Di sebuah hutan....
Hiat, hia...!
Hap, hup...!
Zafier tampak berlatih sangat keras. Dari segi latihan yang penuh paksaan dan tidak peduli dengan kondisi tubuh yang penuh luka dan goresan, seakan ada sebuah perasaan yang sulit digambarkan, masih bisa dijelaskan.
Saat ini usianya sudah 13 tahun, tepatnya lebih satu bulan.
Sebulan yang lalu, saat usianya genap 13 tahun, adalah hari terakhir dimana seorang anak akan ditentukan apakah memiliki bakat api atau tidak. Sungguh malang, hingga batas ulang tahunnya berakhir, Zafier masih tidak dapat membangkitkan kekuatan tersebut.
Alhasil, Zafier menjadi ajang ejekan dan hinaan. Bahkan dengan sadar diri, dia merasa bahwa kegagalannya dalam membangkitkan kekuatan api telah mempermalukan ayahnya sebagai pendiri perguruan yang bahkan memegang status sebagai manusia terkuat di kota itu.
Ayahnya terkenal dengan kemampuan api yang tak tertandingi bahkan hingga di beberapa kota sekitar. Hal tersebut tentunya membuat orang lain akan menganggap dirinya sebagai anak cacat dan perusak keturunan.
Perasaan hina dan terhina serta iri akan orang lain yang sebaya dengannya, bukan baru dirasakan hari itu. Bisa dibilang sejak beberapa teman seusianya membangkitkan kekuatan api diusia balita. Perasaan seperti itu sudah dia tanggung hampir sembilan atau sepuluh tahun lebih.
Untungnya dia tidak patah semangat dengan kekurangannya tersebut. Demi mengimbangi kemampuan anak-anak seusianya, hari-hari yang ia jalani dipenuhi dengan berlatih keras. Tak salah jika mengatakan di dunia ini anak dengan fisik terkuat mungkin adalah dirinya.
Tapi semua itu tak dapat menutupi kenyataan. Fakta bahwa sekeras apapun ia menjalani latihan fisik, tetap saja dia akan kalah dengan orang yang memiliki kemampuan api.
Hingga hari terakhir pembangkitan kekuatan api tiba dan mendapati dirinya tak memiliki bakat itu, membuat hati dan perasaannya terluka dan hancur. Ditambah dengan ejekan yang dia terima, rasanya ingin sekali dia memutus urat kehidupannya saat itu juga.
Beruntung ayah dan ibunya bukan orang yang arogan dan egois terhadap aib. Sebaliknya mereka merasa iba dan mendukungnya untuk terus berlatih agar tidak tertinggal dari orang lain.
"Zafier... Hidup itu bukan masalah kekuatan. Kau mungkin bukan yang beruntung diantara ribuan orang dalam satu hal. Tapi ayah tau... Diantara jutaan orang, kau adalah orang yang beruntung dalam berbagai hal." Ayahnya menasehati.
Kalimat itulah yang memotivasi Zafier hingga kembali bangkit dan tidak patah semangat untuk terus berlatih dan berlatih seperti hari ini.
"Benar... Apapun yang terjadi, ibu dan ayah akan selalu mendukung dan melindungi mu." Dukung ibunya. Kelembutan itu membuat Zafier menjadi yakin dalam menentukan jalan dan ambisi yang akan dia tempuh kedepannya.
Kembali ke latihan Zafier...
Setelah berlatih selama berjam-jam, akhirnya Zafier memutuskan untuk menyudahi. Mengingat matahari juga sudah mulai tenggelam di ufuk barat.
Tidak seperti latihan dihari-hari sebelumnya, sebulan terakhir dia sering pulang begitu larut. Meskipun orang tuanya selalu mengingatkan untuk tidak terlalu ambisi atau berlebihan, namun baginya latihan ini sudah menjadi jalan pilihannya.
Bisa saja dia hidup tenang dan santai dibawah kekuasaan dan harta ayahnya, tapi bagaiman dia sanggup menampakkan wajah disaat semua tanggungjawab beralih padanya ketika menjadi pengganti atau penerus ayahnya, sementara dia sendiri adalah orang yang lemah. Justru karena memikirkan hal itu, semangatnya semakin menggebu-gebu....
Zafier pulang, berjalan meniti jalan setapak. Dia harus menempuh jarak 3 kilo meter untuk keluar dari pedalaman hutan.
Bukan tanpa alasan dia mengambil tempat yang begitu jauh. Saat dia menemukan tempat latihannya saat ini, menurutnya tempat itu begitu elok dan cocok dijadikan sebagai tempat latihan.
Sebuah tempat dengan air terjun serta terdapat telaga kecil. Suasana tersebut tentu dapat menghilangkan penat dalam waktu singkat. Apalagi Jika sudah terlalu lelah, dia bisa mandi dan mengail disitu....
Setelah berjalan cukup lama, akhirnya Zafier keluar dari hutan. Dengan pintu keluar-masuk hutan yang sedikit bertebing, dia dapat melihat secara langsung wilayah perguruan ayahnya, sekaligus tempat tinggal mereka.
Namun, sesaat setelah meninggalkan batang pohon terakhir, apa yang disaksikannya saat ini lebih sakit daripada perasaan yang dia rasakan tatkala dia tidak mendapatkan kekuatan api.
Hanya dengan melihat, siapapun tau bahwa apa yang dia saksikan saat ini adalah pemusnahan masal.
Dia melihat api dengan bara yang menjulang tinggi dan besar, melahap semua gedung-gedung serta tempat tinggalnya. Bahkan semuanya sudah hampir rata dengan tanah.
Melihat hal itu, pikiran buruk tentang berbagai kemungkinan yang terjadi, melayang-layang dalam pikirannya. Tanpa pikir panjang, dia segera berlari, lompat menuruni terjalnya tebing tanpa harus mengambil jalan yang seharusnya sedikit memutar agar dapat turun dari tebing tersebut.
Saat tiba disana, dia menyaksikan puluhan atau mungkin ratusan tubuh tergeletak tanpa nyawa. Pikirannya semakin kalut, tentu yang ada dibenaknya saat ini adalah ayah dan ibunya. Apakah mereka selamat dan melarikan diri, atau mereka sudah menjadi salah satu dari ratusan jasad yang berserakan.
Setelah berlari dan mengelilingi komplek yang diselimuti hawa panas, Zafier akhirnya tiba di halaman utama. Dia menyaksikan seseorang sedang bertarung melawan puluhan orang.
Dilihat dari kemampuan orang tersebut, sepertinya mereka bukan berasal dari kota ini. Bahkan anak seusia Zafier juga bisa mengerti, mungkin mereka bukan berasal dari dunia ini.
Kemampuan bertarung orang asing itu layaknya dewa. Penguasaan terhadap jurus-jurus api, dampak serangan yang begitu mengerikan, serta tingkatan api yang mereka miliki, jelas tak seorangpun yang pernah menyaksikan.
Dan yang lebih mengejutkan, satu orang itu seakan dapat mengimbangi puluhan lawannya. Walupun jika diperhatikan lebih teliti, orang itu sudah mendapatkan banyak luka di sekujur tubuh dan hampir terlihat seperti mayat hidup. Hanya semangat juang besar yang dapat membuat seseorang mampu bertahan seperti itu.
Tapi kedatangannya bukan untuk menilai seperti apa kemampuan atau darimana asal mereka. Lebih tepatnya, tatapan Zefier tertuju pada dua sosok tubuh yang terbaring dibelakang orang yang bertarung sendiri itu.
Penglihatan dan perasaan Zefier tentang kedua orang tersebut memang tak salah lagi adalah ayah dan ibunya. Dia langsung berlari mendekat.
"A, ayah... Ibu..." Hati Zefier ketir. Ia segera memeluk kedua jasad tersebut, sembari berharap apa yang dia lihat, hanya mimpi belaka.
Disisi lain, di penghujung pertarungan antara satu melawan puluhan orang lainnya, terjadi sebuah percakapan singkat.
"Cepat, serahkan benda itu...! Aku aku akan mempermudah kematian mu." Pinta salah satu orang diantara puluhan orang tersebut. Sepertinya dia adalah pemimpin sekelompok orang itu.
"Jangan harap...! Kalian pikir aku akan memberikannya begitu saja dan membiarkan kalian semakin merajalela dengan kebusukan kalian." Balas orang yang dipenuhi Luka tersebut.
"Aku sudah berbaik hati memberimu kesempatan terakhir. Setelah ini, jangan berpikir kematian mu akan mudah." Ucap pemimpin kelompok, lagi.
"Sampai aku kehilangan nyawa, benda ini tidak akan pernah jatuh pada siapapun. Lebih baik aku memusnahkannya daripada kalian mendapatkan benda ini."
"Memusnahkan...?! Apa kau pikir benda itu bisa dimusnahkan? Bahkan setingkat ketua, juga tidak akan mampu melakukannya."
"Ada satu cara.... Jangan bilang kalian tidak mengetahui hal ini." Orang tersebut melihat kebelakang, tepatnya kearah seorang anak yang sedang meratapi dua buah mayat.
Melihat arah pandang orang itu, pemimpin kelompok tersebut langsung paham, apa yang dimaksud orang yang sendiri itu.
Membayangkan apa yang akan terjadi, pemimpin kelompok itu langsung marah. "Kau....! Jika sampai melakukannya, aku jamin tidak ada keluargamu yang akan selamat." Teriak pemimpin kelompok tersebut.
"Benarkah...? Kalaupun aku memberikan benda ini, aku pikir hal yang tak diinginkan akan tetap terjadi pada keluargaku!" Balas orang itu.
"Tentu saja tidak.... Aku berjanji akan membicarakan solusinya pada ketua."
Mendengar jawaban tersebut, orang itu tertawa. Sesaat dia terlihat seperti kehilangan beban dari tubuhnya yang dipenuhi luka.
"Kalian pikir...." Kalimatnya berhenti sejenak. "Kalian pikir aku akan percaya...?!"
Setelah berkata demikian, orang itu dengan sangat cepat berlari kearah Zafier. Zafier yang sedang bersedih, menangis dan meratapi kepergian orang tuanya, tak sadar atas apa yang akan menimpanya.
"Sial...! Cepat hentikan dia. Atau aku akan membunuh kalian semua!" Teriak pemimpin kelompok tersebut. Semua bawahannya juga langsung bergerak cepat menggunakan jurus terbaik yang mereka miliki untuk menghentikan orang yang saat ini sudah berada dihadapan Zafier.
Puluhan api dengan kekuatan dahsyat, beterbangan mengejar orang tersebut. Namun sesaat sebelum api itu menghantamnya, orang itu terlihat memukulkan sesuatu ke kening Zafier.
Bersambung....
Seminggu kemudian.
Mata Zefier berlahan mulai terbuka. Masih segar dalam ingatannya tentang kejadian kemarin.
Membayangkan tentang pertarungan orang-orang tak dikenal, tentang rumah dan komplek perguruan yang rata terbakar api, tentang kematian orang tuanya. Bahkan jika itu mimpi, semuanya tak mungkin terlupa begitu saja.
"Ugh...!" Zafier mengeluh, kepalanya pusing. Tubuhnya terasa lemah, seminggu ini belum ada makanan yang masuk perut. Dia berusaha duduk sambil menatap ke sekeliling dengan perasaan yang asing.
"Dimana ini?" Ucapnya, parau. Ia merasa asing dengan bangunan seperti gubuk reyot yang dia tempati.
["Halo-halo..."]
["Halo, apakah anda mendengar aku, Tuan...?]
["Halo...!"]
Dibilang samar-samar, tidak. Dibilang jelas, juga tidak. Zafier seperti mendengar seseorang berbicara, tetapi tak menghiraukannya karena merasa itu hanya halusinasinya saja. Apalagi dia baru saja sadarkan diri.
Sekali lagi dia memantau area sekitar, memastikan bahwa tempat itu memang tidak pernah dilihatnya sama sekali.
"Apakah semua ini hanya mimpi...?" Gumam Zafier. Lalu kembali teringat dan mengenang kejadian pilu itu.
"Ayah, Ibu...!" Dia memanggil kedua orang tuanya. Tentunya tak ada jawaban. Jasad kedua orang tuanya seakan terasa nyata saat dia menyaksikan dan memastikan kematian mereka. 100 persen itu bukan mimpi.
Tapi sekali lagi, "Dimana ini...? kenapa aku bisa berada disini...?" Pikirannya masih linglung, menerka apa yang terjadi setelah hari itu.
["Halo, apa anda mendengar suaraku...?"]
Kembali terdengar suara dengan pertanyaan yang sama.
"Eh? Apakah aku salah dengar? Sepertinya aku memang mendengar suara seseorang yang sedang berbicara." Lanjutnya.
Suara panggilan itu sudah dia dengar sejak tadi, tapi dia tak begitu yakin. Sebab setelah dia memeriksa seisi ruangan, dia tak melihat siapapun disana.
["Akhirnya, anda merespon, tuan...!"]
Lagi-lagi, Zafier mendengar suara orang yang jelas berbicara padanya. Tapi, semakin dia berusaha untuk memastikan, semakin dia merasa ketakutan.
"Apakah itu hantu...? Kenapa ada suara tapi tidak ada orangnya...?" Zefier menarik lebih tinggi selimut yang sudah tersingkap sedikit. Perasaan itu sejenak membuatnya lupa terhadap kesedihan yang sedang dia alami.
"Aku menangkap perasaan putus asa dari dalam diri anda. Apakah anda butuh saran, tuan?" Lanjut suara itu, lagi.
"Sebenarnya kau ini siapa, kenapa sembunyi-sembunyi...? Tunjukkan dirimu!" Kali ini Zefier merespon, berbicara pada udara kosong.
"Maunya begitu, tapi aku tidak bisa, tuan." Jawab suara asing tersebut.
"Apa maksudmu? Kau jangan bercanda!" Zefier membentak. Meski ada lawan bicara, tapi wujudnya masih nihil. Dia merasa sedang dipermainkan.
"Aku tidak bercanda. Aku berada dalam pikiran anda, tuan."
"Didalam pikiranku? Kau semakin ngawur." Zefier masih tak terima dengan pernyataan ngawur suara asing itu.
"Daripada berdebat tak jelas sebaiknya perkenalkan, aku adalah system!"
"System...?"
Flip...!
Sebuah layar transparan tiba-tiba muncul dihadapan Zefier. Tertera beberapa baris tulisan yang dapat dibaca dengan jelas.
Nama: Zefier
Umur: 13 tahun
Jenis kekuatan: -
Level kekuatan: -
Ras: Campuran
"Apa ini... Si, siapa kau sebenarnya?" Zefier terlihat gugup dan kebingungan.
"Aku adalah system. Aku sesuatu yang berasal dari masa lalu dan sudah menembus masa depan."
Pernyataan tak masuk akal itu malah membuat Zefier acuh tak acuh. "Ah, baiklah.... Berbuatlah semau-mu. Aku masih lelah dan ingin beristirahat."
Ia kemudian kembali memejamkan mata, berusaha melupakan kenangan dunia ini. Dia sekarang fokus memikirkan apakah orangtuanya sudah dimakamkan atau belum. Andaipun belum, dia tetap masih belum berani keluar akibat trauma itu.
Sembari memikirkan kenangan itu, berlahan Zefier mulai penasaran dengan suara yang menggema dipikirannya. Jelas sulit untuk dipercaya, tapi sepanjang percakapan barusan, dia terus-terusan memeriksa ruangan itu dan tidak menemukan apa-apa selain dirinya. Dan yang paling nyata baginya, suara asing yang dia dengar benar-benar terasa begitu dekat.
Namun, "Apa ini...?!" Batinnya. Perasaannya aneh, layar didepan matanya tak kunjung hilang.
Tiba-tiba tulisan dilayar berubah.
[Misi: Melakukan kegiatan apapun, selama itu positif maka dapat menghasilkan poin.]
[Keuntungan: Bisa membeli semua jenis beladiri selama poin mencukupi.]
"Kau...! Apa tidak ada kerjaan lain selain mengganggu?" Zefier memang terlihat kesal. Tapi tanpa sadar, berlahan dia mulai mengakui keberadaan suara asing tersebut.
Situasi di gubuk reyot kembali sunyi. Suara yang berusaha mengajak Zefier berbicara, tak lagi bergeming. Hal itu membuat Zefier merasa kesepian, setelah sejenak dia merasa ada teman bicara.
Sepintas kejadian itu dianggapnya sebagai efek trauma dan kesedihan yang mendalam. Tapi batinnya tak dapat menolak, meski benar itu hanya imajinasinya saja, dia tetap tak mau hidup seperti saat ini, hidup sendiri.
"Hei, kau... Jika aku tak salah dengar, tadi kau bilang namamu adalah System, bukan?" Zefier mencoba melanjutkan percakapan.
"Tidak, tuan.... System itu adalah aku secara keseluruhan. Tapi anda bisa memanggilku dengan sebutan itu."
"Aku tidak paham. Apa kau roh atau semacamnya?"
"Aku adalah suatu keberadaan yang memiliki berbagai informasi, materi maupun energi untuk mempermudah suatu tujuan. Itulah yang dinamakan system."
Zefier memang masih muda, namun bukan berarti dia sulit mencerna sebuah kata-kata. Akan tetapi, penjelasan yang baru saja dia terima masih saja membingungkan.
"hahhh..." Zefier menghela. "Aku tetap tidak paham. Penjabaran seperti itu, aku yakin belum ada yang pernah mendengarnya."
"Intinya, aku bisa memberikan tuan semua metode latihan baik itu beladiri maupun kultivasi dan membuat anda menjadi manusia terkuat secepat mungkin." Jawab system.
Penjelasan terakhir system sangat menggoda Zefier. Hanya saja perasaan itu langsung diurungkan, mengingat dia tidak memiliki bakat apapun selain fisik.
"Oh, ya... Mengapa kau memanggilku dengan sebutan, tuan?" Zefier berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Tuan, anda adalah manusia terpilih yang telah menjalin kontrak denganku. Terlepas dari siapa aku, aku akan mengabdikan diri pada orang yang aku layani."
"Menjalin kontrak...? Aku tidak tidak pernah melakukan hal semacam itu terhadap siapapun."
"Jika tuan mengijinkan, aku akan membagi sepotong ingatanku dengan tuan." System tak mau basa-basi. Sepertinya ingin Zefier segera mengakui keberadaannya.
"Apa hal itu bisa dilakukan? Jika iya, maka lakukan saja." Pinta Zefier.
Sebenarnya Zefier hanya sembarangan berkata. Menurutnya hal seperti itu mustahil ada di dunia ini.
Setelah berkata demikian, tiba-tiba Zefier berpindah alam. Dia merasa sedang berada di tempat berbeda. Lebih tepatnya, dia seperti menonton sebuah adegan nyata yang menampilkan aksinya sendiri.
Potongan ingatan itu dimulai dari percakapan terakhir diantara orang yang sedang bertarung itu. Zefier masih ingat percakapan antara dua orang tersebut, karena saat itu dia masih sadarkan diri.
Setelah mendengarkan semua pembicaraan dalam ingatan, akhirnya tiba dimana ingatan terakhir. Ingatan sesaat sebelum dia pingsan...
Terlihat semua jurus mengarah kepada orang yang bertarung sendirian itu. Tapi yang menjadi titik fokusnya adalah, saat orang itu memasukkan sesuatu kedalam tubuh Zefier yang menyebabkannya tak sadarkan diri.
Tapi itu belum berakhir. Masih terdengar beberapa percakapan diantara sekelompok orang tak dikenal tersebut.
"Sial...! Pada akhirnya dia mati dengan mudah." Ucap pimpinan mereka dengan nada kesal dan marah.
"Lalu, setelah ini bagaimana, tuan?"
"Apanya yang bagai mana? Tentu saja kita akan kembali."
"Maksudku, benda itu.... Apa kita tinggalkan begitu saja."
"Bodoh....!" bentak Pimpinannya. "Benda itu bukan hal yang bisa diterima oleh manusia biasa. Untuk dapat menanggung kekuatan benda itu, setidaknya dia harus memiliki darah atau garis keturunan seorang dewa."
"Bukankah kau sendiri menyaksikan anak itu langsung mati sesaat setelah benda tersebut dimasukkan kedalam tubuhnya!" Lanjut pimpinannya, menjelaskan.
"Apa maksud tuan, benda itu juga akan musnah seperti halnya kematian anak itu?" Anak buahnya bertanya.
"Apa lagi kalau bukan itu...?! Sial, sial, sial...! Mengapa aku tidak memikirkan sampai kesana." Terlihat pemimpin kelompok itu menghunuskan pedang.
Tapi tiba-tiba ingatan itu terhenti...
Zefier kembali tersadar seperti baru saja bangun dari mimpi. Berlahan dia membuka matanya untuk memastikan bahwa sekarang adalah kehidupannya yang nyata.
"Bagaimana, apa tuan percaya?" Tiba-tiba suara system kembali berbicara di benaknya.
"Banyak hal yang tidak aku mengerti. Tapi seharusnya menurut pembicaraan mereka, aku sudah mati."
"Saat aku dimasukkan ke tubuh tuan, saat itu tuan belum mati. Tuan benar-benar akan mati saat pedang orang itu menusuk jantung tuan."
"Aku tidak melihat adegan itu?"
"Aku sengaja tidak menampilkannya agar tidak menimbulkan efek trauma berlebihan pada anda, tuan."
"Lalu, mengapa aku masih hidup?"
"Sesaat setelah mereka meninggalkan area tersebut, aku melakukan kontrak paksa dengan tuan. Seperti yang tuan dengar tadi, jika tuan mati, aku juga akan ikut sirna."
"Tapi, bukankah yang dapat menerima keberadaan mu adalah keturunan atau yang memiliki darah dewa?"
"Benar, tuan..."
"Lalu?"
"Tuan, anda bukanlah keturunan manusia biasa. Aku telah mendeteksi bahwa orang tua anda adalah seorang dewa. Aku perkirakan orang yang tuan anggap sebagai ayah telah berumur sekitar 300 tahun."
"Apa...?! Ayahku adalah seorang dewa?" Zefier terkejut tak percaya. Tapi menjadi menjadi masuk akal mengapa system menampilkan rasnya sebagai ras Campuran.
"Aku sarankan tuan memastikan sendiri dengan mencari catatan yang berkenaan dengan hal itu. Mungkin masih tersimpan di suatu tempat yang aman milik orang tua anda, tuan."
Bersambung....
Keesokan harinya.
Setelah berbicara panjang lebar seharian dan mendapatkan bukti yang meyakinkan, Zefier memutuskan untuk percaya pada perkataan system.
Hanya satu hal yang membuatnya kembali bersemangat saat itu juga, System menyatakan bahwa dia bisa memberikannya kekuatan api. Walau tidak ingin percaya, tapi setidaknya dia akan mencoba.
Sesuai saran System, agar ia mencari tempat terpencil dan tidak diketahui orang lain. Dia kemudian pergi ke-tempatnya berlatih dulu, didalam hutan.
Setelah tiba di hutan....
Tiba-tiba sebuah layar transparan kembali muncul.
[Pemberitahuan system: Selamat! Telah mendapatkan 3500 poin karena telah menempuh perjalanan sejauh 3,5 km.]
"Apa...? Semudah itu?"
"Benar...! Tuan hanya perlu melakukan hal positif sebanyak mungkin untuk mendapatkan poin lebih banyak." Ucap system. "Apakah tuan tertarik membeli sesuatu?"
Flip...!
Layar menampilkan beberapa barang yang disarankan System untuk dibeli.
Buku panduan kultivasi: 1000
Kemampuan api merah: 4500
"Aku sarankan tuan membeli buku panduan terlebih dahulu. Selain itu, membaca juga akan mendapatkan poin." Saran system.
Bukannya menanggapi, mata Zefier tertuju pada tulisan "kemampuan api merah".
Dia mungkin sudah putus asa mengenai kemampuan api yang tak pernah bisa bermimpi untuk memilikinya. Tapi sekali lagi, meski sulit dipercaya, melihat tulisan yang ada di laman layar, membuat matanya langsung berbinar-binar.
"Ini, kemampuan api ini... Apakah benar benar bisa kumiliki?"
"Tentu saja, tuan... Tapi aku menyarankan tuan agar membeli buku panduannya terlebih dahulu." Ucap system mengulangi kata-katanya.
"Setelah membaca, tuan pasti akan mendapatkan poin positif. Kemungkinan besar poin itu cukup untuk membeli kemampuan tersebut."
"Benarkah...?! Kalau begitu, aku beli."
"Baik, tuan. Anda cukup membayangkan saja, maka buku itu akan otomatis terbeli." System menjelaskan sedikit tentang cara kerjanya.
"Wah, ternyata cukup simpel dan otomatis." Dengan cepat Zefier memahami cara kerja laman system.
Sesaat kemudian di sebelah buku muncul centang biru. Artinya barang sudah terbeli.
Buku terbuka dalam bentuk laman digital. Zefier dengan semangat mulai membuka dan membaca satu-persatu dengan seksama.
Dihalaman pertama, terdapat penjelasan tentang jenis api. Api terbagi menjadi lima jenis dan setiap jenisnya memiliki perbedaan kekuatan menurut tingkat dan kelangkaannya.
Dimulai dari yang paling terendah yaitu api merah, api jingga, api kuning, api biru dan yang terakhir api putih.
Pada dasarnya setiap manusia yang lahir akan diberikan kemampuan api yang berbeda-beda, semua tergantung keberuntungan. Jika beruntung, bisa saja langsung mendapatkan api tingkat empat atau api biru. Jika tidak, mendapatkan api merah juga sebenarnya sebuah anugerah.
Setiap orang berkesempatan untuk memiliki semua kemampuan api. Tapi dengan syarat, orang tersebut harus melatih kemampuan api pertamanya hingga ke level maksimal, lalu api kedua akan muncul secara alami dan tidak bisa dipilih. Begitu seterusnya. Tapi tidak dengan api putih, api itu dapat dimiliki jika sudah menguasai empat api terbawah."
Sepanjang sejarah peradaban manusia, belum pernah ada satu orang di dunia ini yang terlahir dengan bawaan api putih. Kecuali dari kalangan para dewa...
Setelah membaca panjang lebar...
[Pemberitahuan system: Selamat! Mendapatkan 2000 poin dari membaca.]
Setelah menerima pemberitahuan tersebut, zefier langsung menghentikan bacaannya. Tak salah lagi, poin ini yang ditunggu-tunggu.
"Tuan... Apakah anda ingin membeli kemampuan api merah?"
"Tentu saja...! Ucap zefier, langsung membelinya.
Sedetik setelah dia membeli kemampuan api merah, zefier merasakan sebuah perubahan padanya. Tubuhnya diselimuti udara hangat. Asap halus keluar sedikit demi sedikit, melayang dan menghilang di udara.
Tidak hanya itu, dia merasa seperti disuntik oleh sebuah semangat yang belum pernah dirasakannya. Semangat itu seakan mengarahkannya untuk melakukan sesuatu.
Merasa bahwa itu adalah saat baginya untuk melihat sendiri bakat api yang selama ini diidamkan, Zefier membayangkan api agar muncul ditangan seperti panduan dari buku yang dia baca.
Slept...!
Api merah menyala kecil ditangannya. Hampir saja dia berteriak kegirangan melihat hal itu. Namun api ditangannya tiba-tiba padam. Membuatnya tidak jadi melakukan selebrasi.
"Eh? Ada apa ini...?"
"Kemampuan api membutuhkan energi untuk menghidupkannya. Hal itu wajar, mengingat tuan tidak memiliki energi api sama sekali." Ucap system menjelaskan."
"Lalu, apa yang harus aku lakukan...?"
"Tuan harus melakukan kultivasi seperti yang ada pada pada panduan buku."
"Ternyata begitu..." Ucap zefier.
Tanpa pikir panjang, Zefier melakukan kultivasi. Dia membuat sikap duduk bersila. Memposisikan tubuh senyaman mungkin. Mengosongkan dan fokuskan pikiran, lalu merasakan energi alam sekitar dan menariknya kedalam tubuh.
Metode itu sebenarnya sudah tidak asing bagi Zefier. Dia bahkan sudah pernah mencoba beberapa kali namun selalu gagal. Wajar, karena waktu itu dia memang tidak memiliki bakat api.
Tapi sekarang berbeda. Entah mengapa semua terasa begitu meyakinkan. Dia juga merasa bahwa melakukan latihan ini seperti terasa mudah. Rasa akan berhasil sudah terbayang bahkan sebelum dia mencoba.
Untung saja perasaan itu tidak berbohong. Dalam sekejap, dia sudah merasakan energi dari alam. Lalu energi itu ditarik ke dalam ruang batinnya hingga terjadi sebuah pusaran seperti pusaran air yang berputar.
"Selamat tuan, anda sepertinya sangat berbakat dalam hal kultivasi, tuan pantas disebut sebagai seorang jenius." Ucap system ditengah kultivasi zefier. Namun hal itu tak membuat fokusnya terganggu.
Biasanya orang lain tidak akan mengetahui apa yang terjadi di dalam ruang batin seseorang. Tapi sepertinya system dapat melihat seperti apa yang Dia lihat.
Latihan ini benar-benar seperti yang tertera di buku panduan. Pusaran energi terlihat semakin membesar. Bahkan pusaran energi itu terlihat berputar dan dengan otomatis ikut menarik energi alam.
Setelah satu jam berlatih, diameter pusaran energi sudah sebesar satu meter.
Tiga jam kemudian, pusaran energi tersebut sudah berdiameter lima meter. Semakin besar dan besar.
Karena ini pertama kalinya bagi zefier, dia merasa mudah lelah dan memutuskan berhenti untuk sementara.
Dia membuka matanya. Sepertinya dia merasakan efek berbeda pada tubuhnya dan seakan mendapatkan masukan energi yang begitu besar.
"Menurut penilaian-ku, Seharusnya fisik tuan sudah ditempa dengan sangat keras dan maksimal. Hal ini akan mempercepat proses latihan anda, tuan." Ucap system.
Perkataan system tidak salah, namun fisik yang dilatih selama ini bukan hal sengaja dilakukan untuk melatih kemampuan api, melainkan untuk menandingi api itu sendiri.
Untung saja tidak kesengajaan itu ternyata sangat berguna saat ini. Kendala kebanyakan orang, mereka jarang memperhatikan kekuatan fisik. Sejatinya, kekuatan besar harus ditampung oleh wadah yang kuat dan kokoh. simpelnya, jangan pernah berpikir membuat tiang bangunan dari lidi.
"Dengan energi tuan saat ini seharusnya tuan sudah bisa mengeluarkan api." Lanjut System.
Tanpa diberi tahu system, sebenarnya zefier sudah berniat untuk melakukannya lagi. Dia mengulangi lagi tekniknya. Lalu,
Wuzzz...!
Kobaran api keluar dari tangannya. Dia sempat terkejut, namun karena tidak merasakan hawa panas yang membahayakan, akhirnya dia kembali tenang.
Tak dapat dipungkiri, saat ini terlihat sedikit senyuman diujung bibirnya. Senyuman itu bahkan tidak pernah terlihat selama beberapa tahun bahkan dihadapan orang tuanya sekalipun.
Tapi senyumnya semakin aneh, senyumnya terlihat semakin melebar. Itulah senyum kebahagiaan. Saking tidak tahan dengan rasa bahagia itu, "Haha... hahaha...!" Zefier akhirnya tertawa lepas dan deras.
"Eee, tuan...! Ada apa dengan anda?." Tegur system.
Mendengar itu, Zefier langsung berhenti. Dia sampai lupa sumber kebahagiaannya itu. Takutnya dia malu sendiri.
"Tuan, jangan lupa matikan api anda atau akan menyebabkan kebakaran hutan nantinya."
Zefier beberapa kali meniup api ditangannya. Karena tak kunjung mati, dia melakukan sambil menggoyang-goyangkannya.
"Tuan...?!" Kali ini nada bertanya System terdengar layaknya orang bingung.
"Mematikan api, bagaimana melakukannya?" Zefier sadar akan kebingungan system, tapi dia malah balik bertanya.
"Hah...! Bagaimana bisa anda menyalakan tanpa tau mematikannya, tuan?"
Mungkin ini efek terlalu bahagia. Zefier sampai lupa kemampuan dasar tersebut. Padahal seperti halnya menghidupkan, mematikannya pun cukup dengan membayangkan saja.
Slep...!
Api ditangannya mati.
"Tuan, aku mendeteksi rasa lelah berlebihan pada tubuh anda. Sebaiknya tuan beristirahat. Menjaga stabilitas tubuh dan melakukan latihan teratur adalah hal yang penting." System mengingatkan.
Jika dipikir-pikir, perkataan system tidak salah. Dia memutuskan untuk berburu sekalian mempersiapkan cadangan makan malam.
Dia sudah memutuskan tidak akan keluar dari hutan ini hingga dia merasa cukup kuat untuk menghadapi orang-orang diluar sana yang mungkin bermusuhan tanpa disengaja.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!