Ayo jawab," suruhnya sembari menariknya.

"Hmm, soal itu. Kakak tanya saja pada kak Rangga ya. Maya gak mau jawab. Takut."

Julia mengernyit heran. "Takut? Takut apa?"

Jawaban Maya membuatnya semakin bingung. Ia hanya ingin tahu posisi Bunda di keluarga ini sebagai apa? Kenapa mereka tidak ada yang mau menjawabnya?

"Bukan takut dalam arti luas. Maksudnya Maya hanya takut salah ngomong. Mending kak Rangga aja yang jelasin."

Julia menghela napasnya dan keluar dari kamar Maya tanpa mendapatkan secercah cahaya dari rasa penasarannya dari kemarin.

"Pelayan! Tolong bawakan jus jeruk ke atas." Daripada terus memikirkan tentang sosok Bunda, ia berniat untuk bersantai-santai saja di rumah. Sembari menunggu suami tampannya pulang.

"Ini, Nona. Jus jeruknya." Yang membawakan pesanan jusnya adalah seorang pelayan yang terlihat sangat tua. Rambutnya sudah memutih hampir 90% tapi fisiknya masih kuat.

"Anda sudah lama bekerja di sini?" tanyanya dan membuat pelayan itu berhenti.

"Sudah, Nona," jawabnya dengan sopan.

"Jadi, Anda tahu siapa itu Bunda?"

Pelayan itu langsung menunduk dan tak berapa lama ia mengangguk. Julia sumringah, ia berharap mendapat informasi dari pelayan tua itu.

"Jadi, Bunda itu siapanya Rangga?" tanyanya sangat antusias.

"Bundanya, Nona," jawabnya.

Lagi-lagi Julia menghembuskan napasnya kasar. "Hm iya tahu. Maksudnya Bunda itu juga ibunya Rangga? Lalu ibu Rashmi juga ibunya Rangga? Rangga memiliki dua ibu—"

"Satu ibu, Nona," jawabnya memotong pertanyaannya.

"Iya siapa? Ibu kandungnya siapa?" tanyanya tak sabar.

"Maaf, Nona. Saya harus kembali ke belakang."

"Hey! Jawab dulu pertanyaan ku!" teriaknya. Julia hampir saja kehilangan kesabaran. Orang-orang di rumah ini sangat sulit sekali untuk digali informasi. Sebenarnya apa sih yang sedang mereka sembunyikan?

Julia akhirnya tertidur, hingga saat Rangga sudah pulang Julia tak menyadarinya.

"Rangga sudah pulang?" Ia terbangun saat bunyi gemericik air dari dalam kamar mandi membuat tidurnya terganggu. Ia menatap jam dan sudah menunjukkan pukul 7 malam. Tak ada yang berani membangunkannya sedari tadi.

"Jorok sekali, jam segini belum mandi." Keluar dari kamar mandi Rangga langsung mengoceh. Ia mengatai Julia si jorok.

"Bodo amat!" balasnya dengan lidah menjulur.

Rangga merasakan lelah sekali hari ini. Ajakan makan malam, tak ia hiraukan dan memilih berbaring saja di ranjang.

KLEK.

Julia keluar hanya memakai handuk pendek. Ia lupa untuk membawa baju ganti karna masih mengantuk tadi. Tak sadar bahwa yang ia bawa hanyalah handuk pendek itu.

Rangga yang sedang terbaring, mengintip sedikit Julia yang hanya memakaikan handuk pendek. Ia menatap tubuh Julia yang indah. Ia lelaki normal, siapa yang tidak nafsu melihat pemandangan seperti itu. Hanya saja kekurangannya hanya di rambutnya yang keriting. Mengganggunya sekali, walaupun wajahnya tidak jelek-jelek amat.

Ia melihat sebuah cincin yang melingkar di jari manisnya. Cincin yang dipasangkan oleh Julia di jarinya. Ia terkadang lupa kalau sudah menikah. Dan istrinya itu adalah teman masa kecilnya yang menyebalkan.

"Rangga, kamu tidur? Tidak makan malam?" Julia berusaha membangunkan suaminya, tapi Rangga tak bergerak. Ia bahkan menarik selimutnya hingga ke leher.

Julia merasakan perutnya keroncongan. Ia lapar dan ingin makan. Tapi kalau dia turun dari ranjang sendirian, membuatnya sangat malu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!