Sudah berkali-kali wanita itu berusaha menemui seorang model sekaligus aktor yang namanya sedang melambung tinggi beberapa bulan ini karena film pertama yang dibintangi memiliki penonton mencapai sepuluh juta dalam waktu satu minggu. Semua orang memuji dan mengakui kalau pria tersebut yang tak lain ialah Quirinus Hugo, sosok berbakat dan cocok memerankan seorang berkarakter dingin, seksi, serta hot.
Quirinus tak pernah mau menerima kunjungan atau hadiah dari fans wanita karena menjaga hati sang istri tercinta. Semua bingkisan selalu diterima oleh manajernya. Maka dari itu ia terkejut saat masuk ke ruang istirahat di lokasi syuting ada lawan jenis yang tak dikenal.
"Keluar!" Dibandingkan bertanya nama, Quirinus lebih baik langsung mengusir. Terlihat mata sampai melotot pertanda benar-benar tak suka ada orang lain di dalam sana.
Namun, wanita itu enggan menuruti. Dia justru mendekati Quirinus. "Begitu caramu memperlakukan orang yang pernah mengandung anakmu?"
Kepala Quirinus bergeleng karena bisa-bisanya ada orang gila main masuk ke tempat privasinya. "Jangan sembarangan jika bicara! Ku robek mulutmu kalau sekali lagi mengatakan hal menjijikkan yang tak mungkin terjadi itu," ancamnya kemudian sembari menunjuk wajah wanita itu.
"Kau tidak percaya? Ikut denganku untuk melihatnya," tantang wanita tersebut.
Quirinus tetap mengabaikan, ia mengambil ponsel dan menelepon manajernya supaya menyeret orang tersebut keluar. Dia tidak mau mengotori tangan dengan memegang manusia itu.
Tak berselang lama, orang yang ditelepon pun datang juga. Ia segera menyeret paksa wanita itu walau sulit karena melakukan pemberontakan. Pada akhirnya tetap berhasil juga karena dirinya seorang lelaki dan memiliki tenaga lebih besar.
"Maaf atas kelalaianku, Mr. Hugo," ucap manajer Quirinus. Tuannya selalu cuek dan lebih sering diam kalau tak ditemani istri, membuatnya bingung apakah dimaafkan atau tidak karena tak ditanggapi, justru ditinggal duduk dan bermain ponsel.
"Mungkin tadi adalah salah satu penggemar nekat yang berhasil mengelabuhi penjagaan," jelas manajer itu kemudian. Meski sekedar asumsi belaka.
"Hm." Quirinus tak ambil pusing, lebih baik menelepon istri saja daripada memikirkan masalah kecil seperti tadi yang baginya tidak terlalu penting.
.....
Quirinus selalu bangun lebih awal. Pukul lima, kedua kelopak mata telah terbuka lebar. Namun, ia selalu tidak buru-buru beranjak dari ranjang. Kebiasaannya setiap hari adalah memandangi wajah sang istri yang masih terlelap begitu pulas.
Selalu suka dengan moment tiap pagi. Raut Annora begitu damai, memberikan ketenangan dalam diri Quirinus untuk mengawali hari.
Perlahan tangan kekar pria itu menyentuh helaian rambut panjang yang tak berarturan menutupi setengah wajah sang istri. Diusaplah pipi sedikit berisi itu.
Quirinus bisa betah seharian hanya memandang wajah Annora. Dia bagaikan seorang pria yang mengidolakan dan mengagumi istri sendiri dalam kondisi fisik apa pun. Termasuk sekarang, saat wanita itu memiliki perut buncit hingga berat badan naik karena tengah mengandung buah hati mereka.
Sayangnya, baru satu jam harus menghentikan aktivitas tersebut karena Quirinus merasakan perut melilit. "Jangan bangun dulu, Sayang. Aku ke toilet sebentar. Buka matanya nanti saja, ya? Aku ingin menjadi orang pertama yang kau lihat setiap harinya." Dia lalu meninggalkan kecupan di kening dan lekas turun untuk mengeluarkan kotoran.
Bagaimana bisa memikirkan wanita lain apa lagi menghamili lawan jenis kecuali sang istri. Memiliki Annora saja sudah cukup baginya. Jadi, kejadian beberapa hari lalu tentu saja sudah Quirinus lupakan.
Annora tersenyum saat mendengar suara pintu tertutup. Dia memang sengaja pura-pura masih tidur karena suka sekali mendengar sang suami yang selalu mengatakan kalimat manis. Quirinus yang sekarang adalah sosok berbeda dari apa yang dikenal pertama kali.
Lumayan lama juga Quirinus di dalam kamar mandi. Menghabiskan waktu sekitar dua puluh menit karena ia sekaligus membersihkan tubuh supaya tak perlu bolak-balik. Saat keluar, tak mendapati istri di ranjang lagi.
Pria itu tidak perlu berteriak untuk memanggil. Seolah memiliki ikatan batin, Quirinus keluar kamar dan memastikan ke dapur. Ternyata benar kalau Annora sudah berada di sana, tepat di depan toaster.
Kaki Quirinus melangkah mendekat, lalu memeluk tubuh wanita tercinta dari belakang. Dia menghirup aroma Annora yang selalu wangi meski baru bangun tidur, istrinya senang menyemprotkan parfum di tubuh. "Kenapa bangun dulu, hm?"
Dagu Quirinus menempel pada pundak Annora, sementara tangan melingkar pada perut buncit yang membawa calon anaknya. Selalu senang dengan posisi seperti itu, mengusap kulit yang kini melar tak seramping dahulu.
"Aku lapar, anakmu sudah protes minta sarapan," jawab Annora. Dia hendak mengambil roti yang baru saja keluar otomatis dari toaster.
Namun, tangan Quirinus sudah mendahulu. "Panas, biar aku saja." Buru-buru ia letakkan pada piring yang sudah tersedia.
Quirinus mengambil alih piring tersebut dan dibawa ke meja makan. Sebisa mungkin selalu memperlakukan Annora layaknya seorang ratu. "Mau diberi selai?" tawarnya kemudian.
"Tidak, seperti itu saja, aku sedang tak suka yang ada rasanya," tolak Annora. Mau duduk pun ia sedikit kerepotan karena kandungan sudah besar. Tapi, untunglah ada suami pengertian yang selalu membantunya.
"Oke." Quirinus tidak ikut sarapan. Dia hanya duduk di hadapan sang istri dan memandangi tanpa berkedip sedikit pun.
"Kenapa kau selalu menatapku? Apa tak bosan?" tanya Annora sembari menikmati roti panggang yang hambar.
"Tidak ada kata bosan dalam kamusku. Justru setiap hari rasanya aku dibuat jatuh cinta olehmu." Quirinus mengucapkan dengan sangat tulus, apa lagi senyuman pria itu adalah sesuatu yang langka dan hanya Annora yang bisa menyaksikan.
Si ibu hamil itu dibuat tersipu, pipi sampai bersemu. Tangannya terulur mencubit kecil lengan sang suami. "Sekarang kau pandai menggoda, ya."
Senang sekali melihat sepasang suami istri baru itu berinteraksi sangat manis dan dekat. Selama pernikahan mereka, belum pernah sekali pun terjadi masalah besar ataupun kecil. Bahkan adu mulut juga tak pernah. Seharmonis itu memang. Hari-hari keduanya terlalu indah, penuh kebahagiaan, dan mulus.
Jika boleh memohon, Quirinus hanya ingin selalu damai tanpa bayang-bayang masa lalu menghantui. Sebagai seorang mantan gigolo atau pemuas wanita, ada di dalam lubuk hati terdalam merasakan was-was kalau perbuatannya dahulu bisa menyisakan hal-hal negatif.
Terlalu bahagia hidup bersama Annora, Quirinus sampai sengaja menganggap angin lalu kalau beberapa hari lalu ada seorang wanita tiba-tiba muncul di hadapannya, mengaku pernah hamil anaknya. Pasti semua itu tidak benar. Dia yakin bahwa yang datang ke lokasi syuting saat itu adalah fans fanatik yang memiliki tingkat kehaluan terlalu tinggi.
Quirinus tak mau ambil pusing atau mengotori hari-hari bersama Annora dengan memikirkan masalah yang belum pasti benar. Ketika bersama istri, isi pikiran harus terfokus pada sosok itu seorang.
Jika dahulu duduk di kursi yang ada dekat kolam renang adalah kebiasaan Quirinus, sekarang justru menjadi rutinitas Annora setiap pagi. Setelah menikah, mereka tinggal di rumah Quirinus yang ada di tengah hutan dan tetap tak memiliki tetangga. Pernah ia tawari supaya pindah ke kota, tapi ditolak oleh sang istri dengan alasan suka suasananya karena sunyi dan lebih banyak memiliki waktu berdua. Padahal Quirinus sudah was-was karena tempat tinggalnya terlalu jauh dari rumah sakit, sementara usia kehamilan Annora terus tertambah tiap harinya.
Namun, Quirinus tak pernah memaksa Annora harus mengikuti kemauannya. Pria itu justru hampir selalu menuruti keinginan istri tercinta.
Tangan Quirinus mengusap kotak beludru yang ada di tangan. Beberapa saat lalu ia masuk ke dalam kamar sebentar untuk mengambil benda tersebut. Tapi sengaja berhenti sejenak diambang pintu yang menghubungkan area dalam dengan kolam renang.
Dua bola mata Quirinus sangat terpukau tiap kali menyaksikan Annora. Entah magnet seperti apa yang dimiliki oleh sosok istrinya, bisa jadi ketulusan wanita itu adalah kunci utama yang berhasil dan bisa membuatnya merasakan seperti terlahir kembali ke dunia.
"Kenapa berdiri di sana? Sini, gabung denganku." Annora melambaikan tangan saat ia tak sengaja menengok ke samping kanan, lalu mendapati suami tercinta tengah berdiri gagah dan sudah pasti selalu mempesona.
Quirinus tidak memberikan tanggapan berupa suara. Kaki mengayun saja semakin mengikis jarak, lalu berhenti tepat di samping Annora. Ia duduk di tepi kursi yang dijadikan tempat santai sang istri.
Masih sama, Quirinus tak terlalu banyak bicara. Namun, dari cara pandang pria itu sudah sangat menggambarkan bahwa betapa besar rasa cinta dan syukur memiliki istri seperti Annora.
Tangan kekar pria itu mengusap perut buncit yang sengaja diekspose supaya terkena sinar dari mentari pagi. "Tidak terasa satu bulan lagi dia akan lahir ke dunia," gumamnya penuh rasa haru.
Annora jadi ikut menumpukkan telapak ke atas punggung tangan suami. "Oh, iya. Sudah delapan bulan, ya?"
Kepala Quirinus mengangguk membenarkan. Menyempatkan sejenak untuk mengecup perut sang istri. "Baik-baik di dalam sini, anakku. Jangan membuat mommymu kesusahan, oke?"
Annora selalu mengusap rambut suami ketika posisi seperti itu. Dia sangat senang, bahkan meski sudah menikah pun dada masih sering berdesir tiap kali Quirinus memberikan sentuhan. "Itu kotak untuk apa?" tanyanya seraya menunjuk benda yang ada di genggaman Quirinus.
"Oh, ini hadiah untukmu." Quirinus membuka kotak tersebut. Terpampang jelas sebuah kalung dengan model sederhana, berlian kecil-kecil tersusun rapi membentuk huruf v.
"Hadiah?" Annora mengerutkan kening. "Perasaan aku tak ulang tahun."
Quirinus mengulas senyum dan menangkup pipi Annora. "Hari ini tepat tanggal pernikahan kita. Ini hadiahku untukmu karena masih mau bertahan sampai sekarang, menemaniku berkembang."
"Ah ... iya. Maaf, aku lupa." Annora meringis sekaligus merasa bersalah. Bisa-bisanya hari sepenting itu terlewatkan. "Sejak hamil besar dan mengurangi jadwal kerja, aku jadi jarang melihat kalender. Maaf, ya, Sayang." Dia mengusap punggung tangan suami supaya tidak marah.
"It's ok, bukan masalah besar." Quirinus memang sangat pengertian dan memahami kalau semenjak hamil Annora lebih sering lupa. "Aku pakaikan." Dia mengeluarkan kalung tersebut dari kotak.
"Boleh." Annora membiarkan Quirinus menghiasi lehernya dengan perhiasan cantik. Jemari memegang bagian berlian dan diusap. "Bagus, aku suka. Terima kasih, Qui. Hadiahku menyusul, ya?"
"Hadiahku sudah ada di sini." Quirinus menunjuk perut buncit sang istri. "Jadi, tak perlu membelikan apa pun untukku karena kehadiran kalian dalam hidupku sudah lebih dari cukup." Sengaja mendekatkan wajah, ia mencium bibir Annora sebagai wujud cinta dan kasih.
"Sepertinya ponselku bunyi." Annora mendorong dada Quirinus supaya menghentikan aksi saling membelit lidah. Ia raih benda yang tergeletak di atas meja, melihat nomor si penelepon dan seketika membuat dahi mengernyit.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!