Hai, semuanya!
FYI, novel ini mengandung gambaran-gambaran sensitif seperti pertarungan dan kekerasan. Meskipun cerita ini fiksi, ada beberapa informasi di dalamnya yang benar-benar ada di dunia nyata, seperti nama tempat, nama orang, teori, seni, organisasi, dll. Namun INGAT, ini masih novel fiksi, yang tidak nyata!
Mohon dimaklumi jika ada banyak kekeliruan dan kekurangan dalam novel ini. Author menunggu masukan dan dukungan dari teman-teman. Harap tinggalkan jejak saat membaca novel ini. Salam hangat. Terimakasih!
...GAMBARAN TOKOH...
1. FARHAN
2. FERIYAL
3. HERMAN
4. GINA
5. REY
6. GALEN
7. RIO
8. FLORENTINA
9. AVRAAM
LAMPU neon yang temaram di sebuah bangunan tak berpenghuni itu terus berkedip mati-menyala-mati seolah tak ikhlas menerangi. Tampak daerah itu nyenyat. Yang ada hanya pepohonan dengan banyak bekas tebasan senjata tajam dan lubang peluru hasil perkelahian.
Mudah didapati puing-puing rumah atau bangunan; balok, atap, rantai, dan lainnya. Juga tak jarang ditemukan beberapa sajam seperti arit, katana, pisau, dan kapak tergeletak di sekitar. Pemandangan itu sungguh mengerikan. Darah ada di mana-mana. Siapa pemilik darah dan yang menjadi korban, tak ada yang tahu.
Pertarungan antar kelompok mafia penguasa wilayah sering terjadi di tempat itu. Jauh-jauh hari penduduk setempat sudah mengungsikan diri mereka sebab tak ingin terkena imbas dari kekacauan yang tak berarti itu. Mereka mengikuti arahan pemerintah kota untuk berpindah ke tempat yang lebih aman jika mereka masih menyayangi nyawa mereka. Sebab pemerintah pun tak mampu mengatasi kekacauan yang terjadi.
Pemerintah berpikir itu sudah di luar kemampuan mereka. Karena sudah tak terhitung jumlah polisi bahkan militer yang diutus untuk mengurus kelompok yang bertikai. Namun sia-sia. Itu seperti mencoba mendinginkan air di atas api. Yang terjadi justru banyak petugas keamanan yang ikut menjadi korban pertikaian antar gangster ini.
Pemerintah tak dapat melakukan penyelidikan untuk mencari tahu siapa pelaku utamanya, karena wilayah itu dikenal sangat tertutup. Belum lagi karena bukti-bukti yang nihil dan kekuatan di balik layar pihak-pihak berpengaruh yang berusaha menutup-nutupinya.
Di kota Tadulako, setidaknya ada 3 kelompok mafia terbesar dan paling berpengaruh, dan kelompok-kelompok ini menguasai wilayah mereka sendiri. Entah sejak kapan pembagian wilayah ini terjadi dan bagaimana para berandalan ini membentuk kelompok mereka, yang jelas pembagian wilayah menyesuaikan dengan sumber daya atau keunikan yang dimiliki oleh masing-masing wilayah: seperti Distrik Timur yang dikenal sebagai area bisnis, perusahaan, dan konglomeratnya. Di Distrik Selatan yang dikenal sebagai pusat hiburan seperti mall, diskotik, dan hiburan malam. Dan, yang terakhir, Distrik Utara yang dikenal sebagai tanah terkutuk; tempat di mana banyak kejahatan lumrah ditemukan.
Di Distrik Barat tidak ada kelompok geng atau organisasi mafia apapun. Oleh karena itu Distrik Barat adalah distrik yang jauh lebih aman dan tentram jika dibandingkan dengan tiga distrik lain karena distrik ini dijaga oleh tiga pria yang dikenal sebagai Tiga Raja. Karena itu, tidak ada gangster mana pun yang berani mencari masalah di distrik tersebut.
...***...
Perang kali ini terjadi di Distrik Utara. Distrik ini memang rawan terjadi pertikaian antar gangster. Mengingat utara memiliki banyak kelompok-kelompok kecil yang berkuasa.
Tampaknya perang tersebut adalah perang internal untuk memperebutkan wilayah antara dua atau lebih kelompok gangster kecil di wilayah yang dikenal sebagai Texasnya Tadulako ini.
Distrik Utara termasuk area bebas hukum di mana berbagai jenis kejahatan keji sering terjadi, mulai dari pembunuhan, pencurian, pemerkosaan, jual-beli narkoba, dan lain-lain. Polisi atau bahkan pemerintah tak berani menyentuh wilayah ini. Sebab yang bisa mereka lakukan hanya lah sebatas penyelidikan. Mereka tak berani menangkap siapapun. Meskipun cukup keras dan liar, namun wilayah ini masih terhitung stabil.
Terlepas dari banyaknya kelompok-kelompok gangster kecil yang bertikai, wilayah ini masih daerah kekuasaan satu dari tiga organisasi mafia terbesar di Tadulako: IGIS. Mereka lah yang menjalankan bisnis utama di wilayah ini, termasuk pemroduksian obat-obatan terlarang, kokain, dan penyelundupan mariyuana seperti yang dilakukan oleh kelompok mafia Ndrangheta di Italia, atau Kartel Tijuana di Meksiko.
Untungnya perang kali ini tidak membuat IGIS harus turun tangan, mengingat jalanan tempat terjadinya perang ini jauh dari tempat bisnis mereka dan tidak mengganggu aktivitasnya. Sekelompok gengster kecil yang bertikai sadar akan hal ini. Tak akan ada yang berani membangunkan singa yang tertidur.
IGIS memiliki bisnis utama (di samping bisnis-bisnis kecil lain seperti prostitusi), yaitu penjualan dan pemroduksian obat-obatan terlarang dan sejenis - narkoba. Itu dijual bebas dan tak jarang diekspor ke luar kota sampai luar negeri.
Masih sedikit masyarakat biasa di Tadulako yang tahu tentang fakta ini. Namun sebenarnya ini bukan rahasia lagi bagi para gangster dan mafia setempat. Lalu mengapa pemerintah tidak bergerak untuk meringkus dan membubarkan IGIS?
Jawabannya sederhana: sebab IGIS memiliki koneksi dengan orang-orang penting di pemerintahan dan kepolisian, baik di kota maupun daerah. Bukan hal yang sulit bagi mereka untuk menyuap para pejabat. Tentu IGIS tidak menjalankan bisnisnya dengan percuma tanpa sokongan dan sponsor dari luar, termasuk dari beberapa oknum-oknum berpengaruh. Sebab itulah yang nantinya menjamin kelancaran bisnis mereka.
Mungkin banyak yang berpikir bahwa pemerintah benar-benar busuk. Namun bagi IGIS, dalam bisnis, pagar moral harus dilampaui. Mereka tidak peduli bekerja dengan siapapun - iblis atau malaikat - selama iblis atau malaikat itu mau mensponsori atau membayar mereka, karena uang adalah segalanya bagi mereka. Inilah yang membuat mereka bertahan hidup dan menjadikan kelompok mereka sebagai kekuatan yang tak boleh dianggap remeh di seluruh Tadulako.
...***...
Tidak jauh dari tempat bentrokan antar gangster tersebut, seorang pemuda berpakaian kasual tengah membopong neneknya yang berusia sekitar 60 tahun. Tampak tubuh keduanya banyak dilumuri darah. Namun itu bukan darah pemuda itu, melainkan neneknya.
Ini adalah hari yang sial untuk mereka karena terjebak di tengah-tengah perang antar gangster. Padahal pemuda dan neneknya tersebut hanya ingin membeli pakan ternak yang mana hanya dijual di sekitaran tempat di mana konflik itu terjadi. Sayangnya, toko langganan mereka tutup. Mungkin itu wajar karena mereka datang cukup larut. Biasanya mereka membeli di siang hari, namun hari ini pemuda itu disibukkan oleh rutinitasnya sebagai mahasiswa di salah satu kampus negeri di kota itu. Jadi dia hanya punya waktu di malam hari.
Pertarungan antar kelompok gangster itu terjadi begitu cepat. Seolah tidak memberikan mereka kesempatan untuk menyelamatkan diri. Akibatnya, bagian pinggul kiri neneknya, entah bagaimana, terluka tanpa mereka tahu siapa yang melakukannya. Sayatannya sangat dalam. Dia mencoba mencari bantuan, namun sia-sia. Mungkin dia lah yang bodoh karena meminta bantuan saat semua orang sibuk saling melukai dan membunuh; yang terjadi justru dia sendiri lah yang akan terbunuh.
Begitulah, selalu ada rumput yang malang ketika dua raja saling berperang.
"Farhan kan udah bilang, nenek di rumah aja. Kan biasanya Farhan yang pergi. Kenapa nenek ikut," keluh Farhan, khawatir melihat kondisi neneknya.
Mendengar cucunya berkeluh, nenek hanya tersenyum lemas sembari berusaha menahan darahnya yang terus mengalir di punggungnya dengan handuk wajah yang biasa dia gunakan bekerja. Namun tampaknya itu usaha yang sia-sia. Sebab darah masih terus menyucur. Setetes demi setetes.
"Nek, rumah sakit kayaknya masih jauh dari sini. Gimana kalau nenek istrahat dulu di sana."
Farhan menunjuk sebuah toko roti yang berada tepat di seberang jalan. Toko itu sudah tutup. Maklum, mengingat sekarang sudah pukul 12 malam. Kendaraan pun jarang yang melintas. Benar-benar terlihat seperti kota mati.
"Farhan yang bakal pergi ke rumah sakit - manggil ambulance buat jemput nenek. Gimana?" Lanjutnya.
Wajah neneknya tampak memucat. Bibirnya pun kering. Namun dia berusaha untuk mengangguk. Di sisi lain, meskipun Farhan dilanda kekhawatiran, dia tetap berusaha tenang. Dia tak mau menampakkan wajah yang justru akan membuat neneknya semakin khawatir.
Farhan pun mulai berlari secepat yang dia bisa. Dia menuju ke arah rumah sakit yang jaraknya sekitar tiga kilometer lagi dari tempatnya saat ini.
Semoga bisa sampai tepat waktu!
Dia bersyukur bahwa sekarang tempat ini sepi. Sebab dia tak mau menjadi pusat perhatian karena pakaiannya yang dilumuri darah. Sebab jika ada yang melihat dia dengan pakaian seperti ini kemungkinannya dua: dianggap sebagai pelaku kejahatan atau dianggap sebagai korban.
Dua-duanya buruk. Tapi yang kedua lebih buruk, pikirnya.
Sesampainya di rumah sakit, Farhan meminta petugas untuk menjemput neneknya. Mungkin tidak biasa meminta layanan ambulance di jam selarut ini. Namun mau bagaimana lagi, musibah tak ada yang tahu kapan terjadi.
"Maaf, Pak. Layanan ambulance saat ini tidak beroperasi," ujar petugas pelayanan dengan senyum.
"Tapi nenek saya sedang menunggu dan dia terluka!"
"Maaf, Pak."
Farhan seolah ingin membentak petugas itu.
Pelayanan kesehatan macam apa yang beroperasi di jam tertentu. Mereka pikir sakit itu tahu waktu? Warung dan supermarket sekarang pun udah buka 24 jam! Sebenarnya apa yang orang-orang ini lakuin sama pajak masyarakat? Dongkolnya.
Protes batin Farhan tiba-tiba terhenti karena seorang wanita berambut panjang dengan gaun putih pendek yang tak ia kenali menarik lengannya.
Karena masih dalam kebingungan, dia berjalan mengikuti wanita asing yang tidak biasa itu. Dia masih keheranan dengan apa yang sedang terjadi.
"Cepat. Katamu nenek terluka," ujar gadis itu.
"I-Iya."
Farhan pun mengikuti kemana wanita cantik itu membawanya. Mereka berdua menuju ke sebuah mobil; mobil berwarna merah dengan desain yang elegan. Farhan tidak tahu bagaimana menjelaskan mobil itu, yang pasti dia yakin mobil itu adalah mobil yang sangat mahal. Dan dia yakin bahwa wanita di hadapannya ini bukan lah wanita biasa.
Apa dia anak orang kaya?
Farhan menahan rasa penasarannya untuk nanti. Sebab dia harus segera menjemput neneknya terlebih dahulu agar neneknya bisa segera mendapatkan perawatan.
Aku udah terlalu lama.
FARHAN dan wanita itu pun melaju - menyisiri jalan. Untungnya hari ini jalanan sepi dan tidak ada satu pun kendaraan lain yang melintas.
Mereka pun sampai di tempat di mana neneknya menunggu. Namun ada yang ganjil. Tak ada siapa-siapa di toko roti tempat dia meninggalkan neneknya kecuali hanya bekas darah yang bisa dia pastikan kalau itu adalah darah neneknya.
"NEK!!" Teriak Farhan berharap bahwa mungkin neneknya masih berada di sekitar tempat itu. Dia berteriak beberapa kali sembari melihat ke segala arah.
Wanita itu pun ikut membantu mencari neneknya. Dia berjalan sendiri menyeberangi jalan dan memasuki gang sempit yang berada tepat di seberang toko roti itu.
Mata Farhan mengikuti ke mana arah wanita itu pergi. Dia lalu menyusulnya. Karena dia berpikir berteriak pun percuma - tak ada sautan. Belum lagi ini sudah begitu larut.
Di dalam gang, wanita itu tiba-tiba mencium aroma sesuatu. Dia tidak yakin itu bau apa. Arahnya tepat di ujung gang.
Ini aneh. Dia melihat ponselnya. Sekarang pukul 1 pagi. Siapa yang memasak jam segini?
Wanita itu berjalan perlahan. Dia tak tahu jika Farhan mengikuti tepat di belakangnya.
Di ujung gang terdapat belokan. Tepat di sebelah kiri mereka. Ini gang yang cukup panjang, bau, dan kumuh.
Tatapi bau ini sebenarnya apa? Tanya wanita itu dalam hati.
Ketika mereka sampai di ujung gang tersebut, mereka melihat ada banyak gangster yang sedang berkumpul dan kedengarannya mengobrol.
Wanita itu masih mengintip sementara Farhan hanya mengikutinya. Farhan bisa tahu kalau di sana sedang banyak orang, namun dia tidak melihatnya karena itu tak memungkinkan.
Apa yang sedang mereka lakukan?
Jelas, asal bau yang aneh itu dari tempat di mana para preman itu berkumpul. Wanita itu tidak yakin berapa jumlah gangster tersebut, tetapi dia tahu bahwa mereka sedang melakukan sesuatu yang mencurigakan.
"Hei, lagi lihatin apa sih?" Bisik Farhan sembari menepuk pundak wanita itu penasaran.
Sontak wanita itu pun terkejut. Dia spontan berteriak dan tanpa sengaja menginjak sampah kaleng sehingga menimbulkan bunyi bising yang cukup untuk menarik perhatian para gangster itu dan berlari menuju ke asal suara.
Sial!
Melihat para pria menyeramkan itu berlari ke arah mereka, wanita itu pun segera menarik lengan Farhan dan membawanya berlari secepat yang dia bisa. Akan berbahaya jika mereka sampai berurusan dengan orang-orang yang tampak berbahaya itu.
Wanita itu tahu bahwa daerah ini berbahaya. Makannya dia sempat terkejut ketika Farhan mengatakan bahwa dia meninggalkan neneknya di daerah ini. Siapa yang tak kenal daerah yang dikuasai salah satu kelompok mafia paling berbahaya di Tadulako, IGIS. Hanya bayi baru lahir dan pendatang saja yang tidak tahu.
Tapi dari perawakannya, Farhan tampak bukan pendatang atau orang yang lahir di luar kota atau luar negeri. Mendengar caranya berbicara, dia jelas asli Tadulako.
Tapi apakah dia bodoh, polos, atau dua-duanya sehingga dia berani meninggalkan orang tua yang sedang terluka di wilayah kekuasaan para predator semacam ini?
Mereka terus berlari menuju mobil mewah yang masih terparkir di depan toko roti sunyi itu. Farhan mengikuti kemana wanita itu menariknya. Dia bisa mendengar dengan jelas deru nafas wanita itu yang tersengal-sengal. Peluh keringan perlahan muncul di lehernya.
Farhan sadar akan kecerobohannya karena tadi membuat wanita itu terkejut. Dia melihat ke arah belakang sembari berlari. Segerombolan gangster itu masih mengejar mereka. Tampak beberapa dari mereka bahkan membawa balok dan senjata tajam.
Gawat! Mereka nyusul.
Farhan pun berinisiatif mempercepat langkahnya. Dia yang tadinya ditarik oleh wanita itu, pun kini dia lah yang menarik wanita itu agar mereka bisa berlari lebih cepat. Mereka tak ingin membuat masalah dengan orang-orang yang tampaknya semut pun takut pada mereka itu.
Mereka berdua akhirnya masuk ke dalam mobil. Wanita itu lalu segera menyalakan mesin mobilnya. Tanpa pikir panjang dia pun menginjak pedal gas dan melaju membelah jalanan itu dengan suara deru mesin yang khas.
Mereka pun berhasil lolos dari kejaran para preman tersebut.
...***...
Wanita itu fokus menyetir tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Farhan merasa khawatir. Namun di sisi lain dia juga merasa bersalah. Belum lagi dia tidak tahu di mana neneknya berada.
Suasana di mobil itu begitu canggung. Hanya suara mesin yang terdengar. Farhan menengok ke arah wanita itu. Dia tampak seumuran dengannya. Tapi dia kelihatan elegan dengan gaun putih itu.
Anak sultan memang beda, pikirnya.
Tetapi sejak mereka bertemu hingga insiden preman gang tadi, Farhan masih belum mengetahui siapa nama wanita ini. Belum lagi dia cukup segan untuk bertanya. Sebab raut wajah wanita itu seperti memberikan sinyal: jangan berbicara sebelum aku mengijinkannya.
Dia tidak habis pikir bagaimana wanita ini tampak berwibawah. Tapi anehnya mengapa dia repot-repot membantu seseorang yang bahkan dia tidak kenal? Meskipun dia tetap merasa bersyukur bahwa ada yang dengan baik hati memberikan bantuan kepadanya.
"Mau sampai kapan ngelihatin aku kayak gitu?"
Kesadaran Farhan kembali saat wanita itu mulai buka suara dan tahu kalau sejak tadi dia sedang diperhatikan. Farhan tidak menyadari kalau sedari tadi yang dia lakukan hanya lah memandangi wanita itu dan tenggelam dalam pikirannya sendiri.
"Eh? Maaf!"
Wanita itu tidak menjawab. Dia kembali diam.
"Kalau boleh tahu, namanya siapa?"
"Panggil aja Iyal."
"Ya? Umm, oke."
"Ngga mau nanya juga?"
"Nanya apa?"
"Namaku."
"Ngga tertarik."
Suasana pun kembali canggung. Farhan tidak menyangka kalau wanita bernama Iyal ini bisa begitu dingin. Di sisi lain dia masih memikirkan neneknya. Dia tidak berpikiran buruk tentang situasi yang tengah dia dan neneknya alami saat ini. Sebab Farhan sudah terbiasa untuk berpikir jernih dan tidak terburu-buru dalam mengambil kesimpulan. Apalagi jika kesimpulan itu membuat perasaannya kalut.
Itulah yang diajarkan neneknya. Jadi dia percaya bahwa neneknya akan baik-baik saja, meskipun dia tidak bisa menepikan rasa gelisahnya.
Dia lalu berpikir untuk kembali ke tempat tadi. Barangkali preman-preman itu sudah pergi. Malam ini dia harus menemukan neneknya. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi jika neneknya belum mendapatkan perawatan apapun.
"Ayo balik ke tempat tadi, mungkin premannya udah ngga ada."
Tampak bola mata Iyal melirik ke arahnya. Meskipun wajahnya tetap mengarah ke depan. Iyal tetap tidak menjawab.
Farhan bingung apa yang dilakukan wanita es batu ini.
Perlahan Iyal pun menekan beberapa tombol di dashboard mobilnya. Di sana ada layar yang menampilkan 'panggilan telah terhubung'. Iyal tengah menelepon seseorang. Farhan hanya diam melihat apa yang wanita aneh itu lakukan.
Suara klik pun berbunyi.
"Halo, Paman."
"Halo, Yal, ada apa?"
Farhan bisa mendengar jelas suara seseorang yang oleh Iyal sebut paman itu dalam panggilannya. Tampaknya panggilan ini terhubung dengan speaker di dalam mobil yang sedang mereka kendarai sehingga rasanya seolah paman wanita itu berada di dekat mereka.
"Iyal pengen minta sesuatu."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!