NovelToon NovelToon

Lepaskan Aku, Tuan Muda!

Membayar Kontrakan

Bunyi ayam berkokok sudah bertalu-talu tetapi Gea masih saja meringkuk di bawah selimutnya. Ia merasa pagi cepat sekali datang. Padahal pagi ini gerimis turun dengan sedikit lebat hingga membuat tidurnya semakin nyenyak. Merasa di puk-puk oleh kasur dan dibelai oleh selimut tentu saja membuat Gea bermalas-malasan untuk beraktivitas pagi.

Gadis yang berusia 22 tahun ini memiliki jadwal kuliah pagi tetapi dia merasa malas untuk berangkat. Apalagi dosennya terkena killer semakin menambah rasa kemalasan Gea saja.

Tidak berapa lama terdengar suara pintu kamarnya diketuk oleh seseorang yang sangat yakin jika itu adalah ibunya.

"Gea, bangun, ini sudah siang," kata ibunya dari luar kamar. Gea pun memicingkan matanya sebelah. Baru saja ia akan bermimpi indah malah sudah digagalkan oleh teriakan ibunya.

"Iya deh, Bu, lima menit lagi!" teriaknya dari kamar. Gea masih belum mau melepas selimutnya.

Sementara itu di luar rumah ada dua orang yang mengenakan pakaian hitam seperti seorang depkolektor mendatangi tempat kediaman Gea dan ibunya serta seorang anak yang masih berusia sekitar 7 tahun merupakan adik Gea satu-satunya.

"Permisi." Mendengar suara itu ibunya Gea langsung membuka pintu dan menyambut kedua tamunya dengan ramah meski dia tahu maksud kedatangan kedua orang ini adalah untuk menagih uang kontrakan yang sudah terlambat sekitar satu bulan yang lalu.

"Bu Ranti, apakah Anda tahu jika hari ini adalah hari di mana Anda harus membayar kontrakan ini?" tanya salah seorang dari mereka dengan nada yang datar.

Bu Ranti, ibu Gea memang sudah tahu jika kontrakannya terlambat dan sekarang harus membayar double tetapi masalahnya saat ini dia tidak memegang uang sepeserpun bahkan untuk uang jajan anak bungsunya saja dia tidak punya.

"Iya Tuan, saya tahu tetapi saya saat ini memang belum memiliki uang." Bu Ranti menundukkan kepala. Dia tahu jika juragan kontrakan di depannya ini sebentar lagi pasti akan marah dan mengeluarkan perkataan keras gelegar petir.

"Apa katamu?!" Nada bicara lelaki itu mulai berubah yang tadinya datar sekarang agak menanjak sedikit.

"Iya, tapi saya berjanji akan membayar secepatnya." Buru-buru Bu Ranti pun menimpali lagi kalimat lelaki itu agar tidak jadi marah.

"Ini sudah alasan yang berapa kali kau buat, Ranti?" Hati Ranti semakin bergetar. Gea mendengar ada suara ribut-ribut di depan. Dia langsung mengemas selimutnya dan mencari suara itu. Masih dengan muka bantalnya, Gea membuka pintu kamar dan melihat siapa tamu yang berkunjung ke rumahnya di pagi buta seperti ini.

"Ada apa, Bu?" tanya Gea memandang ibunya tengah ketakutan. Dia juga melihat ada dua orang pria sedang berdiri di depan pintu.

"Bapak-bapak ini ada apa, pagi sekali sudah datang kemari?? Mau kawinin ibu saya?" Sontak saja Bu Ranti menyenggol tangan anak perempuan tertuanya sambil matanya melotot. Bu Ranti memang sudah menjanda sejak Gea berusia belasan tahun lalu. Bapak berumur 50 an tahun pemilik kontrakan itu sepertinya tidak tertarik dengan ucapan Gea.

"Heh, kamu pikir ibumu seleraku?"

"Ya siapa tahu, Bapak 'kan janda ibu saya duda," cerocos Gea tanpa bersalah. Ia nyengir memperlihatkan barisan giginya yang rapi.

"Heh!" Jantung Gea seakan copot dari dadanya. Lelaki itu membentak Gea dengan suara menggelegar. Tentu saja Gea langsung membungkam mulutnya.

"Jadi Bapak mau nagih biaya kontrakan kita?" Lelaki itu mengangguk.

"Gak jadi kawin sama ibu saya, siapa tahu Bapak tertarik dan menyukai Ibu saya, jadi saya bisa ngontrak disini gratis, heheh." Lelaki itu melengos. Bu Ranti semakin geram dengan tingkah anaknya. Bisa-bisa dia menawarkan ibunya sebagai jaminan. Sungguh anak setengah laknat!

"Hus, kamu bicara apa?" Bu Ranti berbicara dengan nada lirih takut jika si pemilik kontrakan mengamuk.

"Ya siapa tahu jodoh, Bu." Bu Ranti mencubit pelan lengan Gea hingga dia meringis.

"Oke deh, kasih waktu kita seminggu lagi, Pak." Sang juragan itu melotot dan Gea malah mengedipkan matanya agar syaratnya berhasil.

"Oke, saya masih berbaik hati, jika sampai seminggu lagi kalian tidak bayar, angkat kaki dari sini!" Gea menahan nafas. Agaknya pemilik kontrakan itu agak beda dari yang lain, biasanya emak-emak yang suka judes malah ini kebalikannya. Sulit sekali di lobi.

Sepeninggalan kedua pria itu, Gea langsung duduk termenung. Tentu saja dia merasa sedih bukan karena juragan kontrakan itu menolak permintaannya untuk menikahi sang ibu tetapi dia memikirkan bagaimana cara mendapatkan uang sebanyak 5 juta dalam satu minggu.

"Gea, kamu ini beneran minta tinggal waktu satu minggu?" Ibunya pun langsung duduk di samping Gea.

"Ya gimana lagi, Bu, daripada kita nanti diusir dari sini." Gea menunduk lesu. Bu nanti tidak habis pikir jika anak sulungnya akan bertindak sedemikian rupa.

"Ibu tidak usah khawatir, aku pasti akan cari kerja setelah ini."

"Nggak usah biar Ibu saja, kamu fokus ke kuliah biar cepat selesai." Sebagai anak sulung dia tidak mungkin hanya berpangku tangan padahal kondisi keuangan keluarganya sedang hancur. Apalagi seminggu yang akan datang pasti juragan kontrakan itu akan mendatangi rumah mereka dan dia tidak mau jika terusir dari sana karena dia juga belum memiliki tempat tinggal yang tetap.

Dengan langkah gontai akhirnya dia pun berangkat ke kampus. Jam kuliah akan dimulai sekitar setengah jam lagi artinya masih ada waktu untuk Gea melakukan hal yang lain.

Dia duduk termenung di atas bangku dekat pohon beringin yang memberikan kerindangan di kala siang ini. Gea terus berpikir bagaimana caranya agar bisa mendapatkan uang sebanyak 5 juta dalam seminggu. Jual diri? Itu hal yang pertama dia pikirkan, sebab bukan rahasia umum lagi jika dia berani melakukan hal itu jangankan dalam seminggu dalam tiga hari pun 5 juta pasti di tangan.

"Nggak mau, nggak mau, aku nggak boleh seperti itu," kata Gea menggelengkan kepala. Dia tidak habis pikir bagaimana bisa memperoleh pikiran negatif seperti itu.

Jam kuliah pun dimulai, Gea mengikuti dengan setengah hati bahkan banyak sekali pelajaran yang diberikan kepada dosen tidak ada yang nyantol di otaknya. Terang saja pikirannya memang hanya uang untuk saat ini.

Sekitar 2 jam kemudian kuliah pun selesai. Gea langsung menghambur begitu saja keluar. Rencananya dia akan mencari pekerjaan hari ini tetapi di mana dan kapan itu yang belum ditemukan jawabannya.

Gea keluar kampus dan menyusuri trotoar sambil melihat-lihat jika ada lowongan pekerjaan. Kebetulan saat dia sedang melamun dia menemukan sebuah pamflet yang berisikan membutuhkan tenaga kerja sebagai seorang pelayan. Dia membacanya dan merasa tertarik dengan gaji yang ditawarkan. Gea mencoba menghubungi nomor telepon yang tertera.

Mendapatkan Pekerjaan

Gea berniat mendatangi kantor agen penyalur kerja tersebut. Setelah menunggu cukup lama datanglah seorang perempuan yang diperkirakan usianya sekitar 40 tahunan duduk di meja kerjanya.

"Kamu yang bernama Gea?"

"Iya, saya sendiri, Bu." Dia pun menjawab dengan sopan sambil menganggukkan kepala. Kepala agen itu meniti pandangannya dari ujung kuku hingga ujung rambut Gea.

"Kamu beneran berminat ingin bekerja sebagai pelayan?"

"Asal pelayan yang halal-halal saja saya berminat." Seperti biasa nada bicara Gea memang terkadang terkesan sangat santai tapi sebenarnya dia sedang serius.

"Maksudnya tidak halal?"

"Ya, anu itu, jadi pelayan sugar daddy," jawab Gea sambil tersenyum kecil.

"Kamu ini ada-ada saja, kebetulan tadi pagi ada seseorang yang telepon dia membutuhkan asisten rumah tangga di rumah." Gea pun merasa tidak keberatan jika harus bekerja sebagai asisten rumah tangga tetapi masalahnya di sini dia harus meminta DP terlebih dahulu agar bisa melunasi uang kontrakannya sebelum jatuh tempo yang telah disepakati beberapa waktu lalu.

"Maaf sebelumnya saya boleh bertanya, Bu?" Gea harus meminta izin terlebih dahulu karena dia takut jika ternyata tidak diijinkan bertanya.

"Silahkan saja, apa yang ingin kamu tanyakan pada saya?"

"Boleh tidak sebelum kerja saya minta DP 5 juta." Kepala agen itu langsung mendengarkan percakapan Gea yang dirasa mengada-ada. Mana mungkin orang belum bekerja mah sudah meminta bayaran apalagi 5 juta rupiah itu bukan nilai yang sedikit.

"Kamu sudah gila?"

"Tidak, saya masih waras tapi saya memang membutuhkan pekerjaan ini." Gea pun tak mau kalah menjawab.

"Saya berjanji akan bekerja dengan sesungguhnya jika saya boleh meminta DP terlebih dahulu karena menyangkut nyawa seseorang." Gea mengacungkan jarinya hingga membentuk huruf v.

"Nyawa siapa yang terancam?"

"Bukan hanya nyawa ini juga menyangkut tentang harkat dan martabat warga saya jika sampai diusir dari kontrakan mau ditaruh mana adik dan ibu saya."

"Kamu tanya saya?" Gea menggeleng.

"Tidak, saya hanya berkeluh kesah siapa tahu anda bisa memenuhi permintaan saya."

Sebenarnya kepala agen sedikit tidak mempercayai ucapan Gea tetapi dia berusaha untuk mendapatkan seorang pelayan hari ini juga karena di rumah tuan besar itu sedang memerlukan pelayan.

"Oke, saya akan pinjamin kamu uang 5 juta tetapi setelah gajian kamu harus kembalikan semuanya pada saya." Mendapatkan angin segar seperti itu seakan membuat gaya langsung ingin berteriak dan memeluk kepala agen tersebut tetapi untungnya dia sadar diri cepat-cepat ia pun mengangguk dan mengucapkan banyak-banyak terima kasih.

"Benarkah?" Kepala agen itupun mengangguk.

Singkat cerita, Gea akan berangkat ke tempat majikannya. Hari ini dia sengaja berangkat pagi menuju ke kantor agen sebelum bekerja di tempat majikan barunya. Tidak ada yang menyangka jika g adalah seorang mahasiswa teladan di kampusnya.

"Ingat kamu harus mentaati semua aturan di rumah Tuanmu."

"Siap." Dengan hati bergetar dia pun diantar agen penyalur hingga di dalam rumah.

Ruangan yang begitu megah bagi seorang Gea. Sofa berjajar rapi dialasi dengan karpet permadani yang sangat indah membuat Gea semakin kagum dengan ruangan tersebut apalagi dekorasinya berbagai macam pernik entah dia sendiri belum tahu dari mana asal benda-benda tersebut tapi yang jelas kelihatan begitu mahal.

"Sebelum melakukan apa tugas kamu silakan membawa koper ini ke belakang diantar oleh Bibi disini." Gea mengangguk menuruti majikan barunya.

Sungguh ini merupakan rumah mewah yang pernah Gea lihat. Seperti saat dia menonton sinetron yang melakukan shooting di sebuah rumah mewah bercat putih dan memiliki pilar 2 di depannya. Seperti itulah kira-kira gambaran rumah majikan Gea saat ini, yang membuatnya lebih bersyukur lagi dia bisa mendapatkan pinjaman 5 juta secara cuma-cuma dari kepala agen. Dia berjanji akan bekerja sungguh-sungguh setelah ini.

Sebelum bekerja Gea dijelaskan oleh seniornya bagaimana cara kerja di rumah itu. Tugasnya memang tidak begitu sulit, hanyalah menyiapkan sarapan pagi untuk keluarga tersebut dan tentu saja menunggu tuannya bernama Zidane pulang dari kantornya. Jadi disini bisa dikatakan Gea menjadi pelayan pribadi untuk tuan Zidane.

"Bagaimana apa kamu sudah paham?" tanya sang senior.

"Iya, saya paham semua," kata Gea masa bahagia bisa diberi kesempatan bekerja di sini.

"Apakah Tuan Zidane sudah memiliki istri?"

"Hush, bukan ranahmu untuk membahas kehidupan pribadi Tuan Zidane, yang penting kamu melayaninya dengan baik dan dibayar itu sudah cukup." Senior itu menegur Gea agar tidak menanyakan apapun tentang pribadi Tuan Zidane.

"Maaf, aku tidak akan mengulanginya lagi."

Jam berdentang menunjukkan sekitar pukul 7.00 malam, artinya keluarga itu bersiap-siap untuk melaksanakan makan malam yang sudah menjadi rutinitas bersama. Gea dengan cekatan mempersiapkan segala keperluan yang dibutuhkan oleh para tuannya. Bagi mereka yang siang hanya sibuk tentu momen makan malam adalah momen kebersamaan keluarga yang sayang sekali jika dilewatkan. Mereka akan bercerita tentang apa saja yang dilaluinya sepanjang hari ini.

"Ingat Gea, kamu harus tahan kantuk jangan sampai Tuan marah karena kamu mengantuk."

Suara klakson mobil berbunyi di garasi rumah itu. Seorang tuan muda dengan mengenakan kemeja warna krem, berperawakan menawan, hidung mancung dan kulit kuning langsat turun dari mobil mewah berwarna hitam.

"Tuan, Anda sudah ditunggu keluarga makan malam di dalam." Itu adalah Tuan Zidane.

"Baiklah, aku akan ke sana." Tuan muda itu pun melepas kacamatanya.

Dia berjalan dengan pelan menuju ke ruang makan. Gea melihat Tuan Zidane berjalan, seketika jantungnya seakan berhenti berdetak melihat ketampanan Tuan Zidan yang paripurna. Namun sebagai pelayan, Gea pun mengikuti arahan dari para seniornya yaitu bila tuan mereka datang maka diwajibkan untuk menundukkan kepala.

"Selamat malam, Ma, Pa." Tuan Zidane langsung mengecup pipi mama dan papanya dengan hangat.

"Hai, kamu masih sering pulang terlambat seperti ini?" Tuan Zidane pun menaikkan alisnya.

"Ma, lihatlah ini baru jam 7.00 artinya Zidane pulang terlalu sore." Gea semakin terkesima melihat tuan mudanya tersenyum menampilkan lesung pipi yang menawan.

"Kamu kebiasaan, sampai Mama pulang tadi saja kamu tidak menjemput Mama."

"Maafkan Zidane, tetapi Zidane tadi menandatangani kontrak besar jadi Zidan mohon maaf harap maklum." Kembali Tuan Zidane mengecup pipi namanya sebelah kanan dan kiri bergantian.

Makan malam keluarga itu pun selesai sekitar pukul 09.00 malam. Gea dan beberapa temannya langsung sigap merapikan seluruh sisa makanan yang disantap oleh tuannya. Hari ini Ghea merasa pekerjaannya masih sangat ringan, dia pun bersyukur memiliki teman kerja yang begitu baik dan pengertian terhadapnya. Namun ada sesuatu yang membuat hatinya bergetar saat ini, yaitu Tuan Zidane, mungkinkah dia jatuh cinta pada pandangan pertama? Gea terus melamunkan hal itu hingga tak sadar jika ada orang yang mendekatinya.

Tuan Zidane

"Kamu masih baru ya di sini?" tanya seseorang berdiri di belakang Gea. Langsung saja meletakkan piring yang hendak dicuci, untung tidak pecah karena dia kaget sedang asyik berkelana melamun malah ada orang bertanya tanpa basa-basi terlebih dahulu.

"Astaga, iya saya memang baru datang tadi siang," ucap Gea tanpa menoleh siapakah orang itu dia hanya melihat bayangannya saja.

"Aku minta tolong, buatkan kopi susu dibawa ke kamar." Mendengar suaranya itu dia sepertinya yakin jika yang sedang berbicara dengannya adalah tuan muda Zidane.

"Baik, akan saya buatkan," tutur Gea lembut sambil menunduk. Tuan muda itu pun memasukkan tangannya ke dalam kantong celana.

Tuan Zidane langsung kembali berjalan ke kamarnya untuk meneruskan pekerjaan yang masih terbengkalai akibat makan malam dengan kedua orang tuanya tadi.

Gea membalikkan cangkir dan mengisi kopi serta menambahkan krimer kemudian baru memanaskan air agar cepat mendidih.

Suasana di dapur hanya tinggal Gea seorang saja sedang yang lainnya sudah beristirahat. Sesungguhnya Gea belum tahu di mana kamar Tuan Zidane. Namun ia berusaha mengetuk pintu kamar tersebut, semoga saja itu benar kamar Tuan Zidane.

"Permisi, Tuan," kata Gea dari luar kamar sambil membawa nampan berisikan kopi dengan krimer yang manis.

"Masuk." Untung saja dia tidak salah kamar, walaupun baru bertemu sore ini tetapi suara Tuan Zidane sangat mudah untuk dihafalkan. Gea mendorong pintunya sedikit kemudian badannya seluruhnya masuk ke kamar dan meletakkan kopi itu di dekat meja kerja Tuan Zidane.

Rupanya Tuan Zidane sudah tidak sabar ingin menikmati kopi yang dibuat oleh Gea. Dia langsung menyeruput kopi yang masih mengebul tersebut. Melihat hal itu, Gea pun menjadi ketakutan bila Tuan Zidane akan murka karena memang kopinya masih panas.

"Maaf Tuan, apakah kopinya sudah dingin?" Tentu saja pertanyaan konyol keluar dari mulut Gea membuat Tuan Zidane merasa heran dia pun mengerutkan keningnya.

"Bukannya kopi itu lebih nikmat jika diminum saat panas seperti ini?" Tuan Zidan malah bertanya balik. Dia bingung mau menjawab bagaimana tetapi dia memang belum pernah melayani membuatkan kopi baik itu ayahnya maupun orang lain, jadi wajar jika Gea belum tahu minum kopi yang benar itu seperti apa.

"Saya tidak tahu, Tuan." Dia menunduk malu.

"Kamu jangan berbohong bila tidak tahu sesuatu tentang kopi bagaimana bisa meracik minuman seenak ini?" Tentu saja kia tercengang bagaimana bisa enak wong dia cuma ngawur memasukkan kopi dan creamer asal saja.

"Maksudnya gimana ya, Tuan?" Ini bukan berlagak bodoh tetapi memang dia belum tahu bagaimana selera Tuan Zidane dan dia tadi hanya mengiyakan permintaan majikannya.

"Apakah kamu pikir aku percaya jika kamu belum pernah membuat kopi tetapi meracikkan kopimu sangat mantap seperti ini siapa yang mengajari?"

"Saya hanya menggunakan ilmu ngawur saja," jawab Gea sedikit tersenyum.

Tuan Zidane pun menggelengkan kepala kemudian meminta gaya untuk keluar dari kamarnya dengan isyarat menggunakan kedua jari tangannya. Gea mengangguk dan segera keluar dari kamar tuanya tidak lupa dia menutup pintu kembali.

Setelah itu dia langsung meletakkan nampan di tempatnya kemudian beranjak ke tempat tidurnya di belakang dapur. Sesampainya di sana dicegat beberapa temannya yang sudah mengantri seperti wartawan yang ingin mewawancarai seseorang.

"Kalian kenapa, Mbak?" tanya Gea kepada seniornya. Apalagi melihat mereka berjumlah tiga orang yang merupakan asisten rumah tangga di rumah ini berdiri berjajar memenuhi pintu.

"Gea, kamu selamat, ya."

"Ya, selamat, emangnya kenapa kalau tidak selamat?" Dia malah bingung dengan pertanyaan dari salah satu rekannya itu.

"Tuan Zidan tidak marah denganmu?" tanya si perempuan yang paling mudah diantara ketiganya mungkin seumuran dengan Gea.

"Tidak, bahkan dia memberikan pujian kalau kopiku enak." Dia memberikan keterangan yang sesungguhnya.

"Selamat kamu, Gea, selamat," ucap orang yang tadi menyalami Gea seolah seperti memenangkan sebuah perlombaan. Mereka bertiga pun langsung memeluk gaya dengan erat.

"Ini maksudnya apa?" tanya Gea tidak bisa melepas pelukan ketika rekannya itu karena terlalu keras.

"Itu artinya kamu diperbolehkan kerja di sini."

"Heh??"

"Malah hah, heh, iya tandanya kamu mulai besok sudah bekerja di sini." Pernyataan semakin tidak masuk akal.

"Bukannya saya tadi juga sudah bekerja?" Gea masih mengheran dengan pernyataan ketiga rekannya.

"Aku beneran bingung, kalian ini ada apa?"

"Artinya kamu diterima bekerja beneran. Gadis yang itu kamu memang dipanggil dari agen ke sini tetapi terkadang memang Tuan Zidane tidak begitu tertarik dengan pelayannya maksudnya dia suka dengan kinerja pelayannya gitu." Senior Gea paling tua pun menjelaskan demikian.

"Oh, gitu." Gea menganggukkan kepala paham.

*

Seperti hari kemarin, sekarang Gea bangun jam 05.30 langsung membersihkan diri dan bersiap untuk masuk dapur. Di rumah ini memiliki empat pelayan yang 2 tugasnya bagian membersihkan rumah yang kedua lainnya bagian konsumsi atau di dapur termasuk Gea.

"Ingat ya Gea kalau masak di sini tidak boleh pakai micin." Gea mengangguk dengan ucapan seniornya meski dia tahu bahwa memasak tanpa micin rasanya hambar seperti hidup tanpa cinta.

Gea pun membantu memotong sayuran dan memasak sop untuk sarapan pagi ini.

"Kamu baca saja kopi plus creamer untuk Tuan Zidane." Sebagai junior yang baik dia hanya menuruti apa perkataan dari seniornya.

"Ingat resepnya seperti yang kamu buat tadi malam karena Tuan Zidane suka." Gea terdiam sungguh tadi malam dia lupa ukurannya berapa.

Sarapan pagi di rumah keluarga Zidane pun segera dimulai. Gea keluar membawakan minuman yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu. Jumlah anggota keluarga di rumah ini sekitar 4 orang.

"Selamat pagi semuanya," sapa Nyonya rumah sembari duduk di meja dekat dengan kepala keluarga. Di sana sudah ada tuan, tuan muda Zidan dan adiknya. Gea bisa melihat keakraban di antara mereka.

Penampilan Tuan Zidane pagi ini memang sangat mempesona. Mengenakan kemeja berwarna hitam dan dilinting hingga siku dan rambutnya yang ditata rapi dengan produk pomade mewah tentunya, tidak lupa sepertinya Tuan Zidane mengaplikasikan skin care untuk wajahnya. Terlihat dia sangat fresh dan bersih. Beberapa kali Gea mencuri pandang kepada majikannya itu.

"Andaikan saja dia bisa digapai." Begitu batin Gea sambil meletakkan makanan di meja.

Setelah tugasnya selesai Gea langsung kembali ke dapur untuk melaksanakan pekerjaan yang lain. Tuan Zidane hendak berangkat ke kantornya.

"Gea, tolong siapkan bekalku ya." Gea mengangguk senang. Dia mengambil wadah untuk bekal sambil tersenyum.

"Gea, kamu kenapa senyum-senyum begitu?" tegur seniornya.

"Nggak, Mbak, siapa yang senyum, orang gatel ini bibir." Gea menolak, namun begitulah alasan Gea agar tidak malu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!