NovelToon NovelToon

Terkasih

Banyu Biru & Anjani Alfatunissa

Banyu Biru, seorang laki-laki berusia dua puluh tujuh tahun. Terlahir dari keluarga taat agama dan salah satu keluarga terkaya di Palembang. Banyu anak ke dua dari lima bersaudara. Tapi dua adiknya yang perempuan sudah berumah tangga.

Walaupun berasal dari keluarga kaya dan mempunyai perusahaan. Tidak membuat Banyu terjun ke perusahaan keluarga. Banyu memilih membuka perusahaannya sendiri bersama ke empat sahabatnya (Abhi, Panji, Bang Farel dan Wisnu).

Banyu mempunyai satu sahabat lagi, Anggara. Tapi sudah tujuh tahun yang lalu hilang ditelan bumi.

Banyu mempunyai kehidupan malam, tanpa sepengetahuan orang tuanya. Merokok, *** bebas bahkan narkoba sudah dia cicipi.

Dari jam makan siang, Banyu sudah izin tidak masuk lagi. Hari ini, Banyu ada janji dengan kenalannya di cafe. Sudah satu jam, Banyu menunggu tapi batang hidung wanita tersebut tidak kelihatan. Sudah di hubungi tapi nomornya tidak aktif.

Menghilangkan rasa bosannya, Banyu melihat sekeliling cafe. Cafe ini memang berbeda dari cafe lainnya. Ada unsur budaya Turki nya, pemilik cafe ini keturunan asli Turki. Dia adalah Bang Farel Emre Ahmed, sahabat Banyu yang paling suka di panggil Abang.

Mata Banyu menangkap seorang wanita dewasa yang sederhana masuk ke dalam cafe. Wanita dengan jilbab panjang dan baju gamisnya yang menutup tubuh besarnya.

Wanita itu duduk di samping Banyu dan waktu matanya bertemu Banyu, dia tersenyum. Tapi Banyu cuek dengan tidak membalas senyumnya.

"Assalamu'alaikum, maaf Mas terlambat," ucap seorang di depan wanita tersebut.

"Waalaikumsalam, aku juga baru datang Mas," jawabnya pelan.

Pria yang di panggil Mas tadi duduk di depan wanita tersebut. "Sudah pesan makanan atau minuman?" tanyanya kemudian.

Wanita tersebut menggelengkan kepalanya "Tidak usah Mas Adi, aku sudah kenyang." Tolak nya halus.

"Tapi Anjani ... Nanti kamu lapar. Sakit lambung kamu kambuh." Wanita yang ternyata bernama Anjani hanya menggelengkan kepalanya.

"Wanita ini tidak sadar sendiri apa? Jangan-jangan ini selingkuhannya. Sudah punya suami tapi masih bertemu pria lain. Senyum pula tadi dengan ku dan suaranya di buat pelan. Aku saja tidak mungkin tergoda, tidak ada bagus-bagusnya. Dasar wanita tukang sandiwara." kritik Banyu dalam hati.

"Ada apa Mas?" tanya Anjani.

Adi diam dan tidak menjawab pertanyaan Anjani, Adi menatap mata Anjani. Wanita yang di pacarinya dari zaman kuliah ini tersenyum menunggu jawaban Adi.

"Maafkan aku ... Aku tahu apa yang aku lakukan ini salah. Seharusnya tahun ini menjadi tahun terindah kita. Tapi aku sudah menghancurkan semuanya. Anjani aku mencintaimu, tapi Aku ..." Adi menghentikan ucapannya dan memegangi kedua tangan Anjani.

"Demi Allah, aku tidak apa-apa. Yang penting mas mau bertanggung jawab. Kasihan bayi yang ada di dalam kandungan Sinta kalau sebagai Ayah, mas tidak mau bertanggung jawab." Anjani mencoba menahan tangis yang siap keluar.

"Maafkan Mas, maaf sudah membuat kedua keluarga kecewa. Mas salah Anjani," kata Adi menunduk.

"Semua sudah terjadi Mas, mau bagaimana lagi? Mas tidak mungkin bisa memperbaikinya. Mungkin kita tidak berjodoh Mas. Aku sebenarnya kecewa dengan diriku sendiri. Terlalu ambisius aku dengan pendidikan sampai aku tidak ada waktu untuk mas dan diriku" Anjani mengusap air matanya yang sudah keluar.

Rasa bersalah di hati Adi tambah besar, Adi tidak tahu bagaimana cara untuk menebus semuanya. Banyu yang mendengar percakapan Anjani dan Adi diam.

"Oh mereka pacaran, tapi cowoknya selingkuh. Wajar kalau cowoknya selingkuh punya pacar tidak ada bentuk badan." Ketawa Banyu dalam hati.

"Kalau tidak ada yang di bicarakan lagi, aku mau pulang mas." Pamit Anjani.

"Aku antar pulang."

"Tidak usah mas," tolak Anjani.

Tapi Adi tetap memaksa Anjani, akhirnya mereka berdua keluar dari Cafe bersama.

"Akhirnya selesai juga drama Korea." Gumam Banyu sendiri.

"Maaf, aku datang terlambat," ujar seorang dari belakang Banyu.

"Ini sudah dua jam, kalau belum datang juga aku pulang," ucap Banyu kesal.

"Aku harus minta izin dulu pulang. Biasa punya bos galak, aku takut di pecat," kata cewek itu tersenyum.

"Ya sudah, jadi gimana kita masih mau di sini atau mau ke hotel?".

"Ke hotel saja, aku sudah tidak tahan lagi," katanya genit sambil mengusap tangan Banyu.

Banyu mengajak teman kencannya pergi dari cafe.

Anjani sampai rumah diantar Adi, tadi Adi juga sempat masuk untuk sekedar pamitan dengan ibunya Anjani, ibu Ani.

"Bagaimana hubungan kamu dengan Adi sekarang?" tanya Ibu waktu Anjani mau naik tangga ke kamarnya.

"Hubungan kami sudah selesai bu, Mas Adi harus bertanggung jawab. Jangan lari kasihan bayinya."

"Berarti siap-siaplah, Ayah dan Ibu akan menjodohkan kamu dengan anak teman Ayah di dusun."

"Baik bu." Anjani naik tangga dan masuk kedalam kamarnya. Anjani menangis sambil memandangi foto dia dan Adi.

"Aku tahu aku salah, tapi kenapa mas harus selingkuh. Aku juga tahu, kalau aku tidak peka dengan hubungan ini. Tapi kenapa harus menyakiti aku sedalam ini? Aku percaya mas tidak akan selingkuh dan sangat mencintaiku. Kenyataannya ini menjadi kado terindah dalam hidupku."

Anjani Alfatunissa, wanita berusia tiga puluh lima tahun. Lulusan magister di Amerika Serikat, bekerja menjadi dosen ekonomi di Universitas UNSRI. Anjani anak pertama dari empat saudari, perempuan semuanya. Dua adiknya sudah menikah, tinggal Anjani dan adik bungsunya yang belum menikah.

Ayah Anjani mempunyai toko sembako di pasar 16 ilir. Diantara keempat anaknya, Anjani yang paling pintar. Dari sekolah dasar sampai Perguruan tinggi, Anjani selalu dapat beasiswa.

Anjani dan Adi pacaran dari mereka masih kuliah. Tapi karena masing-masing ingin mengejar karier, dan sampai sekarang mereka belum menikah. Adi mempunyai Firma hukum dan Sinta adalah sekretaris Adi.

Anjani yang selalu sibuk dengan kuliahnya di luar negeri, tidak terlalu memperhatikan Adi lagi. Kesempatan itu di gunakan oleh Sinta untuk mendekati Adi dan terjadilah peristiwa yang harus mengakhiri hubungan Anjani dan Adi.

Anjani menghapus air matanya, dia tidak mau matanya bengkak di malam penting adiknya.

Anjani melihat jam sudah menunjukkan pukul 4 sore.

"Ya Allah, sudah sore." Anjani pergi ke kamar mandi, setelah membersihkan diri Anjani memakai pakaian rumahan.

Anjani melaksanakan shalat Ashar, setelah selesai Anjani turun ke bawah dan mau melihat apa yang bisa dia bantu.

"Bu, Laras dan Tina belum datang?" tanya Anjani sampai ke dapur.

"Belum, mungkin sebentar lagi." Ibu tetap memasak tanpa menoleh ke belakang.

"Apa yang bisa aku bantu Bu? " tanya Anjani.

"Anjani tata meja makan, sudah itu tambah lagi kursi yang ada di gudang." Perintah Ibu. Anjani menjalankan perintah Bu, Anjani bahagia dengan pernikahan ketiga adiknya.

Tidak ada raut kesedihan di wajah Anjani. Anjani ikhlas dengan takdir yang Allah berikan. Yang penting orang tuanya bahagia, Anjani juga bahagia.

"Assalamu'alaikum," ucap Ayah dan Dara pulang dari toko.

Ayah di toko di bantu Dara, Ayah bingung setelah Dara menikah siapa yang akan membantunya. Apalagi akhir-akhir ini Ayah selalu mengeluh dadanya yang sakit.

"Waalaikumsalam," jawab Anjani.

Anjani ke depan, mengambil barang bawaan dari tangan Ayah. Dara langsung naik ke kamarnya di samping Anjani.

"Ayah, ini minumnya." Anjani memberikan teh untuk Ayahnya. Anjani pun menyelesaikan pekerjaan yang di perintah Ibunya.

Di kamar hotel, Banyu bersiap-siap mau pulang. Banyu melihat panggilan dari Mamanya dan banyak chat WA dari Mamanya.

"Kamu mau pulang? Aku rencananya mau kasih pertunjukan untukmu," ucap wanita itu.

Banyu tersenyum mendengar ucapnya "Tapi aku tidak bisa dengan satu wanita untuk waktu yang lama." Banyu bersiap pergi.

"Aku mencintaimu."

"Yang kamu cinta dariku adalah uang dan kepuasan." Banyu meletakkan uang ratusan di ranjang.

"Tapi aku tidak bohong, aku benar-benar mencintaimu."

Banyu tidak memperdulikan ucapan wanita itu, dia pun pergi dari kamar yang sudah memberikan dia kepuasan.

Bersambung....

Pertemuan ke dua

Banyu pulang ke rumah orangtuanya, rumah yang akhir-akhir ini jarang dia kunjungi. Banyu masuk ke ruang tengah, di sana sudah berkumpul keluarganya. Ada orang tua Banyu papa Raden dan Mama Lita. Ada Raga, kakak pertama Banyu yang sebentar lagi mau menikah. Ada Lutfi datang dengan suaminya Aga dan anak kembarnya. Ada juga Lifan kembaran Lutfi yang juga datang dengan suaminya Dahlan dan adik gendut mereka Rehan.

"Lihat Ma, siapa yang datang? Casanova kita Banyu Biru Al Ghafi," ucap Lifan ketawa.

Banyu berjalan mendekati Lifan dan menggelitik pinggangnya.

"Ampun Bang." teriak Lifan.

"Masih mau bilang yang aneh-aneh tentang abang." Canda Banyu yang masih menggelitik pinggang Lifan.

"Bang, kapan nikah? Tidak bosan setiap hari ganti pasangan." Celetuk Lutfi.

"Belum ada yang pas," balas Banyu dan duduk di samping Raga.

"Mandi sana, malam ini kamu harus temani mas ketemu dengan calon mbak mu," ucap Raga mendorong tubuh Banyu.

"Aku capek. Aku tidak usah ikut, nanti aku langsung kenalan."

"Sudah jangan bantah ucapan mas! Pergi sana kami tunggu. Tapi kalau kamu tidak turun juga, mas akan tarik paksa kamu!" Ancam Raga.

Dengan lesu Banyu naik keatas untuk mandi. Di rumah ini ada tiga orang yang tidak akan pernah Banyu bantah perintahnya, Papa, Mama, dan Raga.

"Kamu kenapa Rehan?" tanya Lifan.

"Lapar. Aku mau makan dulu sebelum pergi, Bang Banyu pasti lama." Rehan berlari ke arah dapur tanpa peduli ledekan saudara-saudaranya.

Di kamar Banyu yang sudah siap-siap turun kebawah mendapat telepon dari Wisnu.

"Ada apa bro?" tanya Banyu langsung.

"Hari ini ada barang bagus. Kami tunggu di tempat biasa."

"Aku tidak bisa, malam ini aku harus menemani mas Raga ketemu calon isterinya. Nanti aku akan mencobanya."

"Ya sudah, tapi sepertinya Bang Farel suka dan tetap seperti biasa tidak mau mengalah." Banyu yang mendengarnya ketawa.

Banyu turun, di sana keluarganya sudah berdiri di teras dengan wajah cemberut.

"Lama banget." Gerutu Lutfi yang mengendong anaknya, suaminya mengendong anak satunya sambil mengelus punggung Lutfi.

Banyu dengan wajah tanpa dosanya langsung naik mobil.

"Mbak, boleh aku masuk."

"Masuk." Anjani yang lagi memakai jilbabnya tersenyum. "Ada apa Dara?" tanya Anjani dengan adik bungsunya.

"Maaf Mbak." Dara memeluk Anjani dan menangis.

"Ada apa ini? Kenapa kamu menangis? Minta maaf untuk apa?" tanya Anjani heran.

"Maaf, aku melangkahi mbak menikah."

Dengan menarik napas Anjani memegangi kedua pipi Dara "Mbak tidak apa-apa, sudah jangan menangis lagi. Nanti make-upnya lentur dan tidak cantik lagi. Jangan pikirkan mbak, sekarang pikirkan tentang pernikahanmu."

"Mbak!" kedua adik Anjani yang lain, Laras dan Tina masuk ke kamar dan memeluk Anjani.

"Maafkan kami semua Mbak, seharusnya kami tidak melangkahi mbak terlebih dahulu untuk menikah," kata Laras.

"Tidak apa-apa, mungkin jodoh Mbak belum datang atau masih di pinjam seorang. Mbak tidak apa-apa, jadi kalian jangan merasa bersalah. Malam ini kita harus bahagia karena sebentar lagi Dara kecil kita akan menikah."

"Walaupun aku sudah menikah, aku tetap Dara kecil di rumah ini."

"Tidak malu dengan suaminya, sudah jadi isteri tapi masih tetap jadi Dara kecil," ujar Tina duduk di ranjang.

"Biarin yang penting aku adalah adik kesayangan Mbak Anjani dan ratu di rumah ini." Dara tetap memeluk Mbaknya.

"Tapi ratu cengeng." ledek Laras.

"Mbak, lihat mereka berdua."

"Sudah, nanti Dara nangis dan matanya bengkak. Kasihan."

Ibu yang mendengar percakapan mereka ber 4 pun tak dapat menahan tangisannya.

"Ibu sayang kalian," kata ibu pelan sambil mengusap air matanya.

"Kalian sama saja, Ibu lihat mereka bertiga," ucap dan tunjuk Dara dengan ke 3 saudarinya. Ibu mengusap kepala Dara yang tertutup jilbab.

"Sudah kalian ini, Dara nanti menangis. Tahu sendiri bagaimana Dara menangis?" Bela ibu, tapi ibu berkedip. "Anak-anak siapkan Dara, keluarga Raga sudah datang." Ibu pergi meninggalkan mereka.

Banyu tidak terlalu peduli dengan acara lamaran ini, dia sibuk main game di handphonenya.

"Bang, lihat calon istri mas Raga." senggol Lutfi.

Dengan malasnya, Banyu melihat calon Raga, terkejutnya Banyu siapa calon Raga. Wanita yang baru di temui nya beberapa jam lalu.

"Cantiknya Pa, mama merasa seperti melihat anak sendiri," kata mama melihat Anjani yang membawa minuman.

Banyu melihat apa yang di lakukan mamanya "Ini perempuan calon isteri mas Raga? Bukannya dia tadi putus dengan cowoknya. Atau jangan-jangan dia sengaja buat sandiwara seakan-akan dia yang tersakiti. Dasar wanita munafik, aku harus membatalkan lamaran ini jangan sampai masku di bohongin wanita iblis ini." batin Banyu.

Raga tak henti-hentinya menatap wajah Dara yang tertunduk malu.

"Apa kabar Dara?"

"Alhamdulillah baik, mas," jawab Dara pelan.

Anjani tersenyum melihat Raga dan Dara yang malu-malu. Raga pertama kali ketemu Dara waktu Raga tanpa sengaja mampir ke toko sembako. Semenjak itu, Raga mencari informasi tentang Dara.

Hubungan Raga dan Dara tidak melalui pacaran, Raga datang ke rumah dengan orang tuanya dan mengajak Dara ta'aruf.

Para orang tua sudah menetapkan hari baik untuk Raga dan Dara, satu bulan dari hari ini.

"Kak, aku ingin bicara," ucap Banyu.

"Di rumah saja bicaranya."

"Aku sebagai adiknya Raga Al Ghafi tidak setuju dengan pernikahan ini."

ucapan tiba-tiba Banyu menghentikan pembicaraan mereka semua.

"Apa maksud kamu?" tanya papa.

"Papa, kita ini keluarga terpandang dan kenapa papa dan mama memilih menantu seperti dia?" Tunjuk Banyu ke Anjani. Anjani yang di tunjuk terkejut.

"Apa maksud kamu Banyu? Jangan bercanda." Raga memegangi tangan Banyu.

"Aku tidak bercanda mas, lagian mas tidak ada pilihan lain apa? Mas tahu apa yang di lakukan wanita ini? Demi mas dia meninggalkan pacarnya. Bagaimana jika nanti mas tidak punya apa-apa? Dia akan meninggalkan mas."

Semua orang yang ada di sana terkejut dengan ucapan Banyu. "Apa yang kamu katakan Banyu? Anjani bukan calon istri Raga, calon istri Raga adalah adiknya Dara." Mama yang dari tadi mendengar semuanya, akhirnya bicara.

Bersambung

Kebencian Anjani

"Tapi mama aku ..."

"Pak irama, ibu Ani, Anjani, dan Dara maafkan atas kebodohan anakku ini. Maklumlah dia tidak pernah naik kelas," kata mama Lita menunduk minta maaf.

Papa Raden, dan Raga menatap tajam Banyu yang diam tanpa berkutik.

"Sudah tidak apa-apa, ayo kita lanjutkan lagi." Ayah Irama menyuruh keluarga Raga untuk duduk kembali dan melanjutkan pembahasan tadi.

Setelah mendengar ucapan Banyu tadi, Anjani pergi ke kamarnya di lantai dua. Setelah sampai di sana, Anjani membaringkan tubuhnya dan tidak lupa dia mengunci pintu. Akhirnya meledak tangisan yang dia tahan tadi.

"Tahu apa dia tentang aku. Aku baru kenal dia sini. Orang berpendidikan tapi kelakuannya nol besar. Aku membencimu," ujar Anjani yang masih menangis.

Sampai keluarga calon mertua Dara pulang pun Anjani tidak keluar kamar.

"Banyu ke ruang kerja papa." Papa turun dari mobil dengan wajah yang marah.

"Ada apa pa?" tanya Banyu sampai di ruang kerja papa.

"Kamu tanya ada apa? Kamu sudah buat malu keluarga kita. Papa tidak mau tahu, kamu harus minta maaf dengan keluarga pak Irama terutama dengan Anjani." Tegas papa.

"Kenapa aku harus minta maaf? Aku tidak salah pa, lagian aku juga tidak kalau yang mau menjadi isteri mas Raga adiknya bukan wanita itu."

"Tapi kamu sudah buat malu kita Banyu!. Banyu yang papa kenal tidak akan seperti ini, semakin hari papa tidak mengenal dirimu."

"Aku bukan anak kecil lagi pa. Aku sudah besar, jadi aku ..."

"Papa tidak mau tahu, datang ke rumah Anjani dan minta maaf." Papa pergi meninggalkan Banyu.

"Dasar sial, awas saja kamu wanita pelacur." teriak Banyu dalam hati.

Banyu tidak masuk ke kamarnya, dia ke bagasi mengambil motor ninja nya.

"Mau kemana? Ini sudah malam," Tegur Raga.

"Aku mau pulang ke apartemen." jawabnya ketus.

"Jangan di ambil hati. Papa memang seperti itu, besok papa pasti akan lupa," kata Raga tanpa tahu apa yang di omongin Banyu dan papa.

"Aku tahu itu mas, tapi papa menyuruh aku untuk minta maaf dengan keluarga calon mas. Mas tahu aku tidak pernah minta maaf dengan siapa pun kecuali dengan papa, mama, dan mas."

"Tapi papa benar, kamu harus minta maaf. Bagaimana kalau mas temani?" ajak Raga

"Aku tidak mau mas, walaupun itu keluarga calon mas, Maaf mas." Banyu menghidupkan motornya dan meninggalkan masnya sendiri.

Raga menghembuskan napasnya "Cuma kata maaf, tidak akan membuat kita rendah."

Di dalam kamar mama diam sambil melihat foto-foto Banyu dari bayi sampai sekarang.

"Ada apa mama?" tanya papa melihat butiran air mata jatuh di pipi mama.

"Banyu Biru kita sudah berubah pa. Mama merasakan itu, dulu Banyu tidak pernah bicara kasar dengan siapa pun. Banyu juga tidak pernah meninggalkan kewajibannya sebagai seorang muslim, tapi sekarang mama tidak pernah melihat Banyu sholat lagi. Banyu kita sudah jauh dari agama pa."

"Iya mam, papa tahu itu. Bagaimana kalau Banyu kita jodohkan dengan salah satu santri di tempat suaminya Lutfi?"

"Usul yang bagus pa. Mama setuju, semoga perempuan tersebut membuat Banyu kita kembali seperti dulu lagi." Semangat mama.

Banyu mendatangi klab malam milik Wisnu, dan dia berjalan menuju ruang pribadi tempat biasa mereka berkumpul.

"Lihat siapa yang datang," kata Panji.

"Pestanya sudah selesai," ucap Bang Farel setengah mabuk.

"Bang Farel kenapa?" tanya Banyu duduk.

"Katanya perempuan itu masih perawan. Bang Farel bayar mahal apalagi dia cantik dan masih muda. Ternyata tidak perawan lagi," jawab Wisnu masuk keruangan.

"Biasanya Bang Farel tidak masalah mau perawan atau tidak?" tanya Banyu heran.

"Entahlah kami juga tidak tahu, tapi yang parahnya sadar atau tidak. Bang Farel menyebut nama Fitri pas klimaksnya."

"Fitri? Maksud kalian mbak Fitri yang selalu mengantar makanan untuk kita?" tanya Banyu.

"Iya," jawab mereka serempak.

"Apa hubungannya dengan Bang Farel?" tanya Banyu bingung.

"Bang Farel diam-diam suka dengan Mbak Fitri. Tapi sepertinya Mbak Fitri tidak pernah mau berhubungan dengan orang lain semenjak suaminya meninggal."

"Ohh, aku kira kenapa? Cinta itu memang rumit Bang. Jadi jangan pernah pakai hati." Ucapan Banyu menghembuskan napasnya.

"Kamu ada apa? Ada masalah di acara lamaran tadi?" tanya Abhi.

"Cuma salah paham tapi ujung-ujungnya aku harus minta maaf."

"Salah paham bagaimana? Dan kenapa harus minta maaf?" tanya Wisnu.

"Aku kira wanita yang pernah aku temuin di cafe adalah calon mas Raga. Tapi rupanya bukan, adiknya yang calon mas raga."

"Wanita itu partner sexmu?" tanya Panji.

"Bukanlah, mana nafsu aku dengan dia? Tubuhnya gendut, jilbabnya panjang dan pakaiannya kuno." Banyu menceritakan ciri-ciri Anjani.

Panji menepuk pundak Banyu "Jangan seperti itu, nanti kamu jadi bucin dengannya. Secara itu perempuan kakak ipar mas Raga. Pasti setiap ada acara keluarga ketemu."

"Itu tidak akan pernah terjadi, kalau terjadi sumpah di depan kalian aku siap di kutuk jadi bucin."

"Pegang ucapan kamu Banyu." Abhi menjabat tangan Banyu.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!