"Kamu harus mau menikahi dia! Tolonglah, Shell! Paman mohon!" kata pamannya Shella membujuk supaya Shella mau menikahi lelaki yang melamar salah satu dari ketiga anak gadis pamannya.
"Cuma kamu harapan paman!" imbuh Baron, paman Shella yang merawatnya dari kecil setelah kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan.
Pasalnya, pamannya memiliki hutang kepada perusahaan venture dan telah melewati masa pelunasan. Pemilik perusahaan tersebut mengajukan lamaran sebagai ganti hutang tersebut.
Rumor yang beredar, pemilik perusahaan venture tersebut adalah seorang yang cacat. Ia mengalami kecelakaan beberapa waktu yang lalu. Mengakibatkan kakinya lumpuh dan harus memakai kursi roda selama hidupnya.
Itu sebabnya ketiga anak Baron menolak menerima lamaran tuan muda cacat tersebut. Kemudian mereka melemparkan lamaran itu untuk Shella.
"Anggap aja sebagai balas budi kamu karena telah dibesarkan oleh paman kamu selama ini!" sahut Dewi, istri Baron.
Shella terdiam. Dia tidak memiliki pilihan lain selain menerima lamaran dari tuan muda cacat tersebut. "Ya." jawabnya terpaksa. Tapi apa yang bisa ia lakukan.
Baron dan Dewi merasa sangat bahagia karena akhirnya perusahaannya tidak jadi bangkrut. Mereka terselamatkan oleh keponakan mereka.
"Tidak sia-sia kami membesarkan kamu." ucap Dewi tanpa mempedulikan perasaan Shella sama sekali.
Tig hari kemudian. Shella dijemput oleh sopir suaminya ke rumahnya. Segala sesuatu mengenai pernikahan telah diurus oleh pihak suaminya.
"Selamat datang nyonya.." sambut pembantu rumah tangga yang telah bekerja puluhan tahun untuk keluarga tersebut.
"Iya.." jawab Shella dengan sopan.
"Silahkan nyonya, tuan Juna sudah menunggu anda!" Shella diajak ke sebuah kamar. Mereka bilang itu kamar pengantin untuk dia dengan suaminya.
Pengurus rumah tangga tersebut membiarkan Shella masuk ke kamar tersebut. Begitu Shella masuk, ia melihat seseorang dengan memakai kursi roda sedang menatap ke luar jendela.
Shella pun segera mendekati lelaki itu. Ia meyakini jika lelaki itulah suaminya. "Hai.." sapa Shella dengan gugup.
"Kamu senang menikah dengan lelaki cacat? Kamu butuh uang berapa?" tanya lelaki bernama Arjuna tapi lebih sering dipanggil Juna.
"Maksud kamu?" tanya Shella masih belum mengerti dengan apa yang Juna katakan.
"Heh.." Juna tersenyum sinis. Ia bahkan sama sekali tidak menatap Shella.
"Ketiga saudara kamu menolak menikahi aku karena aku cacat. Tapi kamu menerima lamaran itu. Apa tujuan kamu sebenarnya?" tanya Juna.
Shella tidak sakit hati dengan kedinginan dan pertanyaan kejam Juna. Ia justru merasa kasihan dengan lelaki yang kini telah menjadi suaminya. Juna pasti masih kesal dengan takdir yang harus ia jalani. Bagaimana tidak, dia dulunya seorang yang normal. Tapi sekarang ia harus duduk di kursi roda untuk selamanya.
"Aku tidak memiliki tujuan terhadap kamu. Aku hanya ingin membalas budi paman aku." jawab Shella dengan santai.
Shella berjalan dan berjongkok di depan Juna. Ia menyentuh tangan Juna dengan lembut. "Aku tahu kamu belum terbiasa, tapi aku janji akan merawat kamu selama aku jadi istri kamu." ucap Shella.
Mata Shella nampak tulus. Ia menatap Juna dengan lembut. Sorot matanya terlihat begitu jernih dan lembut.
Juna juga menatap mata Shella. Ia melihat ada ketulusan disana. Namun, itu terlalu cepat untuk menilai seseorang. Juna segera mengalihkan pandangannya.
Sebenarnya pernikahan itu bukanlah keinginannya. Kakaknya memaksa dia untuk segera menikah. Karena kakaknya ingin ada seseorang yang merawat Juna yang cacat.
Karena Juna mendengar jika ketiga anak dari pilihan kakaknya menolak menikahinya. Dan hanya Shella yang mau. Jadi Juna tidak percaya kalau Shella tidak memiliki tujuan lain.
"Kamu tidak akan menyesal dengan keputusan kamu?" Shella menggelengkan kepalanya sembari tersenyum.
Bagi Shella, ia tidak memiliki jalan mundur. Ia telah memutuskan untuk menikahi lelaki cacat itu. Jadi, dia akan setia dan merawat suaminya dengan baik.
"Kamu hanya perlu melayani aku!" kata Juna dengan dingin.
"Ya." Shella menjawab dengan lembut.
"Aku dengar kamu masih kuliah?"
"Iya. Masih semester lima."
"Mulai sekarang semua kebutuhan kamu, aku yang tanggung! Kalau kamu butuh apa-apa, bilang ke Roy, dia akan persiapkan semuanya!" Shella menganggukan kepalanya.
Roy adalah assisten pribadi Juna. Dia yang mengurus semua kebutuhan Juna termasuk membantu pekerjaan Juna di kantor.
Keesokan paginya.
Juna tercengang melihat berbagai masakan yang tersedia di atas meja makan. Juga ada kue rasa strawberry kesukaannya. "Bibi yang masak semua ini?" tanya Juna.
"Nyonya Shella tuan. Dari pagi nyonya udah sibuk di dapur, dia juga membuat kue untuk tuan." jawab Bi Ani, pengurus rumah tangga yang telah lama bekerja di rumah tersebut.
Juna terdiam. Dia tak menyangka jika wanita itu pandai memasak juga. Wanita itu sungguh-sungguh dengan ucapannya semalam. Ia ingin merawat Juna dengan baik. Bahkan dia mencari tahu makanan kesukaan Juna.
Juna mengincip kue buatan Shella. Ia benar-benar tak menduga jika rasanya akan seenak itu. "Pinter juga dia." gumam Juna.
Juna pun menghabiskan kue tersebut dengan lahap. "Kamu udah makan? Aku udah siapin bekal untuk kamu juga." Shella keluar dari dapur dengan membawa rantang untuk bekal suaminya.
Shella merasa senang saat melihat kue yang ia buat dimakan habis oleh suaminya. "Kamu suka kue-nya?" tanya Shella tersenyum senang.
"Hmm.." jawab Juna dengan dingin.
Juna masih belum percaya Shella sepenuhnya. Ia masih berpikiran jika Shella memiliki niat lain.
Shella menyerahkan rantang untuk bekal makan siangnya. Namun Juna tidak mengindahkannya. Justru Roy yang menerima rantang tersebut. "Terima kasih nyonya, tuan Juna pasti akan memakannya." kata Roy membuat senyuman Shella kembali melebar.
"Kamu juga makan aja! Aku bikin banyak kok." kata Shella dengan lembut kepada Roy.
Sedangkan Roy hanya menganggukan kepalanya pelan. Dia tidak berani macam-macam dengan istri bos-nya. Kemudian ia pamit. "Kami berangkat ke kantor dulu!" kata Roy.
"Iya." jawab Shella dengan senyuman khas-nya.
Roy mendorong kursi roda Juna. Namun seketika terhenti oleh teriakan Shella. "Tunggu!!"
Shella segera maju dan jongkok di depan Juna. Ia membenahi dasi Juna yang berantakan. "Selamat bekerja! Jangan lupa makan!" katanya dengan lembut. Namun Juna hanya diam tanpa membalas perkataan Shella.
Ia meminta Roy segera melanjutkan langkahnya. Tanpa berani membantah, Roy kembali mendorong kursi roda Juna menuju mobil.
Di dalam mobil. Juna meminta pendapat tentang wanita yang baru saja ia nikahi itu. "Menurut kamu, wanita itu gimana?" tanya Juna.
"Dia kayaknya baik dan tulus bos. Terlihat dari raut wajahnya." jawab Roy memberikan penilaian terhadap istri bos-nya.
"Tulus? Tapi aku rasa dia hanya pintar bersandiwara." gumam Juna.
Entah apa yang membuatnya selalu berpikiran negatif terhadap semua orang. Sejak kecelakaan itu, Juna sudah tidak lagi percaya kepada siapapun selain Roy dan keluarganya.
"Tuan Juna emang seperti itu setelah kejadian kecelakaan yang menimpa dia dan kakaknya. Nyonya harap maklum ya!" kata Bi Ani ketika Shella sedang membantunya mencuci piring.
"Jadi Juna punya saudara? Mereka kecelakaan bersama?" tanya Shella.
"Iya." Bi Ani nampak sedih saat menjawab pertanyaan Shella. Sepertinya kecelakaan yang menimpa kedua tuan muda keluarga itu menyisakan duka yang begitu mendalam.
"Kakaknya Juna dimana?" tanya Shella karena dia tidak melihat kakaknya Juna sejak ia datang di rumah tersebut.
"Tuan muda pertama sedang melakukan perawatan di luar negeri." jawab Bi Ani semakin bertambah sedih.
Melihat kesedihan Bi Ani. Shella kembali melanjutkan pekerjaannya. "Nyonya jangan bicarain apapun dengan tuan Juna mengenai kakaknya. Dia akan menjadi sensitif karenanya." Bi Ani memberitahu aturan di rumah itu.
"Iya. Itu juga bukan urusan aku."
Selesai mencuci piring. Shella kembali ke kamar. Hari ini ia masih belum berangkat ke kampus. Mungkin besok dia baru mulai pergi ke kampus. Untuk mengisi waktu senggangnyan, Shella memilih untuk membaca majalah.
Shella membolak-balikan majalah fashion tersebut. Sudah dua jam lamanya ia membaca majalah. Dan Shella mulai jenuh. "Ah, ke panti asuhan aja ketemu anak-anak." Shella segera menutup majalah yang ada ditangannya tersebut.
Ia segera berganti pakaian kemudian pergi ke panti asuhan. Dulu, sebelum ia bawa pamannya. Shella sempat tinggal di panti asuhan. Sampai sekarang pun ketika dia merasa jenuh atau kesal. Ia akan menghabiskan banyak waktu di panti asuhan tersebut.
Baginya, melihat anak-anak tertawa riang, mampu membuat hatinya merasa sejuk dan tenang.
"Nyonya mau kemana?" tanya Donny kepala pengurus rumah tangga.
"Aku jenuh di rumah. Aku mau ke panti asuhan ketemu anak-anak." jawab Shella.
"Ta..tapi, nyonya harus pulang sebelum tuan dua pulang!" pesan Donny.
"Beres.." jawab Shella dengan santai.
"Biar diantar Lukman!" seru Donny.
Mau tak mau Shella diantar oleh sopir. Ia hanya tak mau membuat orang-orang rumah khawatir. Pasti itu juga pesan dari tuan muda mereka.
"Pak Lukman, aku ditinggal aja! Nanti aku pulang sendiri." kata Shella. Ia tidak terbiasa mendapat pelayanan seperti itu.
"Tenang, sebelum tuan Juan pulang, aku pasti udah pulang kok." ucap Shella lagi. Dia melihat wajah Lukman yang ketakutan antara mengizinkan atau tidak.
Namun setelah mendengar perkataan Shella. Raut wajah Lukman berubah tenang. "Kalau ada apa-apa hubungi saya, nyonya!" Shella menganggukan kepalanya.
Ia segera keluar dari mobil mewah yang mengantarnya. Kemudian berjalan dengan riang memasuki panti asuhan tempat dulu dia pernah tinggal. Shella merasa bahagia melihat anak-anak panti asuhan yang langsung menghampirinya.
"Kak Shella, aku kangen sama kakak."
"Aku juga."
"Aku juga."
Beberapa anak saling berebut perhatian Shella. "Kak Shella juga kangen kalian semua. Kakak punya permen, siapa yang mau?"
"Aku kak.."
"Aku mau kak.." Mereka saling berebut.
"Iya, kalian semua dapet kok. Nih, dibagi yang adil ya!" Shella memberikan beberapa bungkus permen untuk anak-anak panti.
Mereka pun melompat kegirangan. Kemudian berlari kembali masuk ke dalam panti. Wajah bahagia mereka yang membuat Shella ingin selalu melihatnya.
"Shell?" sapa seorang wanita paruh baya.
"Bun, gimana kabarnya?" tanya Shella. Ternyata wanita itu adalah pengurus panti tersebut.
"Baik. Yuk masuk!" Shella segera mengikuti wanita pengurus panti asuhan tersebut.
"Dona dan Elang kesini tadi." kata bunda pengurus panti.
"Sekarang mereka dimana?" Dona dan Elang adalah teman-teman Shella di panti asuhan tersebut. Tapi kini mereka menjadi relawan panti.
"Cari donasi di depan sana." Shella segera berpamitan untuk membantu teman-temannya.
Ia segera menuju jalan raya yang tak jauh dari panti asuhan tersebut. Ia melihat teman-temannya sedang mencari donasi dengan cara menjual barang-barang seperti buku, alat tulis, dan juga beberapa makanan ringan.
"Mari.. Mari.. Silahkan dibeli! Hasil dari penjualan ini akan diberikan ke panti asuhan disana." kata seorang lelaki bernama Elang.
Ada beberapa pengendara yang berhenti untuk membeli barang dagangan tersebut. Senyuman mengembang diwajah Dona dan Elang. Pasalnya penjualan hari ini termasuk laku keras.
Melihat wajah gembira teman-temannya. Shella juga ikut gembira. Ia segera mendekat dan membantu teman-temannya. "Hallo semua.." sapanya dengan wajah riang gembira.
"Shella? Hallo, ah aku kangen.." ucap Dona yang sudah beberapa hari tidak bertemu dengan Shella karena Shella tidak berangkat kuliah.
Kedua sahabat itu kemudian saling berpelukan. "Aku bantu ya!" kata Shella.
Ia segera mengambil beberapa dagangan yang tersisa kemudian menawarkan kepada para pengendara yang lewat. "Mari dibeli! Mari dibeli!" katanya menawarkan dagangannya.
Shella senang karena masih banyak orang yang berminat membeli dagangan tersebut. Bahkan ada beberapa yang membeli dengan harga lebih karena ingin membantu anak-anak di panti asuhan.
"Ah, ternyata masih banyak orang baik." gumam Shella dengan senang.
"Gimana Shell?" seru Dona.
"Laris manis.." jawab Shella dengan senang.
Ketiga anak muda tersebut terlihat sangat bahagia karena dagangan mereka sangat laris. Mereka berpelukan dan melompat kegirangan. "Yeayy..."
"Gimana kalau kita makan dulu? Udah lama kan nggak nongkrong bareng?" kata Elang.
"Itu mah kamu, kalau aku sama Shella tiap hari nongkrong." ucap Dona kembali memeluk Shella.
"Iya makanya, yuk!" ajak Elang.
"Tapi traktir?"
"Iya cerewet.." kata Elang sembari menarik tangan Dona dan Shella segera bersamaan.
Ketiganya tertawa bersama. Kedekatan itu sudah terjalin sejak mereka sama-sama di panti asuhan. Sampai mereka dewasa, kedekatan itu masih terjalin begitu baik.
Dari kejauhan, sebuah mobil berhenti di seberang jalan. Penumpang mobil tersebut terus memperhatikan ketiga anak muda tersebut. Dengan wajah dingin seperti biasanya.
Sebenarnya, dia hanya lewat. Tapi tidak sengaja melihat seseorang yang dia kenal. Lalu ia meminta sopir untuk berhenti.
"Mungkin itu teman-teman nyonya di panti asuhan bos. Setahu aku, nyonya menjadi relawan di panti asuhan." kata Roy. Sebelumnya, ia sudah menyelidiki tentang Shella.
Juna tidak menjawab. Ia menutup kembali kaca mobilnya. "Jalan!" perintahnya.
Roy pun segera melajukan mobilnya kembali.
"Gimana perkembangan operasi kak Dhika?" tanya Juna.
"Menurut dokter kondisi pak Andhika mulai membaik setelah operasi. Kita masih harus nunggu perkembangan selanjutnya." jawab Roy.
Wajah Juna berubah menjadi sedih. "Andai dia nggak selametin aku, pasti dia masih sehat.." gumam Juna dengan sedih.
"Bos jangan gitu! Jangan buat pengorbanan pak Andhika sia-sia. Bos harus tetap semangat dan kembali ceria." kata Roy dengan bijak.
Dulu, sebelum kecelakaan itu. Juna adalah sosok yang ceria dan penuh semangat. Belakangan dia menjadi dingin, karena kecelakaan yang membuat kakaknya hampir tak tertolong. Dia juga masih selalu menyalahkan dirinya sendiri atas peristiwa tersebut.
Shella pulang ke rumah sebelum Juna pulang dari kantor. Kemudian dia membantu Bi Ani menyiapkan makan malam. Bi Ani merasa senang dengan kehadiran Shella. Selain cantik, Shella juga sangat baik. Ia juga sangat ceria. Terlebih Shella sangat pintar. Jadi Bi Ani tak perlu banyak bicara, Shella akan mudah memahami.
"Andai tuan Andhika ada disini, dia pasti akan senang dengan kehadiran nyonya, dan rumah ini akan kembali ramai." kata Bi Ani dengan sedih setiap kali teringat tuan muda pertama rumah itu.
"Tuan Juna dulunya juga orang yang sangat ceria. Tapi setelah kecelakaan itu, dia mulai bersikap dingin dan sensitif." Bi Ani kembali mengenang.
"Kita doakan aja ya Bi, supaya kak Andhika bisa segera sembuh dan bisa berkumpul dengan kita." ucap Shella menenangkan Bi Ani.
"Iya nyonya." mereka kembali melanjutkan aktifitas memasaknya.
"Nyonya pinter masak juga ya?" tanya Bi Ani, dia ingin akrab dengan majikannya tersebut.
"Nggak pinter banget sih, Bi. Dulu waktu masih ikut paman, aku sering nggak dikasih jatah makan, jadi mau nggak mau aku harus masak sendiri." Shella bercerita mengenai kehidupan pahitnya. Wajahnya nampak sedih jika teringat hal tersebut.
"Itu sebabnya aku kuliah ngambil jurusan tata boga." imbuh Shella.
"Yang sabar nyonya. Mulai sekarang, nyonya akan lebih bahagia, mau makan apa aja bilang ke bibi! Nanti bibi masakin buat nyonya." kata Bi Ani.
Shella tersenyum mendengar perkataan Bi Ani. Hatinya merasa damai seperti ada seseorang yang melindunginya. "Makasih ya Bi Ani.." Shella tak ragu memeluk pembantunya tersebut.
"Sama-sama nyonya." Bi Ani juga membalas pelukan Shella. Entah kenapa, dia merasa sayang sekali dengan istri majikannya tersebut.
Tak lama terdengar suara mobil berhenti di depan rumah. Shella segera berlari menyambut kepulangan suaminya. Ia segera berlari dan menggantikan Roy mendorong kursi roda Juna.
"Kamu mau mandi dulu atau mau langsung makan?" tanya Shella dengan wajah riang.
"Kamu bersikap begitu baik ke aku pasti ada maunya?" Juna tetap berpikiran negatif meskipun Shella berbuat baik sekalipun.
"Itu kan wajar sebagai seorang istri untuk melayani suaminya. Mau makan dulu atau mandi dulu?" Shella mengulangi pertanyaannya. Ia bertekad untuk tidak mempedulikan perkataan Juna yang menyakitkan.
"Kamu mau bantu aku mandi?" tanya Juna.
Seketika Shella terdiam. ".... Hmm.." jawabnya.
"Ngarep. Roy!" Juna memanggil Roy. Dengan segera Roy mendekat.
"Bantu aku siapin baju!" kata Juna.
Seketika Roy menatap Shella. Kemarin sebelum Juna menikah, mungkin dia yang menyiapkan semua. Tapi sekarang Juna sudah memiliki istri. Roy merasa tidak enak dengan Shella jika melakukan itu.
"Anu bos,, bukannya itu tugas nyonya Shella?" tanya Roy dengan takut-takut.
"Kamu berani membantah?" tanya Juna dengan nada datar. Tapi justru nada itu terdengar menakutkan bagi Roy.
"Udah biar aku yang bantu! Roy kan capek, dia juga harus pulang." saat Roy merasa bingung. Shella pun menyahut dan terus mendorong kursi roda Juna ke kamar.
"Roy!!" seru Juna.
"Pulang aja Roy! Tenang kan ada aku." Shella masih ngeyel, dia bahkan mengedipkan matanya ke arah Roy. Mengisyaratkan agar Roy segera pulang.
"Baik nyonya. Selamat malam bos!" Roy segera pergi dengan cepat.
"Ish..." Juna melihat Roy lari tunggang langgang pun mulai berdesis.
Sementara Shella terus mendorong kursi roda Juna sampai ke kamar. "Kamu tunggu diluar aja!" kata Juna dengan kesal.
"Kamu yakin bisa sendiri?" Shella masih khawatir.
"Iya, bawel." Juna masuk ke kamar mandi dengan cara merambat di dinding.
"Biar aku bantu ya?"
"Nggak." sahut Juna dengan cepat. Shella pun hanya menunggu di depan kamar mandi.
Suara gemericik air terdengar di dalam kamar mandi. Shella menunggu di depan kamar mandi dengan khawatir. Dia takut suaminya akan jatuh atau terpeleset.
Juna sudah terbiasa mandi sendiri. "Ish.." ia kembali berdesis karena tidak menemukan handuk di tempatnya.
"Sial.." gumamnya.
Ia pun membuka pintu kamar mandi. Tapi hanya mengulurkan tangannya. "Ambilin handuk!" perintahnya.
Dengan segera Shella mengambil handuk di dalam lemari. Kemudian memberikannya kepada Juna. "Aku bantuin?" tanyanya lagi.
"Nggak usah!" jawab Juna dengan cepat. Juna mengambil handuk itu dengan kasar.
"Baju aku!" Juna kembali mengulurkan tangannya. Dan Shella melayaninya dengan rasa khawatir.
Tak lama, Juna keluar dari kamar mandi. Shella pun segera membantu Juna ke kursi rodanya lagi. Kali ini Juna tidak menolak.
"Mau makan sekarang?" tanya Shella.
"Hmm.." Juna menjawab dengan singkat dan dingin.
Shella kembali mendorong kursi roda Juna ke meja makan. "Kamu seharian kemana? Donny bilang kamu nggak dirumah." tanya Juna.
"Aku ke panti asuhan, aku jenuh di rumah. Maafin aku ya karena nggak pamit." kata Shella.
"Dulu sebelum aku ikut paman Baron, aku sempat tinggal di panti asuhan. Waktu tinggal di rumah paman Baron pun aku juga sering ke panti asuhan." cerita Shella. Tanpa ditanya Shella sendiri menceritakan tentang dirinya dan panti asuhan.
Juna terdiam. Ia teringat perkataan Roy jika Shella memang pernah tinggal di panti asuhan. "Kapan mulai masuk kuliah?" tanya Juna berganti topik.
"Besok. Kenapa? Mau anterin aku?" tanya Shella sembari tersenyum kecil.
"Nggak cuma tanya. Kuliah yang bener, biar mudah dapat pekerjaan!" pesan Juna untuk istrinya.
"Asiiiap bos.." jawab Shella.
Juna geli dengan perkataan Shella. Tapi, tanpa sadar senyuman mengembang diwajahnya yang tampan namun dingin.
Ketika makan malam pun Juna dibuat terkejut dengan pelayanan yang Shella lalukan. Wanita itu sangat fasih ketika melayaninya. Dia juga sangat pengertian dan lembut. Identik dengan istri yang baik.
"Kamu kuliah di jurusan apa?" tanya Juna.
"Tata boga."
"Pantes pinter masak." kata Juna sekaligus memuji rasa masakan istrinya yang enak.
Shella dan Juna makan malam dengan sedikit bercerita. Selesai makan, Juna meminta Shella untuk membuatkan dia kue strawberri seperti tadi pagi. "Bikinin kue strawberri seperti tadi pagi! Anter ke ruang kerja aku!" perintahnya.
"Kue bikinan kamu enak. Aku suka, cocok dengan lidahku." imbuh Juna.
"Ya, siap." dipuji suaminya, Shella pun menjadi sangat senang. Dia membuat kue untuk suaminya dengan penuh semangat.
****
Di ruang kerja.
Shella masuk dengan membawa kue kesukaan suaminya ditangannya. Ia melihat suaminya yang fokus melakukan video bisnis. Perlahan-lahan ia meletakan kue tersebut di meja.
Tanpa sengaja ia melihat sebuah foto dengan bingkai. Foto itu ada dua orang pemuda yang sedang tertawa bersama. Shella menebak jika itu foto Juna dengan kakak lelakinya yang kini sedang melakukan perawatan di luar negeri.
Benar apa kata Bi Ani. Dulu, Juna orang yang sangat ceria. Terlihat dari foto tersebut. Wajah Juna terlihat bahagia bersama dengan kakaknya.
Shella berpikir semengerikan apa kecelakaan yang menimpa kedua saudara itu sehingga merenggut keceriaan Juna.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!