Noted... Disarankan membaca malam hari.
Seorang gadis bernama Lyra Artemavia tengah berbunga-bunga saat ini. Ia tengah sibuk untuk mempersiapkan kejutan ulang tahun kekasihnya, sekaligus merayakan hari jadi mereka yang ketiga. Ia benar-benar antusias, menghias sendiri kamar appartemennya saat ini.
"Nona, haruskan seperti ini memberi kejutan untuk kekasih Anda? Ini berlabihan," tanya sang supir tampan yang sejak tadi menemani dan membantunya.
Memang semua hiasan yang ada terkesan berlebihan. Bahkan Vian fikir itu seperti hiasan bulan madu ala pengantin baru. Dengan balon, bunga, lilin dan bahkan mawar diatas ranjang yang disusun dengan bentuk hati. Ya, vian tahu benar jika itu adalah dekorasi untuk pengantin baru yang akan meluapkan perasaan di ranjang malam ini.
"Tahu apa kamu, Vian? Ini kejutan buat Vian. Kamu tahu? Sejak tiga tahun kami bersama, dia selalu menjagaku. Jadi_"
"Nona..." tatap vian, seolah tahu akan fikiran lyra kali ini.
"Kau sudah bisa menebak? Yasudah, aku tak perlu menjelaskannya lagi padamu." Lyra masuk ke dalam kamar mandi membawa sebuah paper bag ditangannya. Ia cukup lama disana, hingga akhirnya keluar dan telah mengganti pakaiannya.
Vian seketika membulatkan mata dengan apa yang lyra pakai kali ini. Sebuah lingerie tipis, dan bahkan begitu terbuka meski cardigan panjang dengan warna senada telah menutupnya. Tingginya begitu jauh diatas lutut. Dan karena lampu masih terang, bahkan vian dapat melihat sesuatu yang tersembunyi dibalik kain tipis itu.
Lyra benar-benar telah mempersiapkan diri untuk malam pertama dengan kekasihnya. Bagi mereka, itu hal wajar dan bahkan luar biasa ketika Lyra dan riko bisa saling menjaga satu sama lain.
Vian menelan saliva, jakunnya naik turun terus dihadapkan oleh sesuatu yang terpampang nyata didepan matanya.
"Kau lihat apa? Ayo matikan lampunya," titah lyra pada supir pribadinya itu.
"Lalu, aku akan kemana? Tak mungkin jika akan melihat kalian_"
"Disini saja, aku juga tak akan tergesa-gesa. Ramaikan dulu acaraku,"
"Baik," angguk vian pada sang nona yang telah ia layani selama setahun ini.
Lyra adalah seorang gadis yang tumbuh dengan segala kemewahan yang ada. Ia putri semata wayang dari seorang konglomerat pemilik beberapa mall terbesar di kotanya. Ia amat dimanja dan juga keras kepala karena amat terbiasa dituruti segala keinginannya.
Gadis cantik bertubuh sintal dengan kulit putih bersih itu memiliki kekasih bernama Riko Alberto. Pria itu saat ini sebagai seorang karyawan di salah satu perusahaan swasta dan sudah berhubungan tiga tahun dengan Lyra. Tapi, Vian menangkap ia hanya memanfaatkan semua milik lyra untuk kesenangan pribadinya.
Sayangnya vian tak ingin terlalu ikut campur dengan urusan mereka. Ia sadar posisinya sebagai supir pribadi sang nona yang memiliki begitu banyak batasan antara keduanya. Ia diam, dan hanya melihat alur kehidupan sang nona yang ada didepan matanya.
Lampu sudah seluruhnya dimatikan. Lyra beberapa kali menatap layar hp dan melihat jamnya disana. Ia memastikan jika vian sebentar lagi benar-benar pulang untuk mengambil jackpotnya.
Lyra terdengar beberapa kali menarik napas. Ia pasti tengah begitu tegang saat ini, apalagi pertama kalinya ia berpakaian minim didepan sang kekasih. Bahkan, akan memberikan mahkotanya sebagai hadiah dari hubungan mereka.
Gadis itu semakin tegang. Meski gelap, vian bisa melihat dan mendengar ketika lyra mulai menghitung mundur ketika yakin kekasihnya akan segera tiba.
Tiga... Dua... Satu... Surprizeee!
Lyra memekik kuat, ketika pintu apartemen itu terbuka dan Riko masuk ke dalam apartemennya.
Kleeek! Vian segera menyalakan lampu saat itu agar mereka bisa saling tatap dengan segala kejutan yang ada. Namun, apa yang mereka lihat saat ini begitu jauh dari harapan. Vian melihat lyra saat itu tengah diam mematung dengan lututnya yang gemetaran.
Bagaimana tidak. Pria yang akan ia beri kejutan malam itu memang pulang, tapi ia bersama wanita dengan kemeja yang sudah terbuka kancing bagian dadanya. Rambut dan lipstiknya sudah begitu berantakan, bahkan sebagian menempel di bibir Riko.
Orang bodoh saja tahu apa yang baru saja mereka lakukan. Bahkan tahu, apa yang mungkin akan terjadi setelahnya. Pasti mereka akan bergulat diatas ranjang. Ranjang milik lyra yang telah ia persiapkan untuk kejutan malam pertama mereka.
Riko tersadar disela lumaatan ganasnya. Ia menatap lyra begitu kaget, apalagi dengan semua hiasan yang ada disana.
"Sayang, kok kamu_"
"Apa? Kaget aku ada disini? Kamu terusik?" tanya lyra. Ia menatap Riko dengan tatapan kosong, seperti hatinya yang seketika dipenuhi rasa kecewa.
Riko sadar bagaimana berntakan dirinya saat itu, segera merapikan dirinya. Tapi, itu sudah terlambat karena lyra terlanjur kecewa.
" Aku bisa jelaskan..."
"Khilaf? Kamu udah sering begini? Kamu ber cinta dengan dia disini, di apartemenku? Bahkan di ranjang yang_... Yang seharusnya milik kita?" Suara lyra terdengar begitu pilu. Dan riko baru sadar ketika melihat penampilan lyra, bahwa ia akan memberikan sebuah hadiah berharga untuknya.
"Siaal!" geram riko pada dirinya sendiri.
Lyra beralih menatap wanita yang berdiri mematung ditempatnya. Ia tampak merapikan diri dengan kemeja dan penampilannya. Ia bersiap, seperti ingin kabur dari mereka semua dan tak mau menjadi bulan-bulanan lyra.
"Kau!" panggil lyra dengan begitu geramnya.
"Ma-maaf, saya hanya rekan kerja riko. Saya... Saya pamit," ucap gadis itu hendak pergi. Namun, cengkraman tangan lyra segera menangkap dan menahannya.
"Kau fikir bisa kabur? Dasar ja-lang!" Lyra memekik lalu menjam bak rambutnya. Wanita itu tak kalah kuat mengeluarkan suara, ia bahkan juga berusaha melawan lyra dengan apapun yang ia bisa.
Buuggh! Bahkan wanita itu menjulurkan kakinya dengan kuat hingga mengenai paha lyra.
Gadis itu jatuh tersungkur dan terdengar merintih kesakitan karenanya. Namun bukan lyra namanya jika ia menyerah begitu saja. Ia kembali menyerang, dan bahkan lebih ganas dengan tendangan, cakaran, dan semua yang ia bisa.
Wanita itu terasa sepadan. Ia juga mengeluarkan jurusnya hingga seimbang dengan lyra agar sama-sama terluka.
Riko disana kebingungan. Ia berusaha melerai tapi justru tubuhnya yang menjadi korban mereka berdua.
"Apa kau buta?! Nonamu bahkan sudah terluka, kenapa kau diam sjaa?" sergah riko melirik pada Vian yang justru menonton pertarungan mereka berdua. Bahkan ia berharap, jika kedua wanita itu menyerang riko membabi buta hingga ia penuh luka.
"Sayang... Lyra! Ayolah, jangan kekanak-kanakan begini. Ini urusan kita, dan akan kita selesaikan berdua." Riko terus meraih lyra untuk melepaskan wanita bernama intan itu.
"Tak ada kata kita. Kau, keluar sekarang dari apartementku. Sekarang!!" Lyra berteriak sekuat tenaga.
"Hey... Tidak bisa begitu. Aku akan kemana? Dan bahkan semua barangku ada disini."
"Yang kau punya disini hanya pakaianmu. Vian! Bereskan semuanya," titah lyra yang langsung diturutinya.
Dan dalam waktu sekejap semua koper berisi barang itu berada didepan mata riko.
Vian menatap sekujur tubuh sang nona saat ini. Begitu berantakan dengan beberapa memar tampak dikulitnya. Rambut, wajah, dan bahkan lingerie yang ia pakai telah robek kemana-mana memperlihatkan bagian dalam tubuh indahnya.
Tapi lyra seperti gadis yang tengah mati rasa. Ia justru duduk diam meratapi nasib, bukannya segera mengganti pakaian atau menutupi tubuh sensualnya saat itu. Justru vian yang sedikit gugup, ketika menghampiri lyra dengan perlengkapan obat untuk lukanya.
"Aku akan mengobatinya," ucap vian melirik beberapa luka memar yang ada. Diwajah, dindada, dan bahkan dipahanya akibat tendangan super dari wanita tadi dengan hellsnya.
Vian mengobati satu persatu luka itu dengan segala ketelatenanya mengurus lyra selama ini. Si nona cerewet yang semua permintaannya harus dituruti.
Saat ini vian tengah mengobati bagian dada Lyra. Pemandangan begitu indah dengan dua bulatan sempurna menyembul dari sana dengan penuh goda. Ya memang, karena awalnya lyra akan menggoda kekasihnya malam ini. Tapi yang didapat adalah luka..
Vian menekan nekan bagian memar itu perlahan. Tepat ada dibagian pinggir salah satu puncak indah lyra yang hanya terbungkus kain tipisnya yang bahkan nyaris putus saat itu.
"Sssttt!" Lyra mendesis kesakitan karena perih yang ia rasakan.
"Harusnya Nona bisa menjaga emosi. Seperti ini, justru nona sendiri yang rugi. Coba lihat, begitu banyak luka ditubuh nona saat ini. Apakah tak butuh dokter?" Vian merasa, jika luka itu juga ada didekat area sensitif lyra. Ia sedikit segan untuk mengobati yang ada disana.
" Pergilah jika kau tak mau mengobatiku. Aku akan memanggil orang lain nanti. Paling, dia nanti akan menikmati tubuhku karena tak tahan." Lyra justru menantang vian. Ia sudah pasrah apa yang terjadi, duduk bahkan tak merapikan diri sama sekali.
Penampilannya berantakan, persis seperti hidupnya saat ini. Bahkan ia tak tahu, bagaimana lagi cara merapikan puing-puing hatinya yang sudah hancur lebur tak karuan. Ia sudah mengorbankan semuanya untuk riko, bahkan ia menentang papinya sendiri demi segala rasa cinta yang ia miliki.
"Riko breng sek! Baji ngan! Bisa-bisanya dia membawa wanita lain ke apartemenku. Atau, dia sudah sering melakukan itu, mereka melakukannya dimana saja? Di ranjang, di sofa, atau seluruh ruangan ini sudah mereka coba? Aaaarrrgghhhh!"
Lyra melempar gelas minuman yang ia pegang sejak tadi. Isinya sudah beberapa kali diganti, dan selalu ia habiskan bersih. Mungkin sebentar lagi ia akan pusing, karena ia tak bisa mabuk selama ini.
Emosinya membuncah, menggulung menjadi satu seperti gulungan salju yang besar dan siap menghantam apapun yang ada didepan mata. Apalagi ketika melihat cumbuaan panas riko dengan wanita itu yang masih selalu terbayang dan menari diatas kepala.
Gadis itu merebahkan diri diatas sofa. Ia tak perduli pakaiannya kemana-mana, karena disana juga ada vian yang tengah mengobatinya. Vian saat ini membuka bagian paha lyra, bahkan mengobati bagian pangkal paha yang begitu dekat dengan area intimnya.
"Aaarrh!" Lyra kembali kesakitan ketika rasa perih ia rasakan. Tapi tak seperih hatinya saat ini.
Vian menekan-nekan kembali bagian kulit yang tampak membiru itu. Sepertinya juga dalam, karna wanita itu menendangnya sekuat tanaga.
Sesekali juga lyra terdengar merintih. Mungkin karena obat pada luka cakaran di dada dan lengannya sudah mulai berfungsi. Mendengar rintihan indah itu, jiwa kelelakian vian sontak terpancing.
Bagaimana tidak? Ia adalah pria normal. Apalagi berhadapan dengan gadis yang nyaris polos didepan matanya saat ini. Mungkin hanya dengan sekali tarik, semua itu akan robek dan tak akan ada lagi yang menutup tubuh lyra didepan vian.
"Terlalu sayang air mata itu untuk menangisi pria seperti dia. Pecundang!"
"Auwwhh! Vian.... pekik lyra ketika vian kembali menyentuh lukanya.
Cukup parah memang dibagian paha. Saat itu vian terus mengompresnya sembari menahan jiwa lelakinya yang meronta, bahkan terasa sudah begitu ngilu bahkan hingga ke ubun-ubun. Lyra begitu sempurna dimatanya, apalagi saat ini dengan keadaan setengah polosnya.
"Yang ini, sampai biru. Ini juga," tunjuk Vian bergantian pada memar lyra.
"Aaah! Iya, itu sakit sekali rasanya. Baru terasa, atau mungkin besok akan lebih sakit dari ini. Aku tak bisa berjalan?"
"Ada aku. Aku masih bisa menggendongmu jika kau akan keluar dari sini." Vian berusaha menepis segala rasa khawatir lyra terhadap tubuhnya.
Vian mengalihkan pandangannya sedikit. Ia semakin gugup, bahkan tangannya gemetar hingga lyra menatapnya penuh tanya.
" Bagian sini. Itu dekat sekali dengan_... Bagaimana?" tanya vian.
"Jika tak diobati, itu akan infeksi? Kau akan dipecat jika membuatku sakit hanya karena keteledoranmu." Lyra justru meminta vian untuk tetap menanganinya, dimanapun luka itu berada.
Pria itu menelan saliva dalam-dalam, kemudian membuka sedikit lebar paha lyra agar dapat dengan mudah meraih lukanya. Jika seperti ini, ia semakin takut jika tak bisa menahan diri.
"Kau suka tubuhku? Kenapa kau melihatnya seperti itu?" tanya lyra menatap tajam wajah vian.
"Aku lelaki normal. Dan benar, tubuhmu sangat indah, Nona. Pria mana yang bisa tahan dengan godaan yang ada didepan mata." Vian menjawabnya dengan begitu santai meski berada ditengah tekanan yang begitu menyiksa.
Apalagi ketika lyra justru lebih melebarkan kedua pahanya. Itu spontan membuat vian memejamkan mata tajamnya. Tapi kembali harus membukanya karena takut justru akan semakin menyakiti sang nona.
"Kau pernah berhubungan dengan wanita? Seberapa jauh? Apa kau pernah menjamah tubuh mereka? Apa itu nikmat?" pertanyaan begitu banyak keluar dari bibir lyra untuk vian. Dan semua itu hanya dibalas oleh anggukan kepala saja oleh supirnya.
"Haish! Semua lelaki memang brengsek. Mereka hanya memikirkan selang kangan saja dalam kepalanya. Rasanya aku ingin memanggil seorang_"
"Jangan macam-macam, Nona. Anda bahkan tak bisa berjalan setelah ini."
"Jadi kalau sembuh, aku boleh? Kau mengizinkannya?" tatap lyra dengan senyumnya.
"Aku akan menghajar siapapun yang berani menyentuh anda."
Lyra suka dengan sikap possesif vian padanya. Tak hanya sebagai supir pribadi, nyatanya vian juga berfungsi sebagai bodyguardnya selama ini. Tubuhnya begitu atletis dengan bahu lebar, tubuh tinggi dan kekar. Lyra tahu, karena beberapa kali melihat vian berolah raga tanpa pakaian atasnya.
Usai mengoles salep, vian merapikan semua perlengkapannya. Ia akan menggendong lyra ke ranjang agar ia tidur setelahnya. Tapi ia lupa, melihat ranjang masih begitu indah dengan bentukan bunga yang ada. Ia kembali pada sang nyonya, dan tetap menggendongnya untuk masuk kekamar itu.
Lyra merangkul leher vian dan menatapnya lekat, hingga vian menurunkannya. Tapi lyra tak melepaskan rangkulannya sama sekali.
"Nona, lepaskan." Vian menatapnya datar, meski diam-diam ia tengah menjaga debaran jantungnya yang tak karuan.
"Vian... Hanya kau yang selama ini tulus dan perduli padaku. Apakah bisa, aku memberikan jackpot ini padamu?" bisik lyra mendekatkan telinga vian di bibirnya.
"Jangan bercanda, Nona. Saya hanya supir, bahkan dekat saja tak pantas." Vian berusaha melepas tangan lyra yang menggelanyut di lehernya. Hingga tubuh lyra akhirnya terhempas di ranjang dan membuat gerakan di dadanya yang indah itu naik turun mengganggu mata vian. Bergerak dengan begitu bebas karena bahkan lyra tak mengenakan bra.
Lyra segera memiringkan tubuhnya setelah penolakan itu terjadi. Ia melihat kembali semua hiasan yang ia pasang, begitu indah, bahkan bunga mawar yang saat ini menempel dibeberapa bagian tubuhnya begitu harum ketika aromanya tercium.
"Hiksss! Kenapa dia jahat padaku? Apa kurangnya aku selama ini, semua ku turuti, bahkan ayah juga ... Ayah ku tentang demi dia. Apa karena aku masih tak memberikan kesucianku, hingga dia seperti ini."
Lyra mulai meracau tak jelas lagi. Rasanya vian ingin segera membawanya pergi dari sana agar tak ingat lagi dengan semua dekorasi yang ia buat.
"Jadikan ini pelajaran. Dia tak pantas untuk Anda,"
"Lalu, siapa yang pantas? Bahkan kau saja barusan menolakku. Huaaaa!!!"
Lyra justru meraung meremasi puluhan kelopak mawar itu dengan tangan mungilnya. Ia menangis tersedu-sedu didepan supirnya itu, tampak begitu manja dan terlihat seperti gadis yang tengah mengemis kasih sayang darinya. Berbeda jauh dari yang selama ini ia lihat, bahwa Lyra adalah gadis angkuh, tegas, dan tak perduli dengan perasaan orang lain.
Vian hanya bisa menghela napas kasar lalu meraih tubuh Lyra dan membaliknya. Tampak disana kelopak bunga mawar merah itu menempel dan tampak sangat kontras dengan warna kulit lyra yang terawatt dan seputih susu. Hingga vian menunjuk beberapa bekas yang mulai tampak membiru itu dan menunjukkannya kebali pada lyra.
"Kenapa dengan lukanya?" tanya lyra, masih dengan air mata yang berderai membasai pipinya.
"Kau tahu ini sakit? Ini, ini, dan yang disini." Vian menelusupkan tangannya di balik lingerie yang lyra pakai. Lyra hanya diam dan menatapnya penuh tanya.
"Kau takut aku akan semakin sakit? Ayolah, itu beda."
"Tidak... Karena ketika aku melakukannya, maka seluruh tubuh ini tak akan pernah lepas dariku." Mendengar itu saja lyra langsung mengatupkan bibirnya. Ia seperti menangkap keliaran sang supir dimatanya, dan bahkan membayangkan jika Vian benar-benar menuruti maunya.
"Jadi, kau mau menerima jackpotmu? Anggap saja aku memberikannya sebagai hadiah atas kesetiaanmu padaku. Yang selalu melindungiku, dan selalu ada kapanpun aku butuhkan." Jari jemari nakal lyra meraih dada vian yang masih terbungkus dengan kemeja dan menari-nari diatasnya. Itu menggelitik dan membuat vian bergidik seperti mendapat sebuah setruman ditubuhnya.
"Aku hanya menuruti maumu, Nona. Tapi, bagaimana jika tak cukup sekali? Karena jika pria Sudah merasakan nikmatnya tubuh ini, maka_" Tatapan vian tampak tajam memperhatikan wajah lyra yang begitu penasaran dengannya.
"Aku milikmu. Yeeeey! Jadi, kapan kita mulai? Sekarang?" tanya lyra dengan begitu riang. Ia ingin membuka lingerie yang ia pakai, namun vian menutupnya Kembali hingga membuat lyra memasang wajah cemberut padanya.
"Jangan sekarang, Nona masih sakit. Biarkan lukanya sembuh, baru kita akan melakukannya. Bukankah Sudah ku bilang barusan?"
Lyra memasang wajah kecewa. Pasalnya ia sudah terlanjur ingin malam ini menjadi indah untuknya, masa bodoh dengan riko dan gundiknya. Lyra sudah melupakan mereka seketika setelah vian menyanggupi apa maunya, dan ia pastikan setelah ini ia akan menjalani hari-hari yang indah bersama supir pribadinya yang tampan dan menawan.
Benar kata vian, air mata lyra terlalu berharga untuk pria seperti riko yang bahkan selama ini hanya menumpang hidup padanya. Tapi ia tak akan perduli lagi karena hanya ada ia dan vian saat ini.
"Ini tidak apa-apa kok. Arrghh! Rupanya sakit," ucap lyra ketika memaksa bergerak menghapiri vian yang masih berdiri dihadapannya. Vian langsung memberikan senyuman miring pada lyra dengan menaikkan alis tebal dari mata tajamnya.
"Jadi kapan?" tanya Lyra begitu manja.
"Mungkin seminggu, atau bahkan lebih. Lihat dulu bagaimana lukamu,"
"Tidak mau, itu kelamaan. Aku maunya besok," rengek lyra padanya, persis seperti anak kecil yang haus kasih sayang dan meminta dibelai sang ayah. Vian hanya menggelengkan kepala menjawabnya, dan lyra tahu jika ucapan vian memang sulit terbantahkan. "Tapi jangan seminggu, itu telalu lama, Vian."
"Sebentar, dan kita bisa melakukan pemanasan terlebih dahulu. Kau mau?" tanya vian yang langsung menganggukkan kepala lyra dengan begitu riang.
Pria bertubuh tinggi itu segera menghampiri sang nona dan bersimpuh di ranjang, lyra saat itu segera mencondongkan tubuhnya kedepan, mengulurkan tangan untuk meraih wajah tampan sang supir dan mendekatkan wajah keduanya. Lyra tahu, jika langkah pertama untuk melakukan hubungan itu adalah melakukan foreplay dan biasanya diawali dengan saling menautkan bibir mereka berdua.
Meski belum lihai, lyra berusaha membalas kecupan dan lumaatan vian di bibirnya. Keduanya saling menggigit, saling membelit lidah dan bertukar saliva di dalam sana. Bahkan lyra menekan kepala belakang vian untuk semakin memperdalam pangutaan keduanya. Hingga makin lama lyra semakin larut kedalam pusara kenikmatan yang vian berikan.
"Vian,"
"Ya, kau suka?" Lyra mengangguk dan ingin mengulanginya lagi. Bahkan ia ingin sesuatu yang lebih dari vian, ia sudah terlanjur terjebak dalam lingkaran hasrat dalam dirinya didukung dengan suasana super romantis yang ada.
Vian merebahkan tubuh sintal itu kemudian merangkak mengungkungnya. Ia Kembali menyantap bibir manis sang nona, semakin dalam dan semakin mesra bahkan tangannya mulai tak segan merayap turun dari leher menuju dada. Hanya saja ia harus berhati-hati agar tak mengenai memar yang ada disana.
"Aaahhh!!!" Lyra merintih. Sesuatu yang mulai menegang itu vian sentuh dan vian genggam penuh dengan telapak tangannya yang besar. Ia spontan membusungkan dada, mendongakkan kepala hingga tautan di bibir mereka terlepas begitu saja.
"Sakit?" tanya vian dan mencoba menghentikan aksinya. Tapi lyra menggelengkan kepala, dan meminta vian untuk melanjutkan aktifitasnya.
Kali ini kecupan vian yang turun, terus ke dada hingga ke puncak indah merah muda yang menantang meminta dijamah oleh nya. Ia menginginkan sentuhan lebih dan lebih, memanggil vian untuk segera memuaskan hasratnya. Dan saat itu hanya dengan sekali tarikan kedua bulatan indah telah lepas dari pembungkusnya.
"Oohhh!!" Lyra Kembali merintih ketika bibir vian mulai mendarat disana. Kecupan, dan gigitan kecilnya begitu memabukkan, bahkan ketika lidahnya menari-nari diatas sana dengan sensai yang membuat lyra menjadi semakin gila.
Tak hanya itu, tangan vian semakin aktif merayap kebawah dan menuju pada titik tersensitif milik lyra. Dan lagi-lagi harus berhati-hati agar tak mengenai lukanya. Perlahan paha lyra dibuka agar memberi akses lebih pada tangan besar vian hingga ia leluasa bermain disana.
Tubuh lyra bergetar dengan apa yang vian lakukan. Ia menggeliat seperti cacing kepanasan, menjambak rambut kepala vian yang masih bergerilya di dada secara bergantian dengan tangan yang begitu aktif dibawah sana memainkan inti tubuh lyra. Benar-benar frustasi, ia tak tahan lagi hingga ia akhirnya memekik sekuat tenaga.
"Kau meraih pelepasan pertamamu, Nona. Apakah kau suka?"
"Apakah senikmat ini? Vian, ini nikmat sekali." Lyra dengan napas tersengal Kembali meraih kepala vian agar Kembali menciumnya. Padahal mereka belum melakukan penyatuan saat itu, bagaimana jika semua sudah terjadi, pasti akan lebih nikmat berkali lipat dari yang ini.
" Vian, aku menyukainya. Aku menyukai semua sentuhan memabukkan yang kau berikan padaku."
Nb: dari apa yang kalian baca, kalian udah tahu ini genre apa ya. Jadi, kalau yang sekiranya ga suka monggo di skip aja🙏 daripada kenapa-napa nantinya. Genre lain yang otor buat ada kok, yang lagi on going juga. Mari saling jaga perasaan masing-masing😘
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!