Sebuah mobil terhenti di tepi jalan, yang mana terdapat sebuah kos-kosan di seberang. Nampak seorang pria bertubuh atletis tengah memutar musik yang menggoda hasrat. Ia sedang menunggu seseorang wanita untuk diajak jalan.
Pria itu bernama Rafi. Sudah lima belas menit ia menunggu, namun wanita yang ditunggu tak kunjung keluar dari kos-kosannya.
"Alea lama banget," keluhnya seraya berdecak kesal. Padahal lima belas menit bukanlah waktu yang cukup lama untuk menunggu wanita. Bahkan pria lain mungkin akan menunggu wanitanya untuk hingga berjam-jam sebelum bepergian.
Sementara itu, di dalam sebuah kos-kosan, nampak seorang wanita tengah menyemprotkan sesuatu ke wajahnya sebagai sentuhan terakhir dalam bermake-up. Wanita berbaju merah itu lantas berdiri dan berputar-putar sejenak di depan cermin.
Ia memastikan agar tidak ada yang keliru dari penampilannya, karena ia akan kencan dengan pria yang begitu ia suka. "Uhh, cantiknya aku," puji seorang wanita bernama Alea pada dirinya sendiri.
Alea memonyongkan bibir sejenak untuk berpose selfie. Ia mengirim status terbaru ke semua sosial medianya. Setelahnya, sebuah tas selempang kecil berwarna hitam pun diraih. Ia siap ke luar untuk menemui pria yang ia suka, yang mana sudah menjemputnya di seberang jalan.
"Hellow," sapa Alea saat menaiki mobil Rafi. "Mwah." Hampir saja bibir Alea mengenai pipi Rafi, tapi berhasil ditepis oleh pria berwajah tampan itu karena ia teringat sang istri.
"Aku udah ada Raisa, huh. Kamu mau apa?" tanya Rafi seraya menjalankan mobilnya. Belum jelas arahnya mobil itu mau dibawa Rafi ke mana.
"Terus kamu jemput aku ke sini mau apa? Mau menghabiskan quality time sama aku, kan?" Alea menyilangkan kedua tangannya. Tasnya dibiarkan tetap menyelempang di dadanya.
"Sebenarnya aku cuma mau ngajak kamu makan sama curhat-curhatan dikit, sih," ucap Rafi seraya memandangi tubuh Alea dari bawah hingga atas. "Tapi, aku lihat-lihat badanmu makin bagus aja, jadi kepengen," goda Rafi mengulas senyuman, pikirannya ke arah hal jorok.
"Jadi, kamu cuma tertarik sama badanku aja? Padahal aku menyukai segala tentangmu. Dirimu, tubuhmu, hatimu, karaktermu, semuanya aku suka." Alea tak lagi ragu mengungkapkan apa yang ia simpan rapi selama ini.
Wanita itu memang telah mendambakan Rafi sejak lama. Tapi, bukan membalas perasaannya, Rafi justru menikahi wanita lain, yang tak lain dan tak bukan adalah adik dari sahabatnya sendiri. Rian namanya.
"Ya nggak gitu si sebenarnya, Lea." Rafi memandang ke arah Alea sejenak, kemudian pandangannya kembali lurus untuk memperhatikan jalan. "Aku juga sebenarnya menikah sama Raisa cuma karena kasian," jujur Rafi pada Alea.
"Emang iya?" tanya Alea memastikan seraya membelalakkan mata. "Terus kamu nggak kasian sama aku gitu?" Wanita itu lantas menampakkan wajah yang murung.
"Kamu kan tau aku udah sahabatan sama Rian berapa lama. Terus tiba-tiba adiknya suka banget sama aku. Ya aku nggak enak lah sama Rian," ungkap Rafi.
Alea, Rafi, dan Rian adalah teman dari kampus yang sama. Mereka berteman dari awal masuk perkuliahan, hingga sekarang sudah menjadi alumni. Namun, pertemanan mereka sempat renggang saat Rafi terpaksa harus menikahi Raisa, adik kandung Rian.
Alea yang sejak dulu mendambakan Rafi, seketika sakit hati saat mendengar kabar Rafi dan Raisa menikah.
"Jadi kamu mau nggak jadi pacarku?" Dengan begitu terang-terangan, Alea mengajak Rafi jadian. Meski wanita itu tahu betul bahwa Rafi sudah beristri. Bahkan ia pun tahu istri Rian.
"Emang kamu mau sama aku yang udah punya istri?" tanya Rafi memastikan. Wanita mana yang mau dimadu dengan wanita lain.
"No problem, Honey. Yang penting kita bisa mesra-mesraan berdua," ucap Alea dengan nada yang begitu menggoda.
Wanita itu nampak ingin merangkul Rafi. Tapi, bertepatan dengan itu, tiba-tiba ponsel Rafi berdering. Membuat Alea berdecak kesal. Ia menyilangkan kedua tangan seraya memonyongkan bibir.
"Siapa, sih, ganggu aja," kesalnya. Ia tidak sabar ingin bermesraan dengan Rafi, pria yang paling ia sayangi.
"Raisa, nih. Bentar, ya." Rafi izin mengangkat telepon dari istrinya itu. Tak lupa, pria itu juga meminta agar Alea diam sejenak agar Raisa tidak curiga.
Itu membuat Alea semakin kesal. Seketika keinginannya untuk memiliki Rafi menjadi begitu menggebu-gebu.
"Udah?" tanya Alea dengan nada kesal saat Rafi selesai berkomunikasi dengan Raisa melalui ponsel. Seperti istri pada umumnya, Raisa menanyai Rafi perihal di mana, dengan siapa, dan untuk apa.
Pertanyaan-pertanyaan Raisa itu dijawab singkat oleh Rafi dengan alasan sedang bersama teman, nanti dikabari lagi.
"Udah, Sayangku." Rafi mulai membelai rambut lurus Alea. "Kita udah pacaran, kan? Jangan marah-marah terus dong, Sayang," bujuk Rafi pada Alea.
"Yeah, kita sepasang kekasih sekarang. Walau aku hanya kekasih gelapmu." Alea mengucapkan kalimat itu dengan volume rendah, pun dengan pandangan menunduk.
"Tapi, nggak masalah. Aku akan selalu sayang kamu, Rafi," ucap Alea seraya meraih tangan Rafi. Ia begitu ingin digenggam oleh teman yang sekarang jadi kekasih gelapnya itu.
Rafi tak berkata apa-apa. Ia hanya membalas ucapan Alean dengan mendaratkan bibirnya di pipi mulus Alea.
Beberapa lama kemudian, mobil Rafi berhenti di sebuah restoran yang menyediakan makanan western.
"Kamu masih suka makanan western kan?" tanya Rafi. Ia memang tahu kalau kekasih gelapnya itu suka makanan berbau western.
"Kamu tau aja kesukaanku, Honey. Thanks ya." Sebelum turun, Alea mendaratkan bibirnya di kening Rafi. Membuat pria itu tersenyum bahagai. Ia menginginkan semua Alea.
Mereka pun masuk ke dalam restoran. Dipilihnya menu-menu yang telah terpampang di dalam buku menu. Alea sibuk memilih-milih, sedangkan Rafi hanya mengikuti pilihan Alea. Suka ataupun tidak, ia pasti akan memakannya.
Setelah pesanan mereka tiba, Alea dan Rafi pun menikmati makanan. Sesekali Alea nampak menyuapi kekasih tidak halalnya itu.
"Dagingnya enak, Honey?" tanya Alea setelah menyuapi Rafi.
Pria itu membalasnya dengan anggukan. "Tapi, masih enak daging kamu," goda Rafi seperti cacing kepanasan.
Alea hanya tersenyum malu. Dalam hatinya sangat berbunga-bunga. Ia berhasil menarik perhatian Rafi. Sungguh, ia sangat ingin diperhatikan oleh pria yang disukainya itu.
Sedari tadi, Rafi tak henti menikmati pemandangan di depannya. Bukan makanan western yang tersaji di atas meja. Melainkan tubuh Alea yang begitu memesona.
Alea mengenakan rok ketat pendek berwarna hitam. Dengan atasan berwarna merah yang sama ketatnya. Membuat tonjolan-tonjolan besar yang ia punya, baik bagian depan maupun belakang, nampak indah sempurna.
Rafi tak henti melotot ke arah sana. Terlebih, ia sudah lama tidak menyalurkan hasratnya karena sang istri tengah hamil sehingga tidak memungkinkan mereka melakukan hubungan suami istri.
"Ayo cepat dihabiskan makanannya, Sayang. Aku udah nggak tahan," ucap Rafi seraya menatap tajam dua bongkahan besar milik Alea.
Honey, kamu mau menikmati aku?" tanya Alea langsung pada poinnya.
"Iya, Sayang. Habis ini kita check-in, ya," ajak Rafi tanpa berbasa-basi.
Mendengar ajakan Rafi itu, Alea semakin tidak sabar. Ia menyudahi makanannya seketika. Pun Rafi, ia lekas memesan kamar untuk mereka berdua melalui online. Agar setibanya di hotel, mereka bisa langsung masuk ke dalam kamar.
Beberapa jam kemudian, nampak rok dan baju yang tadi Alea kenakan sudah berserakan di lantai. Sementara itu, Alea dan Rafi nampak tertidur lelap di kasur yang sama. Pun di bawah selimut yang sama.
Alea bangun lebih dulu daripada Rafi. Wanita itu lantas tersenyum senang saat menyadari ada Rafi di sampingnya. Terlebih saat mengingat kehormatannya direbut oleh pria yang begitu ia sukai. Entah mengapa ia menjadi senyum-senyum sendiri.
Lantas ia melanjutkan kegiatannya bermanja-manja dengan Rafi. Tubuh pria yang banyak centimeter lebih tinggi darinya itu pun dipeluk erat olehnya. Seolah ia tak mau berpisah nantinya.
"Honey, love you," ucapnya seraya mendaratkan bibirnya pada kening Rafi. Melihat pria itu masih terlelap dalam tidurnya, Alea pun memutuskan untuk tidur kembali juga.
Di kediaman Rafi dan Raisa, nampak ada seseorang yang sedang mengetuk pintu. Tidak lama kemudian, Raisa membukakan pintu untuk tamu itu.
"Bang Rian," sapa Raisa seraya memeluk tubuh kakak satu-satunya itu. Sudah satu minggu mereka tidak bertemu. Akhir-akhir ini, semenjak Raisa menikah, mereka jadi jarang bertatap muka karena tak lagi tinggal dalam satu atap.
"Gimana kabarnya? Sehat?" Rian mengelus-elus punggung adiknya itu.
Setelah cukup beberapa detik saling memeluk, dekapan itu kini terlepas. "Sehat, bayi dalam perutku udah mulai gerak-gerak," adu Raisa. "Abang gimana?"
"Aku sehat juga. Mana coba lihat adek bayinya." Rian berjongkok untuk sekedar melihat perut buncit sang adik. Kemudian kembali berdiri. "Lucu ya."
"Iya lucu banget aku lihatnya," sahut Raisa. Mereka lantas beranjak menuju ruang makan. Raisa memang pintar masak. Dulu, saat masih satu rumah, Raisa sering membuat masakan untuk kakaknya itu.
"Kita kenapa ke sini si, Bang. Aku belum masak." Raisa terkekeh. Ia baru menyadari bahwa tujuan sang kakak bertandang ke rumahnya adalah untuk mencari makanan.
"Waduh, padahal tujuanku ke sini ya untuk itu." Rian pun terkekeh. Kakak beradik itu terus bersendau gurau bersama.
Raisa pun membuatkan jus alpukat kesukaan Rian, juga menyiapkan beberapa biskuit dan keripik untuk dinikmati sembari mengobrol.
"Oh ya, Rafi ke mana, Sa?" tanya Rian seraya mengedarkan pandangan. Sedari tadi tak mendapati sosok sahabatnya itu, sekaligus suami dari adiknya.
Raisa memasukkan sekeping biskuit ke dalam mulutnya. "Lagi main sama teman, katanya," timpal Raisa. Ia memang begitu percaya dengan Rafi.
"Oh iya? Di mana? Kok gak ngajak aku." Rian sedikit kesal mendengar penuturan sang adik. Rian adalah teman Rafi yang paling dekat. Bagaimana mungkin ia tidak mengajaknya untuk bermain bersama.
Raisa mengangkat bahu. "Entah. Mungkin, mungkin apa ya? Gak tahu aku." Wanita bertubuh ramping itu terkekeh lagi. "Udahlah, Bang. Jangan cemburu. Aku yang istrinya aja gak cemburu, kok," godanya.
"Haha iya deh." Rian pun turut tertawa. "Ya udah yang penting pulangnya gak kemaleman aja," pesannya. Sebagai seorang kakak, ia harus mengarahkan yang terbaik untuk sang adik.
"Iya, Abang. Nanti aku telepon dia lagi," ucap Raisa seraya menyeruput teh hangat.
"Gimana, kamu happy sama dia, gak?" tanya Rian. Ia ingin memastikan bahwa Rafi cukup membuat Raisa bahagia.
Raisa sedang mengunyah keripik. "Happy, Abang."
"Syukurlah."
***
Sekarang pukul 21.00, tapi Rafi belum kunjung pulang. Rian masih menemani sang adik yang kesepian ditinggal suaminya.
Raisa berusaha menghubungi sang suami, tapi nomornya tidak aktif. Ia berpikir mungkin ponsel suaminya itu baterainya habis karena terlalu asyik mengobrol dengan temannya.
"Abang pulang aja gak apa-apa. Nanti kemaleman nyampe rumah malah kena marah sama Mama," saran Raisa. Sudah berjam-jam sang kakak menemaninya.
Bukankan ia sudah menikah? Seharusnya bisa lebih mandiri lagi. Tidak perlu dijaga sang kakak hingga seperti ini. Terlebih, ada satu pembantu yang menginap di rumahnya. Setidaknya membuat Raisa tidak merasa begitu sendirian, walau memang sebenarnya kesepian.
"Yakin aku pulang gak apa-apa? Kamu kan penakut," ledek Rian. Ia tahu betul bahwa sang adik itu memang penakut saat sebelum menikah.
"Ish, Abang. Aku kan udah menikah, gak se-penakut itu lagi lah." Raisa membela dirinya. Sudah seharusnya ia menjadi lebih pemberani, karena sebentar lagi akan menjadi ibu.
"Ya udah deh," ucap Rian seraya berdiri hendak pulang. Sebelum itu, ia memeriksa ponselnya sejenak.
Matanya terbelalak saat melihat status whatsapp Rafi tengah berswafoto dengan Alea. Mereka berdua terlihat jelas berada di hotel. Status itu tidak dapat dilihat oleh Raisa karena Rafi mengatur privasinya.
Sebagai kakak, emosi Rian memuncak karena adiknya dikhianati oleh sahabatnya sendiri. "Sial," ucapnya seraya berdecak kesal.
"Kenapa, Bang?"
"Enggak kok. Ya udah kalau gitu aku pulang dulu, ya," pamit Rian. Ia bergegas menuju mobilnya untuk pulang. Raisa mengantarnya hingga depan pintu.
Di tempat lain, di sebuah hotel bintang lima, Alea nampak merengek pada Rafi. "Honey, please, semalam aja, kok," rengeknya. Ia ingin menghabiskan waktu lebih lama bersama pria itu.
"Nanti Raisa gimana, Alea?" Rafi memegang kedua pundak Alea, mencoba memberi paham pada kekasih gelapnya itu.
"Satu malam doang, Honey. Not more." Alea terus meminta dengan wajah yang begitu nelangsa.
"Tapi nanti Raisa curiga dong, Sayang. Dia lagi hamil sekarang. Aku gak mau buat dia jadi cemas," ucap Rafi. Bagaimana pun juga, Raisa adalah istrinya. Ia harus menghormati wanita itu sebagai istri.
"Jahat! Kamu tega!" Alea terus memohon agar Rafi bersedia menemaninya satu malam lagi. Wanita itu begitu kesepian selama ini. Ia sudah terlalu lama menahan rasa sayangnya pada Rafi. Kali ini, ia ingin bermesraan dengan pria itu hingga puas.
Titik-titik air mata Alea mulai menetes, membuat Rafi merasa iba seketika. Ia juga merasa bersalah akan meninggalkan Alea begitu saja, sedangkan sejak tadi Alea berusaha melakukan yang terbaik untuk melayaninya di atas ranjang.
"Utututu." Rafi lantas merengkuh wanita bertubuh body goals itu. "I love you. Aku akan di sini sama kamu," ucap Rafi membuat Alea seketika menghapus air matanya. Hati wanita itu sangat berbunga-bunga.
"Serius, Honey?" tanya Alea memastikan. Ia menampakkan kegembiraan pada wajahnya yang ayu nan putih.
Rafi mengangguk. Membuat Alea mendekap pria itu erat-erat. Akhirnya, rasa sayang yang selama ini ia simpan sendirian, perlahan mulai dibalas oleh Rafi.
"Iya. Kamu mau makan apa malam ini?" tanya Rafi seraya melepaskan pelukan itu.
Alea nampak berpikir keras. "Apa saja yang penting sama kamu."
Pagi sudah tiba. Alea dan Rafi menghabiskan satu malam yang begitu indah. Alea sangat berterima kasih pada pria yang kini ada dalam dekapannya itu karena telah bersedia meluangkan waktu untuk dirinya. Terlebih, Rafi rela meninggalkan istrinya hanya demi bisa menemani Alea.
Wanita itu mengelus-elus kepala Rafi. Wajah pria itu kini bersembunyi di dada Alea, dengan tangan yang melingkar pada tubuh wanita itu.
"Honey?" panggil Alea pada Rafi untuk sekedar membuatnya sadar bahwa pagi telah datang. Walaupun sebenarnya itu akan membuat mereka berpisah sebentar lagi.
"My honey strawberry," panggil Alea lagi seraya terus membelai kepala pria idamannya itu. "Kamu terlalu nyaman, ya?" Alea tersenyum puas. Ia merasa sudah berhasil mendapatkan cinta Rafi.
"Aku masih ngantuk banget, Alea," ucap Rafi dengan suara serak. Ia berpindah tempat dari tubuh Alea. Kedua matanya ia kucek-kucek untuk mendapatkan pandangan yang lebih nyaman.
"Ya udah sini aku peluk lagi," rayu Alea, walau ia tahu mereka harus pulang secepatnya. Hari ini Senin, saatnya kembali bekerja. Kembali ke rutinitas masing-masing seperti semula.
Rafi merengkuh tubuh wanita itu sejenak, kemudian kembali melepasnya. "Tapi kan kita harus kerja."
"Iya, Honey. Semangat ya kerjanya," ucap Alea.
Rafi menimpalinya dengan senyuman. "Thanks ya, buat semuanya. Aku puas banget," ucap Rafi seraya menatap tajam sorot mata Alea, dengan mengukir senyuman.
"Sering-sering kaya gini ya, Honey. Love you," sahut Alea. Ucapan itu begitu tulus dilontarkan dari bibirnya.
"Love you too," balas Rafi dengan mendaratkan bibirnya pada pipi Alea.
Pukul 06.30, mereka membersihkan diri sebelum akhirnya pulang. Mereka berpisah di depan kos-kosan Alea karena harus berangkat kerja ke kantor masing-masing.
Tiba di rumah, Rafi disambut hangat oleh sang istri. Raisa langsung mendekap tubuh gagah suaminya itu. Ia begitu rindu karena sudah ditinggal semalaman.
"Kamu ke mana aja, Sayang? Aku kangen banget," ungkap Raisa, dekapannya semakin erat.
"Tadi malam habis main PS di rumah teman, aku ketiduran, Sayang. Maaf, ya," balas Rafi dengan ucapan yang begitu manis, seolah memang ia tidak melakukan kesalahan apa-apa.
"Oh, ya udah nggak apa-apa, yang penting kamu baik-baik aja. Aku tuh khawatir karena HP kamu mati, kan?" tanya Raisa tanpa rasa curiga sedikit pun. Wanita itu begitu tulus mencintai Rafi.
Rafi menelan salivanya karena ponselnya tidak benar-benar mati. Melainkan sengaja memblokir kontak Raisa untuk sementara waktu agar tidak mengganggu waktunya bersama Alea.
"Eh, iya. Aku ketiduran soalnya, lupa charger," ucap Rafi berdalih dengan alasan yang sangat meanstream.
Setelah itu, Rafi bersiap-siap untuk berangkat kerja. Raisa sudah menyiapkan sarapan dan bekal untuk Rafi. Wanita itu memang benar-benar idaman. Hanya saja, Rafi kurang tertarik dengan tubuh ramping istrinya itu.
***
Raja siang sudah datang. Teriknya seolah membakar kepala Alea yang sedang berjalan ke luar gedung kantor untuk membeli makan siang. "Aduh, panas bangetss. Capek deh," keluhnya seraya meletakkan tangan kanannya di atas kepala, untuk sekedar melindungi wajahnya yang penuh make up dari sengatan matahari.
"Alea," sapa seorang pria pada Alea yang datang dari belakang.
"Hey, Rian. Kamu mau beli ayam geprek juga?" tanya Alea pada Rian. Mereka memang beekrja dalam satu kantor yang sama, namun pada bagian yang tak sama.
Rian menganggukkan kepalanya. "Iya, kita makan bareng, ya. Sekalian makan di sana aja, jangan di-take away ke kantor." Rian ingin membicarakan sesuatu pada Alea. Sesuatu yang begitu penting untuknya.
"Siap, My big brother," ucap Alea seraya menggandeng tangan Rian dengan akrabnya, dan tanpa ada rasa apa-apa. Ia sering memanggik Rian dengan sebutan big brother karena mereka sudah berteman sejak lama. Kebetulan dipertemukan kembali saat di dunia kerja.
Sementara itu, Rian menelan ludah. Ia sedikit salah tingkah.
Tiba di rumah makan yang dapat dijangkau beberapa langkah dari kantor Alea dan Rian, mereka berdua pun sama-sama memesan ayam geprek.
"Kamu tuh, makan pedes-pedes terus. Kasian perut kamu," ucap Rian saat Alea memesan ayam geprek dengan level tertinggi. Ia tahu betul bahwa teman wanitanya itu begitu menyukai makanan pedas sejak lama.
"Biarin aja, aku kan suhu. Kalau kamu kan cupu," ejek Alea dengan nada candaan. Ia pun terkekeh.
"Kalau gitu minumnya ganti teh hangat aja, jangan es teh. Biar cepat ilang pedesnya," saran Rian. Ia memesan ayam geprek dengan tingkat kepedasan yang rendah.
"Aku justru gak mau kalau pedasnya ilang cepat-cepat," sahut Alea. Ia tertawa renyah lagi. Wanita itu memang begitu ceria dan suka becanda.
Rian hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia tak lagi dapat menimpali perkataan Alea. Mereka pun menikmati makanan mereka saat sudah datang.
"Mmm ... enak," ucap Alea saat menikmati makanan itu pada suapan terakhir.
Rian meneguk es tehnya hingga habis. "Alea, aku mau tanya sesuatu, boleh?"
Alea mengangguk-angguk tanpa keberatan seraya meminum es tehnya menggunakan sedotan. "Boleh, dong. Mau nanya apa?"
"Kemarin kamu ke mana sampai malam?" tanya Rian seraya mengangkat alis. Berharap kecurigaannya tidak dibenarkan oleh Alea.
Sementara itu, Alea tersedak usai mendengar pertanyaan Rian. Ia tahu kalau Rian adalah kakak kandung dari Raisa, yakni istri Rafi. Kalau mengatakan yang sebenarnya, ia tidak enak hati. Tapi, barangkali Rian bisa menjaga rahasianya karena mereka sudah berteman sangat lama. Terlebih, Rian tidak marah walau Alea melakukan kesalahan besar.
"Kenapa tiba-tiba nanya gitu, Rian?" tanya Alea. Ia lupa kalau tadi malam dirinya membuat status whatsapp yang isinya berswafoto dengan Rafi. Ia lantas menepuk jidat.
"Kamu ada main belakang sama Rafi, Alea?" tanya Rian penuh kesabaran. Ia bertanya begitu pelan-pelan. "Jawab jujur," lirihnya.
Pandangan Alea seketika menunduk sembari meminum es teh. "Kamu jangan bilang-bilang, ya. Aku mau tetap menjaga perasaan Raisa."
"Kamu kan tau, Rian. Aku suka Rafi dari dulu," tutur Alea dengan nada yang mulai bersedih. "Tapi, kenapa malah yang dipilih adik kamu. Sakit banget rasanya." Air mata mulai tertumpah membasahi pipi.
Rian menghela napas sejenak. Adik yang paling disayangi, sudah dikhianati oleh dua teman dekatnya sendiri. Dada Rian juga ikut sesak, bagaimana jika Raisa tahu. Sudah pasti hatinya hancur berkeping-keping.
"Tapi, setidaknya kamu jangan egois, Alea. Kamu merebut suami orang jadinya." Rian terus mencoba menyadarkan wanita itu. Ia tidak habis pikir dengan kelakukan dua teman dekatnya, Alea dan Rian yang sama-sama busuk.
Tapi, ia tidak bisa marah. Rian sama sekali tidak bisa memarahi wanita di depannya itu.
"Bukannya adikmu itu yang egois? Aku dari dulu cerita ke kamu kalau aku suka Rafi. Tapi, kenapa kamu menikahkan adikmu sama Rafi yang jelas-jelas aku sayangi?"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!