NovelToon NovelToon

AIR MATA DARI IBU MERTUA

Bab 1 Tidak sukanya Wina.

Nayla tak pernah membayangkan, jika hidup tanpa tahta dan harta akan menjadikan dirinya terhina di keluarga kaya raya. 

Iya menikah dengan sosok lelaki bernama Akbar, lelaki yang mempunyai beberapa jenis bisnis dari perdagangan. Salah satu yang mengelola bisnis adalah dirinya sendiri, karena anak bungsu dari keluarga Budiarto. 

Sosok wanita bernama Nayla itu sedikit menghindar, ia terkadang tak pede jika berkumpul dengan keluarga sang suami yang terlihat berwibawa dan sering menonjolkan kekayaan.

Namun sosok Akbar yang memang mencintai Nayla tanpa memandang harta, selalu senantiasa membuat wanita itu nyaman. 

"Nayla ayo. "

Wajah Nayla menunduk, dimana wanita itu berkata, " Kamu saja mas, aku nggak pede kalau masuk ke rumah orang tuamu. "

"Mm, kamu ini kebiasaan ya. " Tangan kekar Akbar, kini menarik tangan sang istri dengan begitu lembut sembari memperlihatkan lekuk senyum dari bibir lebar Akbar. 

Senyuman Akbar membuat Nayla malu pada dirinya sendiri, suami yang dicintai selama satu tahun ini selalu setia menemani. Walau fisik Nayla kini berubah. 

Wajah dengan kulit kuning langsat, yang cantik itu  berubah menjadi wajah buruk rupa, karena insiden kecelakaan lima bulan yang lalu. 

Pegangan tangan Akbar membuat semangat pada diri Nayla. Keluarga yang ternyata sudah menunggu kedatangan mereka, membuat semuanya terdiam, apalagi sang Ibunda yang bernama Wina.  Ia terlihat menatap sinis sang menantu, " bisa-bisanya kamu Akbar membawa wanita buruk rupa seperti ini, apa tidak ada lagi wanita yang bisa kamu bawa selain wanita ini. Kamu ini tampan Akbar, kaya raya, kamu bisa mendapatkan seorang wanita

cantik berkelas atas, tidak seperti wanita buruk rupa ini yang derajatnya rendah daripada kita. "

Nayla hanya bisa terdiam bibirnya keluh, ia tak bisa membantah sang mertua di saat keluarga tengah berkumpul. 

Namun Akbar menjadi seorang pahlawan yang selalu melindungi sang istri, dari hinaan dan juga cacian ibu kandungnya sendiri. " Bu, Nayla ini istri Akbar.  Kenapa Ibu malah berkata seperti itu, Akbar tak suka Bu, bagaimanapun tidak ada derajat rendah, semua manusia tetap sama."

Wanita tua itu berdiri dengan melipatkan kedua tangan menepis perkataan Akbar yang selalu membela sang istri, " Bella terus, kapan kamu itu sadar, Nayla itu dari dulu tidak pantas bersama kamu.  Dia itu wanita rendahan, cacat fisik. "

Beberapa kali Akbar melayangkan istighfar dari mulutnya, mendengar cacian Ibunda yang begitu berlebihan. 

Budiarto yang menjadi sosok lelaki penengah keluarga, menghentikan perkataan istrinya. 

"Bu,  hentikan perkataan ibu yang menghina itu, kita  berkumpul di sini hanya untuk menikmati suasana keluarga yang jarang berkumpul seperti sekarang. "

Wanita tua itu membalikkan badan ke arah suaminya, " Oh jadi bapak ikut membela wanita buruk rupa ini?"

Budiarto berdiri menghadap sang istri, " tidak ada yang membela seorang menantu, bapaknya meluruskan perdebatan ini.  Karena ibu terlalu berlebihan menghina Nayla, dari awal menikah dengan Akbar sampai sekarang."

Melipatkan kedua tangan, membuang muka di hadapan suaminya sendiri, keegoisan Wina sudah terlihat dari dulu. Iya tak suka jika perkataannya dibantah. 

" Jadi Bapak nyalain ibu?" Tanya Wina yang merasa dirinya tersalahkan. 

Mengusap kasar wajah, Budiarto tampak pusing, menghadapi istrinya yang pemarah,  ingin sekali Budiarto memberi teguran dengan tamparan, namun niat itu di urungkan. Ia takut jika masalah malah akan menjadi rumit. 

Budiarto menarik napas, mengeluarkannya secara perlahan. Berusaha mengontrol emosi agar bisa menyadarkan diri dan juga sang istri,  jika perkataan yang terlontar dari mulut Wina sangatlah menyakiti hati sang menantu. 

"Bu, bapak tidak ada niat sama sekali menyalahkan ibu. Bapak hanya bingung dengan Ibu, kenapa ibu tak menyukai istri Akbar. "

Budiarto berharap jika perkataan lembutnya mampu, membuat istrinya bisa luluh dan kini sadar dari kesalahannya saat berucap. 

Wanita tua itu malah menitipkan air mata secara tiba-tiba. Ia duduk di mana para menantu dan juga anak-anaknya merasa khawatir. 

"Bu."

Semua mendekat memperlihatkan wajah sayu mereka, karena melihat sang ibunda terduduk lemah telah mendapat teguran lembut dari suaminya sendiri. 

Salah satu menantu Budiarto yang bernama Aisyah kini angkat bicara," Sudahlah Pak sebaiknya bapak jangan terus-menerus menegur ibu, kasihan Ibu. Takut nanti penyakit darah tingginya kambuh lagi. "

" Aisyah kamu ini memang menantu terbaik ibu, yang selalu mengerti kondisi ibu saat ini. Sudah cantik kaya raya baik hati lagi, ibu sayang sama kamu." Puji Wina pada Aisyah, istri dari Ardan anak pertama Budiarto. 

Karena mendengar pujian sang ibu mertua kepada Aisyah, membuat Lisa wanita yang menikah dengan anak kedua  Budiarto, menjadi haus akan pujian, tak ingin kalah dengan Aisyah yang selalu disukai oleh Wina. 

"Bu, sebaiknya Lisa antarkan ibu istirahat ke kamar ya sekarang, ibu harus menjaga kondisi ibu. Jangan memikirkan hal-hal yang membuat kepala ibu pusing dan juga hati ibu sakit." Tutur kata menantu kedua Wina membuat hatinya luluh. 

Tangan yang terlihat mengkerut itu kini mengusap pelan rambut panjang sang menantu, " Lisa kamu memang wanita yang pintar dan juga kaya raya, ibu juga sangat menyayangi kamu."

Nayla yang mendengar pujian dari ibu mertua kepada menantu menantunya, membuat Ia sakit hati dan juga iri.  Karena dirinya yang memang terlahir dari keluarga miskin, membuat dirinya tak mempunyai gelar sebagai seorang wanita kaya raya. 

Air mata seketika menetes keluar dari kedua mata wanita bernama Nayla itu, Akbar yang melihat pemandangan menyakitkan untuk istrinya itu, kini menarik tangan lembut sang istri. Untuk segera keluar dari lingkungan keluarga yang memayoritaskan kekayaan. 

"Mas Akbar. " raut wajah sedih Nayla membuat Akbar sakit hati. Ia menegakan tubuh, berpura pura kuat agar sang istri merasa tetap nyaman. 

Wanita tua itu berusaha berdiri lagi, setelah tangisan palsu iya perlihatkan dihadapan Akbar dan juga para menantunya. 

"Akbar, nak kamu mau kemana?" Pertanyaan sang ibunda membuat Akbar membalikkan badan sembari memegang erat tangan sang istri. 

"Maaf bu, sebaiknya Akbar pergi saja dari perkumpulan keluarga ini, memang Akbar dan juga Nayla tak pantas berada di sini.  Karena bukan kebahagiaan yang Akbar temukan di perkumpulan keluarga ini, tapi sakit hati Nayla akibat perkataan kasar dan juga ketidakadilan ibu kepada menantu menantu ibu, yang di mana Ibu hanya memayoritaskan kekayaan dan juga memandang fisik seorang menantu."

Ketegasan Akbar membuat Nayla menangis, kehidupan miskinnya tak membuat dirinya rendah di hadapan sang suami, Nayla selalu dihargai layaknya sebagai seorang Ratu yang dilindungi oleh sang Raja. 

Di dalam mobil Nayla, melihat raut wajah suaminya memerah, terlihat lelaki yang menjadi suaminya itu menahan amarah.

"Mas, sebaiknya kamu temui ibu sekarang, jangan kamu buat ibu sakit hati. Bagaimanapun dia ibu kamu, wanita yang sudah melahirkan kamu. " ucap Nayla dengan bibirnya yang bergetar, berusaha membuat suaminya tak membenci sang ibu.

Bab 2 Ucapan Akbar

Akbar memegang setir mobil yang belum dinyalakan, iya menggenggam erat setir mobil, setelah mendengar perkataan dari istrinya. 

"Nayla, aku tidak akan meninggalkan kamu di dalam mobil sendirian. Aku ingin bersama kamu  ketika menghampiri ibu di dalam rumah."

Nayla semakin terharu dengan perkataan sang suami, hatinya berdebar, iya mengukir senyum di bibirnya. Menatap bahagia ke arah suaminya. 

" Sebaiknya sekarang kita pulang saja, jangan perdebatkan lagi masalah yang tadi, aku tidak ingin perkataanku ini nantinya malah menyakiti hatimu. "

Bagaimana bisa Nayla yang sekarang menjadi wanita buruk rupa, mendapatkan sosok lelaki yang benar-benar setia terhadapnya, menjaga lisan dari perkataan buruk. 

Mobil kini melaju dengan kecepatan tinggi, Akbar ingin segera menghindar dari rumah keluarga yang memayoritaskan kecantikan dan juga kekayaan. 

"Sayang, nanti kalau kamu butuh sesuatu bilang ya sama aku. "

Nayla menganggukan kepala tersenyum lebar, hatinya merasa bahagia. Ada sosok lelaki tangguh di hadapannya. 

Setelah pulang ke rumah, baru saja Akbar duduk di atas sofa, ia dikejutkan dengan suara ponselnya yang bergetar. 

Merogoh saku celana melihat layar ponsel, Akbar mulai mengangkat panggilan telepon dengan menghindar dari sang sang istri. 

Pergi ke ruang tamu. " Halo Akbar."

Terdengar suara sang kakak memanggil nama adiknya, "Ada apa lagi?"

Bukan sapaan yang dilayangkan Akbar, tapi sebuah pertanyaan pada sang kakak dengan nada sedikit meninggi. 

"kamu ini gimana sih Akbar, di perkumpulan keluarga kamu malah pergi begitu saja. Kamu ini  tidak kasihan terhadap ibu," ucap Ardan, terdengar membentak sang adik. 

Akbar tersenyum sinis, setelah Ardan membahas rasa kasihannya terhadapan sang ibunda. " Kak, Akbar pergi karena ibu mempermalukan Nayla di depan keluarga. "

"Hanya karena perkataan ibu yang sepele, kamu tega pergi meninggalkan wanita tua yang melahirkan kamu. Akbar sadar, ibu lebih berharga dari pada istrimu. " Nasehat yang tak akan diterima sama sekali oleh Akbar dari mulut sang kakak. 

"Aku  bukan tega pada ibu kak. Kak, tapi Aku lebih menghargai dan menjaga hati istriku, menyelamatkan keluargaku. " Balas Akbar pada sang kakak, dengan harapan jika sang kakak akan mengerti. 

"Akbar, kakak tak menyangka, jika kamu lebih memilih wanita buruk rupa …."Akbar mengelak perkataan sang kakak dalam sambungan telepon, " Jangan pernah menghina istriku, apalagi menyebut dia wanita buruk rupa.  Jika Kak Ardan sekali lagi menyebut penghinaan itu, aku tak segan segan menyebut kakak seorang b@j!ng@n."

"Hanya karena Nayla, kamu berani membantah kakakmu ini, kurang ajar sekali kamu Akbar. "

Sambungan telepon pun dimatikan sebelah pihak, Akbar tak peduli jika sang kakak membenci dirinya, dari dulu memang iya  menginginkan seperti ini. Tak ada namanya persaudaraan, karena mempunyai saudara bukan malah membuat di bahagian. Malah memperbanyak masalah, kehidupannya yang biasanya nyaman sekarang terusik karena harta warisan. 

Apalagi Akbar selalu menjadi sasaran kekesalan kedua kakak laki lakinya, yang dimana ia mendapatkan harta warisan yang lebih banyak daripada kedua kakaknya. 

Menggenggam erat ponsel, Akbar berusaha menenangkan diri, kini rumah tangganya berada di fase sedang tidak baik. Karena banyak ketidak sukaan keluarga Akbar dari status keluarga Nayla dan wajahnya yang buruk rupa. 

Nayla yang berada di balik pintu menggenggam erat kedua tangan, menaruhnya pada dada. Rintikan air mata kini membasahi kedua matanya, ia malu pada dirinya sendiri, karena fisiknya yang buruk rupa. 

Membuat keluarga Budiarto, menjauhi Akbar karena selalu berpihak pada Nayla. Perlahan Nayla melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar, Nayla mendekatkan dirinya pada cermin besar.

Melihat raut wajah. Bekas kecelakaan membuat kedua matanya meneteskan air mata,  Nayla mulai mengambil sebuah cadar dan pakaian syar'i yang ia beli seminggu lalu. 

Raut wajah masih memperlihatkan kesedihan, dimana Nayla mulai mencoba baju syar'i dan juga cadar yang akan menutupi wajahnya. 

Kini penampilannya benar-benar tertutup semua, membuat ia berpikir harus memakai pakaian tertutup agar orang yang melihatnya tak jijik.  Akbar membuka pintu kamar, ia terkejut melihat Nayla memakai baju syar'i yang begitu tertutup. 

"Nayla, sedang apa kamu. "

Akbar mendekat dimana  Nayla, mengedipkan kedua matanya. " Mas Akbar. Gimana penampilanku sekarang, cantikkan?"

Pertanyaan Nayla membuat Akbar tak suka. perlahan ia memegang kerudung panjang dan juga cadar yang menutupi wajah istrinya. 

Wajah yang penuh dengan luka bakar, kini tak terlihat lagi. 

Menarik kerudung panjang itu hingga lepas. " Aku tak suka. Untuk apa kamu menutupi wajah cantikmu dengan kerudung ini. "

" Mas Akbar, jika aku menutupi wajahku dengan kerudung ini, kemungkinan besar keluargamu tidak akan jijik terhadapku. "

"Cukup." Akbar berusaha menghentikan ucapan istrinya yang membahas antara jijik dan tidaknya. Terhadap seorang menantu yang mempunyai kekurang fisik. 

Lelaki berbadan kekar itu menatap ke arah istrinya dengan kedua mata berkaca kaca, memegang kedua bahu Nayla. " Tak harus kamu menutupi kekuranganmu itu hanya ingin mendapatkan kebaikan mereka. "

Akbar memeluk erat istrinya, lalu menangis. " Jika kita berada dibawah dan tak mempunyai apa apa, apalagi menunjukkan kekurangan. Kita akan tahu siapa orang yang akan menghargai kita dan peduli pada kita, dan kita juga akan tahu sosok orang munafik itu seperti apa. "

"Akbar, aku banyak sekali kekurangan." Nayla terdengar merendah. 

"Hey, manusia semua sama mempunyai kekurangan, bukan kamu saja Nayla, aku juga punya, " Akbar berusaha membuat ukiran senyum pada bibir istrinya. 

"Tapi, kekuranganku begitu banyak. Jadi aku ingin menutupi semuanya agar mereka tak menghinaku lagi, " Perkataan Nayla membuat hati Akbar sakit, lelaki berbadan kekar itu tahu apa yang dirasakan istrinya ketika sang keluarga meremehkan dan menghina fisiknya. 

Akbar mencoba menasehati sang istri, " Jika kamu ingin memakai kerudung, niatkan untuk menutupi auratmu, bukan semata mata untuk menutupi kekuranganmu. Aku tidak akan melarangmu memakai pakaian Syar'i. Silahkan saja. "

"Terima kasih, mas. " Dan pada akhirnya senyuman itu terlukis indah pada bibir tipis Nayla.

"Jika mereka menghinamu, sama saja mereka menghinaku juga. Jadi jangan takut, aku akan tetap ada di sampingmu, Nayla," Pelukan hangat dari sang suami masih dirasakan Nayla selama ini Akbar selalu menjaga dan menyayangi sang istri sepenuh jiwa.

Tok .... Tok .

Ketukan pintu kini begitu jelas terdengar dari depan rumah mereka, Nalya mulai melepaskan pelukan suaminya. Ia kini berniat untuk melihat siapa orang yang datang ke rumahnya.

"Mas, aku lihat dulu ke depan siapa yang datang," ucap Nayla membuat Akbar menganggukan kepala.

Melangkahkan kaki, membuat Akbar menarik tangan istrinya. " Kenapa mas?"

"Jangan lama lama, " Kedipan mata seperti menandakan jika Akbar ingin berduaan dengan sang istri di dalam kamar. Ia tak ingin jauh dengan wanita yang sangat ia cintai.

Nayla tersenyum, " Baiklah. "

Bab 3 Kemarahan Akbar Melihat Nina

Nayla berjalan ke arah pintu rumah, melihat siapa yang datang. Baru saja membuka pintu rumah, orang itu sudah mendorong pintu dan menangis dihadapan Nayla.

"Kak Nayla, " Pelukan dan tangisan diperlihatkan oleh sang adik bernama Nina. Gadis muda itu, kini menceritakan apa yang sudah terjadi padanya. 

"Nina, kamu kenapa?" tanya Nayla, perlahan melepaskan pelukan dari tangan adiknya. 

Nina masih memperlihatkan isak tangis, dengan bibir mengkerut.  Nayla berusaha menenangkan sang adik, menyuruh gadis berumur delapan belas tahun itu untuk duduk di atas sofa. 

Merangkul bahu Nina, " ayo kamu duduk dulu disini, tenangkan dulu hati kamu. Tarik napas, lalu keluarkan secara perlahan. "

Gadis bermata sipit itu menurut, ia mengikuti perkataan sang kakak, hingga tangisannya itu berhenti seketika. "

"Sekarang coba kamu ceritakan, apa yang sebenarnya terjadi pada kamu?" tanya Nyala dengan tutur kata lembutnya. 

"Nina diputusin pacar Nina yang kaya raya itu, di tega tampar pipi Nina, dan mengatai Nina seperti sampah!" jawab Nina, Nayla mengerutkan dahinya, ia menggelengkan kepala melihat sang adik yang masih berumur delapan belas tahun sudah mengenal cinta. 

"Bukannya kakak, sudah pernah kasih tahu kamu Nina, jangan pacaran dengan lelaki itu. kamu fokus saja pada kuliahmu, " ucap sang kakak berusaha menasehati adiknya. 

Nina hanya menundukkan wajah merasa menyesal karena tak mendengar nasehat sang kakak, ia kini mengusap sisa air mata yang masih basar pada pipinya. 

Perlahan tangan gadis itu, mulai meraih kedua tangan sang kakak dan memelas, memohon permintaan. " Kak Nayla, bolehkah Nina tinggal di rumah ini. "

"Ee, gimana ya. Boleh saja, tapi …. " belum meneruskan perkataan, Nina langsung tersenyum lebar. 

"Terima kasih, kak, " balas Nina mulai bangkit dari tempat duduknya sembari memegang koper berisi baju yang ia bawa. " Jadi mana kamar untukku, kak?"

Nayla berusaha menjelaskan perkataan yang belum sepenuhnya terucap, " Tunggu. "

Nina kini mengerutkan dahi," Kenapa kak?"

"Kakak harus meminta izin terlebih dahulu pada Mas Akbar, karena ia yang berhak menentukan kamu bisa tinggal di rumah ini atau tidak!" jawab Nayla, membuat raut wajah Nina seketika berubah. 

Gadis berumur delapan belas tahun itu, kini duduk di atas sofa bersebelahan dengan sang kakak. Mengerutkan bibir, " Ya ampun kakak, masa harus nunggu izin suami, baru aku bisa tinggal di sini. "

"Maafkan kakak Nina, karena rumah inikan milik suami kakak, jadi yang berhak memberikan izin suami kakak. Jadi kakak tidak bisa semena mena. " Nayla memberi pengertian kepada sang adik, agar mau memahami situasi sang kakak. 

Nina malah melipatkan kedua tangan, dan mengerutkan bibirnya, " Ya sudah cepat beritahu suami, kak Nayla. Soalnya Nina sudah ingin beristirahat. "

Masih menyimpan keraguan pada hati Nayla, untuk meminta izin kepada suaminya. 

"Loh, kakak malah diam saja. Ayo kasih tahu suami kakak. "

Nayla merasa tak enak hati, ia belum berani bangkit dari tempat duduknya, menghampiri sang suami, karena feelingnya Akbar pasti tidak mengizinkan Nina tinggal di rumahnya. 

"Oh ya, sebelum kakak menghampiri Mas Akbar, kakak ingin tanya sama kamu.  Kontrakan yang kakak bayar setiap bulan untuk  tempat tinggal kamu,  gimana?"

Nina mengusap kasar wajahnya dengan kedua tangan, " Kakak, selama aku mempunyai pacar aku tidak pernah tinggal di kontrakan itu. Jadi Aku tinggal di rumah mewah pacarku. "

"Lantas uang bulanan yang kakak kirimkan untuk bayar kontrakan.  Kamu pakai apa?" tanya Nayla membuat Nina malah menjawab. "  Uang itu habis Nina pakai kebutuhan Skin Care Nina. Dan membeli alat make up untuk Nina pergi kuliah. "

Mendengar perkataan Nina membuat Nayla sedikit kesal, padahal ia bersusah payah menyisihkan uang  yang seharusnya menjadi kebutuhan untuk dirinya, Nayla berikan pada sang adik. 

Apalagi niat Nayla yang menabung untuk menjalankan operasi wajah habis membiayai kuliah sang adik. 

"Nina, kakak susah payah loh biayai kamu mahal mahal, tapi dalam pikiran kamu itu hanyalah mempercantik diri dan mempunyai pacar, " keluh sang kakak, membuat Nina menggerutu kesal. "Oh, jadi kakak keberatan dengan Nina, karena sudah menghambur hamburkan uang. Kak Nayla, apa yang Nina beli dari uang kakak itu adalah sesuatu yang dibutuhkan Nina agar tetap tampil segar dan enak dipandang mata orang orang. "

Nayla menggelengkan kepala, mendengar perkataan adiknya. 

Nina sudah merasa tak nyaman dengan badannya, ia sesekali menguap  merasakan rasa kantuk. 

Dimana Nayla mencium bau Alkohol dari mulut adiknya. Mengibas ngibaskan tangan pada depan wajahnya, sang kakak kini berucap. " Mulutmu bau alkohol, kamu habis minum minum ya. Nina. "

Kedua mata Nina berkaca kaca, ia menganggukan kepala dan berucap," Iya kak, kan kakak tahu sendiri, Nina itu frustasi diputusin pacar, sampai berani minum minum sama kawan kawan Nina. "

Sang kakak memegang kedua bahu adiknya, lalu berucap lagi, " Nina, kakak tak suka jika kamu sampai minum minuman keras seperti ini, yang kakak inginkan saat ini kamu fokus kuliah, jangan memikirkan seorang pacar. Kakak menasehati kamu karena kakak sayang sama kamu, kakak ingin kamu menjadi wanita berpendidikan. Dan tidak dipandang rendah oleh orang lain. "

"Pasti itu lagi yang kakak bahas, berpendidikan dan masih miskin tetap saja kak. Orang akan menghina kita rendah, kecuali kalau kita kaya raya dari oroknya, mungkin orang lain tidak akan menghina kita. "

Obrolan keduanya tiba tiba terhenti saat sosok Akbar datang. " Nayla. "

Nayla membalikkan badannya, ia lupa kalau Akbar menyuruhnya untuk tidak berlama lama saat menerima tamu.

Nina yang melihat ketampanan suami dari kakaknya membuat ia membulatkan kedua matanya.

"Iya Mas, kenapa?" tanya Nayla penuh dengan perasaan takut.

"Kenapa kamu begitu lama menerima tamu!" Jawab Akbar dengan nada terdengar kesal.

"Maaf mas, ada adikku datang." ucap Nayla, dimana Nina mengajak bersalaman pada sang kakak ipar.

Namun Akbar hanya menganggukkan kepala, menjaga sentuhannya, berusaha tak memandang sedikit pun gadis yang memakai baju seksi itu.

Nina heran dengan kakak iparnya yang tak mau bersalaman, padahal banyak sekali lelaki yang mengantri padanya demi ingin dekat dan di sapa oleh Nina.

"Mas, aku ingin meminta izin padamu, " ucap Nayla dengan penuh keraguan, dimana Akbar berdiri membelakangi Nina.

"Izin untuk apa," balas Akbar terlihat heran, dengan nada gugup istrinya saat berbicara.

"Ini soal Nina, kebetulan sekali dia sedang menjalani kuliahnya. Dan meminta untuk tinggal di rumah kita, apa kamu mengijinkan Nina tinggal di sini, " jelas Nayla, berharap jika sang suami mau mengizinkan sang adik tinggal di rumah.

Akbar mengusap perlahan dagunya, memikirkan apa yang dikatakan sang istri. " Kenapa kamu tidak biarkan dia mengontrak saja. "

"Sudah, tapi dia merasa tak nyaman. karena daerah sini sedikit rawan, " Alasan Nayla, agar sang suami mengizinkan Nina tinggal di rumahnya.

"Mm, baiklah. Tapi hanya sementara. " ucap Akbar mengizinkan Nina tinggal di rumahnya.

"Sementara?"

"Ya, biar adik kamu itu belajar mandiri tidak bergantung dengan orang lain!"

DEG .....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!