Beep beep!
Fairel membunyikan klakson dengan emosi saat deretan mobil di depannya yang mendadak berhenti dan seolah tak mau bergerak. Pria itu lalu melihat ke arlojinya dan langsung menggerutu dalam hati.
"Sial! Aku akan terlambat lagi menjemput Rossie!"
"Bergerak kalian, Mobil sialan!!" Teriak Fairel seraya menyalakan klakson lagi dengan barbar. Di saat bersamaan, tiba-tiba sebuah motor yang berhenti tepat di samping mobil Fairel, karena terjebak kemacetan juga.
Awalnya Fairel hanya abai pada pengendara motor berhelm bogo tersebut. Namun saat pengendara itu mulai mengeluarkan lipstik, lalu menyapukannya ke bibir sembari berkaca pada spion mobil Fairel, perhatian Fairel mendadak teralihkan.
"Pede sekali dia!" Gumam Fairel sembari menatap pada gadis berperawakan mungil yang memakai jaket jeans tersebut.
Dan ternyata gadis tadi tak cukup hanya berkaca pada spion mobil Fairel, melainkan malah ganti berkaca pada kaca jendela mobil yang memang tampak gelap dari luar.
"Ck! Tidak punya malu, ya!" Gerutu Fairel lagi yang akhirnya membuka kaca jendela mobilnya.
Terang saja, yang dilakukan oleh Fairel itu langsung membuat sang gadis terkejut dan nyaris terjengkang ke samping bersama motornya.
"Di rumah tidak punya kaca, ya?" Tegur Fairel dengan nada sinis yang langsung membuat gadis berwajah kurang putih itu terkejut dan buru-buru menurunkan kaca helm-nya. Gadis itu lalu segera memacu motornya karena antrian motor di depannya yang kebetulan juga sudah sedikit terurai.
"Norak!" Seru Fairel pada sang hadis asing yang sudah ngacir pergi tadi.
Fairel lalu menaikkan kaca jendela mobilnya dan menekan klakson mobil lagi dengan frustasi karena antrian mobil yang tak kunjung terurai. Padahal motor-motor sudah melaju, lalu kenapa mobil Fairel tak kunjung bergerak.
"Hhhhh!! Besok aku akan beli motor matic juga seperti punya Keano!!" Teriak Fairel frustasi di dalam mobilnya.
****
"Sial, sial, sial!" Rutuk Bethany pada dirinya sendiri, sembari gadis itu menepikan motornya ke bahu jalan. Bethany lalu menarik nafas panjang berulang kali sambil sesekali melihat pantulan wajahnya di kaca spion untuk memastikan kalau lipstiknya tidak keluar dari garis bibir.
"Aman!" Gumam Bethany sembari memonyong-monyongkan bibirnya di depan spion. Gadis itu lalu melihat ke jam yang melingkar di pergelangan tangannya dan kembali menggerutu.
"Aku terlambat!"
"Sial, sial, sial!" Bethany akhirnya kembali melajukan motornya dan berbaur bersama kendaraan lain di atas aspal hitam, menuju ke sebuah gedung yang terlihat paling menjulang dari kejauhan.
"Aku datang, Reandra!" Ucap Bethany yang semakin bersemangat menarik gas motornya.
****
"Halo!" Jawab Fairel setelah akhirnya mobil mulusnya terbebas dari kemacetan laknat. Fairel segera memacu mobilnya ke arah kampus Rossie, namun ditengah perjalanan, ponselnya malah berdering nyaring.
"Kau dimana? Uncle Liam sudah kembali ke kantor dan menanyakan keberadaamu."
Suara Ryan di ujung telepon terdengar berbisik-bisik seolah Ryan sedangvbucara sembari bersembunyi di bawah meja. Atau mungkin di dalam laci.
Sinting memang sepupu Fairel itu!
"Kenapa cepat sekali kembali? Bukankah seharusnya Dad baru kembali nanti sore?" Tanya Fairel sanksi.
"Kau pikir aku menipumu? Lihat sendiri!"
Ryan ganti melakukan video call pada Fairel yang langsung menepikan mobilnya. Fairel lalu menyalakan video yang direkam oleh ponsel Ryan, dimana ada Dad Liam yang baru keluar dari ruangan Fairel dan wajahnya tampak merah.
"Sial! Aku belum jadi menjemput Rossie padahal!" Cicit Fairel kembali frustasi.
"Cepat putar balik dan besok saja menjemput Rossie-nya sebelum Uncle Liam--"
"Sedang video call bersama siapa, Ryan?" Tegur Dad Liam yang langsung menyela laporan Ryan sembari merebut ponsel pria itu. Fairel langsung bergerak sigap untuk mematikan video call Ryan.
"Selamat!" Ucap Fairel sembari mengelus dada saat tiba-tiba deringan dari ponselnya membuat Fairel kembali terlonjak. Kali ini Dad Liam yang menelepon Fairel!
"Tidak jadi selamat!" Cicit Fairel sembari mengangkat telepon dari sang Dad.
"Iel!"
"Iya, Dad! Iel hanya beli kopi!" Tukas Fairel cepat menyusun sebuah alasan.
"Masih di luar berarti?"
"Masih, Dad! Macet!" Alasan Fairel lagi.
"Sekalian pergi ke gedung Flamboyan kalau begitu!"
"Untuk?" Tanya Fairel seraya mengernyit.
"Menggantikan Dad menemui klien! Kau putra Dad!"
"Kenapa tidak menyuruh Ryan?" Sergah Fairel memberikan opsi kedua. Fairel madih mau lanjut pedekate pada Rossie dengan rajin mengantar jemput gadis itu.
"Dad menyuruhmu, Iel! Toh mumpung kamu sedang di luar juga! Ryan masih meng-handle beberapa pekerjaan di kantor!"
"Cepat pergi dan jangan beralasan lagi!" Suara Dad Liam sudah terdengar menggelegar sekarang. Mimpi apa Fairel punya Dad segalak itu!
"Iya, Dad! Yang harus Iel temui namanya siapa?" Tanya Fairel akhirnya sembari menyugar kasar rambutnya.
"Tuan Lars!"
"Siap, Dad! Iel ke gedung Flamboyan sekarang!" Pungkas Fairel sembari menutup telepon dari Dad Liam.
"Gagal lagi!!" Gerutu Fairel kesal sembari memukul stir mobilnya. Puas meluapkan amarahnya, Fairel lanjut memacu mobilnya ke arah satu gedung yang tampak menjulang dari kejauhan.
****
"Sudah kubilang untuk tidak datang terlambat, Beth!!" Omel Yvone, saat Bethany baru sampai di depan gedung Flamboyan.
"Aku hanya terlambat sepuluh menit, Yvone!"
"Reandra masih di dalam kan?" Tanya Bethany yang tangannya sigap mengambil box kecil dari gantungan motornya. Bethany lalu membuka plastik serta penutup kotak tersebut.
"Aku sudah menyiapkan kue ulang tahun untuk Reandra," ujar Bethany lagi yang ganti memamerkan kuenya pada Yvone, sahabat baik Bethany yang juga adalah sepupu Reandra. Cowok yang sejak dulu membuat Beth tergila-gila.
"Tidak berguna! Reandra sudah pergi!" Jawab Yvone sembari menutup lagi kotak kue Bethany.
"Tapi aku hanya terlambat sepuluh menit!" Sergah Bethany merasa tak terima.
"Dan Reandra itu orang yang ontime!"
"Tadi bahkan dia sudah pergi, lima belas menit sebelum kau datang!" Ujar Yvone lagi.
"Ck! Padahal aku sudah memakai gaun seperti katamu," rengut Bethany kemudian sembari mendes*h kecewa.
"Ulang tahun Reandra digelar dimana? Kau bisa mengajakku ke sana, Yvone?"
"Please!! Kau kan sahabat baikku," rayu Bethany kemudian pada Yvone yang langsung bersedekap.
"Undanganku hanya satu! Mana bisa aku membawamu, Beth?"
"Aku akan lewat pintu belakang dan menyamar menjadi waitres!" Cetus Bethany memaparkan ide gilanya. Yvone langsung menatap tak percaya pada sang sahabat.
"Reandra sama sekali tak akan melirikmu! Kau pakai gaun saja Reandra belum tentu mau denganmu," seloroh Yvone sedikit meledek Bethany.
"Mana tahu kalau belum dicoba? Di film-film itu kan banyak tuan muda yang jatuh cinta pada pelayan," tukas Bethany yang langsung membuat Yvone mencibir.
"Film terus! Lama-lama otakmu terkontaminasi film!' Yvone ganti menoyor kepala Bethany yang hanya nyengir kuda.
"Ajak aku, ya! Nanti aku bantu pedekate pada Bang Timmy!" Rayu Bethany sekali lagi mengiming-imingi Yvone.
"Yeee! Siapa juga yang naksir pada abangmu!" Jawab Yvone sok jual mahal.
"Ck! Jual mahal! Padahal mau!" Ledek Bethany seraya terkekeh.
"Udah, ah! Malas bahas abang kamu!" Tukas Yvone kemudian.
"Tapi malam ini nggak males bawa aku ketemu Reandra, kan?" Rayu Bethany sekali lagi.
"Ck! Iya, iya! Dasar bucin!" Jawab Yvone akhirnya yang langsung membuat Bethany bersorak.
"Pulang sana! Acaranya masih nanti jam tujuh! Nanti aku jemput di tempat biasa," usir Yvone selanjutnya pada Bethany.
"Kuenya buat kamu-"
"Enggaaaak!" Tolak Yvone lebay.
"Susah payah aku diet, malah mau kamu sumpelin kue yang gulanya bejibun itu!" Gerutu Yvone lagi yang langsung membuat Bethany tertawa terbahak-bahak.
"Yaudah, aku kasihin security saja!" Putus Bethany akhirnya saat melihat seorang security yang merenung sendirian di depan lobi gedung. Bethany lalu berjalan ke arah security tadi sembari membawa kuenya yang lupa ia tutup boxnya.
Bethany sudah sangat bersemangat membawa kue, saat tiba-tiba langkahnya terhadang oleh pintu mobil yang tiba-tiba dibuka oleh seseorang dan membuat Bethany hilang keseimbangan.
Tak cukup sampai disitu, pak pengemudi yang juga baru keluar dari dalam mobil serta merta wajahnya langsung bertubrukan dengan kue di tangan Bethany.
Bugh!
Gedebug!
Kejadianhanya sepersekian detik saat Bethany tiba-tiba sudah jatuh terduduk karena menabrak pintu mobil, dan wajah pak sopir yang kini belepotan krim dari kue yang tadi Bethany bawa.
"Sialaaaan!!!" Teriak pak pengemudi di depan Bethany tersebut yang langsung membuat Bethany beringsut mundur.
Mati kau, Beth!!
.
.
.
.
Hai!
Bertemu lagi dengan Fairel yang olwes sial dan apes 🤭🤭. Konflik bakalan ringan dan santai.
Terima kasih yang masih setia mengikuti karya-karya othor
💜💜
"Sialaaannn!!!" Teriak pak pengemudi yang terang saja langsung membuat Bethany terkejut sekaligus beringsut mundur. Bethany baru saja akan bangkit berdiri saat kaki gadis itu tiba-tiba sudah dipegang oleh pak pengemudi yang belepotan kue tadi.
"Jangan kabur!!" Gertak pak pengemudi dengan nada galak sembari mencengkeram erat kaki Bethany.
"Ampun, Pak! Saya tidak sengaja!" Cicit Bethany sembari berusaha untuk melepaskan kakinya.
"Yvone! Tolong aku!!" Tangan Bethany ganti menggapai ke arah Yvone yang sudah bergerak untuk menyelamatkannya. Namun sepertinya pergerakan Yvone kalah cepat dengan pak pengemudi yang wajahnya belepotan kue tadi.
"Jangan coba-coba kabur, hah!" Gertak pak pengemudi galak yang sudah ganti memegangi tangan Beth dan menguncinya di belakang punggung gadis itu.
"Aaaaaa!!!! Ampun, Pak!" Teriak Beth saat pak pengemudi tadi mengayunkan tangannya ke udara, seolah ingin memukul Beth.
"Pak! Pak!" Pak pengemudi sedikit membersihkan krim kue yang menutupi wajahhya.
"Memangnya kau pikir aku bapakmu?" Lanjut pak pengemudi lagi yang kini wajahnya sudah mulai terlihat.
"Pak! Maafkan teman saya yang ceroboh ini, dan tolong lepaskan dia." Sekarang gantian Yvone yang memohon pada pak pengemudi.
"Ck! Aku bukan bapakmu apalagi bapakmu!" Pak pengemudi menunjuk bergantian pada Beth dan Yvone.
"Jadi jangan memanggilku Pak, Pak!" Sekarang pak pengemudi itu terlihat kesal.
"Iya, maaf, Pak!" Cicit Beth yang langsung membuat Pak pengemudi berdecak kesal. Pak pengemudi itu lalu sedikit menarik jaket jeans Beth dan memakainya untuk membersihkan sisa krim di wajahnya.
"Paaaakkk!!!" Jerit Beth tak terima.
"Berhenti memanggilku Pak!" Pak pengemudi menuding pada Beth.
"Lihat! Wajahku belum tua dan aku belum bapak-bapak!" Pak pengemudi tadi menunjukkan wajahnya yang sudah bersih pada Beth yang sekarang tampak terkejut.
"Sebentar....."
"Wajahmu terlihat tak asing," ucap Pak pengemudi itu kemudian sambil terlihat mengingat-ingat.
"Hehe...." Beth hanya tertawa tanpa dosa.
"Kau si gadis tak punya kaca tadi, kan?" Tuding pak pengemudi kemudian yang rupanya sudah ingat tentang kejadian di tebgah kemacetan tadi. Beth sebdiri juga baru sadar, kalau pria di depannya ini adalah pengemudi mobil yang tadi menegurnya dan membuat Beth sedikit malu.
Tapi salah Beth juga karena terlalu percaya diri memakai lipstik sambil berkaca di spion serta di kaca jendela mobil orang.
"Maaf, ya, Pak! Saya tidak sengaja," ucap Beth kemudian, setelah pak pengemudi yabg entah siapa namanya itu melepaskan kuncian tanagn Beth sambil sedikit menyentaknya.
"Dasar norak! Menyebalkan! Pembawa sial!"
"Pergi sana!" Maki pak pengemudi itu kemudian sembari mengusir Beth.
"Itu kemejanya tidak mau saya cucikan sebagai permintaan maaf, Pak?" Tawar Beth sembari menunjuk ke kemeja pak pengemudi yang terkena krim kue.
"Tidak usah!" Jawab pak pengemudi galak.
"Baik, Pak!"
"Sekali lagi saya minta maaf, dan have a nice day!" Ucap Beth kemudian seraya ngacir pergi. Tak lupa Beth juga menarik tangan Yvone yang sejak tadi hanya bengong menyaksikan perdebatan Beth dengan pak pengemudi asing tadi.
"Halo, Dad!"
"Iel sepertinya tidak bisa menemui klien Dad karena Iel sedang sial hari ini...." Samar-samar Beth masih bisa mendengar suara pak pengemudi tadi yang sepertinya sedang menelepon seseorang. Beth kemudian menghentikan langkahnya sejenak, dan menengok ke arah pak pengemudi tadi yang sudah masuk ke dalam mobil.
"Beth! Kenapa lagi, sih?" Tanya Yvone pada Beth yang malah bengong.
"Kayaknya bapak yang tadi mau ada acara penting di dalam gedung, Yv!" Ucap Beth tiba-tiba yang tentu saja langsung membuat Yvone berdecak.
"Bukan urusan kita! Kan tadi sudah sangat jelas kalau dia ngusir kamu," tukas Yvone yang kini sudah ganti bersedekap.
"Tapi kan aku yang sudah membuatnya belepotan krim kue," ucap Beth merasa bersalah.
"Trus sekarang kamu mau apa? Membawakannya baju ganti sembari minta maaf lagi?" Cecar Yvone yang suaranya terdengar geregetan.
"Ide bagus!" Beth kemudian langsung menarik tangan Yvone ke arah deretan ruko di samling gedung Flamboyan.
"Beth! Jangan konyol, deh!"
"Memangnya kau tahu ukuran baju bapak yang tadi?" Cecar Yvone yabg sepertinya mulai kesal.
"Tahu! Ukurannya sama kayak Abang Timmy!" Jawab Beth yakin sebelum gadis itu menarik Yvone masuk ke sebuah distro.
****
"Dad lihat! Iel belepotan krim kue, Dad!" Curhat Fairel pada Dad Liam via video call. Tadinya Fairel hanya menelepon Dad-nya tersebut dan mengatakan kalau ia tak bisa lanjut menemui Tuan Lars. Namun Dad Liam tak percaya dan menganggap Fairel hanya mengada-ada.
"Kau darimana memangnya? Baru saja mendapat kejutan ulang tahun?"
"Ck! Bukan, Dad! Tadi ada seorang gadis menyebalkan yang membuat Iel begini!" Jawab Fairel yang kembali merasa geregetan pada gadis norak kecil dan pendek tadi.
"Iel pulang saja dan Dad suruh Ryan yang menemui Tuan Lars, ya!" Fairel lanjut bernegosiasi pada Dad Liam.
"Tidak!"
"Kau hanya tinggal ganti baju dan kau bisa lanjut menemui Tuan Lars!"
"Ck! Iel tak bawa baju ganti, Dad!" Fairel kembali beralasan.
"Dad akan menyuruh sopir membawakan baju untukmu! Dan Dad akan menghubungi Tuan Lars serta mengatakan kalau kau sedikit terlambat."
"Dad--"
"Jangan beralasan lagi! Sopir sudah OTW ke sana! Dad mau lanjut menyelesaikan urusan Dad!"
Tuut tuut!!
Telepon terputus dan sekarang Fairel hanya bisa berdecak kesal.
"Sial sekali aku hari ini!" Fairel jembali menggerutu kesal.
"Sudah gagal menjemput Rossie, bertemu gadis menyebalkan, sekarang masih harus tetap menemui Tuan Lars--" Fairel belum selesai menggerutu, saat tiba-tiba kaca jendela mobilnya diketuk dari luar.
"Apa?" Fairel langsung menoleh ke arah jebdeka mobil dan sekali lagi oria itu harus berdecak saat melihat si gadus mebyebalkan yang membuatnya belepotan krim kue tadi, sedang berdiri di luar sembari mengetuk kaca jendela mobil Fairel.
"Pak!" Panggil gadis itu sekarang sembari menunjukkan sebhah paperbag pada Fairel. Apa maksudnya, coba?
"Pak, buka pintunya!" Gadis norak itu terus saja mengetuk kaca jendela mobil Fairel.
Fairel yang kesal, akhirnya membuka kaca jendela mobilnya.
"Mau apa la--" Gertakan Fairel belum seleeai, saat tiba-tiba gadis itu malah menyodorkan paoernpbag tadi ke pangkuan Fairel.
"Baju ganti, Pak! Sebagai tanda permintaan maaf juga, barangkali bapak sedang ada acara penting di dalam," ucap gadis itu kemudian yang langsung membuat Fairel kehilangan kata-kata untuk beberapa detik.
Namun kemudian, saat Fairel berhasil menguasai dirinya, pria itu kembali memasang raut wajah masam.
"Aku tidak butuh!" Fairel melempar debgan kasar paperbag yang tadi diverikan oleh si gadis.
"Terima saja kenapa, Pak? Beth sudah minta maaf dan punya itikad baik untuk membelikan bapak kemeja--"
"Aku bukan bapakmu!!" Fairel langsung menuding ke arah gadis yang datang bersama si gadis norak.
Siapa tadi namanya? Beth?
Mungkin kepanjangan dari Bethe, karena kelakuannya membuat Fairel jadi bete seharian.
"Aku tak menyuruhnya untuk membelikanku kemeja! Lagipula, ukurannya juga pasti salah!" Cerocos Fairel sembari mengeluarkan kemeja warna biru muda dari dalam paperbag untuk memeriksa ukurannya. Fairel terdiam sejenak karena ternyata ukurannya pas dengan ukuran kemrja Fairel.
Halah!
Mungkin pekerjaan gadis ini memang penjual baju yang langsung bisa tahu ukuran baju seseorang hanya dengan melihat perawakannya saja.
"Ukurannya salah, Pak?" Tanya Beth memastikan.
"Ck! Sudah kubilang untuk tak memanggilku Pak!" Sungut Fairel yang sudah kembali memasukkan kemeja tadi ke dalam paperbag.
"Sekali lagi saya minta maaf!" Ucap Beth sekali lagi yang hanya membuat Fairel berdecak.
"Bawa pergi kemejanya! Aku tak butuh!" Usir Fairel sambil kembali menyodorkan kemeja tadi pada Beth.
"Untuk bapak saja! Kalau tudak butuh bisa bapak buang!" Jawab Beth sembari ngacir pergi tanpa dosa.
"Woy!" Teriak Fairel yang hendak melempar kemeja tadi ke kepala Beth. Namun tidak jadi dan setelah Fairel timbang-timbang, lebih baik Fairel memakainya saja, ketimbang menunggu sopir Dad Liam yang tak kunjung datang juga.
Fairel lalu keluar dari mobil dan hendak ke toilet di dalam gedung, saat ponsel pria itu berdering.
"Halo!" Jawab Fairel sembari menutup kasar pintu mobilnya.
"Pak Fairel, mohon maaf saya agak terlambat mengantar baju untuk bapak karena ban mobil kempes."
Fairel langsung mendengus setelah mebeebgar laporan sopir Dad Liam.
"Tidak usah diantar kalau begitu! Aku sudah dapat kemejanya!" Ucap Fairel semgari menutup telepon begitu saja.
Kenapa hari ini Fairel seperti sial sekali?
.
.
.
Terima kasih yang sudah mampir.
Beth baru kembali ke toko kue sang mama, saat matahari sudah bergulir ke arah barat.
Ting!
Lonceng di atas pintu toko langsung berdenting nyaring, saat Beth membuka pintu. Rupanya ada Tante Sita di dalam toko yang sedang berbincang dengan Mama Tere.
"Baru pulang, Beth? Kok udah ganti baju?" Cecar Mama Tere setelah memindai penampilan sang putri yang memang sudah berubah dari saat berangkat tadi. Beth baru ingat kalau tadi saat berangkat dan pamit untuk COD-an kue, Beth memang mengenakan celana kodok favoritnya. Dan Beth benar-benar lupa untuk ganti baju sebelum ia kembali lagi ke toko!
Haduuh!
Beth harus beralasan apa sekarang?
"Mmmm, ini baju Yvone, Ma!" Jawab Beth beralasan.
"Soalnya tadi baju Beth kotor pas mau COD-an. Makanya Beth pinjam gaun Yvone satu," ujar Beth beralasan.
"Yang ini juga kotor dan seperti terkena krim kue, Beth. Kamu habis jatuh?" Gantian Tante Sita yang mencecar Beth sembari menelusur satu persatu noda di gaun Beth.
Sial!
Pasti itu terkena krim kue yang dari wajah bapak pemarah tadi.
"Kamu sebenarnya habis COD-an kue atau darimana, Beth?" Tanya Mama Tere merasa heran.
"Habis COD-an kue, Ma!" Sergah Beth cepat.
"Trus kok bisa bertemu Yvone juga?" Tanya Mama Tere lagi.
"Iya COD-annya kan bareng Yvone, Ma! Yang pesen kue temannya Yvone!" Jawab Beth sembari meringis. Mama Tere langsung geleng-geleng kepala.
"Ngomong-ngomong, Tante Sita datang sendiri? Rossie tidak ikut?" Tanya Beth mengalihkan pembicaraan dengan sedikit berbasa-basi pada Tante Sita.
"Tidak! Karena tante tadi memang tidak dari rumah, Beth!"
"Kebetulan ada arisan di dekat sini, jadi sekalian saja tante mampir karena sudah lama juga tante tidak ngobrol bersama mama kamu," jelas Tante Sita panjang lebar yang hanya ditanggapi Beth dengan bibir yang membulat.
"Yaudah kamu ganti baju dulu sana, Beth!" Titah Mama Tere selanjutnya.
"Sekalian itu baju Yvone kamu cuci juga agar noda krim kuenya tidak membekas," imbuh Mama Tere lagi pada sang putri.
"Iya, Ma!" Jawab Beth patuh sembari masuk ke bagian dalam toko.
****
"Gatal!" Fairel menggosok-gosok bagian belakang lehernya, karena pria itu merasakan sesuatu yang kasar dari kemeja yang ia kenakan yang mengenai kulitnya.
Sebenarnya sudah sejak tadi Fairel merasakannya, saat pria itu sedang menemui Tuan Lars. Namun demi kesopanan, Fairel terpaksa menahannya dan sekarang Fairel benar-benar tak tahan.
"Ck! Gadis menyebalkan itu menaruh apa sebenarnya di kerah kemeja?" Gerutu Fairel selanjutnya seraya membuka kancing kemeja dengan kasar, lalu melepaskannya. Fairel langsung mengecek bagian kerah belakang, dimana terdapat label baju yang teksturnya sedikit kasar.
"Kemeja murahan! Pantas saja membuat gatal!" Gerutu Fairel yang akhirnya melempar kemeja pemberian Beth Bethe tadi ke jok belakang mobil. Fairel lalu lanjut mengemudikan mobilnya ke arah kediaman Halley, bersamaan dengan hari yang sudah beranjak senja.
Fairel lumayan menikmati cuaca sore yang cerah saat perjalanan pulang. Bahkan saat melintas di jalan tol, Fairel juga sempat menyaksikan pemandangan matahari yang terbenam di ufuk barat.
"Coba saja melihatnya bersama Rossie, pasti akan sangat-sangat romantis," gumam Fairel yang mulai berkhayal lagi tentang Rossie, satu-satunya gadis di muka bumi ini yang membuatnya tergila-gila.
Setelah hampir dua puluh menit menempuh perjalanan, Fairel akhirnya tiba di kediaman Halley yang sudah terang benderang. Semua lampu sudah dinyalakan karena langit senja memang sudah berubah menjadi hitam.
Fairel keluar dari mobil dengan santai, meskipun pria itu hanya mengenakan kaos dalaman sekarang. Tentu saja, kemeja murahan dari Beth sudah Fairel lempar ke belakang mobil tadi!
"Iel! Apa-apaan ini?" Tegur Dad Liam saat Fairel baru tiba di teras rumah. Nyatanya, Dad kandung Fairel itu malah sudah tiba di rumah. Berarti omongan Dad Liam tentang dirinya yang tadi sibuk hingga tak sempat untuk menemui Tuan Lars, patut dipertanyakan. Kalau benar-benar sibuk harusnya jam segini kan belum sampai di rumah!
"Dad sudah pulang? Katanya tadi banyak urusan dan sibuk sampai sore?" Fairel langsung mencecar sang Dad dengan raut tanpa dosa.
"Urusan Dad susah selesai!"
"Kau sendiri, kenapa tidak pakai baju? Kau darimana, hah?" Dad Liam balik mencecar Fairel.
"Dari gedung Flamboyan, menemui Tuan Lars!" Jawab Fairel sedikit kesal.
"Tidak pakai baju begini? Lalu kenapa sopir kamu suruh--"
"Iel tadi pakai baju, Dad!" Sergah Fairel cepat memotong tuduhan ngawur Dad Liam. Lagipula, mana ada orang berbisnis hanya memakai kaos dalaman? Memangnya Fairel mau tinju?
"Lalu bajumu kemana?" Cecar Dad Liam lagi.
"Entahlah!"
"Bajunya membuat gatal, jadi Iel buang!" Jawab Fairel sembari berlalu begitu saja dari hadapan Dad Liam.
"Iel, Dad belum selesai bicara!" Dad Liam buru-buru menyusul Fairel yang rupanya langsung menuju ke dapur untuk mengambil minum.
"Darimana, Bang? Kok nggak pakai baju?" Tanya Reina heran setelah memindai penampilan sang abang.
"Bisnis!" Jawab Fairel yang sudah selesai minum. Fairel kembali menggosok leher belakangnya yang masih terasa gatal sekaligus perih. Sepertinya iritasi atau jangan-jangan infeksi.
"Kenapa, Bang?" Tanya Reina lagi karena Fairel terus saja menggosok-gosok leher belakangnya.
"Rei, coba kamu lihat leher belakangku ini kenapa. Kok perih." Fairel akhirnya menunjukkan leher belakangnya pada Reina yang malah bersiul.
"Pweet! Merah!"
"Jangan-jangan--"
"Sembarangan!" Fairel refleks menoyor kepala sang adik.
"Ck! Reina kan belum selesai ngomong, Bang!" Decak Reina dengan raut wajah kesal.
"Jangan-jangan habis dicip*k tomcat!" Ujar Reina kemudian melanjutkan kalimatnya. Sekarang gantian Fairel yang berdecak.
"Iel!" Panggil Dad Liam lagi menyela obrolan Fairel dan Reina.
"Iya, Dad!"
"Iel haus dan mau minum dulu sebelum melapor pada Dad tentang tadi yang disampaikan Tuan Lars," ujar Fairel yang langsung beralasan padahal Dad Liam juga belum melontarkan pertanyaan.
"Dad belum bertanya!" Decak Dad Liam sembari bersedekap.
"Dan Iel sudah bisa menebak pertanyaan yang akan Dad lontarkan!"
"Iel benar, kan?" Tukas Fairel penuh percaya diri yang hanya membuat Dad Liam berdecak sekali lagi.
Dad Liam lalu menarik kursi di minibar dapur dan mengajak Fairel untuk duduk, lalu membahas tentang apa yang tadi Fairel bicarakan bersama Tuan Lars.
.
.
.
Terima kasih yang sudah mampir.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!