NovelToon NovelToon

Terjerat Cinta Penguntit Cantik

Karyawan magang

Namaku Nadira, seorang gadis cantik yang selalu manis tersenyum. Saat ini usiaku masih 19 tahun dan aku kuliah di salah satu kampus terkenal di kota tempat tinggalku. Selain kuliah, aku juga bekerja menjadi karyawan magang di sebuah perusahaan besar yang terkenal. Di sini, aku menjadi asisten dari CEO yang menurutku sangat menyebalkan.

Bagaimana tidak, sejak awal aku bekerja, pria itu selalu memanggilku dengan sebutan "anak kecil". Padahal aku tidak suka dipanggil demikian. Aku bukan lagi anak kecil, aku sudah dewasa dan bisa berdiri di atas kakiku sendiri.

Kedua orangtuaku sangat sibuk. Bahkan terlalu sibuk sehingga aku merasa seperti anak yang tak diharapkan. Papa dan mama jarang ada di rumah karena mereka sering keluar negeri untuk bisnis.

Pagi-pagi sekali, sekitar pukul 05.00, aku terbangun dari tidurku. Aku melihat jam di layar ponselku menunjukkan jam tersebut. Tapi sebentar, aku ingat bahwa pak Devano, si bos yang sangat menyebalkan itu, meminta aku untuk memantau apartemen tunangannya pada pukul 05.30. Artinya, aku hanya punya waktu setengah jam lagi untuk mempersiapkan diri.

Dengan cepat, aku menghindarinya dan mulai mempersiapkan diri. Ku masuk ke kamar mandi dan melakukan ritual mandi ku dengan sangat cepat. Bahkan hanya memerlukan waktu 5 menit, aku sudah siap dengan pakaian kerjaku. Hari ini, aku tidak ada kuliah, jadi bisa fokus bekerja.

Saat aku hampir keluar dari kamarku, ponselku berdering. Aku melihat panggilan masuk dari "Bos Ngeselin" yang tidak lain dan tidak bukan adalah nomor ponsel pak Devano. Ya, setiap hari aku harus menjadi penguntit tunangannya, jadi aku memberi dia nama yang sesuai dengan sikapnya.

Drrr...Drrr...Drrr...

Mendengar suara dering ponselku, aku segera menekan tombol hijau. Suara yang begitu menyebalkan langsung mengganggu pendengaran.

📞:Halo, Nadira. Jangan lupa hari ini kamu harus menunggu di depan apartemen Ratna jam 05:30. Tinggal 25 menit lagi dari sekarang.

📞:Iya bos, saya masih ingat. Saya belum pikun, bos. Saya sudah mau berangkat kesana. Sampai jumpa.

📞:Tunggu, nanti setelah dari apartemen Ratna, kamu jangan ke kantor. Langsung saja susul saya di kafe Pelangi. Karena nanti jam 08:00, saya ada jadwal meeting di sana.

📞:Apa?! Jam 08:00? Berarti saya harus menunggu di depan apartemen Ratna selama itu?

📞:Tergantung, jika Ratna keluar dari apartemen sebelum jam 08:00, kamu bisa pergi ke kantor dulu. Tapi jika Ratna tidak keluar apartemen sampai jam 08:00, kamu harus langsung ke kafe Pelangi. Paham kan?

📞:Paham. Tidak perlu manggil saya anak kecil. Saya sudah dewasa, Pak. Nanti jatuh cinta baru tahu rasa.

📞:Saya jatuh cinta sama kamu? Ogah banget.

📞:Ya ya ya. Kita lihat saja, nanti Bapak Devano yang menyebalkan.

Setelah mengatakan hal itu, aku cepat-cepat mengakhiri sambungan telepon. Bagaimanapun, aku tahu bahwa Pak Devano akan marah setiap kali aku memanggilnya dengan sebutan Bapak Devano yang menyebalkan. Hehe, dia pikir hanya dia yang bisa membuat orang kesal, padahal aku juga bisa.

Aku mengambil tas dan keluar dari kamar. Setelah tiba di bawah, kedua mataku memicing melihat papa di ruang tengah dan mama sedang sibuk menyiapkan sarapan di meja makan.

"Selamat pagi, sayang. Kamu mau kemana kok sudah rapi saja?" tanya papa sambil bangun dari duduknya dan langsung memelukku erat. Aku tahu, meskipun papa dan mama jarang ada di rumah, tapi mereka sangat menyayangi aku karena hanya aku lah satu-satunya anak mereka.

Saya membalas pelukan papa dengan erat, karena sejujurnya saya sangat merindukan sosok itu - sosok cinta pertama saya yang semakin menua.

"Papa sangat merindukanmu, Nadira. Maafkan papa yang jarang meluangkan waktu untukmu," kata papa sambil membelai lembut kepalaku. Terlihat jelas bahwa papa sangat menyayangiku.

"Aku juga merindukan papa," balas saya sambil menatap wajah papa yang semakin menua.

Tak lama kemudian, mama yang sejak tadi sibuk di meja makan ikut mendekat ke arah kami. Mama langsung memelukku saat papa melepaskan pelukannya.

"Mama juga merindukanmu, Sayang. Apa kabarmu, Nak?" tanya mama sambil menatap wajahku.

"Aku juga sangat merindukan mama. Aku sehat kok, Ma. Mama dan papa juga sehat kan?" tanya ku balik.

Sedetik kemudian, Aku baru menyadari bahwa waktuku hanya tersisa 20 menit untuk menuju apartemen bu Ratna.

"Astaga. Ma, Pa. Maafkan Nadira harus pergi sekarang. Ada hal penting yang harus Nadira selesaikan," ucap ku sambil melepaskan pelukan mama.

"Makan dulu, Nak," ucap mama lembut.

"Tidak sempat, Ma. Nadira benar-benar buru-buru. Aku pamit, Pa, Ma. Assalamualaikum," ucap ku sambil mencium punggung tangan papa dan mama.

Setelah itu, aku berjalan cepat keluar dari rumah. Waktu yang aku miliki sangat sedikit, jadi aku memutuskan untuk naik motor sendiri, seperti biasa.

 

Di tempat lain, seorang pria tampan mendengus sebal setelah mendengar perkataan dari asisten pribadinya. Siapa lagi kalau bukan Nadira.

"Kurang ajar! Awas saja, anak kecil itu. Berani-beraninya memanggil saya dengan sebutan menyebalkan," ucap Devano sambil menatap layar ponselnya.

"Kita lihat saja, Anak kecil. Saya akan memberikanmu hukuman atas apa yang sudah kamu ucapkan pada saya," tambahnya sambil mengangkat kedua sudut bibirnya.

Dua jam telah berlalu dan Devano sudah siap dengan setelan jas berwarna hitam. Kaca mata hitam sudah diletakkan tempatnya dengan rapi.

"Kenapa anak kecil itu belum memberikan kabar apa-apa?" ucapnya sambil menatap layar ponselnya, yang sunyi sepi. Tidak ada notifikasi apapun di sana.

Saat Devano hendak menjalankan mobilnya, tiba-tiba ada pesan gambar masuk dari nomor Nadira. Devano memicingkan mata kaget melihat gambar yang telah dikirim oleh Nadira.

"Kurang ajar! Jadi selama ini rasa curigaku benar adanya. Ratna sudah bermain api di belakangku," ucapnya sambil mengepalkan tangannya kuat.

[ Kamu pergi dari sana. Hari ini cukup sampai di sini. Kamu langsung ke tempat yang akan saya sherlock. ] Kirim.

Dtttt,,, Dtttttt,,, Dttttt

Nadira

[ Siap, Pak Devano yang menyebalkan! ]

"Ck! Dasar anak kecil," ucapnya sambil memasukkan ponselnya ke dalam saku jasnya.

Pekerjaan sampingan

Nadira

[ Baik, Pak Devano yang menyebalkan ]

Membaca pesan itu membuat Devano mengangkat sebelah sudut bibirnya.

"Ck! Dasar anak kecil menyebalkan. Awas saja nanti akan saya kasih kamu pelajaran" ucapnya sambil memasukkan ponsel itu di saku jasnya.

Namun sebelum itu, Devano sudah mengirimkan lokasi pertemuannya pada Nadira.

Setelah itu, Devano melesatkan mobilnya cepat menuju cafe tempat di mana dia akan melakukan pertemuan meeting dengan salah satu rekan bisnis sekaligus sahabatnya.

"Sudah lama juga tidak bertemu dengan Reza. Bagaimana kabar anak itu sekarang ya" ucap Devano sambil terus melajukan mobilnya. Karna memang setelah lulus kuliah, Mereka berdua sama-sama sibuk dengan urusannya masing-masing. Sehingga tidak pernah ada kesempatan Devano dengan Reza bertemu.

Pagi ini jalanan tidak terlalu macet, Sehingga Devano hanya memerlukan waktu 45 menit untuk tiba di sana. Salah satu cafe outdoor dengan design modern nan elegan. Tempat favorite para remaja nongkrong tentunya.

Dari dalam mobilnya, Devano sudah bisa melihat keberadaan Reza yang duduk di salah satu meja di sana. "Itu si monyet dah nangkring di sana ternyata" ucapnya sembari membuka pintu mobilnya dan keluar dari dalam mobil itu. Berjalan sedikit cepat menuju meja tempat di mana Reza sudah menunggunya.

"Selamat, Pagi kawan monyetku" ucap Devano sambil menepuk pundak Reza pelan dan membuat anak itu terkejut.

"Setan, Eh setan" ucapnya yang reflek.

Mendengar perkataan Reza membuat Devano mengulum bibirnya, Ternyata Reza masih saja sama seperti dulu. Kebiasaan itu masih belum berubah.

"Dasar monyet, Ngagetin gue saja lu" gumam Reza sambil menatap Devano yang masih terus mengulum bibirnya.

"Hahhah, Lama gak ketemu kebiasaan latah lho masih saja sama, Za. Malah makin parah" balas Devano sambil duduk di salah satu kursi yang ada di sana.

"Malah ketawa, Gue kayak gini juga berawal karna lho tau nyet. Lupa lho" gumam Reza pada Devano.

Beberapa tahun yang lalu, Awal mula Reza menjadi latah memang karna ulah Devano. Tepatnya saat mereka masih kuliah semester 5.

"Masih inget aja lho kejadian itu, Za" ucap Devano pelan.

"Ya masihlah, Nyet. Gara-gara kejadian hari itu, Gue kayak gini sampai sekarang"

Di saat Devano dan Reza masih asyik mengobrol dan membicarakan tentang masalalu mereka, Tiba-tiba saja terdengar suara Nadira yang langsung membuat mereka menoleh ke arahnya.

"Maaf, Pak Devano. Saya telat ya"

Suara itu membuat Reza dan Devano menghentikan pembicaraan mereka yang sedang nostalgia ke jaman kuliah.

"Baru sampai?" ucap Devano sambil menatap Nadira.

Wanita itu tak langsung menjawab, Nadira duduk dengan wajah yang terlihat sangat lesu. Keringat itu juga memenuhi pelipisnya.

Melihat Nadira seperti itu membuat Devano mengerutkan kecil keningnya"Kamu kenapa, Nadira?" tanya Devano yang mulai merasa penasaran.

"Huuuaaaa pak Devan, Saya kecapean dorong motor dari ujung jalan sana" ucap Nadira yang membuat Devano tertawa seketika itu.

"Hahahhha, Bagaimana rasanya dorong motor, Anak kecil?" serunya sambil menatap Nadira yang masih ngos-ngosan.

"Astaga, Kenapa bapak malah ketawain saya. Seneng kalau liat saya seperti ini. Sama sekali tidak ada belas kasihan gitu"

"Apa kamu tau kenapa kamu mendapatkan kesialan?" ucap Devano lagi.

"Kenapa memangnya?"

"Karna kamu sudah menjadi asisten yang sangat menyebalkan. Makanya kamu mendapatkan kesialan. Hahhha"

"Dasar tak sadar diri. Di sini yang menyebalkan itu kan anda" balas Nadira sambil mengangkat sebelah sudut bibirnya.

Reza yang sejak tadi melihat perdebatan yang terjadi antara atasan dan asistennya hanya menggelengkan pelan kepalanya.

"Astaga, Kenapa kalian berdua malah debat gak jelas. Ini acara meeting apa acara perdebatan antara atasan dengan asisten?" ucap Reza sambil menepuk jidatnya. Merasa heran dengan kedua manusia yang saat ini masih sibuk berdebat hanya karna hal yang tidak jelas.

Perkataan Reza tentu saja langsung membuat Nadira dan juga Devano terdiam. "Iya iya maap. Kita mulai saja meeting nya ya" ujar Devano sambil menoleh pada Reza.

"Boleh. Habis ini gue masih ada acara meeting lagi soalnya. Kalian kalau masih mau berdebat di lanjut lagi nanti ya"

"Asem"

1 Jam sudah berlalu, Meeting pun juga sudah selesai di lakukan. Setelah kepergian Reza dari sana. Devano menoleh ke arah Nadira yang masih sibuk menata berkas-berkas di depannya.

"Nadira"

"Iya, Pak. Kenapa?" jawab Nadira sambil terus sibuk dengan berkas-berkas itu.

"Tadi kamu sempat dengar tidak, Kenapa Ratna akan pergi dengan pria itu?" tanya Devano sambil semakin mendekat pada Nadira.

"Sempat sih pak. Kalau tidak salah, Bu Ratna akan ada acara pemotretan di salah satu pantai. Tapi saya tidak mendengar jelas apa nama pantainya" gumam Nadira sambil berusaha mengingat nama pantai yang samar-samar dia dengar beberapa saat yang lalu.

Mendengar kata pantai membuat Devano langsung bangun dari duduknya"Saya tau, Kita ke sana sekarang" ucap Devano sambil menarik tangan Nadira. .

"Pak, Tunggu dulu. Ini berkas-berkasnya belum selesai saya rapikan"

"Sudah. Itu kan sudah masuk semua ke dalam map. Nanti di rapikan setelah sampai di kantor" Sergah Devano sambil terus menarik tangan Nadira.

Ratna memanglah seorang modelling yang cukup terkenal. Saat ini namanya sedang naik daun karna pertunangannya dengan seorang Devano beberapa bulan yang lalu. Kara memang keluarga Devano adalah salah satu orang terkaya di asia. Harta kekayaan yang di miliki keluarganya tidak akan pernah habis sampai tujuh turunan.

Devano melajukan mobilnya cepat menuju pantai dimana Ratna sedang melakukan pemotretan. "Pak" panggil Nadira pad Devano.

"Ya, Kenapa?'

"Motor saya bagaimana?"

"Astaga Nadira, Kan tadi saya sudah bilang. Perihal motor kamu tenang saja. Saya akan meminta anak buah saya untuk mengurusnya. Saat ini kamu fokus saja sama pekerjaan sampingan kamu"

Nadira mengerutkan kecil keningnya"Pekerjaan sampingan? Maksud bapak?" tanyanya yang memang tidak mengerti.

"Pekerjaan sampingan kamu sebagai penguntit" balasnya sambil terkekeh.

Pengungit cantik

"Astaga Nadira, kan tadi saya sudah bilang, kalau masalah motor, kamu tenang saja. Saya akan meminta anak buah saya untuk mengambilnya. Untuk sekarang ini, saya ingin kamu fokus pada pekerjaan sampinganmu saat ini," ucap Devano sambil terus fokus mengemudi.

Mendengar perkataan Devano, membuat Nadira mengerutkan keningnya. "Maksud Bapak? Pekerjaan sampinganku. Memangnya apa pekerjaan sampinganku?" tanya Nadira yang terlihat penasaran.

"Pekerjaan sampinganmu sebagai penguntit. Lupa atau bagaimana?" ujar Devano sambil terkekeh.

Nadira mengangkat sebelah sudut bibirnya. "Saya jadi penguntit juga karena anda. Dasar bos menyebalkan!" gerutu Nadira sambil menoleh pada jendela.

"Saya menyebalkan? Lalu bagaimana dengan kamu yang super ngeselin," balas Devano yang tidak mau kalah.

"Ngeselin dari mana? Orang Bapak yang selalu membuat saya kesal. Tidak sadar diri!" balas Nadira yang tidak mau kalah.

Devano melirik sekilas pada Nadira dari kaca spion. "Ada ya asisten begini. Astaga, kalau saya tidak lagi butuh, sudah saya buang kamu jauh-jauh. Benar-benar," ucap Devano pada Nadira.

Mendengar kata itu membuat Nadira menoleh cepat pada Devano. "Elah si bos. Kan saya cuma bercanda kali, Bos. Bos tidak ngeselin kok. Bos itu pria yang sangat baik, hatinya tulus, dermawan. Pokoknya banyak nilai plus-plusnya deh," ucap Nadira sambil menatap Devano.

Tapi semua yang dia katakan sangat bertolak belakang dengan ucapan di hatinya. "Ueeeekkk, baik dari mana, ngeselin begitu. Sama sekali tidak ada baik-baiknya. Nilainya negatif semua. Sudah ngeselin, rese lagi. Amit-amit punya cowok yang modelnya begini. Pantas saja bu Ratna selingkuh, Pak Devano ngeselinnya minta ampun," ucap Nadira dalam batin sambil menoleh ke arah lain.

Satu jam kemudian, mobil Devano sudah tiba di bandara. Nadira mengerutkan keningnya. Bukankah mereka akan menyusul Ratna ke tempat pemotretan? Tapi kenapa malah berhenti di bandara?

"Lah, Pak. Ngapain kita malah ke bandara? Katanya mau menyusul Bu Ratna yang sedang melakukan pemotretan di sini ya?" tanya Nadira pada Devano.

"Gak usah banyak tanya. Ayo turun. Kita memang akan menuju ke tempat pemotretan Ratna," ujar Devano sambil turun dari mobil.

Mau tidak mau, akhirnya Nadira keluar dari dalam mobil itu dan mengekor di belakang Devano yang sudah terlebih dahulu berjalan. "Tunggu napa, Pak? Bapak itu jalan apa lari? Cepet banget. Capek tau gak sih," celoteh Nadira sambil berjalan setengah berlari mengejar Devano.

"Saya jalan, bukan lari. Kamu aja yang jalannya kayak siput. Lambat!"

Nadira tidak menjawab, ia hanya bermonolog dalam batinnya menahan rasa kesal yang begitu menggebu. "Sabar Nadira, sabar. Jangan sampai wajah imut dan cantik kamu hilang hanya karena pria menyebalkan ini," batin Nadira yang memilih untuk tidak menghiraukan perkataan Devano yang terdengar begitu menyebalkan menyapu indra pendengarannya.

Nadira terus mengikuti langkah Devano yang berhenti di depan salah satu jet pribadi yang ada di sana. "Ayo cepat naik. Lima menit lagi kita akan berangkat," ucap Devano sambil naik ke dalam jet pribadi milik keluarganya.

"Sebenarnya kita mau kemana, Pak? Jangan bawa saya ke tempat yang aneh-aneh ya, Pak," tanya Nadira yang tidak tahu kemana mereka akan pergi saat ini.

"Ngawur. Sudah cepat naik. Jangan banyak bicara," kata Devano dengan sedikit kesal.

"Iya, Pak. Gak sabaran banget," ucap Nadira sembari mengikuti Devano masuk ke dalam jet.

Kali ini mereka akan terbang ke kota Bali untuk menyusul Ratna yang sedang melakukan pemotretan di sana. "Pak, sebenarnya bapak mau membawa saya kemana?" tanya Nadira yang masih penasaran.

"Tidak perlu banyak tanya. Nanti kamu juga akan tahu sendiri. Sudah, kamu mau makan apa? Tadi belum sempat sarapan kan?" tanya Devano.

"Nggak mungkin. Kok, Pak Devano tahu kalau saya belum sarapan? Jangan-jangan Pak Devano diam-diam mengamati saya," kata Nadira dengan nada canda.

Perkataan Nadira terpotong saat suara Devan menimpalinya, "Diam-diam apa?" ucapnya. "Sedang mengobrol diam-diam," balas Nadira sambil tertawa.

"Hahaha! Jangan berkhayal, Nad," balas Devano sambil mengacak rambut Nadira.

Tindakan tersebut membuat Nadira merasa kesal. Devano sering mengganggu dirinya seperti itu. Walaupun hubungan mereka sebagai bos dan sekretaris yang saling mengganggu, namun terkadang mereka bertingkah bak teman dekat.

"Bisa Pak Devano tidak mengganggu saya dengan cara mengacak rambut saya?" Ujar Nadira sambil mengerucutkan bibirnya karena kesal terhadap Devano.

"Iya, maafkan saya. Mau makan apa? Saya akan buatkan," ulangnya.

"Apa saja yang ada di sini, Pak?" tanya Nadira sambil menyisir rambutnya.

"Hanya mie instan," balas Devano sambil tertawa.

"Ish, Pak Devano memang sangat menjengkelkan. Anda menawarkan makanan, tapi hanya menawarkan mie instan, " balas Nadira sambil menjentikkan rambutnya.

"Hai Nadira, ini bukan restoran. Bersyukurlah masih bisa menikmati mie instan. Jangan banyak protes, mau makan apa tidak? Astaga dasar anak kecil, Masih sempat membawa sisir" seru Devano.

"Mungkin di jet pribadi milik seorang sultan ada restorannya. Keluarga Bapak kan sultan akbar. Apa Bapak tau karena bapak saya harus melewatkan masakan Mama, yang sangat saya rindukan. Masalah sisir, bagi wanita, ini benda wajib yang harus dibawa selalu," ucap Nadira.

Dua jam kemudian, mereka tiba di pantai tempat Ratna akan melakukan pemotretan. Setelah mencari keberadaan Ratna cukup lama, akhirnya Nadira dan Devano berhasil menemukannya.

"Nadira," panggil Devano sambil meliriknya.

"Saya di sini, Pak. Ada apa?" balas Nadira.

"Kamu pergi ke sana sekarang, dan saya akan menunggu kabarmu di sini. Jangan lupa video call saya nanti, saya ingin melihat langsung apa yang mereka berdua lakukan," kata Devano sambil menatap Nadira.

"Apakah Bapak yakin? Jangan sampai tersakiti hatinya, ya!" ucap Nadira.

"Tidak, sudah sana, cepat. Jangan banyak ngomong," ujar Devano dengan sedikit kesal.

"Siap, Bos. Saya yang menjadi penguntit cantik sudah siap melaksanakan tugas," balas Nadira sambil terkekeh dan langsung melangkah pergi dari hadapan Devano.

Setelah Nadira pergi, Devano mengangkat kedua sudut bibirnya. Entah mengapa, setiap kali bersama dengan Nadira, selalu ada hal yang membuatnya tersenyum. Bahkan Devano sudah tidak peduli lagi dengan perasaannya terhadap Ratna, wanita yang menjadi tunangannya saat ini.

"Dasar anak kecil. Ada-ada tingkahnya yang membuat saya tersenyum," ucapnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!