NovelToon NovelToon

Air Mata Mella

Bab. 1. Hukuman

Mella berlari sekuat tenaga dan segera menembus kerumunan massa, ia ingin melihat untuk terakhir kalinya wajah sang ayah yang hari ini akan dijatuhi hukuman mati.

Dengan susah payah Mella menembus kerumunan orang-orang yang ingin melihat bagaimana eksekusi seorang ******* yang meresahkan selama ini.

Dengan berlinang air mata, Mella menatap wajah sang ayah yang saat ini terlihat begitu pasrah dengan kedua tangan di ikat sambil menunggu ajal menjemput.

Terlihat pula sang kakak yang menangis pilu bersama sang ibu disalah satu kerumunan banyak orang.

Ada beberapa orang yang tiba-tiba melempari batu kearah sang ayah. Mereka meluapkan kekecewaan dan kekesalan terhadap ayahnya.

Namun ayah tidak bisa berbuat apa-apa, ada darah yang mengalir dari wajahnya. Sangat sakit dan perih pastinya. Namun jauh lebih sakit yang Mella rasakan.

Ia tau dengan sangat jelas, bagaimana ayahnya dipaksa untuk mengakui dan melakukan bom bunuh diri disebuah Gereja dengan ancaman mereka akan memperkosa anak gadisnya.

Dengan mata kepala sendiri, Mella melihat betapa kejamnya orang-orang tersebut memperlakukan sang kakak dan juga sang ibu. Sementara sang ayah diikat serta disumpah mulutnya.

Entah apa yang ada di dalam pikiran mereka, bagaimana bisa seseorang yang berpangkat dan memiliki harta yang berlimpah mampu melakukan hal keji seperti itu terhadap keluarganya.

Mella melihat alat-alat yang digunakan untuk merakit sebuah bom, setelah itu bom itu diikatkan pada tubuh sang ayah.

Apa yang bisa sang ayah lakukan saat itu. Kakaknya telah diperkosa di depan mata kepala sendiri, sementara sang istri dilecehkan dihadapannya.

Apa yang bisa ayah lakukan saat itu untuk menolong anak dan istrinya ?. Sementara ia sendiri tidak mampu untuk bergerak.

Dengan terpaksa ayah berjalan menuju kesebuah Gereja yang saat itu penuh dengan para jemaat yang ingin merayakan malam natal.

"Ayah jangan lakukan hal itu ! meskipun ayah melakukannya ayah tidak bisa mengembalikan semuanya!." teriak sang kakak dengan putus asa.

Ayah menoleh dengan berurai air mata. Namun beliau tetap melanjutkan langkahnya. Kemudian ia berhenti menatap ke sebuah tempat dimana Mella bersembunyi.

" Istriku tolong jaga putri kita !. Maafkan ayah yang lemah ini, percayalah keridhoan ayah akan melindungi kalian semua. " ucap sang ayah kemudian ia melanjutkan langkahnya dengan tangan yang masih terikat.

"Tidak jika ayah harus meninggalkan dunia ini maka kita akan pergi bersama-sama!." teriak sang ibu kemudian beliau bangkit hendak menyusul suaminya.

Namun dengan kejam, seorang pria menghampiri ibu dan menariknya secara paksa agar tetap berada di dalam rumah.

Sementara sang kakak masih dalam kondisi yang sangat memprihatinkan karena peristiwa yang baru saja ia alami.

"Ibu tolong aku, tolong bantu aku untuk bangkit aku malu dengan kondisi seperti ini." ucap sang kakak dengan berlinang air mata.

Terlihat jelas Dimata Mella bagaimana tangan sang ibu gemetar saat membantu menutupi aurat sang kakak.

Dengan berlinang air mata, kedua wanita itu saling berpelukan dan saling menguatkan. Mella ingin sekali memeluk mereka, namun saat ini ia tidak mempunyai sebuah keberanian.

Kedua kakinya terasa berat untuk melangkah keluar dari tempat persembunyiannya. Ia hanya mampu menangis pilu dalam persembunyian.

"Dor Dor Dor !." suara tembakan menghancurkan lamunannya.

Alangkah terkejutnya Mella saat melihat sang ibu dan kakak telah menemui ajalnya. Tanpa ada yang mengetahui sang ibu dan kakak berlari melindungi sang ayah saat peluru- peluru itu menuju kearah sang ayah.

Lagi-lagi Mella harus menelan kenyataan pahit, sang ibu dan kakaknya menghembuskan nafasnya dengan cara yang tidak seharusnya, di hadapan Mella.

Betapa sakitnya yang dirasakan oleh Mella, terlebih oleh sang ayah. Anak dan istrinya meninggal dunia di hadapannya demi untuk melindunginya. Sedangkan beliau tau bahwa hal itu tidak mungkin bisa menyelamatkan nyawanya.

Cepat atau lambat hukuman mati tetap beliau terima. Karena ayah telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus bom bunuh diri disebuah Gereja.

Apakah mata mereka buta ? jika memang ayah seorang ******* dan ingin membunuh banyak orang mengapa ayah menyerahkan diri sebelum bom itu meledak.

Apakah mereka semua buta ? sehingga tidak bisa melihat kebenaran di mata ayah. Dan kebenaran yang keluarganya alami ?.

Mella menangis pilu melihat ibu dan kakaknya tidak bernyawa lagi. Dengan sekuat tenaga Mella mencoba untuk tetap berdiri, ia ingin melihat wajah sang ayah untuk terakhir kalinya.

Dor Dor Dor !!

Berakhir sudah kehidupan seluruh keluarganya. Seorang ayah yang bahkan rela mengorbankan nyawanya demi keluarganya, kini harus menutup mata untuk selamanya.

Seseorang yang bahkan dengan rela mengorbankan anak gadisnya dan juga sang istri demi menyelamatkan orang banyak bahkan orang yang sama sekali tidak ia kenal kini telah menghadap sang pencipta.

Seseorang yang dengan teguh menggenggam keimanannya meskipun harus merelakan penderitaan keluarnya, kini harus pergi meninggalkan sang putri untuk menjalani takdirnya seorang diri.

Tubuh Mella perlahan jatuh ke tanah, ia seolah kehilangan seluruh tenaganya hingga tak mampu untuk sekedar berdiri.

Terlintas bayangan-bayangan, bagaimana sang ayah disiksa agar mau mengikuti kemauan mereka. Namun dengan tegas ayah menolaknya.

Hingga akhirnya sang kakak diperkosa dihadapan sang ayah agar ayah mau melakukan bom bunuh diri. Terdengar jeritan tangis yang menyayat hati dari sang kakak karena tak mampu melawan mereka.

Terlihat tetesan air mata sang ibu, dan jerit tangisnya meminta pertolongan agar ada yang bisa menolong sang putri, terlihat betapa hancur dan sakitnya sang ayah karena tidak bisa melindungi keluarganya.

Namun masih terdengar pesan sang ayah, agar anaknya tetap kuat dan tetap menjaga Agamanya apapun yang terjadi.

Tetap bertahan menjalani kehidupan ini, meskipun tanpa seorang ayah. Harus tetap berjalan meskipun begitu banyak onak dan duri disepanjang perjalanan nanti.

"Ayah, aku bukan hanya kehilangan ayah, tapi aku kini telah kehilangan seluruh keluarga ku. Ayah mengapa kau tidak membawaku ikut serta dengan kalian ?." ucap Mella dengan lirih sebelum kedua matanya tertutup.

Ia sudah tak mampu lagi melihat bagaimana ketiga jenazah keluarganya diperlakukan oleh mereka. Ia sudah tidak sanggup lagi untuk melihat bagaimana orang-orang yang tersenyum bahagia di atas penderitaan yang dialaminya.

Mella hanya seorang remaja, yang harus menelan pahitnya kehidupan, seorang gadis kecil yang harus bisa menjalani kehidupan sesuai takdir yang telah tertulis untuknya.

Kini kedua matanya tertutup, melupakan sejenak semua peristiwa pahit yang menimpanya. Melupakan sejenak semua peristiwa yang menimpa keluarganya.

Melupakan sejenak bagaimana orang-orang memperlakukan ayah, ibu dan kakaknya dengan begitu keji.

Mella menutup matanya, tak perduli lagi dengan orang-orang disekitarnya yang juga tak memperdulikan tubuhnya yang terjatuh di atas tanah dengan lemah.

Bab. 2. Air mata Mella

Perlahan Mella membuka kedua matanya, ia melihat sekeliling ruangan yang terlihat begitu putih. Ia perlahan bangkit dan merasakan tubuhnya yang begitu sakit.

Ada sebuah selang infus ditangannya, sepi hanya ia seorang diri. Terdengar suara detak jam dinding yang terus berputar. Menandakan waktu akan terus berjalan apapun yang Mella hadapi.

Siap tidak siap, kuat tidak kuat waktu akan terus berjalan. Dan takdir akan terus berjalan sesuai dengan apa yang tertulis untuk setiap insan.

Mella menatap kearah jendela, ia bingung apa yang harus ia lakukan saat ini. Kemana kakinya akan melangkah dan kemana ia harus pulang ?."

Sayup-sayup masih terdengar pesan sang ayah agar ia tetap harus bisa menjalani semuanya. Terbayang kembali peristiwa pahit yang dialami oleh seluruh keluarganya hingga ajal menjemput mereka.

Air mata Mella mengalir deras, membasuh luka yang tak berdarah itu. Mella sangat putus asa dengan semua kejadian yang ia alami.

"Nak kamu sudah sadar ?." tanya seorang wanita paruh baya dengan sangat lembut.

Perlahan Mella menoleh kearah sumber suara. Terlihat wanita paruh baya yang masih terlihat sangat cantik dengan menggunakan seragam polisi.

Mella mencoba tersenyum diantara derai air matanya. ia tidak tau siapa wanita dihadapannya saat ini.

Tapi kelembutan dan kedamaian dari wajahnya mengingatkan Mella kepada sang ibu. Wanita sang selama ini menjadi tempat bermanja-manja dan wanita yang telah memberinya ribuan kebahagiaan.

"Nak apa kau sudah lebih baik ? kau terlalu lama memejamkan mata. Bahak setelah 4 hari tertidur kau masih belum bisa melupakan kesedihan yang kau alami." ucap wanita itu sambil mengusap air mata Mella.

"Ibu siapakah kau sebenarnya ? dan apa yang terjadi?." tanya Mella.

"Aku adalah salah satu pekerja yang mencoba mengabdikan diri kepada negara ini. Aku menemukanmu 4 hari yang lalu."

"Melihatmu pingsan di atas tanah, di antara lalu lalang orang yang tidak melihat mu. Kemudian aku membawamu ke tempat ini agar kau mendapatkan perawatan yang tepat." jawab wanita itu.

"Ibu, siapapun dirimu, Mella ucapkan ribuan terimakasih. Namun Mella belum bisa membalas semua kebaikan mu. Biarlah Allah yang akan membalas semua kebaikan mu dengan berlipat ganda." ucap Mella dengan tulus.

"Nak, buka kah sudah menjadi tugas kita untuk saling tolong menolong ? jadi untuk apa kau berfikir untuk membalas semua yang aku lakukan ?."

"Melihatmu bangkit dan tersenyum dari tidur panjangmu saja sudah membuat hati ibu bahagia, artinya apa yang ibu lakukan tidak sia-sia." jawab wanita itu dengan lembut.

"Ibu sekali lagi terimakasih." ucap Mella.

Perlahan Mella melepas jarum infus ditangannya, ada darah yang mengalir dari tangannya namun segera Mella tahan dengan ujung jilbabnya.

"Nak apa yang kau lakukan ?." tanya wanita berseragam polisi itu dengan panik.

"Tidak apa ibu, aku hanya ingin pulang." jawab Mella dengan tersenyum.

Kemudian ia melangkah meninggalkan ruangan itu tanpa memperdulikan panggilan dari wanita yang telah menolongnya.

"Ibu maafkan Mella, dan terimakasih untuk semuanya." ucap Mella sebelum ia melanjutkan langkahnya.

Mella berjalan menyusuri jalan, melangkahkan kakinya tanpa arah dan tujuan hingga kakinya berhenti di sebuah pemakaman umum.

Kemudian ia melangkah ke pemakaman umum itu, ia berjalan mencari dimana keluarganya dimakamkan.

Karena hanya pemakan umum inilah yang ada didaerahnya. Dengan langkah yang gontai Mella mencoba mencari pusara keluarganya.

Dan langkahnya terhenti di sebuah makam yang tertulis nama sang ayah ' Jakfar bin Sidik ' disebelahnya lagi ada dua makam tempat peristirahatan terakhir sang ibu dan juga kakaknya.

Tubuh Mella jatuh di atas pusara sang ayah. Ia menangis menumpahkan semua kesedihan yang ia rasakan saat ini. Sakit yang teramat dalam karena kehilangan seluruh keluarganya dalam waktu yang bersamaan.

Jika mereka mengalami sebuah kecelakaan maut, itu akan lebih baik dari pada yang terjadi saat ini. Ayahnya harus pergi dengan status sebagai seorang *******.

Kakaknya harus pergi, karena sudah kehilangan kehormatannya dan ibunya harus pergi demi melindungi nyawa suaminya.

Begitu tragis nasib yang menimpa mereka, kini hanya Mella seorang diri di dunia ini. Jika saja bunuh diri adalah jalan yang terbaik, pasti Mella akan melakukannya.

Namun jika ia bunuh diri, apakah ayahnya akan memaafkannya ? dan apakah itu adalah jalan yang terbaik ?.

Mella hanya bisa menangis, tak ada yang bisa ia lakukan saat ini. Ia hanya ingin menumpahkan semuanya. Ia hanya ingin mengadu kepada keluarganya yang kini telah terkubur dengan semua peristiwa pahit yang menimpa mereka.

"Ayah, apa yang harus aku lakukan saat ini ?." tanya Mella di antar Isak tangisnya.

"Bagaimana caranya agar aku bisa menjalani kehidupan ini tanpa kalian semua ? aku hanya seorang diri. Ayah ajaklah aku ikut serta dengan mu." ucap Mella dengan pilu.

Perlahan gerimis turun membasahi bumi. Sepertinya alam mengetahui bahwa saat ini Mella sedang menangis dan gerimis ini datang untuk menutupi air matanya.

Mella bersimpuh, kemudian ia merebahkan kepalanya di atas pusara sang ayah. Air matanya bersatu dengan air hujan yang membasahi pusara sang ayah.

Rasa dingin yang mulai menusuk tulang Mella abaikan. Ia tidak peduli lagi dengan kondisi tubuhnya. Saat ini ia hanya ingin bersama keluarganya, keluarga yang telah meninggalkan dirinya seorang diri di dunia fana ini.

Perlahan ada seseorang yang mendekatinya dengan membawa sebuah payung. Mella bangkit dan melihat orang tersebut.

"Ibu." ucap Mella perlahan dan ia kembali menutup matanya.

Orang itu segera meminta bantuan untuk menolong Mella, membawa tubuh lemah yang sudah dingin seperti es. Dengan cepat orang tersebut membawa Mella kembali ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.

Dengan cepat tim medis mulai melakukan pertolongan untuk Mella. Segala upaya mereka lakukan untuk menyelamatkan nyawa Mella.

Gadis remaja yang kehilangan arah karena telah kehilangan seluruh keluarganya. Siapapun yang masih mempunyai hati nurani pasti tidak akan tega melihat nasib pahit yang dialami oleh Mella.

Air mata Mella tetap mengalir meskipun kedua matanya tertutup. Tergambar betapa nestapanya nasib yang dialami oleh Mella.

Bahkan dalam tidurnya Mella masih teringat peristiwa tragis yang merenggut seluruh keluarganya.

"Ayah !." teriak Mella dengan kuat.

Ia kemudian bangkit dan segera melepas jarum infus ditangannya. Namun segera dihentikan oleh orang yang sejak tadi duduk di dekatnya.

"Apa yang ingin kamu lakukan ? apakah dengan mencabutnya kau bisa lebih baik ? apakah dengan menangis dan meratapi nasib semua akan kembali dan baik-baik saja ?."

"Mella dengarkan aku ! jika kau ingin membuat kedua orang tua mu bahagia bukan dengan cara menangis dan meratapi hidup."

" Seharusnya kau melakukan hal yang diinginkan oleh kedua orang tuamu, membuat keluargamu bangga karena telah memiliki dirimu."

Bab. 3. Lampu Ajaib

Mella termenung mendengar semua perkataan dari wanita yang telah menolongnya itu. Ia terdiam dan membenarkan apa yang dikatakannya.

"Ibu, terimakasih kerena telah mengingatkan Mella, Mella berjanji akan berusaha untuk bangkit." jawab Mella.

"Itu lebih baik, dan akan lebih baik lagi jika kau membuktikannya." jawab wanita itu.

Mella tersenyum, ia saat sangat bersyukur karena masih ada orang yang perduli dengan dirinya. Namun ia bingung harus pulang kemana. Karena rumah sederhana milik orang tuanya telah disita dan sampai saat ini masih ada garis polisi.

Mungkin Mella harus menemui paman atau bibinya agar mau menampung Mella sementara. Ya mungkin itu adalah jalan terbaik untuk saat ini.

"Ibu, boleh aku tau nama ibu ? suatu saat jika Mella ingin bertemu Mella bisa bertanya kepada rekan kerja ibu." tanya Mella memecah kesunyian.

"Panggil saja Della, di kesatuan hampir semua orang mengenal ibu." jawab ibu Della dengan tersenyum.

"Baiklah, nanti jika kondisi Mella sudah lebih baik, Mella ingin pulang ke rumah paman atau bibi agar Mella bisa melanjutkan kehidupan Mella." ucap Mella.

"Baiklah jika itu keputusanmu, jika ada sesuatu kau bisa menghubungi ibu atau datanglah ke rumah ibu. Rumah kami terbuka lebar." jawab ibu Della dengan tulus.

Setelah berbincang dan memberikan wejangan untuk Mella akhirnya ibu Della pamit dan meninggalkan Mella seorang diri.

Mella merebahkan tubuhnya, ia ingin istirahat agar kondisinya lebih baik dan kembali sehat. Sebab ia masih butuh tenaga untuk berjuang melanjutkan perjalanan hidupnya.

Saat sore menjelang, Mella diijinkan untuk pulang, karena kondisinya sudah jauh lebih baik. Dengan penuh semangat Mella menuju rumah pamannya yang merupakan adik kandung dari sang ayah.

Setelah sampai Mella segera mengetuk pintu, namun sudah lama Mella menunggu tetap tidak ada jawaban dari dalam rumah.

Sepintas Mella melihat sepupunya berada di dalam rumah. Namun entah mengapa ia enggan untuk menjawab salam Mella apalagi untuk membukakan pintu.

Dengan perasaan sedih Mella melangkah meninggalkan rumah pamannya dan sesekali melihat kebelakang berharap pamannya keluar dan mengajaknya untuk tinggal di rumahnya.

Namun sejauh Mella melangkah tak seorangpun yang memperdulikan nasibnya. Mella berjalan menuju rumah bibinya yang merupakan adik dari sang ibu.

Namun lagi-lagi, Mella harus menelan kepahitan karena keluarga itu tidak mau menerima Mella dengan alasan mereka takut akan terkena imbas dari perbuatan ayahnya.

Mella hanya bisa menangis sambil berjalan meninggalkan rumah tersebut. Ia berjalan tak punya arah dan tujuan.

Mella melangkah menuju rumah dimana ia dilahirkan dan dibesarkan oleh kedua orang tuanya. Rumah yang penuh dengan kehangatan dan kebahagiaan.

Dan juga rumah yang menjadi saksi bisu peristiwa tragis yang dialami keluarganya. Mella berdiri di teras rumah tersebut.

Namun belum sempat Mella melangkah lebih jauh, beberapa orang tetangganya datang, mencaci maki bahkan ada yang dengan tega mengusir Mella dari rumahnya sendiri.

Tidak ada satupun dari mereka yang mempunyai rasa belas kasihan kepada Mella. Tidak ada yang perduli dengan nasibnya.

"Ya Allah kemana aku harus pergi ?" batin Mella.

Dengan beberapa memar ditubuhnya ia berjalan kaki menuju ke pemakan umum tempat dimana keluarganya saat ini.

Tidak ada pilihan lain bagi Mella, karena tidak ada satupun dari saudaranya yang perduli dan mau menampungnya.

Mella kembali duduk di dekat pusara sang ayah. Mella menangis sambil memeluk batu nisan sang ayah. Ia sangat putus asa sekali dengan keadaan yang ia alami.

Lama Mella menangis dan mencurahkan segala isi hatinya kepada sang ayah. Hingga malam semakin larut dan tak ada seorangpun yang mau perduli dengan dirinya.

Mella bangkit dan berjalan menuju sebuah bangunan kecil, tempat menyimpan keranda dan beberapa peralatan yang biasa digunakan untuk proses pemakaman.

"Ayah, malam ini terpaksa Mella tidur di sini. Mella tidak punya pilihan lain." ucap Mella dengan perasaan yang sangat sedih.

Seandainya sang ayah masih ada, pasti saat ini ia tengah tertidur pulas dengan kehangatan keluarganya. Namun kini ia hanya bisa tertidur sambil duduk bersandar di dinding dengan rasa dingin dan sunyi.

Mella tertidur dengan posisi duduk. Semakin malam semakin dingin menusuk tulang. Bahkan nyamuk-nyamuk juga enggan melihat Mella tertidur dengan pulas.

Disaat seperti itu, bahkan cacing-cacing di perut Mella berdemonstrasi menuntut untuk diberi makan. Dalam keheningan malam suara dari perut Mella sang jelas terdengar.

"Ya Allah aku lapar sekali. Tapi dimana aku bisa menemukan makanan ditempat seperti ini ?." monolog Mella.

Mella akhirnya berdiri dan melihat ke sekelilingnya. Ia berharap menemukan sesuatu yang bisa ia makan untuk mengganjal perutnya yang lapar.

Sejauh mata memandang tak satupun benda yang Mella lihat dapat ia makan. Rasa haus dan lapar membuatnya memberanikan diri untuk memeriksa sekelilingnya berharap menemukan sesuatu.

"Ya Allah apa yang harus aku lakukan ? jangankan mendapatkan makanan sekedar untuk minum saja aku tidak menemukan air." ucap Mella dengan tetap mencari-cari sesuatu.

Hingga akhirnya Mella menemukan sebuah benda yang berbentuk seperti teko dengan ukuran yang lebih kecil atau tepatnya seperti lampu Aladin dalam sebuah dongeng.

Mella berjalan menghampiri benda tersebut, mengambilnya kemudian membersihkannya dengan jilbabnya.

"Kalau aku hidup dalam sebuah dongeng, pasti dari lampu ajaib ini akan muncul seorang jin yang akan mengabulkan permintaanku." ucap Mella sambil membersihkan benda ditangannya.

Mella kembali ke tempatnya semula. Ia kembali duduk dan bersandar di dinding sambil menunggu pagi. Siapa tau dengan datangnya sinar matahari, akan datang pula keajaiban untuk dirinya.

Mella memperhatikan benda antik yang ada ditangannya. Ia mengosok-gosok benda tersebut untuk membersihkannya lagi.

Tak lama kemudian, keluarlah asap tipis yang lama kelamaan membentuk tubuh seseorang.

"Si siapa kau ? To tolong jangan ganggu aku, aku aku hanya menumpang untuk beristirahat di sini." ucap Mella dengan sangat ketakutan.

"Kau bertanya siapa aku ? Aku adalah Jin yang telah terkurung dalam benda di tanganmu itu. " jawab bayangan itu yang semakin jelas dan berubah menjadi seorang lelaki.

"Jin ? bukankah aku belum tidur ? lalu bagaimana aku bisa bermimpi ?." tanya Mella dengan bingung.

"Hai kau itu tidak sedang bermimpi ! ini nyata dan aku juga nyata. Dan sebagai ganti atas kebaikanmu melepaskan aku dari kutukan dan kurungan selama ratusan tahun ini. Maka aku akan memberikanmu tiga permintaan yang akan aku kabulkan." ucap jin itu.

"Tiga permintaan ? Seperti dalam cerita Aladin saja." jawab Mella.

"Hai nona, ini bukan tentang Aladin tapi ini tentang kita, ya tentang aku dan kau. Tentang dunia yang fana ini, bukan tentang dongeng Aladin dan lampu ajaibnya." jawab jin itu sambil melangkah kemudian duduk di hadapan Mella.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!