NovelToon NovelToon

Si Kembar Milik Raja Perang

Melintasi Zaman Kuno

Meng Lusi memandang bukit yang ada tak jauh dari keberadaannya saat ini. Perasaannya sedikit tidak nyaman ketika melihatnya lebih lama. Rasanya ada sesuatu yang akan terjadi di sana.

Wanita berusia 25 tahun itu menghela napas, menatap anak buah yang dibawanya untuk mencari tahu tentang pemakaman kuno di sana. Meng Lusi adalah seorang kapten ketentaraan angkatan darat yang ditugaskan untuk menjalankan misi ini.

Di sisi lain, misi ini akan mengasah kemampuannya sebagai kapten.

“Kapten, kapan kita akan pergi?’” tanya salah satu dari anak buahnya.

Meng Lusi mengerutkan kening. “Kita akan berangkat sekarang. Bersiaplah.”

Melihat jika cuaca tidak terlalu bersahabat hari ini, Meng Lusi memilih untuk mempercepat perjalanan.

Mereka semua menelusuri kaki bukit. Meng Lusi meminta mereka untuk tetap waspada. Mungkin akan bertemu dengan sekelompok penjarah harta kuno di bukit ini.

“Ingat, apapun yang terjadi, jangan gegabah.” Meng Lusi memperingati mereka.

“Kami tahu, Kapten!” Mereka mengangguk serempak.

Meng Lusi dan rombongannya sampai di atas bukit yang penuh dengan pepohonan. Rumput ilalang yang tumbuh subur menandakan tak ada orang yang pernah datang ke sini.

“Kapten, kami menemukan sebuah gua!” Salah satu anak buahnya memberi tahu.

Meng Lusi buru-buru pergi memeriksanya.

Gua yang mereka temukan cukup lebar dan besar. Mulut gua tertutupi oleh akar dan sulur hijau yang rimbun. Wanita itu masuk bersama beberapa anak buahnya, menyalakan senter dan menyoroti sekitar.

Semakin masuk lebih jauh, Meng Lusi semakin tidak nyaman. Tapi tidak ada bahaya yang dia temukan sama sekali.

“Ini aneh,” gumamnya.

Sepatu bot militernya menginjak sesuatu yang tidak biasa. Meng Lusi mengambilnya, membersihkan permukaan barang tersebut.

“Apa ini?” tanya anak buahnya yang melihat itu.

“Sepertinya sebuah token pada masa kekaisaran kuno. Ini harus menjadi milik salah satu orang berkuasa pada masa itu.” Meng Lusi hanya menebak.

Token yang dia pegang terlihat cukup mewah dan terukir indah. Tali dan rumbai yang ada pada token masih tampak awet. Padahal harusnya sudah terkubur ribuan tahun di sini.

Bagaimana ini masih tampak seperti berusia beberapa tahun saja?

“Jelajahi lebih dalam.” Meng Lusi menyimpan token itu di sakunya.

Mereka masuk gua lebih dalam tapi tidak menemukan apapun selain lorong yang panjang. Jika mereka melanjutkan lebih jauh, mungkin akan tersesat. Gua di sini memiliki banyak cabang.

“Kembali dulu dan ambil tali sebagai penanda.” Meng Lusi tidak ingin mengambil risiko.

Mereka berniat untuk kembali. Tapi tiba-tiba saja sebuah gempa terjadi di gua tersebut. Meng Lusi serta yang lainnya terkejut.

“Cepat, cepat kembali!” Meng Lusi melihat beberapa batu di atap gua mulai retak dan akan jatuh menimpa mereka.

Mereka semua berlari ke arah sebelumnya. Gempa yang mengguncang cukup membuat mereka hampir kehilangan keseimbangan berdiri.

Meng Lusi ada di belakang mereka, memastikan tak ada yang tertinggal. Tapi dia sendiri justru tersandung batu hingga jatuh seketika.

“Kapten!” Anak buahnya yang tahu dia jatuh hendak membantu.

Meng Lusi menolak. “Cepat kembali. Jangan pedulikan aku!”

Kepalanya sedikit pusing tanpa asalan. Dia mencoba bangun namun atap gua yang terguncang gempa mulai berjatuhan. Hal ini membuat Meng Lusi dan rombongannya langsung terpisahkan satu sama lain.

“Kapten Meng!”

Meng Lusi sayup-sayup mendengar suara mereka. Tapi kemudian dia jatuh pingsan. Mungkin dia akan mati terkubur di sini. Dia tidak tahu jika saat ini, seekor ular putih spiritual muncul di udara kosong, menatapnya dalam-dalam.

“Wanita ini tidak buruk. Dengan kemampuan dan kepintarannya, sudah cukup bagiku mewariskan ruang mata air spiritual. Dengan begitu, aku bisa bebas.”

Ular putih itu tertawa senang. Dia mengibaskan ekornya dan Meng Lusi menghilang dari tempatnya. Ular putih tersebut menempatkan Meng Lusi ke dalam ruang mata air spiritual, melakukan proses hak serah kepemilikan ruang.

Ketika kepemilikan ruang telah pindah ke tubuh Meng Lusi, sebuah tanda bulan sabit muncul di dadanya. Tapi pada saat yang bersamaan, kontrak tuan-pelayan ular putih dengan Meng Lusi terbentuk tanpa pemberitahuan.

Ular putih spiritual yang senang sebelumnya, kini hampir dibuat gila!

“Leluhur! Kamu hantu penipu!!!” teriaknya menggema di ruang mata air spiritual.

Seragam tentara Meng Lusi berubah menjadi sebuah gaun kuno berwarna putih. Tubuhnya banyak menyusut dari usia 25 tahun menjadi 15 tahun. Rambut pendeknya tumbuh sepinggang dalam kecepatan tak terduga.

Karena hak kepemilikan baru saja menemukan tuan baru, ruang mata air spiritual jatuh dalam perbaikan. Ular putih spiritual harus tertidur untuk waktu yang tak diketahui karena hal ini.

Sebelum ruang mata air spiritual benar-benar melakukan hibernasi, ular putih itu mengeluarkan Meng Lusi agar tidak terjebak.

“Semoga kamu beruntung dan tunggu aku!” Ular putih itu akhirnya melingkar di sebuah batu, menutup matanya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Meng Lusi muncul dari udara kosong dan jatuh cukup keras. Ini membuatnya mulai siuman. Sebagai orang yang terlatih di ketentaraan, dia bisa merasakan napas berbahaya di dekatnya. Kepalanya tiba-tiba saja mengalami rasa sakit yang hebat. Informasi ruang mata air spiritual langsung membanjiri pikirannya.

Tapi saat ini, penting untuk menyelamatkan diri. Dia mungkin jatuh ke tangan penjahat saat terkubur di gua bukan?

Meng Lusi mencoba bangun dan menjauh, tapi sebuah tangan besar justru meremas pinggangnya. Ia menegang seketika.

“Wanita, kamu sangat berani merayu raja ini. Siapapun yang mengirimmu ke sini, raja ini tidak peduli. Tapi … raja ini tidak akan menyia-nyiakan penawar yang datang sendiri ke pintu.”

Shin Kaichen bersandar di dinding gua yang gelap dan sunyi, menahan efek afrodisiak. Pedangnya tersimpan di sampingnya. Awalnya dia datang ke sini untuk menenangkan diri. Tak ada danau atau sungai, mau tidak mau, ia bersembunyi di gua.

Sebagai pangeran keenam dan raja perang yang dikagumi, banyak wanita yang jatuh cinta padanya. Tapi dia tidak tahu jika beberapa di antara keluarga besar sengaja memberinya obat.

Agar terhindar dari penangkapan pemerkosaan, Shin Kaichen memilih pergi dari penginapan dan pergi jauh ke dalam hutan. Tempat yang sunyi akan membuatnya lebih berpikir jernih.

Siapa tahu, seorang gadis tiba-tiba muncul dari udara kosong dan jatuh ke tubuhnya. Ia tak bisa melihat wajah gadis itu karena gua yang terlalu gelap.

Tapi efek obat pecah lebih kuat hingga tubuhnya panas. Shin Kaichen mengambil keputusan besar dalam hidupnya. Dia memperkosa gadis itu tanpa berpikir lebih jauh.

“Sial! Bajin*an mana kamu? Berani melecehkanku!” Meng Lusi kaget dengan gerakan pria itu. Dia mencoba melepaskan diri tapi tubuhnya terlalu lemah.

Shin Kaichen tidak peduli dengan kutukannya. Dia melihat samar-samar sebuah tanda bulan sabit di dada gadis itu. Tampak sangat indah.

Di gua yang gelap tersebut, keduanya terjerat. Meng Lusi harus menerima kenyataan jika dia diperkosa pria asing saat siuman. Harusnya, pria yang memanggil dirinya sendiri sebagai raja itu dibius orang lain.

Raja? Apakah pria ini bermain cosplay pangeran zaman kuno?

Pers*tan! Meng Lusi belum pernah tidur dengan pria mana pun sebelumnya. Pengalaman pertama ini justru sebuah pelecehan!

Tak Ada Dalam Sejarah

Waktu berlalu tidak tahu sudah berapa lama. Meng Lusi merasa efek obat pada tubuh pria itu sudah mereda. Jadi dia memiliki kesempatan untuk membuatnya pingsan. Sebelum pingsan, Shin Kaichen mencoba mengingat seperti apa wajah gadis itu. Walaupun tampak buram.

“Kamu …” Shin Kaichen akhirnya pingsan.

Meng Lusi menghela napas. Dia menyingkirkan pria itu dari tubuhnya, membenarkan pakaian dan mencoba meninggalkan gua.

Tapi … kenapa seragam tentaranya berubah menjadi gaun? Dan ada apa dengan tangannya yang kecil ini? Apakah ini masih tubuhnya?

Meng Lusi tidak mau memikirkan itu sekarang. Prioritas utamanya adalah kabur. Walaupun tubuhnya kesakitan, dia masih meninggalkan gua dan pergi sejauh mungkin. Tidak perlu meminta pertanggungjawaban dari pria itu.

Lebih baik untuk tidak saling bertemu lagi. Anggap saja Meng Lusi sial kali ini.

“Tempat macam apa ini? Aku belum pernah melewatinya sama sekali.”

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Pada keesokan paginya, Shin Kaichen terbangun dengan keadaan setengah telanjang. Kepalanya agak sakit dan mengingat apa yang terjadi semalam. Gadis malam tadi sudah tidak ada. Dan gadis itu juga yang membuatnya pingsan.

Tatapan Shin Kaichen sangat dingin hingga ingin membunuh orang. Siapapun gadis itu, lebih baik untuk tidak bertemu lagi dengannya. Jika tidak, jangan salahkan dia untuk membunuhnya.

Pertama kali menyentuh seorang gadis, Shin Kaichen tidak menduga akan terjadi di tempat seperti ini. Dia tidak bisa mengingat wajah Meng Lusi yang kabur. Tapi dia ingat jika gadis itu masih perawan.

Siapa gadis itu? Kenapa tiba-tiba muncul dari udara kosong?

Shin Kaichen membenarkan pakaiannya dan kembali ke istananya sendiri.

Para bawahannya ternyata sudah menunggu. “Pangeran!”

Mereka lega karena Shin Kaichen sudah kembali. Semalam tuan mereka pergi entah ke mana saat minum-minum dengan Jenderal Feng. Rubah tua itu sudah lama ingin membiarkan putrinya menikah dengan Shin Kaichen, tapi ditolak.

Alasannya, Shin Kaichen tidak berniat menikah saat ini. Apa lagi memiliki istri, selir saja tidak punya.

“Ya.” Nada bicara Shin Kaichen sangat dingin. “Kun, Baizhen, pergi ke ruang belajar.”

Kun dan Baizhen adalah bawahan setia Shin Kaichen. Kedua pria berbaju hitam itu saling melirik dan mengangguk.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Di ruang belajar.

Shin Kaichen duduk tanpa ekspresi. Bahkan saat Kun dan Baizhen bertanya ke mana tuannya pergi semalam, Shin Kaichen enggan memberi tahunya.

Malam tadi, apa yang terjadi dengannya dan gadis itu, anggaplah sebagai rahasia gelap hidupnya.

“Selain jenderal Feng semalam, apakah pihak lain yang mencurigakan?” tanyanya pada kedua bawahannya.

Kun menggelengkan kepala. “Semuanya normal. Kami telah memantau tapi tidak ada yang mencurigakan. Apakah Pangeran mencurigai sesuatu?”

“Bukan apa-apa. Jenderal Feng berani memberiku obat hanya untuk membiarkanku memasak nasi mentah bersama putrinya. Dia tidak akan memiliki keberanian seperti itu bahkan jika terpaksa sekalipun. Satu-satunya yang memungkinkan, seseorang diam-diam melakukannya,” jelasnya.

Kun dan Baizhen saling melirik lagi. Lalu Baizhen berkata. “Bukankah Feng Mayun itu dekat dengan pangeran kelima sebelumnya?”

“Semua orang juga tahu tentang ini.”

“Mungkinkah Feng Mayun sendiri yang merencanakan hal ini atas perintah pangeran kelima?”

“Lalu apa tujuan pangeran kelima melakukan ini?” tanya Kun.

Baizhen menggelengkan kepala. Nah, dia juga tidak tahu tentang masalah ini.

Shin Kaichen mengerutkan kening, berpikir lebih dalam. Tubuhnya masih kurang nyaman saat ini. Menandakan betapa kerasnya dia bertahan semalam. Jika gadis itu tidak muncul, mungkin ia harus menahannya sampai pagi.

Ia curiga jika tubuhnya bermasalah saat ini. “Panggil tabib istana diam-diam. Katakan jika raja ini tidak enak badan setelah mabuk semalam,” titahnya.

Baizhen pergi menjalankan tugas tersebut.

Kun melihat rasanya ada yang hilang dari tubuh tuannya. “Pangeran, di mana token istana yang selalu dipakai?”

Shin Kaichen menyentuh pinggangnya. Biasanya token selalu dia gantung di ikat pinggang. Tapi token itu hilang sekarang. Wajahnya seketika menjadi gelap. Mungkinkah gadis itu mengambil tokennya?

Walaupun tak banyak yang tahu tentang token itu, setidaknya berharga ribuan tael jika dijual.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Meng Lusi tidak tahu apa yang terjadi dengan pria itu setelah melarikan diri dari gua. Dia sudah pergi jauh. Kemudian tiba tak jauh dari sebuah sungai berair jernih. Ia memutuskan untuk istirahat.

Dalam keadaan bingung, dia melihat kedua telapak tangannya sendiri. Ini jelas tubuhnya tapi … bukankah ini saat berusia lima belas tahun?

Kenapa dia, seorang wanita berusia 25 tahun tiba-tiba akan kembali ke usia 15? Belum lagi, tempat ia berada saat ini sangat asing.

Tiba-tiba saja seekor ular putih muncul dari udara kosong. Meng Lusi terkejut hingga mundur beberapa langkah.

“Ular jadi-jadian?” tebaknya.

Ular putih spiritual baru saja menyelesaikan masalah ruang. Ketika muncul dipanggil ular siluman?

Kenapa dia memiliki ras yang begitu rendah?

“Aku bukan ular jadi-jadian, namaku Sunni. Aku adalah penjaga ruang mata air spiritual. Kamu adalah tuan baruku sekarang.”

Seberapa enggan Sunni menganggap Meng Lusi sebagai tuan, ia harus menerima kenyataan.

“Lalu apa yang terjadi padaku? Di mana ini dan kenapa aku menjadi seperti ini?”

Sunni menyentuh kepalanya dengan ekor. “Aku tidak tahu. Jujur saja saat ruang mata air spiritual jatuh ke dalam perbaikan, aku harus mengeluarkanmu dari ruang lebih dulu. Karena tidak ada rencana, aku hanya berjudi dengan keadaan berdasarkan gantungan giok identitas yang kamu temukan di gua. Intinya, ini bukan duniamu lagi.”

Maksudnya, Meng Lusi dibuang ke zaman yang tak ada dalam sejarah?

Takut Meng Lusi marah dan tidak mau mengakuinya, Sunni segera menjelaskan.

“Jangan khawatir, aku memiliki kemampuan untuk mencari tahu tentang dunia ini. Tapi butuh waktu. Apakah kamu baik-baik saja selama aku tidak ada?”

“Bagaimana menurutmu? Aku diperkosa saat pertama kali bangun.”

Nasib buruk macam apa ini? Sunni merasa kasihan. Dia sendiri seekor ular betina.

“Cepatlah pikirkan sesuatu. Aku tidak mungkin tinggal di hutan selamanya bukan? Sistem pemerintahan macam apa di dunia ini dan mata uang apa yang digunakan. Pria yang memperkosaku memanggil dirinya sendiri sebagai ‘raja’. Aku curiga ini zaman kuno.”

Belum lagi Meng Lusi masih memakai gaun putih ala gadis zaman kuno.

“Raja? Tuan, orang yang memperkosamu adalah seorang raja atau pangeran. Kenapa kamu bodoh dan malah pergi? Bukankah bagus jika meminta pertanggungjawaban darinya?”

“Ular bodoh! Hubungan tanpa cinta apa gunanya? Bukankah dia punya istri dan selir? Belum lagi, dia masih dibius hingga terpaksa memperkosaku. Meminta pertanggungjawabannya sama saja dengan bunuh diri.”

Meng Lusi bukan wanita teh hijau seperti dalam drama dan cerita novel. Dia seorang tentara wanita berbakat. Kenapa harus mengandalkan pria dalam segala hal?

“Tapi … bagaimana jika kamu hamil dalam satu kali gerakan?”

Pertanyaan itu membuat Meng Lusi terdiam. Tidak mungkin! Harusnya tidak akan terjadi.

Menjadi Ibu Muda

Lima tahun kemudian, pada musim dingin di Desa Awan.

Meng Lusi sudah mengetahui banyak hal tentang tempatnya berada selama ini. Dia berada di zaman kuno, lebih tepatnya negara Angin Utara yang dijuluki sebagai tempatnya para ksatria.

Bukan tanpa alasan. Tapi karena negara Angin Utara memang memiliki banyak talenta muda di ketentaraan dan seni bela dirinya.

Banyak keluarga bangsawan dari negara tetangga datang untuk menikahkan putri mereka. Di zaman ini, pria dengan tiga istri dan empat selir sangat mudah ditemui. Kebanyakan para wanita yang mereka nikahi berasal dari negara lain.

Meng Lusi menyadari masalah ini. Tidak banyak anak perempuan yang lahir di negara Angin Utara. Alhasil, anak perempuan menjadi kesayangan orangtua ketika mereka lahir.

Ini berbeda dari kisah-kisah novel zaman kuno yang pernah Meng Lusi baca.

Karena negara Angin Utara berada di wilayah sebelah utara benua Naga Kembar, cuaca sepanjang tahun bisa dikatakan sejuk. Di saat musim dingin, salju akan turun hampir setiap waktu.

Meng Lusi tengah membuat rencana untuk musim dingin tahun ini. Tiba-tiba saja suara tawa anak-anak masuk rumah membuatnya menoleh.

“Ibu, ayo kita memancing ikan. Kakek bilang ada banyak ikan di danau.” Seorang anak perempuan berusia empat tahunan menarik lengan baju Meng Lusi.

“Iya, Bu, ayo pergi. Sunni sudah pergi dan menunggu kita di danau.” Saudari kembarnya juga mengangguk setuju.

“Bukankah Ibu sudah bilang, pakai jubah hangat saat keluar rumah? Cuacanya terlalu dingin,” kata Meng Lusi tidak berdaya.

Si kembar Meng Shuya dan Meng Shilan sangat lucu dan cantik layaknya boneka. Keduanya kembar identik. Banyak para ibu rumah tangga di desa sering menggoda keduanya.

Apa yang dikatakan Sunni mungkin membuat Meng Lusi merasa tidak siap menjadi ibu muda. Dia benar-benar hamil tahun itu. Sungguh tak terima. Tapi anak-anak tidak bersalah. Meng Lusi tidak membenci kedua anak itu.

Bagaimana pun juga, anak itu lahir dari tubuhnya.

Ketika tiba di desa Awan tahun itu, Meng Lusi bertemu dengan Cheng Ao, seorang pria paruh baya yang tidak memiliki anak dalam keluarga. Istrinya tak bisa hamil karena penyakitnya. Jadi pasangan itu hidup berdua.

Saat Meng Lusi membutuhkan tempat tinggal sementara, Cheng Ao berbaik hati membawanya pulang. Dia dan istrinya menjadikan Meng Lusi sebagai anak angkat.

Tapi sekarang Meng Lusi sudah punya rumah sendiri semenjak istri Cheng Ao meninggal karena sakit. Ia tidak ingin menjadi bahan gosip orang-orang desa. Bagaimana pun juga dia dan Cheng Ao tidak memiliki hubungan darah.

Ketika si kembar lahir, Meng Lusi hanya berkata jika ayah keduanya pergi entah ke mana. Tidak apa-apa untuk menanggung reputasi buruk sebagai wanita nakal karena hamil di luar nikah, ditinggal kekasih dan lain sebagainya.

Meng Lusi sama sekali tidak peduli dengan itu semua. Toh, dia juga tidak punya kerabat di zaman ini.

Tapi ketika ada yang menghina anak-anaknya, dia akan berdiri dan menampar mereka.

“Bu, ayo cepat pergi!” Si kembar mendesak.

“Baik, baik, ayo pergi. Tunggu sebentar, Ibu siap-siap dulu.”

Meng Lusi kembali ke kamar dan mengenakan jubah hangatnya. Lalu mengambil dua jubah berbulu lain untuk Meng Shuya dan Meng Shilan.

Ketiganya pergi ke danau yang letaknya cukup jauh dari desa. Ada hutan di belakang desa. Danau besar ada di tengah hutan. Untungnya tak banyak binatang buas di hutan itu sehingga anak-anak desa sering berburu dan bermain ke sana.

Ketika ketiganya tiba, danau membeku tampak terlihat indah. Sunni si ular putih pun sudah menunggu kedatangannya. Tak lupa, Cheng Ao juga ada di sampingnya.

Cheng Ao sudah tidak takut lagi dengan ular putih itu sejak tahu tidak menyakiti orang.

“Ayah Angkat,” sapa Meng Lusi.

“Lulu, kamu akhirnya di sini. Si kembar bilang ingin makan ikan panggang hari ini.” Pria paruh baya itu memiliki senyum lembut saat melihat si kembar.

“Maaf merepotkanmu, Ayah Angkat.”

“Kenapa repot? Bukankah mereka juga cucuku? Tidak masalah, aku bosan di rumah dan keluarlah untuk melakukan sesuatu.”

Si kembar tampak antusias melihat lubang di atas permukaan air danau yang membeku. Meng Shuya lebih tua lima menit dari Meng Shilan. Dia pun bertanya.

“Kakek, apakah ikannya sudah dapat?”

“Kakek belum mulai memancing, tunggu kalian lebih dulu.”

“Wow, Kakek, pasti ada banyak ikan besar di sini. Shilan ingin makan ikan besar,” kata Meng Shilan.

Cheng Ao tertawa senang. “Tentu saja, mari kita pancing ikan yang besar.”

Mereka pun mulai memancing dengan sabar. Tiba-tiba saja Meng Shuya memiliki ide. Dia menarik tangan ibunya.

“Bu, ikan di sini selalu enak dan gemuk. Bagaimana jika kita memasak dan menjualnya. Pasti bernilai banyak uang,” katanya.

Meng Lusi terkejut. “Kamu ini, apakah hanya memikirkan bisnis di kepalamu? Berapa umurmu, Nak?” candanya.

Cheng Ao sudah memprediksikan jika Meng Shuya akan menjadi wanita pebisnis di masa depan. Anak ini sudah berbeda sejak dia mengerti banyak hal.

Berbeda dengan Meng Shilan yang lebih suka memegang pedang kayu dan berlatih kekuatan fisik. Sama seperti Meng Lusi yang memang ahli seni bela diri. Otaknya juga penuh dengan ide-ide baru. Mungkin menjadi ahli seni bela diri di masa depan.

Kedua anak itu dilahirkan bersama tapi kesukaannya sangat berbeda. Keduanya sangat cantik di usia yang sangat muda, menunjukkan seberapa tampan ayah kandung mereka.

“Baiklah, mari kita masak dan jual. Tapi Ibu harus pergi ke kota untuk membeli beberapa bahan yang kurang.”

Si kembar pasti ikut tanpa diminta. Keduanya suka berkeliaran di kota, mencoba berbagai jenis camilan dan makanan yang diperjualkan pedagang.

Meng Lusi tidak kekurangan uang ini sekarang, jadi apapun yang mereka inginkan, ia berusaha memenuhinya. Lagi pula, dia tidak sesibuk saat berada di tentara waktu itu.

Mereka memancing cukup lama hingga hari sudah mulai senja. Meng Lusi harus pergi ke pasar sebelum menjelang malam.

Ikan yang mereka tangkap akan dimasak pagi besok dan dijual pada hari yang sama. Dengan begitu, rasa dan tekstur ikan tidak akan berubah. Kebetulan ini musim dingin, ikan tak akan mudah membusuk.

“Ayo pergi jika kalian ingin ikut Ibu ke pasar. Kita harus kembali sebelum larut malam.”

Pasar di kota bisa sampai tengah malam sehingga Meng Lusi tidak khawatir akan terlambat belanja. Tentu Meng Shuya dan Meng Shilan senang dan berpamitan dengan kakek angkat mereka.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Di pasar kota yang masih ramai saat ini. Meng Lusi mampir ke beberapa toko rempah dan bahan-bahan untuk memasak ikan besok. Si kembar mengikuti tanpa membuat masalah.

“Ibu, aku ingin makan kue jahe.” Meng Shilan tiba-tiba saja mencium aroma kue jahe.

Meng Lusi sedang memeriksa barang yang dibelinya. Mendengar Meng Shilan ingin kue jahe, ia melihat ada penjual kue jahe tak jauh dari keberadaan mereka berada. Kemudian menyerahkan sejumlah uang padanya.

“Pergilah dengan kakakmu, hat-hati, jangan berkeliaran dan segeralah kembali.”

Meng Shilan senang dan segera mengajak saudari kembarnya untuk pergi. Meng Lusi menggelengkan kepala saat melihat mereka pergi.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!