NovelToon NovelToon

Bad Boy Or Good Boy?

BAB 1

"Diam kamu! Jangan menangis terus!" bentak seseorang berwajah sangar dan berbadan gempal pada seorang anak kecil yang berumur 8 tahun itu.

Tangan bocah laki-laki itu terikat tali dan kini mulutnya juga disumpal oleh penculik itu karena terus menangis.

"Tunggu sampai Papa kamu yang kaya raya itu menebus kamu, maka kamu akan kami bebaskan. Harga kamu itu tinggi, 1 milyar." kata penculik lainnya dengan suara tawa yang menggema.

"Baru satu anak bisa 1M, tahu begitu tadi aku culik juga saudara kembar kamu!"

Rayn Handoko, putra dari seorang pengusaha kaya raya kini sedang disekap oleh seorang penculik di rumah kosong yang berada di tepi hutan. Dia tidak bisa berbuat apa-apa selain menangis.

"Diam! Kita bilang diam ya diam!"

Bentakan dan pukulan terus diterima Rayn. Hari itu akan terus menjadi mimpi buruknya di hampir setiap malam.

Seringkali dia terbangun di pagi hari dengan keringat yang membasahi pelipis dan napas yang tidak teratur. Setelah dia berusia 17 tahun pun bayangan itu tak hilang dari ingatannya.

Dia kini bangun dan duduk di tepi ranjang lalu mengambil kacamata minusnya yang ada di atas nakas. Dia hela napas panjang, sudah 9 tahun kejadian itu berlalu tapi dia masih belum bisa melupakannya bahkan sejak kejadian itu dia dan keluarganya juga telah pindah dari kota kelahirannya.

Beberapa saat kemudian, dia berdiri dan membuka tirai jendelanya. Matahari sudah mengintip dan awan hitam akan menyingkir. Dia bergegas ke kamar mandi untuk membasuh dirinya. Setelah itu dia memakai seragam putih abu-abunya lalu menyisir rambutnya rapi.

Beginilah penampilan Rayn Handoko yang berkacamata, rambut belah pinggir klimis, seragam dimasukkan sangat rapi, kancing atas seragamnya selalu tertutup rapat dan berdasi. Dia sering disebut culun atau si kutu buku di sekolah menengah atasnya.

Beda lagi dengan saudara kembarnya, Ryan Handoko. Jam segini dia masih tidur dengan gaya bebasnya sebelum Bundanya membangunkannya.

"Ryan, bangun udah siang!" Andini masuk ke dalam kamar Ryan dan melihat putranya yang satu itu masih tertidur dengan lelap saat matahari sudah merangkak naik.

"Iya, Bun. Sebentar lagi. Ini jam berapa?" jawabnya dengan mata yang masih terpejam.

Andini menarik selimut Ryan. "Bangun! Hampir tiap hari kamu telat. Sudah beberapa kali wali kelas kamu hubungi Ayah. Nanti kalau sampai Ayah kamu marah, semua fasilitas kamu akan diambil. Biar kamu hidup susah sekalian."

"Iya, Bun." Akhirnya Ryan beranjak dari ranjangnya dan berjalan sempoyongan menuju kamar mandi.

Andini berdengus kesal lalu dia keluar dari kamar Ryan yang berpapasan dengan Rayn yang kini sudah rapi dan siap berangkat ke sekolah.

"Rayn, kamu sarapan dulu saja gak usah nunggu adik kamu. Biarkan saja dia telat." Andini berjalan bersama Rayn menuruni anak tangga dan menuju ruang makan.

Di ruang makan sudah ada Eza yang telah rapi dan bersiap pergi ke kantor.

"Ryan kesiangan lagi?" tanya Eza sambil melihat jam di pergelangan tangannya.

"Iya, susah banget bangunin Ryan. Tiap malam kerjaannya nongkrong terus sama teman-temannya," kata Andini sambil mengambilkan nasi untuk suaminya lalu dia mengambil lagi untuk Rayn.

"Biar Ayah kasih hukuman kalau dia tetap bandel seperti ini. Untung sekolah kalian berbeda dan berlawan arah jadi tidak ada efek buat kamu, Rayn."

Rayn memang selalu menjadi kebanggaan kedua orang tuanya karena dia selalu berprestasi dan tentu saja tidak pernah membantah.

Beberapa saat kemudian Ryan menuruni anak tangga dengan cepat. Seragamnya dibiarkan tidak berkancing dengan rambut yang sengaja diacak.

"Ryan! Yang rapi kalau berangkat ke sekolah!" bentak Ayahnya.

Seketika Ryan mengancing seragamnya dan sedikit merapikan rambutnya.

"Dasi kamu mana?"

"Iya Ayah, nanti aku pasang di sekolah."

"Ayah sudah berulang kali dapat teguran dari wali kelas kamu. Kalau kamu sampai dapat teguran lagi, semua fasilitas kamu Ayah sita. Motor dan semua ATM kamu."

"Yah, Ayah. Iya, iya, aku akan jadi yang lebih baik."

"Dari dulu bilang seperti itu tapi tidak pernah berubah. Kamu lihat kakak kamu, dia selalu nurut dan selalu jadi juara."

"Ck, dibandingkan lagi," gumam Ryan.

"Ryan!"

"Eh, iya Ayah. Iya, Ryan paham."

"Sudah, kalian makan dulu nanti keburu siang," kata Andini yang kini ikut sarapan bersama mereka.

Mereka sudah tidak ada suara lagi saat memakan sarapan mereka.

Tak butuh waktu lama Rayn menghabiskan makanannya lalu berpamitan pada Ayah dan Bundanya. Beberapa saat kemudian disusul oleh Ryan.

"Woy, Rayn!" panggil Ryan saat Rayn sudah mengendarai motor scoopy nya. "Nanti malam ikut nongkrong yuk!" ajak Ryan sambil mengendarai motor sportnya.

Rayn menggelengkan kepalanya. "Aku lagi ada ulangan."

"Gak bosen hidup lo gitu terus, sekali-kali nikmati masa muda lo. Halah, udahlah, silakan menjadi anak kesayangan Ayah dan Bunda." Kemudian Ryan mulai melajukan motornya.

Begitu juga dengan Rayn, mereka berangkat menuju arah yang berlawanan. Begitulah si kembar selama ini, selalu berbeda sifat dan keinginan. Bahkan selama tinggal di kota itu teman-teman mereka tidak pernah tahu bahwa mereka adalah saudara kembar.

Kini Rayn menertawakan dirinya sambil melajukan motornya di jalanan pagi hari itu.

Bosan? Ya, aku memang sudah terlalu bosan dengan hidup ini.

💕💕💕

.

Masih ingat dengan Andini dan Eza? Ini dia si kembarnya. 🤭 Sequel dari Gadis Bertopeng.

.

Jadikan favorit ya dan kasih rate bintang ⭐⭐⭐⭐⭐

Thank you yang sudah setia bersama Author. .

BAB 2

Di kelas XI IPS 2, terlihat ada seorang guru yang sedang menerangkan materi pelajaran di depan kelas. Semua siswa begitu fokus mendengarkan setiap penerangan Bapak guru itu. Terkecuali satu siswa yang duduk di bangku pojok paling belakang, rupanya dia sedang tidur ganteng di dalam kelas dengan menangkup wajahnya di atas meja.

Mata jeli Pak Teguh sang guru Matematika mengetahui sedang apa siswanya yang satu ini. Dia berjalan mendekat. "Ryan." Panggilnya. Ya, siapa lagi kalau Ryan Handoko si anak konglomerat itu. Dia salah satu siswa yang sangat bandel di sekolahnya. Sering datang terlambat bahkan membolos. Tak jarang juga dia sering tidur di kelas yang sangat berakibat dengan nilainya yang pas-pasan. Seringkali dia mendapat teguran dan hukuman dari beberapa guru. Bahkan beberapa kali surat panggilan orang tua sudah melayang ke rumahnya. Namun semua itu tak juga membuat Ryan jengah.

"Ryan!!!" panggil Pak Teguh semakin keras. Tapi rupanya Ryan masih saja tidur dengan nyenyaknya. "Ryan Handoko!!!" teriak pak Teguh lagi yang kali ini dibarengi dengan gedoran keras tangannya di meja Ryan.

Spontan Ryan langsung terbangun dengan mata merahnya. Dia mengacungkan tangannya sambil bilang. "Hadir Pak.." perkataan Ryan mengundang gelak tawa seluruh kelas. Mungkin dia mengira pak Teguh sedang mengabsennya. Ryan menoleh ke sampingnya, terlihat Pak Teguh sedang marah menatapnya. Ryan hanya tersenyum tak berdosa. "Pak Teguh, maaf saya ketiduran."

"Ryan kamu benar-benar keterlaluan. Sudah berapa kali kamu ketiduran di kelas Bapak?!"

Ryan nampak menghitung dengan jarinya yang langsung mendapat satu jeweran dari Pak Teguh.

"Sekarang Bapak akan beri hukuman pada kamu. Kamu putar lapangan basket sebanyak 10 kali." Pak Teguh sudah begitu geram dengan siswa yang satu ini.

"Hah? 10 kali." Mendengar itu mata Ryan yang tadinya masih 5 watt seketika melebar. "Gak salah Pak? Ini panas banget. Bisa dehidrasi saya, Pak."

"Ryan, lakukan itu sekarang atau akan Bapak tambah hukuman kamu!" Pak teguh semakin marah dan membentak Ryan yang sangat bebal.

"I..Iya Pak." Ryan pun berdiri.

Sebelum melangkah rupanya pak Teguh melihat sesuatu yang ada di telinga Ryan. "Eh, eh, itu apa di telinga kamu?"

Seketika Ryan memegang telinganya dan langsung melepas anting di telinga sebelah kanannya. Begitulah penampilan Ryan saat di sekolah. Dia sangat bad boy. "Bukan apa-apa, Pak. Sudah tidak ada kan?" Ryan segera berlenggang keluar kelas sebelum Pak Teguh menambah lagi pidatonya.

Pak Teguh hanya meggelengkan kepalanya melihat kebandelan Ryan. "Mau jadi apa generasi muda selanjutnya kalau ada siswa seperti Ryan." Kemudian Pak Teguh kembali berjalan ke depan kelas dan melanjutkan materi pelajarannya.

Di lapangan Ryan berlari berkeliling lapangan. Terik matahari yang menyengat dirinya membuat keringat bercucuran di tubuhnya. Banyak gadis yang terperanga melihat ketampanan Ryan. Ryan memang sangat terkenal dengan kenakalannya di sekolah tapi dia juga salah satu lelaki yang sangat populer. Banyak gadis yang mengagumi dirinya. Bagaimana tidak gayanya yang selalu keren dan wajahnya yang begitu tampan ditambah lagi senyumnya yang begitu manis berhasil meluluh lantah hati para gadis remaja di SMA itu.

Meski demikian dia tidak mempunyai pacar karena tanpa status dia merasa bebas mau jalan dengan siapapun. Tanpa ada kecemburuan dan pertengkaran bila Ryan dekat dengan gadis lain. Tapi apakah sampai saat ini dia belum menemukan cintanya? Mungkin cintanya masih on the way, ya, begitulah yang selalu dikatakan Ryan.

Ryan kini melonggarkan dasinya untuk menghilangkan sedikit rasa panas di tubuhnya. Hal yang dilakukan Ryan justru semakin membuat para gadis yang sedang berolahraga itu terpesona. Setelah sampai 10 putaran Ryan berhenti dan membungkukkan badannya sesaat untuk mengatur napasnya.

"Gila udah istirahat aja. Bagaimana mau pinter kalau di suruh lari terus," Ryan mengusap keringatnya sambil berjalan ke koridor kelas.

"Ryan lo keringetan banget sih." Ada seorang gadis yang tiba-tiba mendekat dan mengusap keringat Ryan dengan tisu.

"Lo haus gak. Nih gue bawain minum." Salah seorang gadis mendekat lagi dengan membawa minum dan beberaoa gadis lain juga ikut mendekati Ryan.

"Minggir!" Qda seseorang yang membuat kerumunan itu bubar. Seorang gadis cantik yang juga populer di sekolah itu. Rupanya gadis ini juga sangat menyukai Ryan. Dia memberikan sebotol minuman dingin pada Ryan. Ryan segera mengambilnya dan meminumnya.

"Thanks, Cinta," bukan maksud Ryan memanggilnya dengan sebutan cinta tapi memang gadis cantik yang satu ini bernama Cinta.

Cinta hanya tersenyum manis.

Beberapa saat kemudian Pak Teguh datang dan lagi-lagi menegur Ryan. "Kamu hebat yah. Bapak memberi kamu hukuman biar kamu capek bukan malah jadi pusat perhatian cewek-cewek di sini."

Ryan justru tersenyum dengan bangga. "Resiko orang cakep, Pak." Dia sama sekali tidak ada takutnya dengan guru di sekolah itu.

Pak teguh hanya menggelengkan kepalanya. "Untung hanya ada satu Ryan di sekolah ini."

...***...

Di sekolah lain tepatnya di kelas XI IPA 1, ada seorang siswa yang dengan hikmad mendengarkan pelajaran dari guru yang menerangkan di depan kelas. Bahkan setiap pertanyaan yang diberikan oleh gurunya hampir semuanya dia jawab dan benar. Dia seseorang yang begitu tenang dan tak banyak bicara. Kacamata minusnya menandakan kalau dia adalah seorang kutu buku. Meskipun sebenarnya dia memiliki wajah yang tampan tapi karena sifat kuper dan lugunya itu yang membuat para gadis enggan untuk mendekatinya. Dia pun berpenampilan rapi dan apa adanya dan sangat polos. Siapa lagi kalau bukan Rayn Handoko.

Urusan cinta, dia hanya bisa memendam perasaannya pada Shella. Shella gadis yang satu kelas dengannya, dia sangat cantik dan kalem, sama-sama murid teladan seperti Rayn.

"Rayn!" panggil Shella yang membuat jantung Rayn berdegub kencang. Dia selalu salah tingkah saat berada di dekat Shella.

"Iya. Ada apa Shel?"

"Eh, gimana sih cara ngerjain soal yang ini?" tanya Shella sambil membawa bukunya dan duduk di samping Rayn.

Rayn dengan telaten mengajarinya. Hanya dengan cara seperti inilah dia bisa dekat dengan Shella.

"Makasih yah Rayn," kata Shella sambil tersenyum manis yang membuat Rayn semakin terpesona.

"Iya sama-sama."

Bel istirahat pun berbunyi. Rayn hanya mempunyai satu orang sahabat yang tak kalah cupunya dari dia yaitu Joni. Mereka kini berjalan di koridor kelas menuju kantin. Tiba-tiba ada seseorang yang menarik Rayn dengan paksa ke toilet.

"Lepaskan aku!" teriak Rayn.

Bukannya melepas tangannya tapi dia justru mencengkeram krah Rayn. "Heh, cupu! Lo jangan dekat-dekat sama Shella. Lo ngaca dong, lo siapa sampai bisa berharap sama dia."

"Aku.. Aku cuma ngajarin dia, itu aja."

"Iya gue tahu, karena lo gak ada cara lain buat deketin dia selain ngajarin dia." Dia melepaskan genggamannya dan sedikit menghentakkan badan Rayn ke tembok. "Sekarang gue akan lepasin lo asal lo ngasih contekan gue di ulangan Kimia hari ini. Kalau gak, habis lo." lalu dia keluar meninggalkan Rayn.

Rayn berdiri di depan cermin toilet sambil mengepalkan tangannya. Dia sering di bully, terutama oleh Diega. Diega sering mengancam Rayn. Tapi apalah daya Rayn. Dia hanya bisa menuruti segala kemauan Diega. Diega adalah salah siswa ternakal di sekolahnya.

Rayn melepas kacamatanya lalu membasuh wajahnya dengan air.

Andai aku punya keberanian seperti Ryan pasti hidup aku gak akan terus tertindas seperti ini....

💕💕💕

.

Like dan komen ya...

BAB 3

Seperti biasa Ryan selalu pulang ke rumah tidak tepat waktu. Sudah hampir malam dia baru memasuki rumahnya. Setiap hari sepulang sekolah dia memang selalu nongkrong dulu bersama teman-temanya.

Ryan dengan santainya masuk ke dalam rumah. "Eh, Bunda, Ayah, nungguin Ryan yah." kata Ryan dengan senyum tidak jelasnya saat melihat kedua orang tuanya sudah berdiri dan melipat kedua tangannya di depan dada.

"Ryan, hilangkan kebiasaan kamu ini! Tiap hari pulang sekolah langsung keluyuran gak jelas. Sudah jam berapa baru pulang."

"Baru jam 6, Ayah. Nanti malam aku gak keluar lagi." katanya sambil melihat jam bermerk yang ada di tangannya.

Kedua orang tuanya semakin geram. "Ryan, tadi Bunda dapat telpon dari Pak Teguh katanya kamu ketiduran lagi di kelas. Ryan kamu itu bandel banget, kapan mau berubah? Kamu contoh kakak kamu. Dia itu udah pinter, patuh. Gak kayak kamu."

"Aku kan Ryan, Bun, bukan Rayn. Memangnya aku bisa jadi Rayn." Kemudian Ryan berlenggang masuk ke dalam kamarnya padahal kedua orang tuanya belum selesai berbicara. Jujur saja Ryan begitu bosan selalu dibanding-bandingkan dengan Rayn. Baginya, mana mungkin dia bisa menjadi seperti Rayn

Ryan duduk di tepi ranjangnya sambil melepas sepatunya dan melemparnya sembarangan. Tak peduli ada Rayn di dekatnya yang sedang membaca buku. "Gue kesel hidup kayak gini terus!" Ryan menghempaskan tubuhnya di atas ranjang.

"Aku juga bosan," sambung Rayn.

"Bosen apa lo? Lo enak disayang sama Ayah dan Bunda. Di sekolah juga aman-aman aja gak pernah kena hukuman. Sedangkan gue hampir tiap hari dihukum sama guru dan tiap hari juga dimarahi sama Ayah Bunda. Mereka ingin gue jadi kayak lo tapi mana bisalah." cerocos Ryan yang kosa kata yang memang lebih banyak daripada Rayn.

"Itu kan karena kesalahan kamu sendiri," kata Rayn yang menohok di hati Ryan. Rayn menutup bukunya dan kini melihat Ryan yang memejamkan matanya meski sebenarnya dia tidak tertidur. "Sebenarnya aku ingin menjadi seperti kamu. Aku bosan dengan hidup aku yang selalu dibully di sekolah."

Mendengar perkataan Rayn, Ryan langsung membuka matanya dan bangun dengan cepat. "Siapa yang berani nge-bully lo. Bilang sama gue, biar gue hajar dia." Meskipun Ryan selalu dibandingkan dengan Rayn tapi dia sangat menyayangi saudara kembarnya itu.

"Bukan kayak gitu nyelesain masalah."

Mereka pun terdiam dan duduk berjajar di sisi ranjang. Sama-sama sedang berfikir. Lalu mereka saling berhadapan dan melihat satu sama lain. Ryan melepas kacamata Rayn. Rayn menyipitkan matanya karena jika kacamatanya dilepas pandangannya menjadi kabur. Lalu Ryan merubah tatanan rambut Rayn sehingga sama seperti dirinya. Mereka saling melihat dengan saksama. Lalu mengangkat telunjuk mereka masing-masing.

"Jangan bilang kamu..."

"Yah, dan seperti apa yang ada dipikiran lo. Wajah kita sama. Gue bisa jadi lo dan lo bisa jadi gue." Lalu Ryan memakai kacamatanya. Hanya sesaat, dia melepasnya sambil memegang kepalanya. "Aduh, aduh, kepala gue pusing.."

"Itu kan kacamata minus. Kamu pakai kacamata biasa aja."

"Pinter juga lo." Ryan lalu berdiri dan mengambil pakaian Rayn. "Gue mau mandi dulu. Lo kunci pintunya. Dan lo ganti baju lo pakai baju gue." Ryan bergegas masuk ke dalam kamar mandi.

Rayn segera mengunci pintu kamarnya. Mengambil pakaian Ryan dan segera memakainya. Dia berdiri di depan cermin. Melihat dirinya berpenampilan seperti Ryan. Menata rambutnya agar sedikit berdiri ala-ala Ryan.

Beberapa saat kemudian Ryan keluar. Dia merobohkan rambutnya dan menyisirnya rapi ke samping lalu memakai kacamata. Mereka melihat dirinya masing-masing di cermin. Kini Rayn dan Ryan sudah bertukar identitas.

"Oke sekarang lo Ryan dan gue Rayn," kata Ryan.

"Tapi aku gak pernah bicara pake gue elo."

"Dan gue juga gak pernah pakai aku kamu."

Mereka saling berhadapan dan mengubah ekspresi mereka masing-masing.

"Nama aku Rayn," ucap Ryan mencoba logat Rayn.

"Nama gue Ryan," kata Rayn yang masih saja bersuara pelan.

"Kurang teges lo ngomongnya masak gue lembek gitu," kata Ryan sambil menegakkan badan Rayn agar terlihat gagah dan pemberani.

Mereka saling mencoba logat masing-masing. Setelah dirasanya fasih lalu mereka keluar dari kamar untuk mengetes penyamaran mereka berhasil atau tidak dengan menemui Bunda mereka yang pasti sudah hafal dengan kedua anaknya.

"Ryan, Rayn, sini kalian makan dulu. Cobain masakan baru Bunda."

Mereka pun duduk bersebelahan. Karena Ryan sudah lapar, akhirnya dia mengambil makanan terlebih dahulu. Apa Ryan lupa kalau dia sedang menyamar menjadi Rayn? Mana pernah Rayn mengambil makanan sebanyak itu. Rayn menyenggol lengan Ryan. Tersadar Ryan langsung memelankan aksinya. Rayn pun mengambil makanan. Sedikit banyak dari biasanya. Meski sebenarnya dia juga tidak habis dengan makanan yang lebih banyak itu.

Beberapa saat kemudian Ayahnya juga ikut bergabung denhan mereka.

"Bagaimana Rayn masakan Bunda? Enak kan?" tanya Andini.

Karena belum terbiasa Rayn yang menyamar menjadi Ryan menjawab pertanyaan mamanya. "Enak, Bun."

"Ryan?"

"Iya Bun. Enak," kata Ryan segera menjawabnya agar Bundanya tidak curiga. "Aku yang ditanya Bunda kok kamu yang jawab."

Andini hanya menggelengkan kepalanya. "Rayn, Ryan, kalian gak bisa membohongi Bunda dengan menukar penampilan kalian seperti ini. Bunda itu hafal karakter kalian masing-masing."

Eza pun tertawa melihat tingkah kedua putranya yang sudah beranjak dewasa. "Jangan main-main lagi. Kalian udah beranjak dewasa."

Seketika Rayn dan Ryan terdiam. Rupanya mereka memang tidak pandai berakting. Mereka segera menghabiskan makanan mereka lalu kembali ke kamar mereka.

Di dalam kamar mereka masih menyusun strategi agar tidak ketahuan lagi.

"Kalau di rumah kita gak usah tukar identitas. Cukup di sekolah aja," kata Ryan.

"Iya kamu benar. Besok aku ada PR Kimia." Rayn mengambil buku Kimianya.

"Gue kan gak bisa pelajaran Kimia. Gue kan jurusan IPS bagaimana gue bisa pelajaran IPA." Ryan mulai menggaruk kepalanya. Mengapa tak terpikirkan olehnya sebelumnya.

"Biar aku yang ngerjain PR nya. Nanti kalau pelajaran di sekolah kan baru awal semester pasti kamu bisa mengikuti."

"Lo tahu kan otak gue kayak gimana. Tapi gak papa deh gue akan coba jadi siswa teladan kayak lo."

Rayn melihat isi tas Ryan. Mengeluarkan beberapa buku yang masih saja bersih belum ada tulisan dan beberapa komik. Rayn tak habis pikir, bagaimana dia bisa naik kelas dengan cara sekolah yang kayak gini. "Kamu gak pernah ikut pelajaran? Kosong semua buku kamu."

Ryan tertawa lebar. "Lo kalau jadi gue, gak perlu susah-susah nyatet. Apalagi ngerjain PR. Cukup duduk di pojok paling belakang. Udah gitu terus tidur atau baca komik."

Rayn hanya menggelengkan kepalanya saat Ryan mulai menceritakan segala kebiasannya di sekolah. Benar-benar sangat berbeda dengan dirinya. Dan saat Rayn mulai menceritakan semua yang dilakukannya di sekolah, hampir-hampir Ryan memekik tak percaya.

"Gila lo! Bagaimana lo bisa hidup kayak gitu. Oke, gue pasti bisa dan gue pasti bakal buat pelajaran sama orang yang udah ngebully lo. Siapa namanya tadi, Diega. Dia akan gue buat bertekuk lutut sama lo."

"Jangan. Aku gak mau. Jangan sampai reputasi aku sebagai siswa teladan hilang."

Ryan menghela napas panjang lalu dia merebahkan badannya. Bagaimana bisa saudara kembarnya lebih mentingin reputasi dari pada membela dirinya sendiri.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!