NovelToon NovelToon

Mawar Liar Untuk Luqman

1. Kabur

"Pak! Tolong cepat buka pintunya." teriak seorang wanita cantik, sambil menggedor pintu mobil, yang berhenti tepat di depan sebuah rumah bordil.

Laki-laki yang ada di dalam mobil itu mengernyitkan dahi, heran dengan tingkah wanita itu. Ia pun mematikan teleponnya, lalu membuka pintu mobilnya.

"Ayo, cepat kemudikan mobilnya." seru wanita itu, sambil menutup pintu mobil dengan kerasnya. Setelah ia berhasil masuk ke mobil dengan aman. Hingga laki-laki yang sedang terbengong itu berjingkat kaget.

Gadis itu terlihat ketakutan sambil menatap ke arah luar. Terlihat beberapa laki-laki yang berbadan tinggi besar, serta berpakaian serba hitam tengah berlari seperti mengejar seseorang.

"Apa yang terjadi?" pria itu semakin heran, karena melihat rombongan laki-laki itu seperti berlari ke arah mobilnya.

"Hei, pak sopir. Kamu jangan banyak tanya. Cepat lakukan perintah ku."

Laki-laki itu kembali terkejut ketika mendengar gadis dihadapannya memanggilnya dengan sebutan 'pak supir'.

"Aku, sopir?" pria itu menunjuk batang hidungnya sendiri.

"Plis, aku mohon. Tolong segera kemudikan mobilnya, pak."

Gadis itu menangkupkan kedua tangannya di depan dada, sambil mengerjapkan kedua matanya. Terlihat lucu sekali.

"Astaghfirullah."

Pria itu mengusap wajahnya dengan satu tangannya. Menyadari jika terlalu lama menatap gadis dihadapannya.

Rombongan laki-laki yang tengah berlari itu semakin mendekat ke mobil, hingga membuat gadis itu semakin ketakutan.

Pria yang di sangka sopir itu tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya. Tapi feeling-nya mengatakan untuk menuruti permintaan gadis cantik dihadapannya.

Akhirnya, pria itu segera mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Gadis itu menghempaskan tubuhnya di kursi mobil, sambil mengurut dadanya dan tersenyum lega.

Namun tak lama berselang, ia membuka kaca mobil dan menoleh ke belakang.

"Wek... Wek... Wek." celoteh gadis itu dengan riangnya.

Ia menjulurkan lidahnya, dan kedua tangannya menempel di telinga sambil digerak-gerakkan. Seolah mengejek pada para pria yang tengah mati-matian mengejarnya.

Pria yang disangka sopir tadi memandang sekilas ke arah gadis itu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia bingung dengan apa yang terjadi.

"Nona, kemana Anda hendak pergi?"

Gadis yang masih melongok keluar, segera menarik kepalanya ke dalam.

"Bawa saya ke tempat yang paling jauh."

"Tempat yang paling jauh? Dimana itu."

"Kamu kan sopir, jadi jelas tahu tempat yang paling jauh dong."

"Apa kamu tidak punya televisi di rumah? Atau paling tidak pernah menonton video live streaming begitu." tanya pria itu sambil menyunggingkan senyum tipis.

"Rumahku tidak ada televisinya. Lagian, tidak ada hubungannya tempat jauh dengan televisi." ketus gadis itu.

Tentu saja di kediaman wanita itu tidak ada televisi. Jika pun ada, pasti yang akan ditonton adalah film barongsai atau film olahraga diatas tempat tidur. Karena ia hidup di sebuah rumah bordil.

Pria itu menganggukkan kepalanya, walau sedikit heran juga. Rasanya ia tidak percaya, ada seorang wanita cantik dengan penampilan yang serba lima centimeter, tapi tidak memiliki televisi di rumahnya.

"Tapi saya tidak tahu tempat apa yang anda maksud, nona." ucap pria itu sambil fokus menyetir mobilnya.

Karena tidak ada jawaban, pria itu menoleh.

"Hah, tidur?" gumam pria itu, ketika melihat gadis cantik disampingnya sudah memejamkan matanya.

'Se-serius, di sudah tidur? Perasaan tadi masih berbicara. Kalau dia tidur, lalu kemana aku harus membawanya pergi? Ada hubungan apa, dia dengan preman-preman tadi? Kenapa gadis semuda dia bisa sampai berurusan dengan mereka?' batin pria yang masih fokus menyetir.

Karena bingung harus membawa kemana, akhirnya ia membawa gadis itu ke kotanya. Kota yang ia tinggali memang terletak cukup jauh dari kota yang baru ia kunjungi saat ini. Yakni menempuh sekitar sepuluh jam perjalanan.

**

Setelah menempuh perjalanan panjang dan cukup lama, akhirnya pria itu sampai di kotanya pada keesokan harinya.

Ia menoleh dan menatap sekilas ke arah gadis dihadapannya, yang masih tertidur pulas. Melihat tidurnya yang sangat lelap, pria itu tidak tega untuk membangunnya.

Mobil semakin mendekati kompleks perumahan pria itu. Tapi si gadis cantik itu belum juga bangun. Terpaksa ia membangunnya, daripada terjadi kesalahan.

"Nona, ini sudah sampai kota A. Tolong segera bangun."

Setelah berulang kali memanggilnya, akhirnya gadis itu mulai menunjukkan tanda-tanda akan bangun. Dengan menggeliatkan tubuhnya, dan matanya mulai mengerjap pelan-pelan.

"Sudah sampai mana ini?" gumamnya sambil menoleh kanan dan kiri.

"Ini sudah sampai di kota A."

"Hah! Kota A? Jauh sekali?" gadis itu begitu terkejut ketika mendengar jawaban sang sopir.

"Maaf, nona. Katanya tadi disuruh untuk membawa ke tempat yang jauh. Giliran sudah dibawa ke tempat yang jauh, kenapa anda protes?"

"Benar juga ya." gumam gadis itu sambil mengetuk dagu dengan jemarinya.

2. Kelaparan

"Jadi anda mau berhenti dimana, nona?"

"Carikan saya kost-kostan atau rumah kontrakan."

"Maaf, nona. Saya kurang tahu info untuk kost-kostan ataupun rumah kontrakan."

Gadis itu menghela nafas panjang.

"Kalau begitu, kita muter-muter dulu. Sampai menemukan rumah kontrakan atau kost-kostan." ucap gadis itu.

Entah untuk yang ke berapa kalinya, pria yang sedang fokus menyetir itu dibuat terkejut oleh permintaan absturd gadis disampingnya.

Meskipun begitu, ia tetap menganggukkan kepalanya. Ia tidak ingin gadis cantik yang berpenampilan serba terbuka itu berkeliaran mencari tempat berteduh sendirian. Bisa saja, karena bajunya yang seperti itu mengundang para lelaki untuk menggodanya.

**

Hari sudah siang, tapi belum juga keduanya mendapatkan apa yang mereka cari. Tiba-tiba perut gadis itu berbunyi nyaring.

"Aduh, laper banget sih? Haus pula." gumamnya sambil memegangi perutnya dan kerongkongan.

Pria yang ada disampingnya menyunggingkan senyum tipis melihat hal itu.

"Pak, kita mampir ke warung itu sebentar." gadis itu menunjuk sebuah warung es kelapa muda dan siomay.

Di tengah-tengah suasana yang panas, minum es kelapa muda memang terasa begitu menyegarkan. Apalagi cemilannya siomay hangat dan pedas. Membayangkan saja, sudah lier.

"Baik, nona."

Kendaraan roda empat itupun akhirnya menepi. Gadis itu berteriak dari dalam mobil untuk memesan apa yang ia inginkan.

Sambil menunggu pesanannya jadi, ia merogoh dompet dalam tasnya.

"Ke-kenapa dompetku tidak ada?" gumamnya mulai khawatir.

Gadis itu kembali mengobrak-abrik tasnya, tapi dompet kecilnya memang benar-benar tidak ada.

"Bagaimana aku harus bertahan hidup? Jika tak memiliki sepeser uang pun?"

Ia mendengus kesal, dengan pandangan yang menatap ke arah depan. Terlihat lesu.

Padahal untuk bisa kabur dari rumah bordil itu tidaklah mudah. Ia sudah merencanakannya jauh-jauh hari.

Ia berniat meninggalkan seluruh perbuatan buruk yang dilakukannya selama ini. Apalagi ketika melihat salah satu temannya meninggal karena penyakit Aids. Ia semakin ketakutan.

Tidak ada satupun wanita di dunia ini, yang mau sepanjang hidupnya digunakan untuk menjadi seorang wanita kupu-kupu malam. Seperti yang dialami oleh gadis cantik bernama Mawar jelita.

Ia tidak tahu apakah nama itu nama aslinya, ataukah nama yang diberikan oleh wanita yang menolongnya.

Dan untuk membalas jasa pada wanita yang menolongnya, ia harus rela menjadi seorang wanita kupu-kupu malam.

Seluruh gaji yang ia dapatkan, semua diminta oleh wanita yang menolongnya. Yang biasa ia panggil dengan sebutan ibu Nindi.

Terkadang pelanggan yang baik hati, memberinya uang tip tambahan. Uang tip itulah yang ia simpan untuk modal melarikan diri. Tapi uang itu justru hilang entah kemana.

Setiap hari yang dilakukan oleh Mawar, adalah melayani seluruh tamu yang datang. Semua keperluannya telah dicukupi oleh Bu Nindi. Jadi, tidak ada alasan lain untuknya bisa keluar menikmati udara segar.

"Ini non, pesanannya." ucap penjual sambil menyodorkan pesanan Mawar, lewat kaca mobil yang terbuka. Membuat gadis itu terkejut, lalu garuk-garuk kepala.

"Berapa totalnya, Bu?" tanya pria yang ada disamping Mawar.

"Dua puluh ribu, mas."

Pria itu merogoh dompetnya dan mengeluarkan selembar merah, lalu menyerahkannya pada penjual.

"Tolong buatkan seperti yang di pesan nona ini, satu lagi ya bu. Lalu sisanya ambil saja."

"Oh, terima kasih mas. Semoga rezekinya semakin lancar ya. Sukses terus untuk karier nya." panjang lebar penjual itu mendoakan pria yang menjadi sopir untuk Mawar.

"Aamiin. Terima kasih do'anya, Bu." balas pria itu, sambil menyunggingkan senyum tipis.

"Ayo dimakan. Kenapa diam saja?" ucap pria itu pada Mawar, setelah penjual itu berlalu membuatkan pesanannya.

"Kembaliannya itu masih banyak lho. Apa ngga sayang di kasih ke orang lain?"

Pria itu kembali menyunggingkan senyum, sebelum menjawab pertanyaan Mawar.

"Siapa bilang saya kasihkan. Saya hanya sekedar titip kok."

"Titip?" ulang Mawar merasa aneh.

"Ini, mas. Pesanannya." ucap penjual, sambil menyerahkan makanan yang dipesan.

"Terima kasih ya Bu."

"Sama-sama mas. Oh iya, saya boleh minta tanda tangannya?"

"Tentu boleh." balas pria itu ramah, sembari menyunggingkan senyum.

Ia menerima uluran buku dan bolpoin dari ibu penjual. Lalu mencoret kan bolpoin di atas buku itu.

"Wah, terima kasih ya mas."

Ibu penjual itu terlihat berbinar sekali wajahnya, sambil berlalu pergi.

Sementara Mawar tampak mengernyitkan dahi lagi, ketika melihat hal itu.

"Kenapa ibu tadi meminta tanda tanganmu?" tanya Mawar sambil mengernyitkan dahi.

"Tidak apa-apa. Mungkin dia hanya hanya senang mengoleksi tanda tangan. Mari kita makan dulu."

Hadis cantik itu menganggukkan kepalanya, lalu menikmati makanan yang baru ia beli dengan lahap.

Pria itu menggelengkan kepalanya, karena melihat Mawar terlalu terburu-buru saat makan.

"Bisakah kamu pelan-pelan memakannya?"

Mawar menoleh ke arah pria disampingnya, dengan mulut yang penuh dengan makanan. Dan perlahan menganggukkan kepalanya.

3. Setan

"Pak, sa-saya tidak memiliki uang sepeser pun untuk membayar ongkos taksinya. Sepertinya dompet saya terjatuh tadi saat lari." ucap Mawar dengan wajah ditekuk, terlihat sendu.

"Maaf, kalau boleh tahu. Rumahmu dimana? Biar saya antar kamu pulang ke rumah."

"Saya tidak memiliki rumah, pak. Selama ini saya tinggal dirumah bordil. Preman yang mengejar saya kemarin memang berjaga disana. Agar tidak ada yang bisa melarikan diri."

Mawar menjeda kalimatnya, untuk memberi ruang di dadanya. Dengan menghela nafas panjang. Ia tak menyangka bisa kabur dari rumah terkutuk itu. Setelah itu, ia kembali melanjutkan bicaranya.

"Niat saya lari dari sana sudah mau insyaf. Tidak mau bekerja lagi disana. Saya juga takut mati sia-sia disana, seperti teman saya yang meninggal karena penyakit Aids. Tapi karena uang saya sudah hilang, tidak punya tempat pula. Sepertinya niat saya sedikit goyah.

Bagaimana kalau saya membayar tarif taksinya dengan melayani bapak saja. Tapi nanti jangan lupa dikasih tip tambahan, seperti ibu penjual tadi. Untuk biaya saya hidup. Setelah itu saya akan benar-benar bertobat."

"Apa! Me-melayaniku?" ucap pria itu begitu terkejut. Bahkan ia sampai mengurut dada, dan langsung menjauhkan badannya hingga menempel ke pintu mobil.

"Dijamin tidak akan mengecewakan bapak pokoknya deh. Karena saya sudah berpengalaman." Mawar mulai mendekatkan tubuhnya hingga duduk satu kursi dengan pria itu, dan membelainya.

"Tidak! Saya akan menggratiskan mu membayar tarif mobilnya."

"Serius, pak?" Mawar menatap pria dihadapannya sambil mengerjapkan matanya. Seolah tak percaya dengan pendengarannya.

"Iya, saya serius. Yang terpenting kamu harus bertaubat dengan sungguh-sungguh."

"Tapi bagaimana kehidupan saya kedepannya nanti. Saya tidak memiliki uang untuk biaya hidup. Jajan saja ditraktir sama bapak."

Mawar menjauhkan dirinya dari pria disampingnya, lalu bersandar di kursinya dengan pandangan yang menerawang jauh.

"Apa aku harus mengamen dulu?"

"Ya, suaraku kan cukup bagus. Bapak dengar dulu ya suaraku." ucap Mawar terlihat kembali bersemangat. Ia menatap pria disampingnya lagi, sambil mulai bernyanyi.

Seketika pria itu langsung menutup telinganya. Karena suara Mawar membuat indera pendengarannya sakit.

"Hentikan!" seru pria itu, sehingga membuat Mawar seketika terdiam.

"Kenapa? Suara saya jelek ya?" Mawar kembali terlihat sendu.

"Tidak, hanya saja kamu perlu olah vokal. Kamu mau bekerja ditempat ku? Tapi, sebagai asisten rumah tangga."

"Serius, pak?" Pria itu pun mengangguk.

"Wah, terima kasih pak." pekik Mawar kegirangan, sambil memeluk dan mengecup pipi pria dihadapannya. Sehingga membuatnya membulatkan matanya, dan mulutnya menganga.

"Tolong, jangan berbuat seperti ini lagi." sepersekian detik, pria itu segera mendorong Mawar. Dan membuat gadis itu terkejut.

"Bapak tidak suka saya peluk?"

"Tentu saja, tidak. Aku takut keperjakaanku hilang sebelum waktunya."

"Apa! Bapak masih perjaka? Apa tidak ada wanita yang mau dengan bapak? Padahal menurutku bapak itu tampan lho. Badan bapak juga... Wow! Eight pack." Mawar berbinar, ketika menyingkap t-shirt yang dikenakan pria disampingnya. Terlihat roti sobeknya yang berjumlah delapan.

"Apa-apaan kamu ini?" Pria itu dengan segera menurunkan t-shirt nya kembali.

"Maaf, pak." Mawar nyengir kuda.

"Oh iya, bapak keren juga ya. Seorang sopir saja, punya asisten rumah tangga."

Pria itu tidak lagi menanggapi ucapan Mawar, dan kembali melajukan mobilnya menuju kediamannya.

Setelah menempuh perjalanan sekitar lima belas menit, akhirnya mobil yang dikendarai Mawar berhenti disebuah rumah dua lantai yang begitu mewah dan megah. Mawar menatap tanpa kedip rumah yang ada dihadapannya.

"Luarnya saja begitu indah, apalagi dalamnya?" gumam Mawar sambil geleng-geleng kepala, karena merasa takjub.

Seorang security membukakan pintu gerbang, lalu mobil itupun kembali berjalan dan berhenti di carport. Keduanya lalu turun dari mobil bersamaan.

Pria itu membuka pintu rumah utamanya, lalu mempersilahkan Mawar masuk. Dengan senyum lebar, gadis itu melangkahkan kakinya masuk ke dalam.

Ia semakin dibuat menganga, ketika pandangannya menyapu ke setiap sudut ruangan yang tampak begitu luas, dan terdapat barang-barang yang begitu bagus.

"Ini, rumah siapa sih pak?" tanya Mawar penasaran.

Belum sempat menjawab pertanyaan Mawar, seorang perempuan yang memakai stelan gamis lebar berwarna serba putih datang mendekat.

"Ssetan...." pekik Mawar ketakutan.

Ia langsung bersembunyi di belakang punggung pria yang disangka sopir taksi tadi, dan memeluk pinggangnya dengan sangat erat. Wajah pria itupun sampai memerah, karena kedua kalinya gadis itu memeluknya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!