"Dasar wanita ja_lang!!"
Salah seorang wanita yang tidak diketahui Jasmine berteriak kencang seraya melempari kepala wanita malang itu dengan sebuah kaleng soda yang baru dibuka sehingga isi dari kaleng tersebut membasahi rambut pirang milik Jasmine, membuat rambutnya menjadi kotor dan lengket setengah mati.
Terang saja Jasmine tidak dapat melawan dengan melempar balik atau memarahi wanita aneh itu karena pandangan publik terhadapnya hanya akan semakin jelek dan buruk saja, sehingga Jasmine hanya dapat menghela napas panjang.
Marshel yang sedari tadi berada di sebelahnya sebagai seorang bodyguard terang saja langsung menoleh, mencari wanita aneh yang melempari sang artis dengan kaleng soda, guna memberi wanita aneh itu sebuah peringatan.
Sayang sekali, tentu saja, Mashel tidak dapat menemukan wanita itu, hingga pada akhirnya satu-satunya hal yang dapat dilakukan Marshel adalah membawa Jasmine ke dalam mobil secepat mungkin, lantas membantu wanita malang itu mengeringkan rambutnya.
"Maaf karena tidak bisa menjagamu dengan baik, nona muda." Marshel menundukkan kepalanya, merasa bersalah karena tidak bisa menjaga nonanya itu dengan baik.
"Sudahlah, itu bukan masalah yang besar, Marshel, toh konflik ini saja sudah cukup membuatku merasa pusing setengah mati, sebenarnya, mengingat betapa menyebalkannya para wartawan dan pihak pers breng_sek itu." Jasmine menyahut ucapan Marshel dengan nada yang sedikit merendah di akhir itu, memperlihatkan betapa kesalnya wanita tersebut.
Entah mengapa, tanpa bisa Jasmine tahan sama sekali, kekesalannya kala itu meledak begitu saja di dalam mobil pribadi yang hanya diisi oleh seorang supir, Marshel dan tentu saja Jasmine pada saat itu akibat apa yang telah terjadi.
"Maksudku, yang benar saja!" Jasmine mendecakkan lidah penuh rasa kesal. "Aku bahkan tidak melakukan apa-apa dengan Amon kala itu di bar, tetapi bisa-bisanya secara tiba-tiba saja muncul rumor bahwa aku menggoda dan bercumbu dengan Amon! Aku bahkan berada di meja yang berbeda dengan si sial_an itu!"
Sang supir yang mengamati semua kejadian tersebut dari kaca spion yang mengarah ke bagian belakang mobil hanya dapat menghela napas, tampaknya sang nona mudanya ini merupakan seorang gadis dengan temperamen ekstra tinggi.
"Nona muda, tenanglah, saya rasa itu hanya satu dari sekian banyak pesaing anda yang juga membenci anda." Simon sang supir tampak berusaha meredakan amarah Jasmine dengan ucapan bernada teduh miliknya itu. "Lagipula, menurut saya, ini kan bukan kali pertama anda mengalami hal seperti ini."
"Aku tahu, aku tahu, tetapi ini kan benar-benar bukan urusanku sama sekali kalau hubungan rumah tangga antara Amon dengan istrinya itu menjadi retak karena orang ketiga!" Jasmine mencerca, seraya menatap kesal ke arah Simon yang sepertinya tidak mampu mengubah suasana hatinya yang sudah terlebih dahulu menjadi buruk itu.
Marshel yang melihat semua hal tersebut terang saja hanya dapat terdiam, toh dirinya sebenarnya tidak memiliki andil apa-apa sama sekali di dalam apa yang sedang terjadi pada saat itu, mengingat bahwa dirinya hanya merupakan seorang bodyguard yang disewa Jasmine untuk menjaga wanita tersebut.
Toh pun, jika sudah begini memangnya Marshel bisa apa? Berkata bahwa Jasmine tidak melakukan hal-hal yang sekiranya terjadi di dalam konflik tersebut? Apa hak Marshel? Tentu saja Marshel tidak dapat berbuat banyak selain melindungi Jasmine sebisa mungkin.
"Maaf tidak bisa menenangkan suasana hatimu yang sedang memburuk dan tidak bisa menjagamu dengan baik, nona muda, saya hanya sedang turut memikirkan konflik eksternal yang sedang terjadi pada anda, itu saja," jelas Marshel seraya menatap lurus jalanan kota Florida yang cukup lenggang kala itu.
Jasmine menghela napas panjang setelah mendengar penjelasan yang diberikan oleh Marshel kepada dirinya. Entahlah, entah mengapa penjelasan itu terasa sedikit tidak masuk akal bagi Jasmine, hanya saja memangnya wanita itu bisa berbuat apa? Memaksa Marshel yang tidak memiliki ekspresi itu untuk berkata jujur? Yang benar saja, tidak akan bisa semudah itu.
"Ya sudah lah, kalau begini akhirnya aku tidak akan mau datang ke bar itu untuk menghadiri acara ulang tahun Melody." Jasmine menggerutu pelan, seraya menghempaskan punggungnya ke sandaran mobil, lantas memejamkan matanya untuk setidaknya beristirahat selama beberapa saat di perjalanan.
Ketika Jasmine sampai di kediamannya di salah satu wilayah di Florida, tanpa peduli apapun lagi, wanita yang memiliki wajah cantik yang terlihat memiliki mata yang memiliki warna biru terang itu langsung melenggang, masuk ke dalam kamar tidurnya lantas melemparkan tubuh ke atas kasur, benar-benar tanpa mengganti pakaiannya sama sekali.
"Haah, aku lelah sekali …." Jasmine menggumam seraya memeluk bantal putih yang entah mengapa terasa demikian empuk pada saat ini, menyamankan tubuh yang terasa demikian lelah setelah apa yang telah terjadi sepanjang hari ini.
Mulai dari menghadiri konfrensi pers, menjawab panggilan dari program televisi sejenis talkshow yang malah menjatuhkan harga dirinya itu, hingga menghadiri jumpa fans yang ternyata bercampur dengan haters dari wanita malang tersebut.
Entahlah, selain fisiknya yang terasa lelah setengah mati, terutama kakinya yang terasa keram setengah mati akibat perjalanannya hari ini, mental milik Jasmine juga seolah semakin diuji dengan masalah yang ada, belum lagi masalah bullying yang mulai diterimanya dari berbagai penjuru, baik dari masyarakat awam hingga pers yang selalu saja menulis berita yang tidak-tidak hanya demi uang.
Jasmine menghela napas panjang, berusaha keras nyaris mati-matian untuk tidak merasa stress setengah mati atas konflik yang terjadi, yang di mana konflik itu entah mengapa terasa seperti fitnah alih-alih konflik yang sesungguhnya. Menggelikan dan menjijikkan, mengingat ini bukan kali pertama bagi Jasmine di mana wanita itu terjebak masalah seperti ini.
Bagi Jasmine yang sudah cukup lama berkecimpung di dunia entertainment ini, hal semacam ini memang merupakan sesuatu yang cukup lumrah terjadi, tetapi bukan berarti sesuatu yang demikian ditunggu-tunggu oleh banyak artis seperti dirinya.
Justru hal-hal semacam ini ialah sesuatu yang demikian, mati-matian, dihindari oleh setidaknya sembilan puluh sembilan persen artis karena konflik semacam ini dapat menghancurkan karir mereka nyaris secepat tiupan angin pada sebuah bulu.
Wanita cantik yang memiliki rambut yang memiliki warna kuning nyaris putih yang terlihat memiliki wajah kaukasia itu sendiri bahkan setengah mati membenci konflik semacam ini, karena selain dapat menghancurkan karir yang telah dibangunnya dengan cepat, dapat pula berubah menjadi sesuatu yang teramat merepotkan untuk diurus oleh siapapun.
"Dasar Amon dan para anggota pers sial_an, membuatku tidak bisa merasa sedikit lebih tenang bahkan bila hanya dalam satu hari saja." Jasmine menatap malas pada cermin yang berada di sisi tempat tidurnya itu, seolah merasa malas untuk memikirkan masalah yang sedang terjadi.
Pada pagi berikutnya, Jasmine terbangun dengan perasaan yang tidak nyaman, seolah-olah wanita tersebut merasa ada sesuatu yang tengah mengawasinya entah dari mana.
Perasaan tidak nyaman yang dirasakannya itu seolah semakin kuat saja dan seperti berasal dari salah satu boneka yang diberikan oleh fansnya itu. Jasmine meneguk liur, menatap ke arah sebuah boneka beruang yang bertengger manis di atas rak koleksi boneka miliknya, yang di mana mata boneka tersebut terasa sedang mengawasi gerak-gerik Jasmine pada saat itu.
Entahlah, sejak hidup sebagai seorang artis di dunia entertainment yang demikian kejamnya, sisi waspada yang dimiliki oleh Jasmine seolah meningkat seiring waktu berlalu, di mana Jasmine semakin sering merasa bahwa ada seseorang yang sedang mengawasinya nyaris di segala tempat, terutama setelah konflik aneh tersebut terjadi.
Tanpa mau membuang waktu barang sedetik saja, Jasmine langsung bangkit dari tempat tidurnya lantas mengambil boneka beruang tersebut, meneliti apakah memang ada sesuatu di mata beruang itu, atau memang hanya sebatas perasaan sang artis semata.
Dan benar saja, memang ada sesuatu yang terlihat berkedip di dalam mata beruang itu, seperti ada sebuah cahaya kamera kecil di sana, membuat Jasmine semakin merasa tidak aman di rumahnya sendiri.
"Marshel!!" Jasmine menjerit, tanpa berbasa-basi langsung memanggil sang bodyguard untuk menyelesaikan masalahnya dengan si boneka aneh yang ada di kamarnya itu.
Tentu saja Marshel langsung datang ketika panggilan tersebut dikeluarkan oleh Jasmine, di mana lelaki berbadan kekar itu langsung masuk ke kamar sang nona muda tanpa mengetuk sama sekali. "Ada apa, nona muda?" Marshel bertanya dengan nada datar, seraya menatap ke arah Jasmine berikut dengan bonekanya itu.
Mengikuti arah lirikan Jasmine, Mashel yang cukup pintar lantas mengerti apa yang sedang ingin diberitahukan oleh sang artis. Terang saja, Mashel langsung mengambil boneka di tangan Jasmine, meletakkannya di atas meja, lantas merobek boneka beruang tersebut dengan sebuah pisau kecil.
Benar saja, sesuai dugaan Jasmine di awal, dan prediksi Marshel ketika melihat Jasmine yang terlihat sedikit ketakutan saat memegang boneka itu, memang ada sebuah kamera super kecil yang diletakkan di mata boneka tersebut, berikut dengan sebuah kartu memori yang terselip di antara gulungan dakron yang digunakan sebagai pengisi boneka itu.
"Kamera … dan kartu memori, entah mengapa saya curiga bahwa ada orang dalam juga, nona muda." Marshel mengerinyitkan dahinya seraya memegang kamera yang masih menempel dengan kartu memorinya itu. "Sepertinya orang ini berencana untuk merekam semua kegiatan anda, lantas menyebarkannya di forum-forum internet."
Jasmine menaikkan sebelah alis penuh rasa heran. "Lantas jika demikian maksudmu, mengapa mereka meletakkannya bersama kartu memori alih-alih hanya kamera saja yang langsung tersambung dengan perangkat mereka? Tidak masuk akal."
Mendengar pertanyaan berdasarkan logika yang diberikan oleh Jasmine, Marshel hanya bisa menggedikkan bahunya acuh tak acuh. "Antara mereka juga ingin menyusupkan seseorang untuk mengambil kartu memori ini karena perangkat mereka tidak cukup memadai, atau memang hanya karena bodoh saja."
"Aku rasa lebih masuk akal alasan yang kedua, mereka hanya bodoh." Wanita itu mengangguk-anggukkan kepalanya santai. "Kalau begitu hancurkan saja, untuk apa kita menyimpan ini? Hanya orang bodoh yang melakukannya dengan cara ini," ejek Jasmine acuh tak acuh.
Marshel hanya mengangguk, tidak banyak bicara karena sadar bahwa sudah tidak ada lagi alasannya untuk berbicara dengan sang nona muda. Lelaki yang satu itu lantas mengambil boneka yang sudah hancur itu, berikut dengan kamera super kecil dan kartu memori yang menempel di kamera tersebut, kemudian membawa boneka dan kamera itu keluar dari kamar Jasmine.
Jasmine menghela napas setelah Marshel menutup pintu, entahlah, Jasmine sendiri benar-benar tidak habis pikir, mengapa ada orang yang saking tidak ada kerjaannya, mau-mau saja melakukan hal konyol itu terhadap selebriti yang mereka sukai atau benci. Lagi-lagi dunia entertainment terasa sangat kejam sekaligus konyol.
Suasana hati Jasmine terang saja memburuk setelah insiden kamera konyol itu, membuat wanita yang memiliki wajah kaukasia itu sendiri merasa tidak ingin melakukan apapun selain kembali tidur untuk memulihkan suasana hatinya yang buruk.
Jasmine lantas melangkahkan kakinya ke kamar mandi, tentu saja untuk mandi dan menenangkan pikiran yang sudah sempat sedikit kacau. Toh, dirinya sudah tidak bisa kembali tidur karena memang sudah terlanjur terbangun sedang tidak memiliki agenda kegiatan di pagi hari.
Setelah sedikit demi sedikit melepas pakaian yang dikenakannya kemarin malam, Jasmine lantas menceburkan dirinya ke dalam jacuzzi berair hangat yang sudah terlebih dahulu disiapkan oleh pelayannya.
Jacuzzi air hangat di pagi hari, camilan kecil yang juga disediakan untuk menaikkan suasana hati beserta segelas anggur merah ekslusif seharusnya bisa saja menaikkan suasana hati Jasmine kala itu, tetapi sepertinya kali ini tidak seberhasil biasanya.
Entahlah, bagi Jasmine yang sedang ditimpa masalah yang tidak besar tetapi menyebalkan setengah mati, jacuzzi air hangat pun tidak terlalu bisa menyenangkan hatinya saat itu. Ya, Jasmine masih memikirkan kelanjutan masalahnya dengan sang aktor lelaki, Amon.
Bagi Jasmine, Amon itu tidak lebih dan tidak kurang hanya merupakan rekan kerjanya di dunia entertainment, dan tentu saja wanita yang satu itu tidak memiliki hubungan lebih dengan Amon yang sudah menikah dengan Jessica atau siapapun itu yang menjadi istrinya, pun tidak pernah terpikir untuk menjalin hubungan dengan lelaki aneh tersebut.
Namun bagaimana bisa pihak pers menyimpulkan dan menyudutkannya sebagai salah satu dari sekian banyak faktor yang menjadi penyebab atas keretakan hubungan antara Amon dengan istrinya itu hanya karena sebuah insiden yang bahkan tidak diketahui Jasmine di bar saat mereka merayakan ulang tahun Melody?
Tidak pers, tidak Amon, dua-duanya sama saja, menurut Jasmine, sama-sama menyusahkan serta super menyebalkan setengah mati.
"Haah …." Jasmine menghela napas panjang saat merasakan betapa hangatnya air yang berada di jacuzzi-nya itu, seolah mampu untuk menaikkan suasana hatinya barang sedikit saja, juga menenangkan pikirannya yang sedikit kacau. "Relax, Jasmine, semuanya akan baik-baik saja," bisik wanita itu terhadap dirinya sendiri.
"Semuanya akan berlalu dan masalah internal semacam ini tidak akan terjadi lagi …." Jasmine menyesap sedikit anggur merah yang sudah tersedia di kamar mandinya itu seraya menatap ke arah kota Florida yang terlihat demikian tenang di pagi hari itu. "Ah … nyamannya, setidaknya pagi ini aku bisa bersantai dulu tanpa melakukan apa-apa."
Jasmine memasang sebuah senyum kecil ketika menyadari bahwa paginya kali ini bisa jauh lebih santai dibandingkan paginya yang biasa, super sibuk hingga tidak sempat sarapan sedikitpun.
Setelah puas berendam seperti tidak ada hari besok, Jasmine lantas kembali berpakaian dan keluar dari kamarnya, melihat ke arah Marshel yang sedang berdiri tepat di sisi kiri pintu kamar dengan badan yang tegap seolah memang sedang siap bekerja.
"Marshel, aku tidak memiliki agenda apapun, kan, pagi ini?" Jasmine bertanya seraya menyeka debu tak terlihat yang berada di sekitar bahu sempitnya itu.
Dalam diam, Marshel hanya menggeleng, seolah memberitahu bahwa memang sedang tidak ada jadwal di pagi hari, sehingga Jasmine dapat bersantai sejenak sekaligus beristirahat di tengah kepenatannya sebagai seorang artis dengan nama yang cukup besar di Amerika.
"Baguslah kalau tidak ada, aku mau bersantai sebentar sembari sarapan dan menonton acara televisi konyol." Jasmine lantas melenggang menuju dapur, mengambil semangkuk greek yoghurt beserta topingnya yang sudah disediakan oleh Anna, sang pelayan muda. "Terima kasih sudah menyiapkan greek yoghurt untuk sarapan pagiku, Anna."
"Sudah merupakan tugas saya, nona muda." Anna menyahut seraya membungkukkan badannya sedikit, memberi penghormatan kecil kepada sang nona muda yang memiliki kesabaran setipis tissue.
Jasmine hanya berdeham santai menanggapi hal itu, lalu melangkahkan kaki jenjangnya di atas kayu parkit ekstra mewah yang melapisi hampir seluruh bagian dari apartemen kelas griya tawang miliknya itu menuju ke sofa berwarna hitam yang terlihat demikian elegan dan empuk, kemudian duduk di sana sesantai mungkin.
"Ah, nyamannya."
Jasmine kemudian menyalakan televisi dan menonton acara konyol di sana seraya memakan sarapannya dalam diam, menikmati waktu santainya yang terasa demikian sedikit, hingga rasanya sangat-sangat berharga untuk dilewatkan begitu saja.
Ketika Jasmine sedang sibuk menikmati waktu santainya seraya memakan sarapan, Marshel yang sedari tadi berada di sisi sang nona muda tersebut secara tiba-tiba saja menyingkir ke sisi lain apartemen, karena ponsel lelaki tersebut berbunyi tanpa ijin. Panggilan telepon, tentu saja.
"Apa? Konferensi pers?" Marshel bertanya seraya menatap ke luar jendela apartemen. "Mengapa tiba-tiba sekali?" Lelaki itu bertanya lagi seraya memastikan jawaban macam apa yang didapatkannya dari awak pers, yang kemudian harus ia sampaikan kepada Jasmine.
Marshel terdengar terdiam sejenak, menunggu penjelasan yang akan diberikan lawan bicaranya kala itu, sebelum akhirnya menyetujui hal tersebut dan akan segera menyampaikan perihal konferensi pers itu kepada Jasmine saat itu juga, tepat setelah mematikan panggilan telepon.
Lelaki yang satu itu menghela napas panjang. "Nona muda, maaf mengganggu waktu santai anda pada saat ini, tetapi wartawan dari televisi lokal hendak mengadakan konferensi pers atas konflik internal yang sedang terjadi."
"Apa?" Jasmine langsung meletakkan mangkuk greek yoghurt miliknya, lantas menolehkan kepalanya, menatap sang bodyguard dengan tatapan tidak suka. "Yang benar saja, Marshel! Di pagi hari seperti ini? Secara tiba-tiba, pula?" Jasmine bertanya dengan nada yang sedikit meninggi.
Secara mau tidak mau, tentu saja Marshel harus menjawab pertanyaan tersebut. "Ya, pihak pers sepertinya menemukan beberapa temuan baru mengenai konflik yang sedang terjadi, sehingga sepertinya mereka merasa harus untuk memanggil dan mengundang anda ke konferensi pers."
"Pers sial_an," geram Jasmine seraya mengeratkan rahangnya, sebelum memutuskan untuk pergi ke kamar guna mengganti pakaiannya. "Panggil Simon untuk mengantarku ke stasiun televisi, cepat! Aku mau menyelesaikan ini dengan cepat agar aku bisa kembali menikmati waktu santaiku yang hanya sedikit ini!" perintah Jasmine sebelum menutup pintu kamar.
Terang saja Marshel langsung melakukan perintah itu, lelaki yang memiliki tubuh yang tinggi dan kekar serta rambut cokelat dan mata hijau itu tentu saja tidak mau bertengkar dengan sang nona muda yang suasana hatinya sedang memburuk akibat waktu santai yang diganggu begitu saja.
Marshel langsung menelepon Simon untuk menjemput mereka berdua, kemudian meminta Anna untuk menyiapkan beberapa hal yang sekiranya akan dibutuhkan oleh Jasmine ketika wanita cantik yang memiliki rambut yang memiliki warna kuning nyaris putih yang terlihat memiliki wajah mungil tersebut sedang akan melakukan konferensi pers di hadapan puluhan wartawan yang demikian menyebalkannya itu.
"Nona muda, Simon sedang dalam perjalanan dan semua hal yang anda butuhkan juga sudah saya dan Anna siapkan untuk anda." Marshel berkata dengan wajah dan nada datar seraya menyerahkan sebuah tas bermerk Gucci ke tangan Jasmine yang baru saja keluar dari kamar.
Jasmine hanya menanggapi perkataan tersebut dengan sebuah dengkusan kecil, kekesalannya tentu saja tidak akan berkurang hanya karena Marshel mengambil inisiatif untuk menyiapkan barang-barangnya kala itu.
Wanita tersebut terlihat mengenakan kemeja putih polos yang berukuran sangat besar, dipadukan dengan celana high-waist yang membuat Jasmine terlihat sangat ramping sekaligus tinggi. Wajahnya pun hanya dipulas make-up sederhana, agar sentimen masyarakat awam terhadapnya tidak semakin buruk saja ketika melihat Jasmine mengenakan make-up super menor.
Ya, bisa saja mereka akan membuat berita baru di mana Jasmine berlaku seperti seorang ***_*** murahan di dalamnya hanya karena make-up tebal yang digunakan oleh sang artis pada saat itu.
"Aku sudah siap." Jasmine menghela napas, menahan kesal yang sepertinya akan meledak sebentar lagi karena masalah yang sedang terjadi dan pihak pers yang seperti sekumpulan besar mahluk tak berotak juga tak berhati, setidaknya menurut Jasmine, karena selalu saja menganggu waktu santai wanita yang satu itu.
Marshel lagi-lagi hanya menganggukkan kepalanya pelan, wajah lelaki itu pun tetap terlihat datar seolah tidak ada perasaan ataupun sesuatu yang sedang dipikirkannya. "Baik nona muda, Simon juga sudah menunggu anda di lobby apartemen bersama mobil anda yang tidak lupa dipanaskan olehnya."
"Ingatkan aku untuk tidak termakan emosi oleh kata-kata atau pertanyaan dari para awak pers yang sangat-sangat menyebalkan itu." Jasmine kembali berkata seraya keluar dari pintu apartemennya sendiri, diikuti Marshel yang berjalan di sisinya seperti seekor anjing yang teramat setia pada tuannya itu.
Marshel kembali mengangguk. "Baik, nona muda."
Ketika kedua insan berlainan jenis kelamin tersebut sudah sampai di lantai dasar apartemen tempat tinggal Jasmine, Simon yang sedang bermain ponsel langsung mendongakkan kepalanya untuk menatap ke arah lift, bangkit lantas memasang sebuah senyum kecil hanya agar terlihat ramah kepada sang nona muda yang sedang kesal itu.
"Tidak biasanya anda sudah bepergian sepagi ini diluar agenda harian anda." Simon berkata, mencoba mencairkan suasana yang terasa sangat menekan dan menyebalkan.
Melihat perubahan mikro pada ekspresi wajah Jasmine yang sedang tidak ingin berbasa-basi sama sekali kepada siapapun, Marshel langsung melirik ke arah Simon, memberikan sebuah gestur kecil melalui tatapan mata dan pergerakan tubuh untuk menghentikan lelaki yang sudah cukup tua itu untuk sekedar berbicara yang tidak perlu.
Untung saja, Simon berhasil menangkap gestur tersebut, mengerti bahwa seseorang yang disapanya sedang tidak ingin berbasa-basi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!