NovelToon NovelToon

Aku Single Mom

ASM 1

" Mal, aku hamil!" Ucapku siang ini di pinggir danau.

Pria bernama Akmal yang sedang berdiri di sampingku menatap tajam kearah ku.

" Aku hamil!" Ulang ku lagi lebih keras.

" Terus?" Tanyanya acuh.

" Kamu harus tanggung jawab." Ucapku lagi.

" Gak bisa, kita masih sekolah." Ucapnya tegas.

" Maksudmu?" Aku pura-pura tidak mengerti maksud pembicaraannya.

" Gugurkan!" Titahnya.

Aku menarik kerah bajunya, " dasar pecundang! Ini anak mu. Kamu mau lari dari tanggung jawab?"

Ia menghempaskan tanganku," Wanita murahan, tidak pantas untukku. Aku masih punya cita-cita yang ingin ku gapai. Bisa jadi dia bukan anakku." Ucapnya sinis.

" Kamu bilang ini bukan anakmu? Kamu ingat? Kamu yang merenggut keperawanan ku malam itu." Aku kembali mengingatkan momen manis saat kami merasakan surga dunia di sebuah rumah kosong.

" Maaf, aku gak bisa tanggung jawab." Ia berlalu meninggalkanku sendiri di pinggir danau ini.

Aku mengejarnya, namun aku kalah cepat oleh langkah kakinya yang panjang.

Mobil putih sport milik Akmal sudah menjauh.

Aku menangis bersama turun hujan yang jatuh sore ini. Alam seolah ikut bersedih meratapi kesialan nasibku.

Sudah dua jam aku duduk di pinggir danau ini. Baju ku sudah basah karena hujan yang deras. Air mataku belum mau berhenti, bahkan mataku sudah terasa bengkak karena terlalu lama menangis. Danau ini selalu sepi, dulu hanya aku dan Akmal yang sering berkunjung kesini.

Sayup-sayup terdengar suara adzan, yang menandakan bahwa hari sudah hampir magrib. Aku berjalan terseok-seok menyusuri jalan setapak yang sedikit becek karena guyuran air hujan tadi.

Jika berjalan kaki, butuh waktu lima belas menit untuk sampai di rumah. Sesekali aku mengusap pipiku yang basah. Badanku seperti menggigil karena kedinginan. Tak pernah kubayangkan jika takdir hidupku akan seperti ini.

Namaku Salsabila, biasa ibu dan ayah memanggilku Salsa. Aku anak pertama dan adikku yang kedua namanya Zaskia berumur dua belas tahun.

Ayahku adalah seorang buruh kasar, semua pekerjaan yang menghasilkan uang selalu ia kerjakan. Sedang ibu, ia hanya ibu rumah tangga.

Tak terasa aku sudah sampai di depan rumah, Ayah sedang duduk santai di teras rumah sambil menikmati segelas kopi disampingnya.

" Assalamu'alaikum..." Aku mengucapkan salam.

" Dari mana jam segini baru pulang?" Tanya ayah.

" Dari kerja kelompok,yah." Jawab ku bohong.

Aku buru-buru membersihkan diri, selanjutnya aku masuk kekamar dan mengurung diri di ruangan kecil ini.

Aku meraih ponsel yang dari tadi tersimpan di dalam tas. Mencari nama Akmal, mencoba menelponnya. Berharap hatinya luluh. Namun nomornya sudah tidak bisa di hubungi, nyatanya nomor ku sudah di blokir.

" Akmal! Aku tidak tahu harus bagaimana menghadapi ini. Bagaimana jika nanti perutku membesar?

Tega banget sih kamu sama aku." Aku mulai berbicara sendiri, namun mengecilkan volume suara ku karena takut di dengar oleh ayah dan ibu.

Aku berusaha menghubungi teman-teman Akmal, tapi mereka sama saja, tidak ada yang mau mengangkat telpon dariku.

Aku terduduk di tepi ranjang. Meletakan ponsel di atas meja. Aku meluruskan kakiku, mengurutnya pelan-pelan.

Hari ini bukan hanya kaki ku yang lelah, namun hatiku pun tak beda jauh.

Apa yang harus ku lakukan??? Aku memukul kepalaku sendiri karena tak menemukan solusi atas masalahku sendiri.

Tok..tok..tok..

" Sal? Sudah tidur?" Ada panggilan dari luar, sepertinya itu suara ibu.

Aku membuka pintu, ada wajah teduh ibu di depan pintu kamarku.

" Ada apa, bu?" Tanyaku.

" Uda makan?" Tanya ibu.

Aku hanya mengangguk, gugup rasanya untuk berbohong. Bagaimana aku bisa makan, jika melihat makanan saja rasanya aku seperti ingin muntah.

" Ya sudah, kamu lagi ngerjain tugas?" Ibu melongok kedalam kamarku.

" E- i ya,bu." Jawabku singkat.

Tanpa banyak kata ibu meninggalkanku sendiri. Aku masih terpaku menatap punggung ibu yang sedikit membungkuk.

" Ya Allah, maafkan hambamu ini.." kembali air mataku menetes.

****

Aku sudah siap mengenakan seragam sekolah. Berkali-kali aku mematut tampilanku di cermin. Memperhatikan perutku yang masih rata. Aku juga sedang mencari cara agar bisa terhindar dari acara sarapan bersama keluarga.

" Mbak, di panggil ibu." Zaskia mengagetkanku.

Belum sempat aku menjawab, ia sudah kabur dari kamarku.

Aku mengambil tas, kemudian berjalan ke ruang makan. Ayah, ibu juga Zaskia sedang asyik menikmati sarapannya pagi ini.

Aku hanya terpaku menatap mereka yang begitu lahapnya menikmati nasi putih yang masih mengepul dengan lauk sambal telur.

Aku menutup mulutku. Jangan sampai aku muntah didepan ibu dan ayah.

" Sa, kenapa hanya berdiri di situ? Ayo segera sarapan! Lihat sudah hampir jam tujuh." Ibu menghentikan makannya dan mengambil piring untukku.

" Bu... Aku bawa bekal saja. Hari ini ada jadwal piket." Ucapku beralasan.

" Bu, segera buatkan bekal untuk Salsa, takutnya nanti terlambat." Perintah ayah.

Tanpa membuang waktu ibu segera mengisi nasi beserta lauk kedalam bekal nasi.

Aku berpamitan pada mereka berdua.

Ku langkahkan kaki menuju gedung sekolahku yang hanya berjarak lima ratus meter dari rumahku.

Aku tidak seperti biasanya. Keringat membasahi bajuku. Badanku pun terasa lemas.

Dengan susah payah akhirnya aku bisa sampai di sekolah.

Untuk melepas lelah, aku menjatuhkan badanku di kursi panjang. Aku memandang deretan sepeda motor yang terparkir rapi. Salah satunya adalah sepeda motor milik Akmal.

Rasa lelah yang dari tadi melanda seketika hilang hanya karena mengingat namanya saja.

Aku berjalan kearah kelas dua belas ipa 1.

Akmal adalah salah satu siswa terpandai di sekolah ini. Hingga membuat aku jatuh cinta padanya.

Jadi ketika tiba-tiba Akmal menyatakan cinta padaku, tanpa membuang waktu aku langsung menerimanya.

Ada keraguan untuk masuk kedalam kelas ipa ini. Tapi demi janin yang butuh pertanggungjawaban Akmal, ku bulatkan tekad ku.

Aku berdiri di depan pintu kelas Akmal. Ia sedang asyik bercengkrama dengan beberapa teman cowok dan ceweknya.

Aku masih terdiam, tidak tahu harus berbuat apa. Hingga seorang temannya yang ku kenal bernama Syam menyenggol Akmal.

Syam menunjuk kearah ku. Wajah Akmal yang semula tersenyum ramah dengan teman-teman seketika berubah bete saat menatapku.

Ia menatapku sinis. Beberapa temannya masih asyik menggoda kami. Dengan langkah berat Akmal berjalan ke arahku.

Wajahnya pagi ini seperti bukan wajah Akmal yang ku kenal beberapa bulan lalu. Wajah itu, seperti wajah durian yang penuh duri. Tidak ada senyum sama sekali. Kemana wajah riang itu Akmal?

Kini kami sudah saling berhadapan,

" Mau apa?" tanyanya jutek.

Sakit semalam saja belum sembuh, kini ia menabur garam lagi di luka itu. Aku berusaha menahan tangis. Jangan sampai air mataku nanti mengundang tanya orang yang melihat kami.

Dengan bibir bergetar, " Kita butuh bicara Akmal." Ucapku penuh penekanan.

ASM 2

Ia menatapku sinis. Beberapa temannya masih asyik menggoda kami. Dengan langkah berat Akmal berjalan ke arahku.

Wajahnya pagi ini seperti bukan wajah Akmal yang ku kenal beberapa bulan lalu. Wajah itu, seperti wajah durian yang penuh duri. Tidak ada senyum sama sekali. Kemana wajah riang itu Akmal?

Kini kami sudah saling berhadapan,

" Mau apa?" tanyanya jutek.

Sakit semalam saja belum sembuh, kini ia menabur garam lagi di luka itu. Aku berusaha menahan tangis. Jangan sampai air mataku nanti mengundang tanya orang yang melihat kami.

Dengan bibir bergetar,aku berusaha berbicara padanya " Kita butuh bicara Akmal." Ucapku penuh penekanan.

Ia berusaha menjauh dari ruang kelas dan teman-temannya. Aku mengikutinya dari belakang. Kini ia berhenti pada sebuah pohon besar di belakang sekolah.

" Akmal, kita butuh bicara." Ucapku lagi.

" Untuk?" Tanyanya pura-pura bodoh.

Aku menyipitkan mataku, kesabaran ku benar-benar di uji, " Untuk janin yang ada di perutku." Ucapku pelan.

" Bisa jadi dia bukan anakku saja." Ucapnya ketus

Aku mengangkat satu tanganku, rasanya aku ingin menamparnya, " Lalu anak siapa? Anak setan?" Aku mulai berang menghadapi Akmal yang seperti ini.

" Bisa jadikan kamu gak hanya berhubungan denganku saja." Jawabnya sambil melipat tangan di dadanya.

" Kamu lupa sama darah perawan tempo lalu? Setelah kamu dapatkan apa yang kamu mau, dengan mudahnya kamu menganggapku sampah?" Aku kembali mengingatkan kenangan manis kami

" Masa bodoh!" Ia berlalu meninggalkan ku sendirian.

Aku mengusap pipiku yang basah oleh air mata.

Teng..Teng..Teng..

Terdengar lonceng mulai berbunyi, aku bergegas lari masuk kedalam kelas. Sepanjang pelajaran aku merasa tidak fokus. Hari ini rasa ngantuk ku begitu hebat menyerang mungkin karena aku sedang hamil. Atau ini adalah salah satu bawaan ibu hamil, atau bawaan janin yang ada di perutku.

Bahkan setelah lonceng istirahat berbunyi, aku tak bergairah untuk sekedar bercanda dengan teman-teman di kantin langganan kami. Nasi bekal yang kubawa dari rumah belum juga ku sentuh. Nafsu makan ku sudah hilang sejak aku dinyatakan hamil.

Suasana kelas hening, semua teman-teman ku sudah berhamburan pergi ke kantin untuk sekedar minum ataupun mengisi kampung tengah.

Aku meletakkan kepalaku di atas meja. Kelopak mataku mulai menutup. Bagi sepasang pengantin baru, mendapat dua garis merah adalah hal yang menyenangkan. Kalau pun mereka menangis, sudah pasti itu tangisan bahagia. Lalu kami yang masih berseragam putih abu-abu ini? khususnya aku. Tangisanku yang keluar saat ini adalah tangisan penyesalan. Andai saja tidak terlalu jauh berhubungan dengan Akmal. Andai saja aku tidak terbujuk rayuan gombal cinta Akmal. Mungkin aku masih bisa happy menjalani masa-masa terakhir sebagai siswi putih abu-abu. Dan ujian akhir nasional akan di laksanakan dua bulan lagi. Mampukah aku menyelesaikan pendidikan ini?

****

Jam pelajaran sudah usai. Aku melangkah gontai meninggalkan ruang kelas ini.

" Eh Sa, lu kenapa sih diam aja, lu sakit?" tanya Dwi, sahabatku sambil memegang keningku.

" Rencana kita mau nongkrong nih sama rombongan Akmal, lu gak ikut?" Tanya septi.

Aku hanya menggeleng. Aku yang sekarang bukanlah aku yang dulu. Dulu setiap pulang sekolah aku dan Akmal selalu menyempatkan waktu untuk sekedar jalan-jalan berdua atau nongkrong bareng sahabat ku atau sahabatnya. Sekarang aku hanya ingin cepat sampai rumah dan ingin segera merebahkan tubuh ku di kasur.

" Tumben lu gak ikut, lagi musuhan sama Akmal?" Tanya Dwi kepo.

Aku mencubit hidung bangir milik sahabatku itu, " Kepo ya?"

Ia hanya cengengesan menatapku. Jami berpisah di depan pintu gerbang sekolah. Saat ingin menyebrang, tidak sengaja aku dan Akmal sama-sama memandang. Tatapan kami bertemu, namun sebentar saja ia membuangnya.

" Akmal, setega itu?" Gumamku nelangsa.

Aku melanjutkan perjalananku menuju kerumah. Sepanjang perjalanan aku kembali mengenang masa-masa indah bersama Akmal. Ia akan selalu menungguku di pintu gerbang sekolah. Tak lupa ia akan memakaikan helm di kepalaku dan kami akan menyempatkan makan siang bersama.

Aku juga kembali mengenang, saat pertama kali aku dan Akmal melakukan hubungan terlarang. Saat aku mampir kerumahnya untuk mengambil baju ganti. Entah setan apa yang merasuki kami berdua hingga tanpa sadar, tanpa menolak aku sudah berada di dalam kamar Akmal. Bahkan baju seragam ku sudah berserak di lantai.

Tin.......

Suara klakson mobil seketika membuyarkan lamunanku.

" Mau mati dik?" Tanya si sopir marah.

Ya Allah... apa yang terjadi denganku? Bisa-bisanya aku sudah berjalan di tengah jalan raya. Aku segera meminta maaf, Dengan raut wajah yang memerah, aku mempercepat langkahku.

Akhirnya aku tiba juga di rumah.

Aku sejenak duduk di bangku teras. Melepas penat, aku mengusap keringat yang membasahi wajahku.

Lelah sekali rasanya hari ini. Aku melepas sepatu yang terpasang rapi di kakiku.

Aku mendengar suara motor yang sudah ku hapal bunyinya. Seperti suara motor Akmal, dan benar saja tak berapa lama Akmal pun lewat bersama teman-temannya. Sebagian temannya bersorak-sorai menggoda kami yang masih sama-sama diam. Ia memelankan laju sepeda motornya, Sejenak kami saling bertatapan.

" Akmal, aku rindu!" Batinku menjerit pedih.

Sesakit ini melihatmu hari ini. Bagaimana jika esok engkau tak lagi bisa ku rengkuh?

Aku memandang kepergian Akmal dan teman-temannya hingga ia hilang di tikungan.

" Mbak!"

Panggilan Zaskia kembali mengagetkanku

" Apaan sih? Ganggu orang aja." Aku melengos masuk kedalam kamar.

Aku mengunci pintu dari dalam, takut ibu tiba-tiba masuk kedalam.

Aku mengambil testpack yang masih ku simpan di almari di bawah tumpukan buku.

Aku memandang dua garis merah yang mulai tampak pudar.

Aku memijit keningku, rasa pusing begitu mendera. Rasa mual pun begitu hebat. Hingga aku harus meredam suara ku agar tak terdengar sampai keluar.

Aku mengambil handphone, membuka aplikasi berlogo hijau. Pesan yang kukirim ke nomor Akmal sama sekali belum terkirim. Kini aku merasa bagai sampah yang tidak berguna. Ibarat habis manis sepah di buang! Itulah aku.

Aku kembali mengirim pesan pada Akmal ( Akmal, haruskah aku menanggung derita ini sendirian? Kalau kamu katakan, masih punya cita-cita yang ingin kamu gapai, aku pun begitu. Jangan jadi pecundang, Akmal!)

Aku menekan tombol send.

Lagi-lagi pesanku hanya centang satu abu-abu.

Aku membaringkan tubuhku di ranjang, badanku terasa menggigil membayangkan kemarahan ayah dan ibu. Terbayang wajah letih ayah. Bagaimana bisa aku melemparkan kotoran ke wajahmu?

Sementara ayah begitu memanjakan ku.

Gedoran di pintu kamar semakin membuatku meringkuk di bawah selimut. Rasanya tubuh terlalu lemah. Tak ku hiraukan panggilan dari suara Zaskia yang menyuruhku untuk makan. Aku memasang handset di telingaku. Hari ini aku hanya ingin tenang.

Tinggalkan jejak ya like juga komentar 🙏

ASM 3

Aku membaringkan tubuhku di ranjang, badanku terasa menggigil membayangkan kemarahan ayah dan ibu. Terbayang wajah letih ayah. Bagaimana bisa aku melemparkan kotoran ke wajahmu?

Sementara ayah begitu memanjakan ku.

Gedoran di pintu kamar semakin membuatku meringkuk di bawah selimut. Rasanya tubuh terlalu lemah. Tak ku hiraukan panggilan dari suara Zaskia yang menyuruhku untuk makan. Aku memasang handset di telingaku. Hari ini aku hanya ingin tenang.

Aku tertidur dalam kekalutan hati.

****

Aku membuka mata saat matahari sudah tidur di peraduannya. Suara gemericik air di atas genting menandakan hujan sedang turun. Aku merasakan dingin yang sangat luar biasa. Badan ku menggigil, gigi juga ikut beradu. Tidak pernah aku merasakan hal seperti ini. Aneh!

Aku menutup jendela yang terbuka sejak siang tadi. Sayup-sayup terdengar suara adzan berkumandang. Ku paksa badanku yang menggigil untuk mengambil air wudhu.

Tobat! hanya itu yang ada di benakku sekarang.

Terlalu jauh aku terjatuh dalam jurang. Apa Allah masih mau memaafkankan ku?

menetes air mataku mengingat dosa zina telah kulalukan.

Dalam shalat, tak henti-hentinya air mataku menetes. Rasa penyesalan yang datang membuat dadaku semakin sesak.

Allah.. maafkan aku! Berkali-kali kalimat itu yang ku ulang. Hingga ketukan di pintu kamar menyadarkanku.

" Sa?"

Suara ibu terdengar dari luar. Buru-buru kuhapus air mataku. Tak lupa aku memberi bedak tipis pada wajahku, agar ibu tidak bisa membaca aura sedih yang terpancar dari wajahku.

Kriet...

Aku membuka pintu kamar.

" Sudah shalat?" Tanya ibu sambil berjalan masuk kekamarku.

" Sudah buk." Jawabku singkat.

Ibu duduk di tepi ranjangku. Jantungku berdegup, mengingat testpack yang masih ku letakkan didalam buku di atas meja belajarku.

Ibu pindah dudk didepan meja belajarku. Allah, tolong aku! Jangan sampai ibu melihat testpack itu.

" Sa, rencana kamu setelah lulus ini mau kuliah?"

Pertanyaan ibu kali ini sungguh menusuk jantungku. Apa yang harus ku lakukan? Jawaban apa yang pantas ku beri pada ibu?

" Kamu belum punya rencana?" Tanya ibu lagi.

Aku hanya menggeleng, tak ada yang bisa ku janjikan pada ibu. Aku tak ingin menambah kekecewaan nantinya.

" Ibu hanya ingin rahu rencana kamu, supaya kami bisa menyediakan biaya buat kamu."

Masya Allah.. Rasanya aku begitu terharu mendengarkan ucapan ibu. Mataku berkaca-kaca, sebisa mungkin agar air mata ini tidak turun.

" Ya sudah, kalau begitu ibu tunggu di meja makan ya, kita makan sama-sama." Ibu mengusap bahuku dan berlalu meninggalkan ku.

Aku terduduk di tepi ranjang. Lemas rasanya seluruh persendian ini. Bodoh! runtukku dalam hati.

Ibu dan Zaskia sudah menunggu di meja makan. Ada hidangan lezat kesukaan ku dan Zaskia. Sambal cumi dan tumis kangkung.

Biasanya aku dan Zaskia akan berebutan menghabiskan masakan ibu. Namun belum lagi tersentuh aku sudah bergidik membayangkannya.

Aku tak berani mendekati meja makan itu. Aku hanya terpaku di dekan pintu kamarku.

" Mbak, cepetan! Di tungguin dari tadi kok malah berdiri saja macam patung." Zaskia cemberut menatapku.

Sementara ibu mulai mengisi nasi beserta lauk dan sayurnya kedalam piring.

Langkahku berat, Aroma wangi masakan ibu yang dulu ku kagumi kini malah membuat menjadi mual.

Dengan terpaksa aku duduk bergabung bersama ibu dan Zaskia.

Kini Zaskia sudah makan dengan lahapnya. Kini ibu mengambil piring untuk yang kedua kalinya,mengisi nasi, lauk juga sayur dan memberikannya padaku. Sontak aku mual, ingin muntah hingga menimbulkan suara. Ibu terkejut melihatku. Tatapannya tajam, setajam pedang samurai.

" Kamu sakit?" Tanya ibu.

Aku menggeleng, "Ti-tidak buk." Gugup, itu yang kurasakan.

" Hari ini Salsa sedang tidak berselera bu." Ucapku lagi. Aku memberikan senyum tipis pada ibu agar tidak curiga pada diriku.

Zaskia menatapku heran. Bocah dua belas tahun itu seperti tidak percaya aku bisa menolak makan kesukaan kami hari ini.

" Beneran mbak enggak suka?" Tanya Zaskia memastikan.

Aku kembali mengangguk kikuk. Kini ibu tampak diam, ia sedang menikmati nasi yang telah ku tolak tadi.

Kini aku mengambil piring dan mengisinya hanya dengan nasi. Ini jauh lebih baik dari pada harus memakai sayur dan cumi.

Aku makan dengan lahapnya. Satu harian tidak makan membuatku seperti orang kelaparan. Sehingga aku tidak menyadari sudah menjadi tontonan ibu dan Zaskia.

Aku yang tersadar, sontak menghentikan makanku. Aku menatap ibu dan Zaskia bergantian.

" Mbak sehatkan? Mbak kesurupan?" Tanya Zaskia bingung.

Lagi-lagi ibu menatapku tajam. " Allah, jangan sekarang. Aku belum siap." Gumamku dalam hati.

" Mbak!" Zaskia mengguncang bahuku.

" Hem?" Hanya kata itu yang keluar dari mulutku.

" Cuminya Zaskia habisin ya?" Tanpa menunggu persetujuanku semua sambal cumi sudah di tumpahkan ke dalam piring.

Aku hanya tersenyum, begitupun dengan ibu. Ku lihat ibu melanjutkan makannya kembali. Sejenak ibu seperti melupakan keanehan yang terjadi padaku.

Kami sudah selesai makan, seperti biasa Zaskia mendapat tugas untuk membereskan meja dan mencuci piring agar besok tidak menjadi pekerjaan yang lebih berat lagi.

Ibu sedang merenung di kursi dengan tangan menopang ke dagu. Seperti banyak beban yang sedang di pikirkan oleh ibu.

Aku yang hendak masuk kamar mengurungkan niatku. Aku kembali duduk, kali ini lebih dekat dengan ibu.

Sepertinya ibu tidak sadar dengan kehadiranku. Ia masih termenung.

" Bu.." Aku memanggil ibu namun tidak ada reaksi apa-apa.

" Bu?" Suaraku lebih kuat, dan ibu tersentak kaget.

" Melamun?" Tanyaku lagi.

Dan ibu hanya menggelengkan kepalanya. Kini ibu mengusap tangannya sendiri berkali-kali.

" Ibu mikiri apa?" Aku mencoba mencari tahu.

"Hanya helaan nafas berat yang terdengar. selanjutnya, " Sedang apa ayahmu ya?"

Ayah! Aku baru sadar jika hari ini kami makan malam tanpa ayah.

" Ayah kemana bu?" Tanyaku.

Sungguh aku adalah anak yang tidak tahu diri. Seharusnya aku sudah mati sejak dulu jadi tidak membuat aib untuk keluargaku ini.

" Ayahmu dapat panggilan kerja di kota. Katanya mau membangun gedung. Tadi ayah buru-buru jadi tidak sempat pamit. Kamar mu pun di kunci. Zaskia sudah capek memanggil kamu, tapi kamu gak dengar." Jelas ibu lagi.

Seketika aku menepuk jidatku sendiri. Bodoh! Siang tadi aku tidur memakai handset dengan pintu terkunci.

Anak macam apa aku ini?

" Ayahmu nekat bekerja di kota, agar bisa mengumpulkan uang lebih banyak lagi. Takut kamu kecewa tidak bisa melanjutkan kuliah nantinya." Ucap ibu sambit tersenyum menjawil dagu ku.

Aku tersenyum hambar. Ayahku bekerja mati-matian, sementara aku begitu mudah menyerahkan kehormatan ku pada pacar ku sendiri.

" Tidurlah! Sudah malam. Besok kamu kesiangan. Malam ini ibu akan tidur bersama Zaskia."

Ibu bangkit dati duduknya dan masuk kekamar menyusul Zaskia.

Aku pun masuk kekamar dengan tetesan air mata.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!