"Hey, siapa kamu?" Usman Ali Kemal menatap seorang perempuan berambut pirang yang sedang berbaring di ranjangnya. Perempuan itu nampak baru saja juga terbangun seperti dirinya.
Laura Eveline berusaha mengumpulkan nyawanya kemudian menjawab dengan terbata-bata, "Anda Pak Usman Ali Kemal?"
Pria itu tidak ingin menjawab. Rasanya ia begitu jijik dengan apa yang baru saja terjadi pada dirinya sendiri. Apa kata semua pendukungnya jika tahu hal ini.
Oh ya Allah, musibah apa ini?
Pria itu meraup wajahnya kasar. Rasanya ia ingin sekali marah dan mencekik leher perempuan yang tak dikenalnya ini setelah itu ia mungkin akan membuangnya keluar lewat jendela kamar hotel berlantai ratusan ini.
Usman Ali Kemal pun turun dari ranjangnya kemudian meminta perempuan berambut pirang itu untuk keluar dari kamarnya. Ia begitu bingung dengan apa yang telah terjadi.
"Keluar kamu! Kita tidak ada hubungan apa-apa. Dan jangan pernah berani berpikir untuk menjebak ku!" Ia menunjuk ke arah pintu agar perempuan itu pergi dari hadapannya. Dalam hati ia terus beristighfar karena merasa seperti sedang bermimpi, ya mimpi yang sangat buruk. Beberapa hari lagi pemilihan walikota dan ia adalah salah satu calonnya.
Laura Eveline yang merasakan kepalanya masih sangat pusing akhirnya turun dari ranjang itu. Perempuan itu masih belum sadar penuh dengan apa yang terjadi. Ia yakin ia juga sedang dijebak.
Ia pun berjalan ke arah pintu kamar hotel itu dan membuka pintunya. Tangannya pun dengan cepat bergerak memutar handle pintu.
Cekrek
Cekrek
Cekrek
Kilauan lampu blitz kamera langsung menghadangnya di depan pintu. Dalam beberapa detik perempuan itu begitu kaget dengan apa yang telah terjadi.
Dengan cepat ia menutup kembali pintu itu dengan denyut jantung dua kali lipat dari biasanya.
"Ada apa? Kenapa kamu tidak jadi keluar?" tanya pria tampan pemilik kamar itu. Meskipun ia sangat marah dan jijik pada Laura ia tetap menunjukkan penampilannya yang sangat menarik dan berwibawa.
Laura Eveline tidak menjawab. Ia masih terlalu shock dengan apa yang barusan ia alami. Di luar sana ternyata banyak pemburu berita. Seketika ia jadi teringat tentang misinya untuk memata-matai pria dihadapannya ini.
Flashback on.
"Kamu tahu apa yang harus kamu lakukan Laura?" tanya seorang pria berpakaian formal di hadapan perempuan cantik berambut pirang itu. Laura Eveline tersenyum kemudian mengangkat jempolnya tanda sangat mengerti apa yang harus dilakukannya.
"Baiklah, aku tunggu kabar dari mu. Secepatnya!" Pria bernama Bima Satria itu menyeringai. Rencana mereka harus segera terlaksana sesegera mungkin sebelum masuk waktu pendaftaran bakal calon Walikota beberapa hari lagi.
"Aku berangkat sekarang. Dan mintalah pada Tuhanmu agar usaha kita lancar." Laura Eveline tersenyum kemudian segeralah pergi dari ruangan itu.
Bima Satria, selaku tim sukses pemenangan calon walikota Yusfan Bahar itu harus menghancurkan lawan satu-satunya sebelum pemilihan itu dimulai. Dan Laura Eveline adalah bidaknya.
Perempuan cantik itu rela melakukan apa saja yang penting bisa bertahan hidup ditengah kerasnya kehidupan di ibu kota.
Laura Eveline sudah mendapatkan informasi dari orang-orang kepercayaan tim Yusfan Bahar kalau hari ini tim lawan dari kubu Independen Usman Ali Kemal sedang ada pertemuan penting dengan beberapa pendukungnya di sebuah hotel.
Ia tersenyum senang karena sudah berhasil mendapatkan akses untuk memasuki tim itu. Dengan rasa penuh percaya diri, ia pun menggunakan atribut calon agar ia tampak sebagai seorang pendukung yang sebenarnya.
Ia ikut minum, makan, mengobrol bersama semua orang yang ada disana. Mendengarkan saran dan usul cara memenangkan pemilihan yang cukup riskan ini karena calonnya cuma dua. Yusfan Bahar dan juga Usman Ali Kemal.
Tok
Tok
Tok
Flashback off.
Dua orang itu tersentak kaget dengan ketukan di pintu kamar yang baru saja tertutup itu. Usman Ali Kemal merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi. Ia pun menarik nafas panjang dan berusaha untuk tenang.
"Kamu duduklah. Saya yang akan membuka pintunya."
Ceklek
Seperti yang dirasakan oleh Laura Eveline, pria itu juga merasakan hal yang sama, kaget bercampur bingung dengan apa yang terjadi saat ia membuka pintu kamarnya. Akan tetapi ia tidak boleh lari. Dia adalah calon walikota dan harus ramah pada pemburu berita.
Cekrek
Cekrek
"Pak Usman, bisakah anda menjelaskan siapa perempuan yang sedang bersama dengan anda saat ini?" tanya seorang pria pemburu berita yang berada pas di depan pintu.
Pria itu dan teman-temannya langsung mengarahkan padanya mikrofon untuk menjawab. Dalam beberapa detik, ia memaksa otaknya untuk berpikir.
"Maaf Pak Usman, bisakah Anda menjawab pertanyaan kami?" Ia terdesak. Berdua saja dengan lawan jenis di dalam sebuah kamar hotel adalah sebuah hal yang sangat mencoreng nama baiknya yang selama ini ia jaga.
Hubungan apa yang ia punya dengan perempuan itu.
"Maafkan kami karena belum mengumumkan secara resmi hubungan kami. Dia adalah istri saya."
Duarr
Semua orang langsung kaget dengan jawaban pria itu. Tak ada yang menyangka kalau duda keren itu ternyata mempunyai istri baru.
"Wah kenapa belum diumumkan Pak? Kan bisa jadi calon ibu walikota nih." Usman hanya bisa tersenyum meringis. Satu kali berbohong maka kebohongan lain pasti akan menyusul untuk menutupi kebutuhan lainnya.
"Karena ini terlalu mendadak. Jadi kami baru akan mengumumkannya setelah pemilihan. Jadi saya mohon dengan sangat, agar teman-teman wartawan tidak membocorkan hal ini." Usman tersenyum berharap para pemburu berita itu mengikuti keinginannya.
"Baiklah Pak, tapi kami ucapkan selamat ya Pak. Semoga pernikahan bapak dan ibu membawa berkah untuk kemenangan pada pemilihan nanti."
"Aamiin, terimakasih kawan-kawan. Kalian adalah partner yang sangat cocok dengan saya."
Usman Ali Kemal tersenyum lebar. Para wartawan itu pergi dari sana dengan wajah tak nyaman. Mereka pikir mereka akan mendapatkan berita yang akan viral dan mampu mengguncang kota itu ternyata tidak.
"Heh, kamu percaya kalau mereka benar-benar telah menikah?" tanya salah satu wartawan yang sejak tadi nampak diam saja.
"Kenapa kita tidak meminta buku nikah mereka berdua?" lanjutnya lagi dengan pikiran-pikiran berseliweran di dalam kepalanya.
Mereka pun kasak-kusuk.
Mereka ingin kembali ke kamar sang calon walikota itu tetapi langkah mereka semua terhenti karena diusir oleh pihak security hotel karena mereka tak memiliki izin untuk mengambil berita di daerah yang sangat privasi seperti itu.
Sementara itu, kamar milik Usman Ali Kemal sudah sangat ramai oleh beberapa orang tim suksesnya.
Mereka menyaksikan pria itu menghalalkan Laura Eveline setelah perempuan itu menyatakan dirinya sebagai seorang muslimah.
🌻🌻🌻
*Bersambung.
Hai readers tersayangnya othor, kita berjumpa lagi nih dikarya yang baru. Semoga bisa menghibur ya.
Jangan lupa tap favorit, rating bintang lima, like dan juga komentarnya ya.
Eh, hampir lupa. Kasih bunga atau hadiah gitu supaya othor semakin bersemangat ya. Selamat menikmati.😍
"Saya tidak tahu siapa dia, yang saya tahu saya sedang dijebak. Dan Bismillah saya benar-benar akan menghalalkannya." tegas pria itu dengan hati yang sangat berat. Ia berharap putusannya ini untuk menghindari kebohongan lain yang mungkin akan muncul setelah hari ini.
Para pendukungnya tampak sangat takjub dengan keputusan pria itu. Demi menjaga kehormatan gadis berambut pirang itu, Usman rela menikahi perempuan yang ternyata adalah seorang non muslim. Dan ia tak yakin hatinya tidak akan baik-baik saja setelah ini.
Semua serba mendadak. Laura Eveline pun hijrah karena tak punya pilihan lain. Disaksikan oleh beberapa saksi, hari itu, Laura Eveline telah sah dan halal bagi seorang Usman Ali Kemal.
Mereka menikah di dalam kamar hotel itu disaksikan oleh seorang penasehat spiritual dan beberapa orang tim pemenangan calon walikota itu. Tak ada acara pesta. Yang terpenting saat ini mereka berdua sah. Sungguh mereka diburu waktu hingga tak ada waktu untuk memikirkan hal lainnya.
"Kami tunggu diluar Pak Usman, dan ya, jangan lama-lama dengan ibu Laura," canda Fardan Larigau, kuasa hukumnya dengan senyumnya yang sangat menyebalkan bagi seorang Usman.
"Hahaha, pengantin baru jangan galak-galak dong. Galaknya nanti di ranjang aja," lanjut pria itu dengan tawa yang semakin menyebalkan. Semua orang yang ada di dalam ruangan itu langsung tertawa. Ya, saat ini ia sudah menjadi bulan-bulanan timnya karena insiden yang sangat memalukan ini.
"Ya ampun Pak Wali, udah gak sabar banget nih, sampai kejadiannya kayak gini," ujar salah seorang anggota timnya saat tahu musibah yang menimpanya. Pria itu baru saja bergabung di kamar itu.
Usman Ali Kemal tidak menjawab. Rasanya moodnya sangat hancur hari ini. Padahal ia sedang akan mengikuti kampanye terakhir hari ini.
"Anggap ini adalah tanda-tanda kemenangan kita. Berpikir positif, lakukan hal positif, insyaallah hasilnya positif!" Fardan Larigau mengucapkan tag line kampanye mereka untuk memberi semangat pada sang calon walikota.
"Sudah. Ayo kita keluar sekarang juga. Biarkan Pak Usman mengobrol mengambil berkah pada istrinya, hihihi." Fardan Larigau kembali cekikikan. Ia sangat suka menggoda sahabatnya itu.
Usman Ali Kemal langsung menatapnya dengan tatapan tajam dengan rahang mengeras.
"Harimaunya sepertinya sebentar lagi mengaum, ayo cepat keluar." Pria itu segera keluar dari kamar itu dan diikuti oleh semua orang. Mereka meninggalkan dua orang itu yang mendadak jadi suami istri.
"Sungguh saya tidak tahu siapa kamu sebenarnya, tapi karena waktuku sangat sempit, aku tidak akan meminta penjelasanmu sekarang." ujar Usman seraya menatap intens perempuan yang bernama Laura Eveline itu.
"Kamu adalah istriku. Jadi jaga sikapmu. Kalau kamu mau ikut kampanye bersamaku silahkan. Tapi kalau mau berada di sini, silahkan juga. Kamu bebas memilih." Laura Eveline hanya menatap pria dihadapannya dengan tatapan tak terbaca. Hari ini ia juga mempunyai tugas sebagai korlap di kubu Yusfan Bahar.
Apa aku harus jujur saat ini?
Perempuan itu bertanya pada hati kecilnya. Sungguh ia juga berada dalam dilema.
Ah tidak. Nanti saja. Semua harus berjalan dengan baik saat ini. Ia tidak ingin merusak perasaan suaminya begitu pula moodnya sendiri hari ini.
"Aku pergi." Pria itu pun pergi dari kamar itu hanya dengan kata singkat itu. Setelah ini ia akan mengunjungi ibunya untuk meminta restu. Sedangkan Laura Eveline segera bersiap juga untuk menuju lokasi kampanye Yusfan Bahar. Hidupnya sudah seringkali berada di ujung tanduk. Jadi untuk masalah ini ia harus kuat menghadapinya. Bagaimana pun juga ini adalah kesalahannya.
"Wah selamat! Kamu berhasil jadi istri Usman Ali Kemal," ujar Bima Satria saat ia sudah sampai di lokasi kampanye Akbar hari itu.
"Jadi ini adalah rencanamu Bim?" Laura menatap pria dihadapannya itu dengan tatapan kaget.
"Kenapa? Kamu suka kan?"
"Ish. Brengsek kamu!" Laura Eveline langsung meringsek maju ke arah pria itu dan memukulnya dengan sebuah topi yang sedang ia pegang.
"Supaya kita bisa tahu lebih dekat apa saja yang mereka lakukan Laura. Kita bisa menghancurkan pria itu yang telah berani melawan Pak Yusfan Bahar!"
"Hey, ini negara demokrasi. Semua orang punya hak mencalonkan dirinya untuk dipilih dan memilih."
"Apa katamu? Kamu mulai membela suamimu itu ya?!" Bima menatap perempuan itu dengan tatapan tajam.
"Bukan begitu Bim. Kurasa Usman itu emang pantas jadi pemimpin sih. Dia itu bijaksana dan juga baik."
"Apa dia sudah berhasil menyentuhmu sampai kamu berani memuji-mujinya di hadapanku? Bagaimana rasanya?!"
"Ya ampun. Jaga mulutmu Bim. Kami menikah karena jebakanmu. Kami tidak melakukan apapun!"
"Hem, sudahlah. Menyesal saya menjebakmu seperti itu!" Bima Satria mendengus dan segera pergi dari hadapan gadis itu. Entah kenapa ia tiba-tiba merasa tidak nyaman dengan kejadian yang ia rencanakan ini.
Laura Eveline hanya bisa menarik nafas panjang. Ia tidak tahu bagaimana kelanjutan hidupnya kedepannya. Sekarang ia seperti berada diantara dua jurang yang akan membunuhnya. Bergerak sedikit saja, ia mungkin akan jatuh ke bawah dengan sangat mengenaskan.
Dengan cepat ia meraih semua atribut kampanye untuk pasangan Yusfan Bahar dan Karim Itung. Ia berjanji akan melakukan tugasnya dengan baik karena hari ini adalah puncaknya masa kampanye. Setelah itu ia akan berlibur di suatu tempat. Karena setelah ini adalah masa tenang sebelum memasuki masa pemilihan.
🌻
Usman Ali Kemal tampil di depan para pendukungnya menyampaikan visi dan misinya dengan sangat menakjubkan. Ia benar-benar sangat enjoy dan tampak sangat menguasai medan.
"Ingatlah, bahwa doa orang-orang dibelakang kita adalah kunci sukses. Doa kedua orang tua dan juga doa pasangan kita, serta doa anda semua adalah kekuatan yang tidak ada tandingannya. Mereka akan menembus langit dan memberikan kita keberkahan untuk menang," tegasnya di depan para pendukungnya. Semua orang terpukau.
Usman Ali Kemal memang terkenal orator ulung. Ia juga terkenal jujur dan bijaksana. Tak heran, jika ia bisa mencalonkan diri sebagai calon walikota melalui jalur independen. Banyak warga masyarakat yang sangat menyukainya. Meskipun begitu ada saja yang selalu ingin menjatuhkannya.
"Ingatlah perkataan Sayyidina Ali bin Abi Thalib, kezaliman akan terus ada, bukan karena banyaknya orang-orang jahat. Tapi karena diamnya orang-orang baik."
"Dari situlah mari kita bersama berjuang untuk mengembangkan kota kita, tempat kita lahir, tempat kita tinggal, tempat kita mencari kehidupan agar menjadi kota yang maju dan lebih baik daripada sebelumnya. Jangan diam kalau kita benar! Ungkapkan dan sampaikan."
"Berpikir positif, lakukan hal positif, insyaallah hasilnya positif!"
"Insyaallah kita menang!"
Usman Ali Kemal terus membakar pendukungnya untuk terus bersemangat dalam mengahadapi pertarungan di balik suara dengan lawan politiknya.
🌻🌻🌻
*Bersambung.
Hai readers tersayangnya othor mohon dukungannya untuk karya receh ini ya gaess dengan cara klik like ketik , komentar dan kirim hadiahnya yang super banyak agar othor semangat updatenya okey?
Nikmati alurnya dan happy reading 😍
Jam dua belas tengah malam, serangan fajar dilakukan oleh kubu Yusfan Bahar. Mereka mengangkat sebuah berita tentang salah satu calon walikota berinisial UAK.
Dalam berita itu disebutkan tentang oknum UAK membawa seorang perempuan ke kamar hotel sebelum hari pemilihan itu. Berita itu bukanlah headline news yang dipajang di bagian paling depan surat kabar pagi itu. Akan tetapi lumayan memberikan pengaruh kepada elektabilitas Usman Ali Kemal. Elektabilitas pria muda itu langsung turun drastis tapi masih tetap memimpin.
Beberapa pendukung ada yang nampak mulai ragu tapi ada juga yang masih cukup solid.
Mereka percaya konferensi pers pria itu pagi-pagi sekali kalau Laura Eveline adalah istrinya.
"Sial! Kenapa pria itu gampang sekali mendapatkan simpati meskipun ia sudah kita buat menjadi bahan omongan!" Yusfan Bahar menatap tajam Bima Satria yang hanya bisa tersenyum meringis.
"Sabar Pak. Kita lihat saja nanti saat penghitungan suara nantinya. Disanalah kita bisa lihat, sejauh mana kekuatan doa yang pria itu yakini."
"Kita pasti menang Pak" lanjut pria itu berusaha memberikan rasa tenang dan motivasi pada calon walikota itu.
Pagi itu, Usman Ali Kemal sudah bersiap berangkat ke tempat pemungutan suara. Akan tetapi sebelumnya, seluruh anggota keluarganya haruslah melaksanakan sholat duha berjamaah terlebih dahulu. Setelah itu barulah mereka keluar rumah.
"Usman, dimana istrimu nak?" tanya Fatimah, sang ibu dengan tatapan teduhnya. Pria itu tersentak kaget. Karena terlalu sibuk mengurusi pemilihan, ia jadi lupa kalau sudah menikah dan punya istri.
"Ibu kok tahu?" Pria itu menatap ibunya dengan perasaan tak nyaman. Tiba-tiba ia merasa bersalah karena tidak memberitahu sang ibu kalau ia sebenarnya sudah menikah.
"Maafkan saya ibu. Maafkan saya," ucapnya seraya bersujud dihadapan sang ibu. Ia menciumi tangan ibunya berkali-kali memohon ampun.
"Ibu sudah mendengar kabar itu dari Fardan. Yakinlah bahwa segala sesuatu terjadi tak pernah keluar dari kehendak dan izin Allah. Sedangkan daun kering yang jatuh dari pohonnya saja tak akan terjadi jika tanpa izinNya."
Usman Ali Kemal menundukkan wajahnya. Ia tahu hal itu. Tapi jika mengingat akan gadis itu, rasanya ia tak habis pikir dengan keputusan Tuhan yang satu itu pada dirinya.
"Dan bagaimanapun latar belakangnya, perempuan itu adalah istrimu nak. Kamu harus bertanggung jawab padanya."
"Ah iya Bu." Usman tak tahu harus menjawab apa, setelah menduda cukup lama karena dikhianati, ia sudah tidak berpikir untuk menikah. Dan apa yang terjadi sekarang adalah, dia mendadak menikahi seseorang yang ternyata adalah orang dalam dari kubu lawan politiknya. Hatinya sangat sakit, ia seperti dikhianati untuk yang kedua kalinya.
"Kita berangkat sekarang Bu." Pria itu sedang tidak ingin membahas tentang pernikahannya. Hari ini adalah penentu usahanya selama beberapa tahun ini. Ia harus fokus dulu di sini.
Fathimah setuju, ia tidak ingin menggangu perasaan putranya yang akan menghadapi pertarungan sebentar lagi. Mereka pun berangkat bersama-sama dengan mengucapkan bismillah.
"Meskipun kamu adalah istri dari Usman Ali Kemal, tapi suaramu dan semua anggota mu adalah untuk Yusfan Bahar. Kamu mengerti 'kan?" bisik Bima Satria dikuping Laura Eveline sesaat sebelum memasuki area pemungutan suara.
Laura Eveline tersenyum kemudian menjawab dengan tegas. " Tentu saja Bim. Saya adalah tipe orang yang solid. Tidak mudah tergoyahkan. Hanya saja saya sangat tidak suka dengan caramu menjebak Usman Ali Kemal. Itu sangat tidak adil dan curang."
"Hahaha, inilah pekerjaan kita Laura. Dan saya berharap sekali setelah ini Usman akan menceraikanmu! Karena engkau adalah milikku!" Bima Satria menyeringai kemudian segera pergi dari hadapan perempuan itu.
Laura Eveline mengepalkan tangannya dikedua sisi tubuhnya. Ia sangat kesal saat ini. Andaikan ia bisa memilih, ia akan memilih keluar dari pekerjaan yang memuakkan ini. Ingin ia menjadi seorang warga biasa yang tidak ikut urusan politik dan semacamnya.
"Laura Eveline!" Namanya terdengar dipanggil oleh petugas KPPS. Ia pun masuk ke dalam area TPS dan siap untuk memasuki bilik suara. Tak lama ia di dalam ia sengaja memilih waktu akhir hingga tak banyak yang antri.
Setelah selesai, ia pun keluar dengan langkah panjang ke arah motor matiknya, akan tetapi seorang pemburu berita menghadangnya di dalam perjalanan. Rupanya sejak kejadian itu, hidupnya tidak lagi aman seperti dulu. Ia seringkali dibuntuti oleh orang yang tidak dikenal.
"Kenapa Ibu Laura tidak mendampingi suami disaat-saat seperti ini?" tanya pria itu dengan wajah kepo nya.
"Kami berbeda tempat mencoblos jadi tentunya kami berpisah untuk sementara waktu."
"Kok bisa? Kan ada formulir A5 kalau ingin pindah mencoblos Bu?"
"Maaf, saya sedang ada keperluan penting jadi tidak bisa melayani pertanyaan Anda. Maaf." Laura segera melajukan motornya dengan cepat untuk meninggalkan tempat itu. Kalau bisa ia ingin segera lari dari yang namanya Usman Ali Kemal.
"Heh, memangnya siapa saya? dicari pun tidak. Apalagi mau mencoblos di tempat yang sama? mimpi apa saya kalau itu terjadi?" Laura Eveline terkekeh.
Sungguh, Ia tidak terlalu mengharapkan pernikahan ini. Ia sangat sadar akan siapa dirinya sebenarnya. Ia tak pantas bersanding dengan orang terhormat seperti Usman Ali Kemal sang calon walikota.
Saat ini Ia hanya perlu belajar beribadah karena sudah berstatus sebagai seorang muslimah.
Sebuah kepercayaan yang sudah lama ia idamkan, sayangnya baru kesampaian pada saat terjepit. Maha suci Allah yang memberikan hidayahNya pada siapa pun yang dikehendaki Nya.
Sore itu, ia pulang ke rumah kontrakannya untuk beristirahat. Pekerjaannya sudah selesai. Dan hari ini adalah penentuan apakah calon yang diusungnya itu akan lolos menjadi walikota atau tidak.
Setelah memasak mie instan dicampur dengan telur kocok, ia pun makan seraya menonton tayangan penghitungan suara yang cukup menegangkan di setiap siaran televisi. Ada banyak klaim dari beberapa lembaga hitung cepat atau quick count di televisi. Dan ia tidak peduli. Ia hanya ingin melakukan refreshing pada hatinya.
Sebuah kitab suci Al-Qur'an ia buka dan ia baca melalui tulisan latinnya. Sampai sayup-sayup ia mendengar dari arah televisi, tim pemenangan pasangan Walikota dan wakil dari Usman Ali Kemal menyatakan kemenangan atas lawannya Yusfan Bahar.
Ia pun menghentikan acara belajarnya.
Gadis itu memandang ke arah layar televisi dan menatap wajah sumringah dari seorang pria yang telah menghalalkannya.
"Terimakasih semuanya. Kemenangan ini adalah kemenangan kita semua."
"Saatnya aku pergi dari kota ini," gumamnya pelan seraya menutup kitab suci yang telah dipelajarinya. Ia tahu hidupnya tidak akan aman lagi saat pria itu tahu kalau ia adalah salah satu anggota tim lawan yang sengaja memberinya jebakan yang sangat kotor seperti ini.
🌻🌻🌻
*Bersambung.
Hai readers tersayangnya othor mohon dukungannya untuk karya receh ini ya gaess dengan cara klik like ketik komentar dan kirim hadiahnya yang super banyak agar othor semangat updatenya okey?
Nikmati alurnya dan happy reading 😍
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!