NovelToon NovelToon

Hacker

Prolog

Namaku Jinna Belinda. Seorang pengawas di Teknologue Y. Organization atau yang biasa disingkat TYO.

"Selamat sore kak!"

"Masih lembur kah kak?"

"Selamat bekerja, Kak!"

Banyak dari para junior yang menyapa seperti ini setiap harinya. Jadi, sebagai senior yang baik, aku selalu menjawab sapaan sapaan itu dengan senyum. Karena aku adalah senior yang ramah.

Bukanya mencoba untuk menyombongkan diri, tapi meskipun aku adalah seorang pengawas, aku ini dibilang masih muda. Usiaku masih 21 tahun. Jadi sebutan kakak itu hanya penghormatan saja.

"Jinna, hari ini kerja bagus! Lanjutkan sampai jam 9 nanti ya?"ujar seorang pria yang ikut menyapaku di senja itu.

Namanya Joe. Senior kerja sekaligus atasan dibawah direktur. Kami sangat akrab semenjak dua tahun lalu. Tepatnya saat awal aku masuk ke dalam organisasi ini.

"Baik, Pak!"jawabku hormat. Pria itu terus mengangguk dan pergi meninggalkanku yang akan masuk kedalam kantor berisikan puluhan komputer itu.

Kantor sudah sepi karena jam kerja yang sudah berakhir. Sebagai pengawas, wajib bagiku melihat keadaan kantor sampai jam 9 malam juga bertugas untuk mengunci kantor dan semua ruangan di Organisasi ini.

Organisasi ini adalah perkumpulan yang dibuat untuk menganalisis data dalam negri maupun luar negeri. Disini bisa saja disebut kumpulan hacker negara. Mereka meretas, memperbaiki, dan juga membantu dalam perdamaian negara. Mencegah perang dan memulai perang ada ditangan organisasi ini.

Namun hanya orang orang tertentu dan yang dapat dipercaya saja yang tau keadaan ini. Di mata dunia, Organisasi ini hanyalah sebuah perusahaan yang perpacu pada teknologi. Perusahaan ini bahkan sudah bekerjasama dengan perusahaan i pple yang sekarang sedang meroket itu.

Dan siapa sangka, aku yang masih terbilang kurang berpengalaman ini menjadi orang kepercayaan direktur. Bahkan sampai harus membawa sebuah kunci dari perusahaan besar ini.

Disiang hari, semua orang pasti berpikir bahwa aku, Jinna Belinda adalah orang mulia yang ikut membantu negara dalam diam.

Tapi, Sosok Jinna Belinda yang mereka kenal akan hilang bersamaan dengan hilangnya matahari senja. Karena aku sebenarnya adalah Jinna Bradley Alexandria. Putri tunggal dari keluarga Alexandra yang baru baru ini dikabarkan telah hancur.

Dua tahun yang lalu, Seorang hacker yang berinisial 'J' secara sengaja membobol database milik keluarga kami. Tapi untungnya dia dengan bodohnya meninggalkan jejak perusahaan tempat dia beraksi. Yang tak lain adalah TYO ini.

Keluarga Alexandra memiliki keturunan mata ungu yang sangat langka. Keluarga ini juga termasuk keluarga yang paling ditakuti di negara ini karena kekuatannya dan kecerdasannya. Jadi kami juga tidak bisa menyalahkan negara jika database milik keluarga kami diserang karena kedudukan kami.

Tapi kami juga bukan orang bodoh yang pasrah pada keadaan seperti ini. Semua orang bekerja sama untuk mengembalikan kedudukan kami seperti semula.

Karena aku tidak mau identitasku sebagai putri satu satunya dari keluarga ini terbongkar, aku sampai harus memakai softlens dan mengubah namaku.

Aku akan membuat si J ini menderita seperti penderitaan yang dialami oleh keluargaku karena ulahnya. Mungkin kalo bisa aku akan mengulitinya dan memajang kepalanya di perbatasan.

Dan disinilah aku. Karena hanya aku yang tau keberadaan si J ini. Jadi, akulah yang harus membalaskan dendam keluargaku padanya.

Dan juga karena statusku sebagai pengawas, tugas mencari informasi si J ini jadi semakin mudah. Aku bisa mengakses komputer kantor disaat semua karyawan sudah pulang. Tepatnya setiap malam.

Komputer yang paling berpotensi sebagai alat pembobol mungkin saja milik direktur. Komputernya bahkan diberikan sandi yang hanya diketahui oleh Pak direktur sendiri.

Tapi itu bukan masalah bagiku. Pembobolan seperti ini sudah keahlianku sejak usia 5 tahun. Karena keluargaku sudah mengajarkan teknologi sejak usia dini di rumah.

Arsip arsip yang ada dalam dokumen ini kubuka dan kuteliti isinya tapi belum juga ada tanda tanda keberadaan si J lagi.

"Sial! Berapa tahun lagi aku bisa menemukan si tikus got itu!!"umpatku frustasi. Padahal komputer milik direktur adalah komputer terakhir yang belum ku periksa karena penjagaannya yang ketat. Tapi.... Tapi.... tapi kenapa tidak ada juga.

Bruk!

Dari belakang terdengar suara dokumen yang berjatuhan. Dan terlihat salah satu junior yang juga berada disana. Tapi.... apa dia dengar umpatanku? Gawat.

"Maaf, aku hanya numpang lewat."ucapnya membungkuk.

"Tunggu John. Yang barusan kamu dengar tadi itu bukanlah maksudku yang sebenarnya."jelasku pada John yang ingin pergi itu.

"Namaku Johan."

"Ah itu maksudku."

Iya. Itu maksudku. Namanya Johan. Dia sudah berada di TYO sebelum aku. Seharusnya dia sudah jadi senior. Tapi karena dia tidak berprestasi sama sekali, jadi dia disini hanya sebagai karyawan biasa.

"Aku tidak mendengar apapun."ujar John.

"Oh begitu ya. Tapi kenapa kau masih ada disini di jam segini?"

"Aku harus menyelesaikan tugas yang belum selesai."

Kasihan sekali dia. Dia harus lembur karena kinerjanya yang selalu minta direvisi.

"Biar ku bantu kau mengerjakannya, John. Pasti keluargamu sedang menunggumu dirumah."tawarku padanya yang masih berwajah datar.

"Sekali lagi, namaku Johan. Dan meskipun aku pulang terlambat, tidak ada yang menungguku dirumah. Jadi biarkan aku sendirian."ujarnya datar.

Dia memang sangat misterius. Berulang kali aku menduga bahwa dialah J itu. Tapi pemikiran itu selalu terbantahkan karena kerjanya yang selalu membuat seisi kantor marah. Apalagi sikap dingin dan arogan itu.

Tapi apa benar dia tidak mendengar umpatanku tadi? Jika dia mendengarnya bisa gawat nanti. Imageku yang susah payah kubangun selama dua tahun akan hilang begitu saja. Ditambah kalo Joe mengetahuinya, aku bisa saja diturunkan dari jabatan ini karena prilaku yang tidak pantas.

"Anu... John. Apa aku boleh menemanimu sekali ini. Kau pasti kesepian karena berada disini sendirian."tawarku sekali lagi sambil mengejar John yang sedikit berlari menuju meja kerjanya.

"Namaku Johan. Bukan John. Sudah berapa kali aku mengingatkamu hari ini. Jangan sok peduli. Lebih baik kau pergi sekarang juga."usir John.

Merepotkan! Sungguh merepotkan kalo harus berurusan dengannya. Tapi meski begitu, aku harus mengejarnya demi menjaga rahasiaku.

"Oke John. Aku ga akan menganggumu. Tapi sebagai pengawas, aku harus mengawasinya disini. Jadi jangan usir aku. Oke?"

John tidak menjawab. Dia hanya menatap sinis kearahku sebentar dan lalu dia mulai mengetikkan sesuatu di komputernya.

Malam ini, aku gagal mencari informasi tentang si J. Dan malah berurusan sama cowok yang katanya 1 tahun lebih tua dariku ini.

Haaah..... sepertinya kedepannya aku harus memastikan dia tidak akan membocorkan rahasia ku pada semua orang. Dan sekalian juga, aku akan mencari tau informasi orang ini. Dia sangat mencurigakan.

Dan tentang si J. Mungkin tuhan membuatnya selamat untuk hari ini. Karena besok, aku pasti akan mencarinya. Mau sekecil apapun jejak yang kau tinggalkan, aku pasti bisa mencarinya.

"Hey! Katanya mau membantu. Tapi kenapa malah bengong disana? Cepat bantu aku!"

"Eh? Jadi mau dibantu?"

.

.

.

To be continuous....

Pria jenius

Dasar cowok arogan itu....!!

Bisa bisanya dia menyuruhku mengerjakan semua bagiannya. Dan dia hanya menatap tajam ke arahku semalaman. Untung saja ada aku saat itu. Kalau tidak, dia mungkin bakal menginap di kantor. Bagaimana bisa dia selalu saja salah melakukan pekerjaannya.

Dan pagi ini, dia langsung fokus pada komputernya sekali lagi. Bahkan dia tidak berterima kasih padaku? Huh! Ngapain aku mikirin dia sekarang? Ga berguna banget!

"Kak Jinna, ngapain bengong disini?"tanya Fero memergokiku menatap tajam ke arah si John.

"Tak apa, tapi kau sendiri kenapa jalan jalan gini? Udah selesai tugasnya?"tanyaku balik pada Fero yang dengan santainya menyapaku di jam kerja.

"Eh, maaf. Aku hanya penasaran dengan anak baru yang direkrut pak boss kemaren. Jadi sekarang aku mau kesana." Fero menunjuk ke arah kerumunan pegawai kantor. Tepatnya didepan pintu masuk.

Aku sebagai pengawas yang tidak bisa melihat keributan itu segera mengikuti Fero menuju pintu masuk.

"Ada apa ini? Kenapa kalian disini? Cepat kembali bekerja!"pintahku yang langsung membubarkan kerumunan itu.

Hanya ada satu pria yang masih tegak berdiri disana. Aku tidak mengenal wajah itu. Apakah dia anak baru yang dibilang Fero tadi?

"Anuu... saya anak baru yang disuruh Pak Yo untuk bertemu dengan Bu Jinna. Boleh saya tau dimana Bu Jinna berada?"tanya anak baru itu dengan halus. Entah kenapa aku merasa sedang berbicara dengan anak kecil yang polos. Cute....

"Ehem! Saya Jinna. Sepertinya saya disuruh untuk mengajarimu ya?"tanyaku yang langsung diangguki anak baru itu.

"Ah iya, saya David. Lulusan terbaik Havard Amerika. Usia 20 tahun. Mohon bantuannya Bu Jinna!"ujarnya menunduk. Sungguh... dia sangat lucu.

"Baiklah.. baiklah.... selanjutnya kau bisa mengamati aku sampai sebulan ini ya!"

Sebelum aku menyelesaikan kalimatku, dia sudah mengangguk dengan antusias. Wajah baby facenya dan tingkahnya sangat mamadai. Aku bahkan sampai ingin mencubit pipinya karena gemas.

Aku mengajakmya berkeliling kantor sebagai perkenalan. Dia hanya menatap apapun yang aku tunjukkan dengan wajah kagum sampai akhirnya di tempat duduk nya yang bersebelahan langsung dengan meja kerja John.

Aku tanpa sadar melirik John yang terus fokus pada komputernya. Bagaimana bisa dia melakukan kesalahan meskipun sudah sangat serius seperti itu.

"Anu... Bu Jinna? Kenapa kita berhenti disini?"tanya David menyadarkanku.

"Hey anak baru! Dia itu hanya setahun lebih tua darimu jadi panggil Kakak saja seperti kami."saran salah satu karyawan yang mendengar panggilan David tadi.

"Oh begitu ya... memang dari awal Kak Jinna tidak seperti yang saya bayangkan."jawab David ramah.

"Memangnya bayanganmu bagaimana?"

"Saya pikir Bu Jinna itu pengawas gemuk yang sudah memiliki anak karena di data yang saya cari, tahun lahirnya di sembunyikan."

Deg!

Apa?! Dia mencari tau dataku terlebih dahulu sebelum bertemu denganku? B-bukannya itu namanya stalker?

"Oh... jadi kau mencoba mengorek informasiku?"tanyaku membuat senyuman David memudar.

"M-maaf Kak. S-saya hanya tidak sengaja sedikit membobol keamanan TYO. T-tapi saya hanya tau tanggal lahir dan nama Kak Jinna saja kok yang lainnya tidak bisa terbaca. Maaf."serunya gagap dan diakhiri dengan wajah penyesalan yang semakin membuatnya imut.

"O-oke cukup! Ini tempat dudukmu dan jika kau tidak paham sesuatu, kau bisa tanyakan pada Fero yang ada disana." Fero melambaikan tangannya seakan tau aku sedang menunjuknya. David kembali gembira dan segera duduk di tempat duduknya.

"Ingat ya! Tanya ke Fero dan jangan ke John yang ada disampingmu itu kalau kau tidak mau kebingungan. Paham!"bisikku langsung ke telinga David.

David dengan cepat menarik kepalanya menjauh dan menghindari mataku.

"A-ah iya. S-saya akan melakukan yang kakak suruh."ujarnya cepat itu membuatku bingung.

"Baiklah, aku akan kembali ke pekerjaanku jadi kalian jangan ribut oke!"seruku pada semua karyawan yang ada diruangan itu.

"Siyaap~" jawab semuanya santai. Aku pun akhirnya bisa keluar dari ruangan itu dengan tenang. Yah... meskipun aku masih ingin melihat si John itu mengucapkan terima kasih padaku.

* * * *

Secangkir teh mungkin sudah cukup membuatku tenang untuk sementara waktu.

Untung saja dataku yang ada di TYO ini sudah kupalsukan.

Sungguh, David sangat membuatku terkejut dihari pertamanya bekerja. Dia bahkan sampai membobol data dari perusahaan yang mempekerjakannya.

Benar juga, dia lulus kuliah hanya dengan dua tahun. Jelas saja dia anak yang Jenius.

.

.

.

Tunggu! Kemungkinan besar si J itu juga jenius. Dan dia diterima disini karena kejeniusannya itu. Berarti Pak Yo kemungkinan besar tau siapa saja yang jenius dikantor ini yang bisa menjadi bala bantuan bagi mata mata.

Tapi apakah David juga tau kalau organisasi ini adalah mata mata negara? Aku tidak bisa sembarangan menanyainya. Jika dia tidak tau, maka sama saja aku yang membocorkan identitas organisasi ini.

Sebaiknya aku bertanya pada Pak Yo yang membawanya. Tapi akhir akhir ini Pak Yo jarang sekali ke kantor. Eh.... tunggu sebentar. Jika si boss tidak dikantor, berarti ruangan pribadinya kosong kan.

Kenapa baru kepikiran!! Data dalam komputer Pak Yo pasti berisi informasi yang aku harapkan. Oke.... kalau begitu, aku akan mencari jejak si J di ruangan Pak Yo.

* * * *

POV AUTHOR

Setelah Jinna berbalik meninggalkan David, David memberanikan diri manatap punggung Jinna. Wajahnya memerah. Dia memalingkan wajahnya karena tidak ingin wajahnya yang tersipu itu dilihat oleh Jinna.

"Bagaimana bisa? Sepertinya, aku menyukai yang lebih tua."gumam David menutup sebagian wajahnya dengan tangan.

"Hey, Jangan berpikir aneh aneh kau ya."

Dari belakang, David mendengar suara datar yang seakan tau pikirannya. Dia menoleh dan mendapati Johan yang masih melihat ke arah komputer miliknya. Tapi David tau kalau Johan lah yang berbicara padanya.

"Kenapa kak John?"tanya David penasaran.

"Gue tau elo orang indo kan? Jangan macem macem pokoknya. Paham!"ujar Johan masih dengan nada datarnya juga menggunakan bahasa Indonesia supaya tidak ada yang mengerti ucapannya.

"Kau juga orang indo, Kak John?"jawab David reflek juga memakai bahasa indonesia.

"Nama gue Johan. Pasti Jinna yang panggil John tadi. Hey dengar, Apa yang tadi dia bisikkan?"tanya Johan penasaran.

"Memangnya kenapa? Itu kan bukan urusan Kak Johan." David mamalingkan wajahnya tidak perduli dengan Johan.

"Cih, Bocah kampung."gumam Johan yang membuat David sontak mengebrak meja dan berdiri mempelototi Johan.

David sangat tidak menyukai orang yang dengan seenaknya merendahkan keluarganya.

"Ada apa David?"tanya Fero terkejut.

"Huh!"

David kembali duduk dan mulai mempelajari dokumen dokumen yang ada di mejanya. tapi berbeda dengan Johan yang dari tadi fokus pada komputernya, sekarang malah bangkit dan berjalan melewati belakang David.

Johan menepuk pundak David dan berbisik, "Bocah, bersikaplah seperti bocah."

David hanya bisa menatap kesal pada Johan yang sudah menjauh.

"Bocah?"tanyanya kesal.

* * * *

Johan berjalan menuju dapur kantor setelah puas membuat David kesal. Sesekali dia melirik karyawan lain dengan tatapan tajamnya.

Tapi dengan paras tampannya yang meskipun tanpa ekspresi itu, beberapa karyawan wanita hanyut dalam tatapannya. Bukannya takut dan menjauh tapi malah suka dan mendekati Johan.

Bukan Johan namanya kalau menanggapi sapaan para karyawan itu. Dia hanya terus berjalan seakan tidak mendengar apapun.

Karyawan pria yang melihat tingkah para karyawati itu kesal pada Johan yang tidak memanfaatkan wajah tampannya sama sekali.

Johan sesekali mendengar gerutuan para pria itu. Tapi dia tidak merespon sama sekali. Seakan kopi dapur sudah tidak sabar menunggunya.

Sesaat sebelum masuk ke dalam dapur, Johan mendadak bersembunyi dibalik tembok. Dia melihat Jinna yang tersenyum sendiri dengan wajah liciknya. Itu kedua kalinya Johan melihat wajah Jinna yang tidak ramah.

Saat di ruang kerja Pak Direktur, Johan mendengar dengan jelas umpatan Jinna tapi dia berlagak tidak mendengar karena akan sangat merepotkan baginya.

Dan sekarang Jinna yang sedang memegang gelas kopi yang ingin diminum Johan itu malah bersenyum licik seakan berhasil meracuni orang lain.

Johan melihat bayangan seseorang di belakang Jinna yang juga sepertinya ikut memperhatikan Jinna.

Jinna dengan segera pergi melewati Johan yang sedang bersembunyi. Diikuti dengan pria yang tadi bersembunyi juga. Untung saja kedua orang itu tidak menyadari keberadaan Johan.

"Kenapa Joe mengikutinya? Dan kemana dia pergi?"batin Johan memperhatikan gerak gerik mencurigakan pria yang adalah Joe si atasan Jinna.

Johan akhirnya mengikuti Joe yang mengikuti Jinna. Hingga mereka bertiga sampai di depan ruangan Presdir.

Jinna memastikan tidak ada orang disekitarnya dan akhirnya masuk ke dalam ruangan Presdir. Sedangkan Joe, dia hanya mengawasi Jinna dari luar pembatas kaca ruangan Presdir.

"Ngapain mereka?"batin Johan bingung dengan apa yang dia lihat.

.

.

.

To be continuous......

Sandi

Jinna POV

Si*lan! Kenapa semua dokumen karyawan pada di kunci???? Sumpah! Seketat itu kah pengamanan disini? Lagi pula siapa pula orang yang akan berani membuka komputer presdir yang penuh cctv ini?

Yah.... meskipun bisa diubah di ruang security sih. Tapi... Kenapa juga menyusahkan diri banget si Pak Yo ini?? Bahkan sampai sandi antar karyaman berbeda beda pula! Gila!

Aku ga bisa lama lama berada disini. Lebih baik kusalin semua data yang ada di sini lewat USB ku. Mungkin membutuhkan waktu, tapi tidak ada cara lain.

Ruangan ini sangat aneh. Full kaca satu sisi sebagai pembatasnya. Dari dalam hanya kaca cermin. Tapi dari luar, seperti kaca tembus pandang.

Mereka bisa melihat apa yang di kerjakan Presdir disini, sedangkan si boss malah tidak bisa melihat apapun dari ruangannya.

Karena ruangan inilah, aku semakin takut kalau mungkin ada orang yang melihatku berada disini.

Tring ting...ting...

Kata "Success" akhirnya muncul di layar komputernya. Aku pun bergegas merapikan kembali isi komputernya dan mencabut USB ku.

Aku segera berjalan menuju pintu dan perlahan membukanya.

Krieet.....

"John!!"

Betapa kagetnya aku melihat John yang terduduk di depan pintu dengan luka baru di wajah dan memar di tangannya.

"John! Kau tak apa?"tanyaku mengulurkan tangan untuk menolongnya.

"I'm Johan. Not John! You know!" John menepis tanganku dan sekali lagi mengatakan kata kata legendarisnya.

Apa salahnya dengan nama John? Lagipula mulutku ini tidak terbiasa mengucapkan namanya.

Meskipun kesal dengan tingkahnya tapi... dia saat ini terluka. Aku tidak bisa membiarkannya.

"Banyak luka diwajahmu! Kau harus mengobatinya!"ujarku menarik tangan John menuju klinik di lantai bawah.

* * * *

John meringis kesakitan meskipun aku sudah mengobatinya dengan perlahan. Kami sudah duduk di atas ranjang Klinik.

Aku tidak tau apa yang dipikirkan para perawat disana sampai harus menyuruhku untuk mengobati John sendiri.

"Ah! Jangan bergerak! Bagaimana bisa selesai kalau kau terus bergerak seperti itu!"ujarku yang mulai tak sabar menghadapi Johan yang payah pada obat luka itu.

"Tunggulah sebentar lagi. Disana sangat sakit."keluhnya memegangi tanganku. Wajahnya yang menahan sakit itu.... emm... yah... menurutku.... sedikit tampan.

"Memangnya siapa yang berkelahi denganmu sampai kau terluka begini?" Aku mengalihkan pandangan karena tak mau melihat wajahnya. "Apa urusannya denganmu? Bukannya David yang lebih kau khawatirkan?" John mengucapkan kata kata aneh yang membuatku bingung.

"Apaan sih? Dia kan hanya junior yang dibawa Pak Yo. Lagi pula sedang apa kau tadi ada disana?"jawabku kesal. Tapi... kenapa aku harus menjelaskan itu?

"Kau juga kenapa ada disana?"

Deg!

Benar juga, jika John bisa terluka di depan ruang Presdir berarti dia melihatku mengutak atik komputer Presdir kan? Kenapa harus kepergok dia sih? Kalau yang lain kan bisa ku bodohi. Tapi kalau dia...

"I-itu.... aku disuruh Pak Yo untuk mengirimkan salah satu dokumen di komputernya. Iya, seperti itu."jawabku asal meskipun tau John tidak akan mempercayainya.

"Oh begitu, ga heran juga sih kalau itu si Y- maksudku si Presdir."

Eh? Jadi.... dia percaya?? Dia ini apa emang bodoh dari awal? Syukurlah kalau begitu.

"Tapi kenapa si J-"

"Johan? Kenapa bisa sampai terluka begini?"

Veny, salah satu karyawan senior seketika melepaskan tangan John yang masih memegang tanganku.

Dia terlihat sangat cemas hingga memperhatikan luka John dengan teliti. Ini pertama kalinya aku melihat Veny si Primadona kantor itu mengkhawatirkan orang lain.

"Ayo kita ke Rumah sakit! Kau harus-"

"Stop it, flat chest!"

Deg!

John? B-bagaimana bisa dia mengatakan hal itu langsung pada Veny? Meskipun aku juga tau ukuran dada Veny kecil. Tapi.... Aaagrrh....!!!! Mau mati rasanya.

Veny hanya diam setelah ajakannya ditolak mentah mentah. Aku pun juga tidak bisa berkata apa apa. John sudah membuat suasana menjadi canggung.

"Pergilah!" Dengan santainya John menarik tanganku dan kembali menempelkan kapas yang kupegang ke atas lukanya.

Veny mematung. Dia seperti tidak terima dengan sikap John. Tangannya mengepal erat seakan ingin menonjok. Tapi kemudian dia berbalik dan dengan cepat pergi dari Klinik.

John memang pria yang tidak bisa di tebak jalan pikirannya. Dan aku hanya bisa pasrah mengobati John kembali.

* * * *

Hari sudah malam dan sebagian pegawai kantor sudah pulang. Untungnya John hanya terluka ringan dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Sekarang waktunya aku untuk membongkar berkas yang susah payah ku pindah tadi.

Laptop pribadiku sudah ku siapkan karena tidak mungkin membuka file berbahaya itu di komputer kantor. Dan ada alasan lain yang membuatku harus menggunakan laptop pribadiku.

Ribuan berkas tersusun di file flashdisk yang ku pasang. Sekarang tinggal membuka satu persatu isi data tersebut.

Tapi sepertinya aku hanya perlu membuka data karyawan dengan inisial J saja. Dan terdapat lebih dari 100 data yang berinisial J. Haduuuuh..... Kenapa banyak banget?!

Berbagai kode sandi yang mengunci dokumen itu satu persatu akhirnya terbuka setelah perjuangan membobolnya yang tidak mudah. Jelas saja, mana ada perusahaan hacker yang keamanannya bisa dibobol hacker itu sendiri.

Tapi aku sih beda....

Plak!

Sudah cukup dengan haluan ini.... Sekarang tinggal 3 data karyawan lagi yang belum dibobol. Milik Juwita, Pak Joe dan..... Jenifer. Selain ketiga orang ini sandinya sangat mudah bagiku untuk membobolnya.

Tapi kenapa data mereka bertiga sangat sulit dibobol? Kalau Pak Joe masih bisa di tolerir karena dia adalah atasan tapi kalau Juwita dan Jenifer?

Jenifer yang sering di sebut si attacker sistem itu tidak lebih hebat dari pada David si anak baru sedangkan Juwita- tante tante yang petakilan didepan Pak Yo itu bahkan lebih parah. Tapi kenapa mereka ga bisa kubuka datanyaaaa.......

Sepertinya kepalaku bisa meledak memikirkan semua hal itu.

Trak!

"You really look burned out."

Kaget aku!

John tiba tiba membawakan kopi dan duduk di sebelahku. Refleks aku pun menutup laptopku dan memelototi John yang sudah bersiap membuka laptopnya.

"Ada apa? Lanjutkan kerjaan mu." Dengan santai John mulai memainkan jarinya di atas keyboard laptop. Dia tidak meminta pendapatku terlebih dahulu untuk duduk di ruang pribadiku?! Dan bagaimana dia bisa sesantai itu masuk ke ruangan yang hanya aku yang boleh masuk itu?

"Apa maksudnya ini?"

"Aku hanya mulai mengerjakan tugasku. Apa itu salah?"

"Bukan itu! Ini ruangan pribadiku kan? Kenapa kau ada disini di jam segini hah?!"

"Kenapa? Kau mau memakiku? Silahkan! Aku pun sudah tau sifat aslimu kan?"

Deg!

Kata kata dingin John membuatku diam sesaat.

"Me-Memang kenapa kalau kau tau sifat asliku? Kau mau mengancam ku? Kau bahkan tidak punya teman untuk mengadukannya kan? Memangnya kalau kau mengadu, kau akan dipercaya? Lagipula dibandingkan dengan sifat jelekku, sifat baikku itu lebih banyak, kau tau!!"

Benar, lagipula siapa yang akan mendengarkan cowok dingin yang tidak punya sopan santun sepertinya. Dia pasti akan berhenti mengikutiku setelah ini.

Hahaha..... Itu yang ku pikirkan sebelum tau sifat liciknya yang satu lagi di keesokan harinya.

"Benarkah itu Jinna?! Kau bahkan mengusir Johan saat dia meminta bantuan di ruanganmu? Apakah itu sikap yang pantas di tunjukkan oleh seorang pengawas?"ocehan wanita yang setahun lebih tua dari ku itu langsung menghancurkan pikiran naifku semalam.

John hanya tersenyum tipis di belakang wanita menjengkelkan itu. Aku ingin sekali memukul wajahnya itu tapi yang jelas bukan sekarang.

"Begini kak Veny, kemaren John dengan sengaja masuk tanpa izin ke ruangan ku, jadi tanpa sadar-"

"Kau mengusirnya karena kau lebih tinggi jabatannya?!"

Tunggu selesai ngomong dulu bangs-

Fyuuh... Jinna sabar..... Kau harus mempunyai hati seluas 4 kali lapangan sepak bola kalau masih mau bekerja disini.

"John, bisa kau jelaskan kesalahpahaman ini?" John tau kalau aku tidak menggunakan kekuasaanku saat itu, iya kan?

"Maaf Bu pengawas, saya hanya meminta tolong untuk urusan kantor tapi anda bahkan memaki saya. Salah saya apa ya??"

Tidak, bukan begitu.... Tidak ada yang percaya dengan wajah bodohnya yang berpura pura itu kan? Kalian bahkan pernah menganggapnya aneh. Kenapa sekarang kalian seperti itu?

John dengan aktingnya yang luar biasa sanggup membuat karyawan lain merasa iba padanya. Kenapa dia seperti itu????

"Jinna, perbaiki sikapmu! Jika Pak Joe melihat ini, mungkin kau akan di turunkan dari posisimu. Dan Johan, untuk sementara waktu, kau boleh bertanya padaku untuk urusan pekerjaan itu."ujar Veny, wanita yang baru saja dihina John kemaren. Aku heran, kanepa dia masih membelanya meskipun telah dihina seperti itu.

Veny dan semua karyawan yang berkumpul akhirnya bubar menyisakan aku dan John yang masih berdiri mamatung di dapur kantor lantai 2.

Aku kemudian melirik tajam ke arah John yang juga ternyata sedang memandangiku.

Dia sedikit memiringkan kepalanya dan menyeringai seakan meledek ucapan ku kemaren malam.

Dia berjalan melewatiku dan sedikit berbisik. "Kau itu sangat lucu ya? Aku suka dirimu."

To be continued....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!