Hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh seorang wanita yang berusia 25 tahun, dia adalah Tamara Labiba wanita yang akan melangsungkan pernikahan dengan Demian Galih, setelah mereka berpacaran selama 4 setengah tahun, akhirnya pasangan kekasih itu tepat hari ini akan terikat dalam janji suci.
Tamara, atau lebih akrab dipanggil Ara. Terlihat wanita itu sedang menatap dirinya sendiri dari pantulan cermin. Dan tepat di belakang wanita itu ada seorang wanita yang kiranya berusia 50 tahun.
"Semoga, ini pernikahan kamu yang pertama dan terakhir," kata Kinanti, sang ibu tiri yang sudah menganggap Ara sebagai putri kandungnya sendiri. "Demian laki-laki yang sangat baik, dan kamu juga sangat baik jadi kalian cocok, semoga hanya kain berwarna putih menjadi pemisah kalian," sambung Kinanti yang berdoa secara bersungguh-sungguh.
Ara hanya bisa mengangguk sambil mengelus tangan wanita yang saat ini sedang memegang pundaknya. "Ibu, terima kasih, karena ibu sudah mendoakan aku." Wajah Ara saat ini terlihat begitu berseri-seri. Menandakan kalau wanita itu benar-benar sangat bahagia.
"Mama Tami, kamu ada di luar sekarang, dan katanya dia mau ketemu sama kamu," ucap Kinanti yang memberitahu Ara tentang ibu kandung wanita itu.
Pada saat itu juga senyum di bibir Ara malah menjadi memudar. "Mau apa Mama datang kesini, Bu?" tanya Ara yang heran. Karena setelah belasan tahun Tami meninggalkan Ara dan sang ayah kini, ibu kandung Ara itu baru kali ini datang menemui dirinya. "Suruh Mama pulang saja." Ara malah meminta Kinanti untuk menyuruh ibu kandungnya itu pulang. "Kenapa dia baru datang? Selama 15 tahun ini kemana saja dia? Dan kenapa dia malah tega meninggalkan aku waktu aku baru berumur 10 tahun? Kenapa Mama sejahat dan setega itu padaku?" Mata Ara yang tadi memancarkan kebahagian kini dengan sekejap mata berubah menjadi sendu. Hanya karena ia tahu Tami, ibu kandungnya datang di hari bahagianya saat ini.
"Tamara, kamu waktu itu belum cukup mengerti Nak, tentang apa yang membuat papa dan mamamu bisa bercerai." Kinanti, wanita yang selama ini merawat serta mengurus Ara akan berusaha untuk memberikan pengertian pada anak tirinya itu. Supaya Ara tidak semakin beranggapan buruk dengan Tami. "Sekarang ibu mau keluar dulu, karena mama kamu mau masuk." Sesaat setelah mengatakan itu Kinanti langsung saja menuju pintu keluar. Karena ia ingin memberikan waktu untuk ibu dan anak yang sudah lama terpisah itu.
*
"Maafkan Mama," ucap Tami berulang-ulang kali. Sambil mengusap air mata yang dari tadi membanjiri kedua bola mata wanita yang telah melahirkan Ara ke dunia ini.
"Bukankah Mama sudah bahagia dengan keluarga baru Mama. Jadi, untuk apa Mama menemui anak buangan ini," kata Ara yang terlihat membuang pandangan, dan sepertinya wanita itu sangat enggan sekali menatap sang ibu. "Pergi saja dari sini, karena kehadiran Mama bukannya membuatku senang. Tapi malah membuat luka lama yang berusaha aku obati kembali teriris lagi." Rupanya Ara benar-benar tidak mau memaafkan sang ibu.
"Tamara, anak Mama … Mama benar-benar minta maaf." Tami ingin meraih tangan putrinya itu, namun Ara malah menepis tangan sang ibu. "Nanti, jika sudah waktunya maka, kamu pasti akan tahu semuanya, Ara."
"Tahu tentang, kalau Mama meninggalkan Papa karena Mama lebih milih om Burhan begitu?" Saat Ara bertanya seperti itu, air mata gadis itu lolos begitu saja karena bayangan Tami pergi bersama laki-laki yang bernama Burhan terngiang-ngiang di pelupuk mata wanita itu. "Sudahlah Ma, jangan datang lagi kesini, karena kedatangan Mama membuatku menjadi mengingat kejadian 15 tahun yang lalu."
***
Melihat Tami yang keluar dari kamar Ara, kinanti bergegas ingin masuk ke kamar anak tirinya itu. Karena acara pernikahan Ara dan Demian akan dimulai tinggal beberapa menit lagi. Namun, saat wanita itu akan memegang gagang pintu. Suara Tami membuat langkah kakinya terhenti.
"Terima kasih, karena kau telah membuat Tamara berhasil membenciku. Dan terima kasih juga untuk kau yang telah merawat serta membesarkan putriku," ucap Tami dengan sudut bibir yang terlihat sedikit terangkat. "Lambat laun, semua kebenaran akan terungkap. Dan pada saat itu juga Tamara akan menjadi membencimu," sambung Tami.
"Mbak Tami, yang lalu biarlah berlalu, jangan ungkit yang du–"
"Bu, acara akan segera dimulai," potong Liana, anak kandung Kinanti. Gadis yang kira-kira umurnya 18 tahun itu terlihat langsung saja melengos ketika ia melihat Tami yang sedang berdiri tidak jauh dari sang ibu. "Kata papa, Ibu di suruh untuk membawa kak Ara ke bawah, karena di sana kak Demian juga sudah datang." Setelah mengatakan itu Liana langsung saja pergi begitu saja. Karena ternyata gadis itu tidak menyukai Tami, sebab ia berpikir kalau Tami berniat ingin menghancurkan rumah tangga sang ibu dan ayah tirinya.
"Katakan pada papamu kalau Ibu akan segera ke bawah," timpal Kinanti sebelum Liana benar-benar pergi. "Mbak Tami, kalau begitu, aku pamit mau masuk ke kamar Ara dulu. Mengingat sebentar lagi acara akan segera dimulai." Kinanti lalu masuk begitu saja setelah mengatakan itu semua.
"Cih, dua wanita yang sangat menjijikkan, suatu hari nanti kebenaran akan segera terungkap," gumam Tami pelan. Sambil melangkahkan kakinya untuk pergi dari sana.
***
Setelah mengucapkan kalimat ijab qobul dengan sangat lancar kini, Demian berhasil mempersunting Ara sebagai istrinya. Dan sekarang pasangan suami istri itu terlihat sedang berdiri di atas pelaminan.
"Akhirnya, kamu sudah sah menjadi istriku, Ara," kata Demian yang terlihat menggenggam jari-jemari sang istri. "Aku berharap, semoga pernikahan kita langgeng dan tidak akan ada yang menjadi benalu di dalam rumah tangga kita." Demian, laki-laki yang sangat tulus dalam mencintai Ara. Meskipun ia berasal dari keluarga yang berada. Namun, Demian memilih untuk membangun perusahaan sendiri yang berdiri di bidang properti.
"Mas," kata Ara memanggil Demian.
"Iya, Sayang, ada apa?" Demian menatap sang istri dengan tatapan yang sama, yaitu tatapan sayang.
Ara menatap lurus ke depan dan menunjuk Tami yang sedang duduk bersama Burhan di kursi tamu paling ujung. "Suruh saja, wanita dan laki-laki itu pergi dari sini, karena melihat mereka di sini membuatku menjadi mengingat kenangan pahit di masa lampau."
Demian menggeleng tanda tidak setuju. "Sayang, tidak baik mengatakan itu kepada mama dan papa tiri kamu. Cobalah untuk menerima semua kenyataan ini, jangan malah terus-terusan menumpuk rasa benci di hatimu, karena yang rugi itu diri kamu sendiri Sayang." Demian mengelus punggung tangan sang istri. "Memaafkan maka hatimu akan terasa damai."
Setelah acara selesai terlihat Ara dan Demian akan masuk ke dalam kamar pengantin mereka. Namun, saat Ara sudah memegang gagang pintu tiba-tiba saja Liana, sang adik tiri malah menghentikan langkah kaki pasangan suami istri itu.
"Liana ada apa?" tanya Ara yang selalu bersikap beramah tamah pada sang adik tiri. Meskipun Liana sampai detik ini tidak bisa menerima Ara sebagai kakak tirinya. Karena gadis itu berpikir kalau kasih sayang Kinanti lebih besar ke pada Ara ketimbang kepada dirinya yang anak kandung. "Liana ada apa? Kenapa kamu malah diam saja?"
Liana bukannya menjawab, tapi gadis itu malah menatap Demian dari bawah sampai atas. Karena entah mengapa Liana malah menaruh rasa pada Demian, sang kakak ipar sejak satu tahun belakangan ini.
"Nggak jadi!" jawab Liana ketus sambil berlalu pergi. Dengan membawa perasaan yang benar-benar tidak rela melihat Ara dan Demian malam ini akan melakukan malam pertama.
"Pokoknya, malam ini Demian harus tidur bersamamu bukan malah bersama Tamara, wanita yang selalu saja lebih unggul daripada diriku. Ini saatnya aku harus menjalankan rencana yang sudah jauh-jauh hari aku susun rapi," gumam Liana membatin. Sambil mengelus senyum tipis dan terus saja melangkahkan kaki untuk pergi dari sana.
Sedangkan Demian merasa heran di saat ia melihat Liana yang sampai sekarang tidak pernah bersikap baik dengan Ara.
"Sudahlah Mas, sekarang lebih baik kita masuk saja, jangan pikirkan Liana karena anak itu memang begitu," ucap Ara yang mengerti arti tatapan heran sang suami.
"Kamu benar Sayang, ayo kita masuk saja. Karena ini adalah malam yang sudah lama kita tunggu-tunggu." Demian lalu terlihat memeluk pinggang Ara. "Gas atau kita tunggu larut malam dulu?" tanya Demian sambil mengedipkan mata.
Ara yang malu mencubit lengan Demian pelan. "Mas, apaan sih, kalau mau sekarang ya sekarang saja. Ngapain tunggu sampai larut malam segala." Pipi Ara bersemu merah tatkala ia menimpali sang suami dengan mengatakan itu.
"Aku takut ada yang mendengar kita," bisik Demian di telinga Ara. "Mengingat kamarmu tidak kedap suara," sambung laki-laki itu, yang ternyata saat ini memutuskan untuk menginap di rumah kedua orang tua Ara dulu untuk beberapa hari saja. Dan tentu saja ini atas permintaan sang istri namun siapa sangka gara-gara keputusan ini. Malah akan membawa petaka bagi pasangan suami istri itu.
"Ayo kita masuk saja, Mas." Terdengar suara Ara yang mengajak Demian untuk masuk ke dalam kamar pengantin mereka.
Demian tidak menjawab namun laki-laki itu malah terlihat menggendong tubuh sang istri untuk segera masuk ke dalam.
***
"Mas tunggu sebentar dulu di sini ya," kata Ara saat ia sudah menggunakan piyama.
"Mau kemana?" tanya Demian dengan dahi yang mengkerut.
"Mas, aku mau ambil air minum sebentar di dapur, karena air yang selalu aku sediakan di sini sudah habis."
"Baiklah, kalau begitu jangan lama-lama."
Sesaat setelah Demian mengatakan itu, Ara langsung keluar dari kamar itu begitu saja. Namun, detik berikutnya suara pintu terdengar di ketuk dari arah luar membuat Demian merasa heran sebab ia pikir itu adalah sang istri.
"Ara, kenapa pakai acara ketuk pintu segala?" tanya Demian di dalam benaknya. Karena saat ini ia juga berpikir kalau Ara sangat cepat kembali padahal Ara baru saja pergi beberapa detik saja. "Ah, ini mungkin akal-akalan Ara saja," kata Demian yang kemudian mematikan lampu di kamar itu. Dan dengan segera membuka pintu untuk seseorang yang ia pikir adalah sang istri. Akan tetapi, saat laki-laki itu sudah membuka pintu ia malah dengan cepat bersembunyi di belakang pintu itu karena ia berniat malam ini akan menjadikan malam yang sangat istimewa sehingga ia juga ingin memberikan kejutan kepada Ara.
"Masuklah Sayang, jangan diam saja," kata Demian sambil terus saja bersembunyi.
Tidak lama terlihat bayangan seorang wanita yang masuk ke dalam kamar yang gelap itu dan dengan segera menutup pintu kamar tersebut.
Ara merasakan jantungnya berdegup kencang tatkala ia akan membuka pintu kamarnya, karena bayangan sang suami yang menunggunya di atas ranjang membuat pipinya tiba-tiba menjadi bersemu merah.
"Inilah malam, yang aku tunggu-tunggu di mana aku akan memberikan Mas Demian segalanya yang ada pada diriku, mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki," gumam Ara sambil memegang gagang pintu. "Semoga saja, malam ini Mas Demian tidak akan kecewa," sambung Ara yang kini sudah membuka pintu kamarnya. Namun, ia merasa heran sebab lampu pada kamarnya mati, ditambah dengan suara de sa han yang bersahut-sahutan membuat Ara yang memegang segelas air di tangannya gemetaran hebat.
Sehingga membuat Ara yang penasaran dengan cepat mencari tombol lampu dan dengan cepat menekannya. Saat lampu itu menyala Ara malah melihat pemandangan yang sama sekali tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Gelas yang ia pegang langsung terjatuh ke lantai dan pecah.
"Mas Demian, Liana, apa yang kalian berdua lakukan?!" tanya Tamara dengan bibir yang bergetar dan tungkai kaki wanita itu yang terasa sangat lemas. Tatkala kedua bola mata wanita itu melihat sang suami dan adiknya sedang ber cum bu mesra di atas ranjang pengantinnya.
Demian yang melihat sang istri berdiri di ambang pintu dengan cepat turun dari ranjang. Dan menggunakan handuk untuk menutupi tubuhnya yang bertelanjang bulat.
"Ara, lalu siapa yang bersamaku saat ini?" Demian langsung menoleh dan melihat Liana yang sudah tersenyum puas di atas ranjang itu. "Liana, kenapa kamu bisa ada di sini? Bukankah yang tadi itu Ara?"
Liana dengan santainya malah kembali menutupi tubuhnya yang juga tadi polos tanpa ada benang sehelaipun. Gadis yang sudah tidak perawan itu lagi tidak mau menjawab pertanyaan Demian. Ia lebih memilih untuk diam saja sebab apa yang ia inginkan sudah terwujud, yaitu membuat malam pertama sang kakak tiri berantakan seperti saat ini.
"Kalian berdua sangat menjijikkan!" teriak Ara dan terlihat wanita itu langsung pergi dari sana. Membawa rasa sesak di da danya sebab ia tidak pernah membayangkan malam pertama dengan sang suami malah akan menjadi seperti ini.
"Ara, Sayang, kamu salah paham," ucap Demian yang mengejar Ara. Namun, baru saja ia sampai di ambang pintu ia baru mengingat kalau saat ini ia hanya menggunakan handuk. Dan tidak mungkin akan mengejar sang istri dalam keadaannya yang begini. Sehingga ia memutuskan untuk kembali karena ia ingin memakai bajunya yang berserakan di mana-mana.
***
Kecewa, marah, dan kesal bercampur jadi satu. Di saat Ara mengingat apa yang tadi ia lihat.
"Kenapa harus terjadi padaku? Kenapa Tuhan?" Ara mendongak menatap langit yang cahayanya rembulannya malam ini sangat bersinar. "Liana, kenapa dia tega melakukan ini padaku?" Di saat Ara terus saja berbicara pada dirinya sendiri. Sosok laki-laki bertubuh kekar memberikan sapu tangan pada Ara.
"Hapus air matamu, karena air matamu itu sangat berharga," kata laki-laki itu sambil duduk di sebelah Ara. "Jangan buang-buang air matamu lagi," sambung laki-laki itu, yang ternyata adalah Bara, laki-laki yang sudah sejak lama mengagum Ara dalam diam.
"Bara," panggil Ara tatkala dua netra wanita itu menatap laki-laki itu.
"Iya, ini aku Bara, laki-laki yang akan selalu ada buat kamu," timpal Bara. Yang memang benar selama ini Bara selalu ada untuk Ara meskipun wanita itu hanya menganggapnya sebagai teman tidak lebih. "Jangan, tangisi hal yang tidak penting."
Mendengar itu Ara langsung melotot sempurna. "Apa yang kau katakan Bara? Bisa-bisanya kau menyuruhku untuk tidak menangisi apa yang telah terjadi padaku ini. Dan kenapa kau malah mengatakan ini tidak penting? Apa kau tahu? Suamiku dan adikku malah melakukan itu di malam ...." Ara tidak sanggup melanjutkan kalimatnya. Dan suara isak tangis wanita itu mulai terdengar sangat memilukan.
Bara yang sebenarnya tidak tahu apa yang sudah terjadi hanya bisa menenangkan wanita itu. Wanita yang benar-benar telah menganggap dirinya sebagai teman. Namun, Bara menganggap Ara sebagai kekasih halusinasinya saja. Karena hanya dengan cara begitu semangat Bara untuk tetap bertahan hidup kembali berkobar-kobar. Mengingat saat ini Bara hanya tinggal sendiri setelah kedua orang tuanya memilih untuk berpisah dan mencari jalan masing-masing.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!