"Tuh gadis culun lagi cari perhatian sama guru guru, sok pintar dan kepedean banget jadi anak. Miskin saja banyak tingkah." Belinda menatap sengit ke arah Maharani yang sedang mengerjakan tugas di depan kelas.
Maharani sosok murid yang cerdas, pendiam dan lebih suka menyendiri. Penampilannya terkesan berbeda dari gadis seumurannya yang sudah pandai memoles diri. Maharani yang lebih suka tampil apa adanya dengan rambut yang selalu di kuncir dua, dan kaca mata tebal yang menghiasi wajah ayunya. Sehingga hampir semua temannya menjuluki Maharani gadis culun dan kampungan.
Belinda yang begitu membenci Maharani, selalu saja mencari cara untuk mengerjai dan membuat Maharani tersiksa.
"Sudahlah biarkan saja, nanti istirahat kita kerjain dia lagi, gimana?" ujar Danil salah satu geng Belinda, yang selalu menamainya kumpulan anak anak orang kaya. Mereka terdiri dari Danil anak pengusaha garmen. Belinda, anak pengusaha restoran dan hotel. Thomas, anak dari salah satu anggota DPR.
Dan Haris Sadewa Altaf, anak bangsawan yang terkenal sangat kaya raya dengan begitu banyak bisnis orang tuanya.
Entah kenapa ke empat anak anak orang kaya itu begitu membenci Maharani, padahal Maharani sama sekali tidak pernah berbuat salah pada salah satu diantara mereka.
"Wah ide bagus, aku ada ide, sini!" sahut Thomas yang langsung membisikkan idenya untuk mengerjai Maharani saat jam pelajaran sekolah selesai.
"Ran, pulang sekolah mampir ke toko buku yuk!" ajak Amelia, satu satunya sahabat baik yang dimiliki Maharani di sekolah elit itu. Mereka juga tinggal satu kampung. Amelia dan Maharani bersahabat sejak mereka masih sekolah dasar.
"Boleh, aku minta ijin sama bundaku dulu ya, biar nanti beliau tidak cemas karena aku pulang telat." balas Maharani tersenyum cerah. Toko buku adalah satu satu tempat favoritnya.
"Ran, aku tunggu di parkiran ya, soalnya aku mau ke toilet dulu, sudah gak tahan!" Amelia berlari duluan, karena sudah tidak bisa menahan untuk buang air kecil. Maharani tersenyum geli menatap tingkah sahabatnya.
"Hay!" tiba tiba ada yang menepuk pundaknya, dan ternyata ada Haris cs yang sudah ada di belakangnya dengan wajah mengejek dan tatapan tak suka.
"Ada apa?
Apa kalian mau menggangguku lagi?
Aku merasa tidak pernah ikut campur apalagi mengganggu kesenangan kalian, tapi kenapa kalian suka sekali menggangguku?" Maharani mengeluarkan suaranya dengan sedikit bergetar, hatinya sedikit kalut, kehadiran Haris Cs membuatnya takut, karena mereka sudah sangat sering membuatnya tersiksa.
"Kamu memang gak punya salah apa apa.
Tapi kami gak suka lihat anak miskin sepertimu berada di sekolah ini, bikin kotor dan virus saja." sahut Belinda angkuh, dengan senyum menyeringai.
Maharani terdiam, tak lagi mau mendebat anak anak orang kaya yang memiliki kuasa di sekolah tempatnya menimba ilmu. Meskipun dadanya sesak oleh perlakuan mereka. Sekuat hati Maharani berusaha bertahan demi impiannya untuk mendapatkan beasiswa kuliah gratis. Agar bisa mengubah takdirnya dari kemiskinan.
Maharani mengambil ponsel miliknya yang di taruh di dalam loker. Dan saat Maharani hendak melangkah pergi, tiba tiba Danil menarik tangannya dan langsung menyeretnya menuju ke toilet.
Dengan kasar Danil mendorong tubuh Maharani masuk ke dalam toilet, dan rambutnya di Jambak oleh Belinda, bahkan tanpa tau salahnya apa, Thomas, Danil dan belinda menyiksa tubuhnya dengan brutal, lalu meninggalkan Maharani pingsan di dalam toilet.
"Rani kok belum keluar, kemana dia?" gumam Amelia yang matanya terus menyoroti arah pintu sekolah nya, namun Maharani tak kunjung muncul.
Perasaan Amelia mendadak cemas saat melihat Belinda dan gengnya keluar dengan wajah sumringah, tawa mereka terdengar lepas.
"Jangan jangan!
Ya Alloh, Maharani!" pekik Amelia yang langsung berlari memasuki area sekolahan, mencari sosok Maharani di setiap sudut, hingga nafasnya tersengal, namun Amelia tidak kunjung menemukan keberadaan Maharani.
"Rani! Rani!
Kamu dimana, Ran!" teriak Amelia dengan tangis yang hampir pecah, dirinya benar benar kalut dengan keadaan sahabatnya.
"Mel, ngapain kamu teriak teriak, emangnya Maharani kemana?" tegur Safa yang menatap heran pada Amelia yang kebingungan.
"Gak tau, Fa!
Aku sudah mencarinya kemana mana, tapi tidak menemukan Maharani. Aku takut Belinda dan teman temannya kembali melakukan hal jahat pada Maharani, kasihan Rani, Fa!" Amelia tak sanggup lagi menahan pedih di hatinya.
"Ayo kita cari lagi, aku juga menghawatirkan Maharani, semoga dia baik baik saja." Safa menarik tangan Amelia, menyusuri setiap lorong sekolah dengan wajah panik.
"Loh, kok kalian belum pada pulang, dan Amel, kamu nangis, ada apa?" Tiba tiba Bu Sandra, salah satu guru menegur Safa dan Amelia yang kebingungan.
"Kami sedang mencari Maharani Bu, dia menghilang.
Kami takut terjadi apa apa sama Maharani." sahut Safa dengan suara serak, akibat terus meneriaki nama Maharani.
"Kalau begitu kita cari sama sama, biar ibu hubungi pak Idrus untuk membantu mencari keberadaan Maharani." sahut Bu Sandra yang juga ikut cemas, lalu dengan cekatan menelpon salah satu satpam untuk membantu mencari Maharani.
"Dari tadi kita sudah muter muter, tapi belum memeriksa toilet belakang sekolahan. Ayok kita kesana!" ucap Amelia yang langsung berlari menuju toilet belakang sekolahan yang jarang di datangi murid murid.
Perasaan Amelia sudah tidak karuan, dadanya berdebar kencang, firasatnya benar benar tidak baik.
Dan benar saja, matanya menangkap tubuh lemah Maharani yang tergeletak di salah satu toilet dengan wajah penuh memar.
"Ya Alloh, Rani!" teriak Amelia histeris, Bu Sandra dan Safa yang mendengar jeritan panik Amelia langsung berlari dan mata mereka terbelalak melihat keadaan Maharani yang mengenaskan.
"Astagfirullah!
Pak Idrus tolong bantu kami angkat tubuh Maharani ke mobil saya. Ayo, cepat. Kita harus segera bawa Rani kerumah sakit, semoga dia baik baik saja." Semua panik dan berjalan sangat cepat menuju parkiran, Amelia yang terus terisak melihat tubuh tak berdaya sahabatnya.
"Kalian harus bertanggung jawab atas penderitaan Maharani, aku bersumpah akan memberi pelajaran untuk kalian semua." geram Amelia di dalam hatinya, yang mayakini kalau semua itu adalah perbuatan Belinda Cs.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
jangan lupa mampir juga di karya aku yang lain.
#Tekanan Dari Mantan Suami (Tamat)
#Cinta dalam ikatan Takdir (ongoing)
#Coretan pena Hawa (ongoing)
#Cinta suamiku untuk wanita lain (ongoing)
#Sekar Arumi (ongoing)
#Wanita kedua (Tamat)
#Kasih sayang yang salah (Tamat)
#Cinta berbalut Nafsu ( ongoing )
New karya :
#Karena warisan Anakku mati di tanganku
#Ayahku lebih memilih wanita Lain
#Saat Cinta Harus Memilih
#Menjadi Gundik Suami Sendiri
#Bidadari salju
Peluk sayang dari jauh, semoga kita senantiasa diberikan kesehatan dan keberkahan dalam setiap langkah yang kita jalani.
Haturnuhun sudah baca karya karya Hawa dan jangan lupa tinggalkan jejak dengan like, komentar dan love nya ya say ❤️
"Astagfirullah!
Pak Idrus tolong bantu kami angkat tubuh Maharani ke mobil saya. Ayo, cepat. Kita harus segera bawa Rani kerumah sakit, semoga dia baik baik saja." Semua panik dan berjalan sangat cepat menuju parkiran, Amelia yang terus terisak melihat tubuh tak berdaya sahabatnya.
"Kalian harus bertanggung jawab atas penderitaan Maharani, aku bersumpah akan memberi pelajaran untuk kalian semua." geram Amelia di dalam hatinya, yang meyakini kalau semua itu adalah perbuatan Belinda Cs.
"Amel, tolong kamu hubungi orang tua Maharani, kabarkan keadaan Maharani, ya!" Bu Sandra menepuk pelan bahu Amelia yang tergugu, ikut merasakan perih nasib sahabatnya.
"Iya, Bu!" Amelia merogoh ponselnya dan menghubungi ibunya Maharani. Dengan suara bergetar Amelia memberitahukan keadaan Maharani.
"Innalilahi, astagfirullah, ya Alloh Rani!" Bu Hananiah histeris mendengar kabar putrinya. Maharani adalah anak satu satunya.
"Ada apa Bu?
Kenapa kamu teriak teriak begitu, Rani kenapa?" tanya pak Danu, ayah Maharani yang baru saja pulang dari ladang.
"Sekarang kita ke rumah sakit, pak!
Rani di rawat di rumah sakit, katanya, Amelia menemukan Rani pingsan di toilet!" jelas Bu Hana dengan raut cemas dan air mata yang sudah mengeras, sangking khawatirnya.
"I-ya, Bu!
Bapak bersih bersih dulu sebentar, habis itu langsung kerumah sakit. Ya Alloh, ada apa ini?" Pak Danu juga tak kalah cemasnya.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
Pak Danu dan istrinya berjalan tergopoh-gopoh menuju ruangan Maharani. Bu Hana tak sanggup menahan tangisnya saat melihat keadaan putrinya, wajahnya banyak luka memar, bahkan tangan dan kakinya juga nampak luka sayatan.
"Astagfirullah, siapa yang tega lakukan ini pada Anakku?
Apa salahnya?
Amelia, ini perbuatan siapa, nduk?
Katakan!" Bu Hana terisak menatap sedih tidak buah lemah Maharani. Pak Danu hanya diam mematung, dadanya terasa sesak, kedua tangannya terkepal menahan emosi.
"Kenapa Rani bisa seperti ini, Bu guru?
Dimana tanggung jawab sekolah dan keamanan disana, kenapa putriku bisa babak belur seperti ini?" herdik pak Danu dingin menyoroti Bu Sandra yang bingung harus menjawab apa.
Karena itu memang kesalahan dari sekolah yang sudah lalai menjaga keamanan murid muridnya.
"Maafkan kami, pak!
Kami sudah lalai menjaga keamanan dan ketertiban di sekolah, sehingga bisa terjadi hal yang tidak di inginkan pada Maharani. Sungguh kami mohon maaf, dan biaya pengobatan akan kami tanggung sampai Maharani sembuh." sahut Bu Sandra dengan tubuh bergetar, takut menghadapi kemarahan pak Danu yang terlihat tidak terima.
"Apakah hanya cukup dengan membayar semua biaya semua bisa selesai?
Bagaimana jika anak saya mengalami trauma?
Apa pihak sekolah tidak punya itikad untuk memberi hukuman pada pihak pelaku?
Apa karena mereka semua anak orang kaya, sehingga kalian takut memberi hukuman, benar begitu, Bu?" tekan pak Danu dengan mata menatap tajam, tangannya terkepal dengan rahang mengeras.
"Maafkan kami!
Kami akan menyelidiki dan mencari pelakunya. Tolong beri kamu waktu!" balas Bu Sandra yang terlihat gentar dengan tatapan tajam dari pak Danu.
Pak Danu tersenyum sinis mendengar jawaban dari Bu guru, mereka pasti tidak akan pernah di adili, karena mereka adalah anak anak orang kaya.
"Amelia, kemari lah. Ikut bapak dan ceritakan seperti apa kejadiannya!" Pak Danu meminta Amelia untuk mengikutinya, keluar dari ruangan Maharani di rawat menuju salah satu bangku panjang yang ada di taman rumah sakit.
"Apa yang terjadi, nak?
Kenapa Maharani bisa seperti ini?" tanya pak Danu dengan suara bergetar, matanya sudah dipenuhi kabut.
Amelia menceritakan semuanya, dan mengungkapkan kecurigaannya pada Belinda Cs.
"Mereka anak anak yang tak tersentuh, akan sulit mencari keadilan di sekolah itu!
Setelah Maharani sembuh, bapak akan memindahkan dia di sekolah negri, itu juga tak kalah bagus dan lebih baik buat Maharani."
"Mungkin, Amelia juga akan ikut pindah. Amelia akan sekolah bersama Maharani. Insyaallah papa pasti setuju dan tidak keberatan." balas Amelia serius dan pak Danu menatap haru pada gadis yang begitu baik pada putrinya. Amelia meskipun anak orang kaya, tapi memiliki sifat baik dan sikap sopan santun, orang tuanya benar benar mendidiknya dengan sangat baik.
"Terimakasih Amel, kamu sudah begitu baik pada Maharani, bapak berhutang banyak kebaikan sama kamu, nak!"
"Maharani anak baik dan pintar, Amelia suka dan senang berteman dengannya, pak!
Jadi pak Danu tidak perlu berlebihan. Maharani teman terbaik buat saya. Mama papa juga menyayangi Maharani karena dia baik dan pintar."
"Masyaalloh, terimakasih, nak!"
"Kita lebih baik kembali ke ruang rawat, Rani, pak!
Siapa tau dia sudah sadar!"
"Baiklah, ayo!"
"Rani, kamu sudah sadar?
Alhamdulillah!" lirih Amelia yang menyeka sudut matanya saat melihat sahabatnya sudah sadar dari pingsannya.
"Amel, Safa! Terimakasih!" Maharani menatap sahabatnya sendu, terharu karena masih ada yang perduli dan mau berteman dengannya, padahal hampir seluruh temannya tidak menginginkan kehadirannya di kelas.
"Sama sama. Jangan mikir macam macam. Fokus sama kesehatan kamu. Kamu harus kuat, dan kita akan buktikan, kalau kita akan jadi yang terbaik diantara mereka yang sudah berbuat jahat sama kamu!" Amelia menggenggam erat jemari Rani, memberikan kekuatan dan semangat untuk sahabatnya.
"Jangan takut, Rani!
Aku dan Amel, akan berada di pihak kamu, dan jadi sahabatmu selamanya. Iya kan, Mel?" sambung Safa yang sedari tadi diam dengan mata yang sudah basah dengan air mata. Harinya ikut perih melihat keadaan Maharani.
"Iya, kita akan terus jadi sahabat, selamanya.
Cepat sembuh, kita akan buktikan sama sama kalau kamu lebih berharga dan lebih baik dari mereka, anak anak sombong yang cuma bisa berlindung dari kekuasaan orang tuanya." ucap Amelia yakin dan benci mengingat Belinda bersama geng nya.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
jangan lupa mampir juga di karya aku yang lain.
#Tekanan Dari Mantan Suami (Tamat)
#Cinta dalam ikatan Takdir (ongoing)
#Coretan pena Hawa (ongoing)
#Cinta suamiku untuk wanita lain (ongoing)
#Sekar Arumi (ongoing)
#Wanita kedua (Tamat)
#Kasih sayang yang salah (Tamat)
#Cinta berbalut Nafsu ( ongoing )
New karya :
#Karena warisan Anakku mati di tanganku
#Ayahku lebih memilih wanita Lain
#Saat Cinta Harus Memilih
#Menjadi Gundik Suami Sendiri
#Bidadari salju
Peluk sayang dari jauh, semoga kita senantiasa diberikan kesehatan dan keberkahan dalam setiap langkah yang kita jalani.
Haturnuhun sudah baca karya karya Hawa dan jangan lupa tinggalkan jejak dengan like, komentar dan love nya ya say ❤️
"Jangan takut, Rani!
Aku dan Amel, akan berada di pihak kamu, dan jadi sahabatmu selamanya. Iya kan, Mel?" sambung Safa yang sedari tadi diam dengan mata yang sudah basah dengan air mata. Harinya ikut perih melihat keadaan Maharani.
"Iya, kita akan terus jadi sahabat, selamanya.
Cepat sembuh, kita akan buktikan sama sama kalau kamu lebih berharga dan lebih baik dari mereka, anak anak sombong yang cuma bisa berlindung dari kekuasaan orang tuanya." ucap Amelia yakin dan benci mengingat Belinda bersama geng nya.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
Satu Minggu Maharani berada di rumah sakit, dan keadaannya sudah membaik. Hari ini dokter sudah mengijinkan pulang.
Amelia dan Safa sudah berada dirumah sakit untuk ikut menjemput Maharani.
Mereka pulang sekolah langsung menuju rumah sakit.
"Gimana Rani?
Sudah siap kembali ke rumah?" tanya Amelia dengan senyum manisnya.
"Ya jelas siaplah, Mel!
Siapa juga yang mau terus di rumah sakit, aneh!" sahut Safa mencebik kesal pada Amelia.
"Kalian ini, sudah aah bercandanya. Aku sudah kangen sama suasana rumah. Mau makan masakan bundaku. Iya kan bund?" Maharani ikut menimpali dengan senyuman bahagia, akhirnya dia bisa kembali kerumah dan keadaannya pun sudah berangsur pulih.
"Papaku sudah mengurus surat kepindahan kita, mulai hari Senin kita bisa masuk ke SMU negri satu kota. Dan kamu gak usah khawatir soal beasiswa kamu, RAN!
Papaku bilang, beasiswa kamu tetap akan turun saat kuliah nanti. Papaku sudah mengurusnya.
Kita akan sekolah dengan tenang tanpa gangguan anak anak setan itu lagi." ucap Amelia serius dan membuat Maharani dan orangtuanya terharu, Amelia dan keluarganya sudah banyak membantu dan perduli sama Maharani.
"Mel, makasih banyak ya!
Nanti kalau aku sudah benar benar sembuh, aku mau ketemu sama papa mama kamu, aku harus mengucapkan banyak terimakasih sama mereka, kalian sudah banyak membantuku. Terimakasih." Maharani tertunduk dengan air mata yang sudah mengalir di pipinya.
"Aah sudah dong sedihnya, kan kamu mau pulang. Tuhan sudah memberikan kebaikannya melalui orang tuaku, jadi tugas kita, harus belajar dengan giat agar mendapatkan nilai terbaik, hanya itu. Oke?" balas Amelia dengan senyuman hangat.
"Aku jadi iri sama kalian, kalau kalian pindah sekolah, aku sendirian dong. Sayang papa tidak mengijinkan aku pindah, karena nanggung sebentar lagi ujian." sahut Safa terlihat sedih.
"Kita masih bisa bertemu pas pulang sekolah, dan masih bisa mengerjakan tugas sekolah bareng. Jadi gak usah sedih gitu, kamu bagian mengawasi kelakuan geng setan itu, seperti apa mereka kalau Rani sudah tidak sekolah disana!" sahut amelia berapi api.
"Wah bener juga ya. Aku jadi penasaran sama mereka kalau Rani sudah tidak ada.
Apa mereka akan cari mangsa baru buat disiksa ya, kan mereka itu gak punya hati, otaknya juga sudah pada konslet, akibat terlalu banyak makan kecoak." sungut Safa yang diiringi tawa semua orang.
"Sudah, sudah!
Gak baik terus ngomongin kejelekan orang lain.
Biarkan Tuhan yang akan memberi balasan pada orang orang seperti mereka. Tidak selamanya uang dan tahta itu bikin bahagia.
Yuk pulang, keburu hujan." pak Danu ikut menimpali perbincangan anak dan teman temannya.
Tanpa banyak bicara, akhirnya Maharani pulang bersama teman dan keluarganya dengan perasaan lega.
Tanpa ada yang menyadari ada sepasang mata elang yang terus mengawasi mereka dari balik dinding lorong rumah sakit.
"Jangan senang dulu kamu Rani, meskipun kamu pindah ke sekolah baru. Aku tidak akan membiarkan kamu tenang dan nyaman disana.
Dengan pergi menjauh dariku justru akan membuatmu semakin tersiksa." Haris menatap benci ke arah Maharani yang tengah berjalan diantara sahabat dan orang tuanya.
Saat Haris sibuk dengan pikirannya untuk Maharani, tiba tiba ada tangan yang mendarat pelan di pundaknya.
"Papa?" Haris gelagapan saat menoleh ternyata pemilik tangan tersebut adalah papanya sendiri.
"Apa yang akan kamu lakukan lagi terhadap gadis malang itu?
Jangan kamu teruskan kelakuan bodoh kamu, karena kamu pasti akan menyesal suatu saat nanti.
Persiapkan dirimu, setelah selesai ujian, papa akan mengirimmu keluar negri. Belajarlah dengan sungguh sungguh, karena kamu satu satunya pewaris perusahaan papa!
Pulang dan jangan usik gadis itu!" tekan pak Altaf dingin, matanya menyorot tajam pada anak lelakinya.
Haris yang tak berani membantah ucapan papanya langsung pergi meninggalkan rumah sakit dengan langkah gontai.
Bayangan wajah Maharani terus membayangi otaknya, wajah ketakutan, sorot mata kebencian, dan bibir bergetar karena ketakutan. Membuat hati Haris di landa gelisah. Di balik kebencian tak beralasan Haris untuk Maharani, ada perasaan cinta yang tak bisa di jelaskan. Dan semua itu semakin menyiksa Haris dalam setiap tarikan nafasnya.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
"Hay, Ran!
Ayo berangkat!" teriak Amelia dibatas motornya, Amelia menjemput Maharani kerumahnya dan berangkat bersama dengan naik motornya.
Hari pertama masuk ke sekolah baru, membuat mereka berdua begitu bersemangat.
Mengawali hari baru dan suasana berbeda dari sekolah sebelumnya.
Maharani segera berlari menghampiri sahabatnya setelah berpamitan pada ibunya, sedangkan bapaknya sudah berada di ladang sejak pagi tadi, setelah sholat subuh.
"Gimana?
Enak ya sekolah disini, anak anaknya ramah, padahal kebanyakan mereka juga berasal dari keluarga kaya. Tapi mereka tidak pada sombong dan kejam.
Jujur aku lebih betah sekolah disini, nyaman saja gitu!" Amelia mengungkapkan perasaannya saat mereka tengah menikmati waktu istirahatnya di kantin sekolah.
"Iya, suasana yang lebih adem dan ramah. Alhamdulillah.
Semoga kita bisa lebih fokus untuk ujian yang sebentar lagi. Aku ingin kuliah di Jakarta. Lalu mendapatkan pekerjaan disana, di perusahaan besar milik GM, pasti gajinya sangat besar. Bismillah!" ujar Maharani dengan senyuman cerah di wajahnya yang cantik.
"Aamiin, semoga ya!
Aku juga mau kuliah di Jakarta, dan papa memintaku untuk meneruskan usahanya yang ada di Bandung. Semoga harapan dan impian kita terwujud dan kita bahagia!" sahut Amelia dengan binar bahagia.
☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️
jangan lupa mampir juga di karya aku yang lain.
#Tekanan Dari Mantan Suami (Tamat)
#Cinta dalam ikatan Takdir (ongoing)
#Coretan pena Hawa (ongoing)
#Cinta suamiku untuk wanita lain (ongoing)
#Sekar Arumi (ongoing)
#Wanita kedua (Tamat)
#Kasih sayang yang salah (Tamat)
#Cinta berbalut Nafsu ( ongoing )
New karya :
#Karena warisan Anakku mati di tanganku
#Ayahku lebih memilih wanita Lain
#Saat Cinta Harus Memilih
#Menjadi Gundik Suami Sendiri
#Bidadari salju
Peluk sayang dari jauh, semoga kita senantiasa diberikan kesehatan dan keberkahan dalam setiap langkah yang kita jalani.
Haturnuhun sudah baca karya karya Hawa dan jangan lupa tinggalkan jejak dengan like, komentar dan love nya ya say ❤️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!