Malam pengantin yang telah dinantikan.
Malam di mana seorang wanita bernama Valesha, dengan gaun putih bersihnya, tengah terduduk menanti kehadiran suaminya di atas ranjang.
Ia tersenyum anggun, menyimpulkan kebahagiaan di wajahnya yang memang sangat manis, dengan sapuan bedak tipis-tipis, namun membuatnya terlihat sangat cantik.
Jari jemarinya saling meremas gugup, menanti kedatangan sang suami selama lebih dari setengah jam lamanya.
Merasa jengah dengan penantian yang tak pasti, dia akhirnya memutuskan untuk menghubungi suaminya melalui benda pipih di tangannya.
Ia memencet beberapa tombol, kemudian mencoba untuk memanggil nomor tersebut..
Bip!
"Hallo? Mas, kamu di mana?"
Namun dari seberang tak terdengar mengatakan apapun, membuat Valesha agak di buat risau.
Ia terus mencoba menunggu, meski hatinya risau bercampur kesal, menanti selama setengah jam memang membuat siapa saja dongkol.
Sampai akhirnya, terdengarlah suara pintu terbuka, membuat dia akhirnya memilih menutup panggilan, dan berdiri dari duduknya dengan penuh antusias.
"Itu pasti suamiku." Gumam mulutnya dengan lirih.
Dan benar saja, sesosok wajah menyembul dari luar, memperlihatkan wajah tampan dengan setelan jas mewahnya.
"Kamu dari mana saja, Mas? Aku tunggu kamu sejak tadi, tapi kamu."
Namun ucapan dia terputus, sekaligus terhenti.
Ia menatap sebuah tangan yang digandeng mesra oleh suaminya di sana. Tangan yang kelihatan lembut, dengan kuku-kuku manis berwarna merah menyala, menunjukkan dengan pasti, bahwa itu adalah tangan seorang wanita.
"Mas? Dia siapa?" Tanyanya dengan polos.
Suaminya tak menampilkan ekspresi apapun di wajahnya. Hanya sedikit gerakan memperlihatkan tangan wanita itu, mendekatkannya ke arah bibirnya, lalu mengecupnya dengan lembut.
Cup!
Jlger!
Valesha memaku, menatap kecupan mesra yang didaratkan oleh suaminya pada tangan manis tersebut, membuat dirinya seolah terbakar api cemburu bercampur dengan amarah luar biasa yang bergejolak di dalam hatinya.
"Kemarilah, sayang, tunjukkan dirimu padanya." Ucap pria bernama Axelo Devandra Wicaksono pada sosok wanita yang masih bersembunyi di balik daun pintu.
Wanita yang masih misterius itu kemudian terlihat muncul, menampilkan wajahnya yang anggun, dan manis, dengan barang-barang branded berkelas yang menempel di sekujur tubuhnya.
"Perkenalkan, dia adalah kekasihku."
Duarrrrr!
Bak disambar petir, untuk yang kedua kalinya Valesha mendapat kejutan yang tak akan pernah mungkin dilupakannya.
Kejutan yang membuat dirinya hampir mati, membuat dia tersungkur begitu dalam pada jurang kesedihan.
Tubuhnya ambruk di atas ranjang, dengan kesadaran yang masih utuh, namun raga seolah tak punya kekuatan untuk berdiri dengan tegak di atas kedua kakinya yang juga mendadak lemah.
Malam pertama yang dia dambakan, yang selama ini dia impikan, mendadak semua itu hancur dalam sekejap mata, dengan hadirnya sebuah kejutan besar di awal pernikahan mereka.
Ya, sejak itulah, kehidupan bak neraka akan segera dimulai. Pernikahan yang semula ia gadang-gadang akan menjadi sangat bahagia, dalam pikirnya, kini tak lagi dia impikan.
Awal mula pernikahan mereka telah diselimuti jutaan kebohongan, termasuk dan terutama adalah, pada suaminya, Tuan Axelo, yang ternyata, memiliki wanita lain selain dirinya.
Tiada yang tahu apakah di hati Axelo memang mencintai Valesha atau tidak, sejujurnya, Valesha sendiri jadi meragukan hal tersebut.
Entahlah, ia pun tak dapat memastikan, karena bagaimanapun, hatinya juga mendadak mati, seolah perasaan cinta yang ia tumpahkan pada sosok Axelo, hingga pada malam pertama itu, mendadak lenyap tak lagi berbekas.
Ia tak tahu lagi harus bagaimana menjalani semua ini. Semuanya telah terjadi, dan dia hanya wanita bodoh yang mempercayai pria itu dengan kepolosannya.
Ia menumpahkan seluruh perasaan cintanya pada sosok Axelo, tapi ternyata, sosok itulah yang menjadi pisau tajam yang melukai hatinya sendiri.
"Dia kekasihmu?" Tanya Valesha dengan air mata yang berderai membasahi pipinya yang manis.
Axelo terlihat memiringkan senyuman di bibirnya, melepas rangkulan tangannya pada wanita yang dia sebut sebagai kekasihnya, lalu terlihat mulai bergerak mendekat ke arah Valesha.
"Bagaimana menurut kamu?" jawab Axelo sambil mencondongkan badannya menjadi sangat dekat dengan Valesha.
Mendengar ucapan pengakuan dari mulut Axelo, Valesha kembali tertegun. Air mata pun luruh semakin deras di pipinya, menunjukkan betapa sakit luka di hatinya pada saat itu.
"Lalu, apa kau mencintai aku?" Tanya wanita itu lagi dengan sisa-sisa kekuatan yang dia miliki.
Pria di depan matanya tak menjawab sedikitpun. Ia hanya terlihat menatap kedua netra Valesha dengan tatapan tajam, seolah ingin sekali membunuh dan memotong-motong tubuh Valesha dengan penuh kepuasan.
"Tidak!"
Mendengar jawaban yang terlontar dari mulut Axelo, Valesha menjadi sangat marah. Ia menarik kerah jas hitam yang dikenakan oleh suaminya, lalu berteriak di depan pria itu dengan sangat lantang.
"Mengapa kau menikahi aku kalau kau tidak mencintai aku? Mengapa kau memberi aku kejutan besar di malam perkawinan kita? Mengapa kau menjatuhkan aku ke dalam jurang kesedihan saat aku telah resmi menjadi istrimu, Mas?"
Axelo tak bergeming dari posisinya, membiarkan Valesha, istri sahnya meronta, mengamuk, dan melampiaskan semua amarah itu padanya.
"Karena aku benci pada dirimu! Pada kebahagiaan keluargamu! Dan terutama, pada ayahmu!"
Valesha terdiam. Kedua tangannya mendadak lemas, hingga jatuhlah keduanya menimpa gaun putih bersihnya, bersamaan dengan air mata yang juga menetes di pipi.
"Aku benci dengan kebahagiaan keluargamu, sedangkan aku, aku dan ibuku harus mendapat kesedihan bertahun-tahun karena ulah ayahmu! Tuan Wishnu Fotham yang kalian hormati itu!"
Mendengar penjelasan dari suaminya, Valesha menjadi diam. Ia tak tahu masalah apa yang dialami oleh suaminya hingga dengan sebegitu kejamnya Axelo membencinya, bahkan seluruh anggota keluarganya.
"Kenapa kau membenci kami?"
Axelo terdiam membisu. Ia tak sanggup mengatakan semua yang dialami oleh keluarganya sejak dahulu, ya, untuk saat ini.
Dia memilih menahan emosi yang bisa saja meledak kapan saja di depan istri sahnya itu. Ia memilih bangkit dari kungkungannya, dan berbalik meninggalkan Valesha.
"Jelaskan padaku, Axelo! Jelaskan padaku apa yang sebenarnya telah terjadi! Axelo!"
Sekuat tenaga Valesha mencoba memanggil dan meminta penjelasan suaminya, tapi suaminya bahkan tak menggubris dia sama sekali.
Axelo hanya berlalu pergi, merangkul kembali Sheilin, kekasih hatinya, dan mengacuhkan panggilan Valesha, seolah dia telah menjadi tuli.
Di atas ranjang, Valesha menangis, mencurahkan segala kesusahan di hatinya melalui deraian air mata di kedua pipinya.
Semua yang baru saja terjadi seolah seperti mimpi. Ia bahkan tak pernah menyangka hal seburuk ini akan menimpa dirinya.
Sebuah tragedi di malam pertamanya dengan pria yang dia cintai, pria yang memberikan dia secercah harapan, dibumbui cinta dan pesona kebahagiaan, namun lihatlah apa yang terjadi sekarang, semuanya menjadi hitam, gelap gulita dan penuh luka.
Entah ia akan bisa melalui semua ini atau tidak, sekarang andaikata ia mengeluh pun, mungkin tiada lagi berguna. Ia telah terlanjur terjebak dalam posisi sulit, yang mengharuskan dia untuk menjalani kehidupan menyedihkan dengan pria bernama Axelo Devandra Wicaksono.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Hallo semuanya 😁🤭🤭
Intip lagi yuk karya baru saya..
No Boomlike ya 🙅
No Plagiat ⚠️
Dan kalau gak suka sama ceritanya, jangan dikasih Bintang di bawah 5 karena hanya akan merugikan author saja ❌
Oke deh, udahan aja kata-katanya, silahkan menikmati kehaluan author 🤗🤗🤗
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Ia mulai terlihat menarik tirai panjang yang terjuntai pada jendela kamarnya, berpikir ingin segera melarikan diri dari tempat jahanam ini.
Dengan keterampilan seadanya, ia mencoba menyambung tirai putih tersebut dengan cepat, lalu mengikatnya di pegangan balkon lantai dua, berpikir bisa melarikan diri melalui jalan pintas sederhana yang dua buat.
"Ayah maaf putrimu akan segera pulang," gumam Valesha dengan lirih, menyiratkan betapa luka di hatinya yang masih belum juga usai.
Dia melepas sepatu pengantin yang dia kenakan, lalu membuangnya ke permukaan lantai di bawah sana, untuk memudahkan dia turun melalui tirai ini nantinya.
Ia yang masih mengenakan gaun putih perkawinannya itu pun terlihat mulai turun dari lantai dua menggunakan jalan tirai yang dia julurkan ke bawah.
Namun tak perlu memakan waktu yang lama, dia yang memang sangat cekatan dan lihai akhirnya bisa menuruni lantai dua dengan kemahiran dan kecepatan pergerakannya.
Ia menapaki pelataran rumah Axelo yang selama ini dia sendiri bahkan tak pernah menginjaknya.
Axelo memang tak pernah mengajak Valesha datang ke tempat ini, entah sekedar bermain, atau apapun, Axelo tak pernah mengizinkannya.
Kini wanita itu berjalan dengan perlahan, bak maling yang takut ketahuan oleh sang pemilik rumah, wanita itu nampak berjalan menuju pintu gerbang rumah besar dan megah itu dengan sangat ketakutan.
Namun betapa beruntungnya dia, yang tidak menemukan siapapun di sana. Dia yang memiliki nyali penakut memang harus di acungi jempol saat mencoba melintasi pagar tinggi berukuran dua setengah meter itu.
Tak membutuhkan waktu lama, wanita yang ahli dalam memanjat itu pun akhirnya bisa melalui pagar besi di depan rumah Axelo tanpa hambatan, meski ia mengenakan gaun pengantin sekalipun.
Namun naas, dua pria bertubuh kekar terlihat keluar dari rumah Axelo dan mendapatinya sudah berdiri menapaki jalan raya di balik pagar.
"Hey! Mau kemana kamu!?" Teriak salah seorang dari mereka ke arah Valesha membuat wanita itu terkejut.
"Ah? Sial!" Umpat Valesha sambil meraih sepatunya, dan kemudian berlangsung pergi meninggalkan tempat itu dengan cepat.
Aksi kejar-kejaran pun akhirnya tetap harus terjadi. Dua pria berotot dan berbadan kekar itu akhirnya menyusul langkah kakinya, membuat dia bisa atau tidak harus berlari dengan sangat cepat untuk mengindari mereka berdua.
"Berhenti kamu!!"
Tak tak tak tak tak!
Lari mereka cepat juga, bahkan Valesha tidak bisa mengambil nafas dengan baik karena mereka terus saja mengejarnya, sampai akhirnya, kini ia telah berada di sebuah hutan.
Ia tak lagi peduli mau kemana dia melangkah. Asal bisa lari saja dari kejaran dua pria itu, di dalam hutan pun tak masalah baginya.
Terus saja dia lajukan kecepatan larinya, sampai akhirnya nafasnya seolah tak mau sinkron.
Berhentilah dia karena nafasnya telah terpenggal-penggal, mengisyaratkan kepadanya paru-parunya sudah tak kuat lagi untuk di ajak berlari.
"Ayolah, Valesh, kau harus segera menjauh dari mereka!"
Valesha mencoba untuk melangkah kembali, tapi sekuat apapun dia memaksa diri, tetaplah dia tak lagi sanggup berjalan.
Ia akhirnya harus terjatuh dengan pasrah, apa lagi saat ia dapati dua pria itu telah berdiri dengan gagahnya di depan matanya.
"Mau lari lagi?"
.........
Brakk!!
"Arkh!"
Pekik Valesha sesaat setelah tubuhnya di banting, membentur meja ruang tengah tempat di mana Axelo dan kekasihnya tengah asik bermesraan.
Pria itu tak menggubrisnya, hanya terus memainkan rambut kekasihnya yang bernama Sheilin, kekasih yang menemaninya selama lebih dari dua setengah tahun.
"Bos! Dia berusaha lari dari sini!" Ucap salah seorang pria yang berhasil menangkap Valesha beberapa saat yang lalu.
Mendengar perkataan salah satu anak buahnya, Axelo jadi berhenti dari aktivitasnya.
Ia berhenti mengelus dan memainkan rambut Sheilin, dan kemudian berdiri perlahan mendekati Valesha.
Pria itu terlihat membuang nafasnya dengan berat, hingga duduklah dia memilih menemani Valesha berada di atas lantai.
"Axelo, tolong lepaskan aku, hu.. hu.. aku ingin pulang ke rumahku.." Ucap Valesha membuat perasaan Axelo semakin bertambah panas.
"Pulang? Kau ingin pulang? Apa kau yakin ayahmu tidak akan terkejut? Aku tak yakin apa dia bisa menahan nyawanya saat tahu kau pulang di malam pertama kita!"
Valesha terdiam membisu. Hanya terdengar isak tangisnya yang mulai samar-samar hilang dari pendengaran, lalu di susul air matanya yang kemudian juga berhenti menitih.
Di pikirkan olehnya keadaan sang ayah yang sakit keras, dan tidak boleh terkena tekanan apapun. Jadi apa yang akan terjadi selanjutnya jika sang ayah melihat dirinya pulang di malam pertamanya bersama Axelo?
Ya, benar kata Axelo, ia tak akan mungkin bisa menjamin keselamatannya.
Pria itu mendekat ke arah Valesha, lalu mengangkat dagu wanita itu, menatap kedua matanya yang sembab berkantung sebab sejak sore tadi terus saja menangis tanpa berhenti.
"Lihatlah dirimu! Begitu bodohnya kau! Sampai-sampai kau tak berpikir sejauh itu," ucap Axelo dengan tatapan tajamnya, "aku tidak suka saat orang yang aku tahan di rumahku, berusaha melarikan diri! Atau dia, sudah tak sayang lagi pada nyawanya.."
Pria itu terlihat membuang dagu Valesha, dan kemudian memalingkan mukanya, seolah jijik sekali melihat Valesha di depan matanya.
Di bangkitkan saja tubuhnya mencoba meninggalkan Valesha, lalu dia arahkan tangan kanannya mencoba merangkul tubuh kekasihnya.
"Sayang, kau ingat malam ini kau punya janji?!" Tanya Axelo pada Sheilin, sembari mendekatkan bibirnya ke arah rambut wanita itu.
"Ya, mari kita menikmati malam pertamamu.." jawab Sheilin sembari memasang wajah penuh ledekan untuk Valesha, seolah bangga sekali bisa berada di sisi Axelo, dan menghina Valesha habis-habisan.
Dua iblis itu mulai bergerak meninggalkan Valesha di tempat itu sendirian, menuju ke kamar Axelo, dan kemudian berperang di malam pertama pernikahan Axelo dengan Valesha.
Dua iblis yang sangat menjijikkan, ingin sekali menghancurkan wajah mereka, mencabik-cabik keduanya sampai hancur lebur tak berbekas, rasanya memang sangat pedih saat melihat kemesraan keduanya di depan mata.
Kejam sekali, di saat seharusnya bahagia menyelimuti Valesha, namun wanita iblis itu malah merenggut semua yang harus menjadi milik Valesha.
Wanita itu bahkan tak menampakkan wajah ibanya pada Valesha saat Axelo menjatuhkan dan menghancurkan perasaan Valesha di malam pertama mereka.
Kini hanya sekedar tangis penuh penyesalan yang mengiringi kehidupan Valesha di masa depan. Kehancuran yang melanda hatinya, pun melanda rumah tangganya, tapi apalah daya, ia tak sanggup lari. Ibarat kata, maju salah, mundur pun lebih salah, tak ada yang bisa membuat dia terbebas dari dunia kejam dan penuh dendam milik Axelo, sekali Axelo mendapatkannya, maka ia tak akan pernah bebas, kecuali Axelo sendiri yang menginginkannya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Malam yang semakin sunyi, masih menceritakan tentang malam pertama penuh luka dan menyedihkan yang Valesha alami.
Semilir angin di malam itu, jelas meledek Valesha, mempermainkan tubuh Valesha sampai rasanya dingin sekali, seolah sengaja di tusuk tubuhnya dengan kekuatan angin di malam pertamanya.
Apalah daya, jika seharusnya dia melalui malam pertama di rumah Axelo dengan penuh kehangatan dan juga kebahagiaan, nyatanya semua itu hanya mimpi semata.
Ia yang terlalu bodoh dan jelas tak punya kekuatan untuk melawan Axelo dengan sisa kekuatannya, pun pria itu selalu mengancam dia dengan kelemahan yang dia miliki, ayah kandungnya.
Kini malam pertama pun terlewat olehnya hanya dengan berlinang air mata, seolah membanjiri sekujur tubuhnya, bahkan membuat dirinya tenggelam dalam kesedihan yang amat luar biasa.
Bagaimanapun juga, dia tak memiliki kekuatan untuk melawan, ia juga tak punya pegangan yang erat jika suatu hari memilih untuk lari dari rumah ini.
Namun haruskah dia tetap melalui kehidupan di tempat neraka jahanam ini? Mengapa semuanya semakin terasa rumit? Ia yang pada mulanya memilih untuk menikah dengan Tuan Axelo Devandra Wicaksono, pengusaha terkenal dan ternama di kota X, memiliki dua puluh perusahaan yang sukses mempengaruhi pemasaran terbesar di kota, nyatanya semua itu hanya akan menjadi mimpi buruk Valesha di sepanjang hidupnya.
Ia kini harus terkurung di kamar berukuran kecil yang bersebelahan dengan kamar Axelo, dan harus mendengar pula jeritan menjijikan dari mereka berdua dengan sangat jelas.
Hampir satu malam penuh dia hanya bisa menggigit jarinya, mendengar lenguhan dari kamar sebelahnya, lenguhan dan suara yang sangat memuakkan di telinganya, hingga membuat dia terus berderai air mata, dan mencoba menutup kedua telinganya dengan tangannya, berharap dengan begitu dia dapat mengabaikan suara itu, dan lekas tertidur dengan lelap.
Bahkan hingga pagi harinya, Valesha nampak tak segar, akibat semalaman tidak bisa tertidur dengan nyenyak di kamarnya. Matanya berkantung, sembab dan merah, karena semalaman menangis tiada henti, mendengar dan merasakan kekejaman Axelo yang berbuah luka dan kesedihan di hatinya.
Ia beranjak dari tidurnya dengan sempoyongan, berlalu menuju ke arah kamar mandi, lalu mengguyur tubuhnya yang masih lemah.
Syuurrrrrr!
Suara shower mengeluarkan air hangat dengan deras menimpa tubuhnya, membuat sekujur tubuhnya yang malam tadi basah akibat air mata.
Ia membersihkan semuanya, juga mencuci mukanya, ingin terlihat lebih segar dan lebih baik. Meski ia pun tak dapat berbohong, air ini tak akan mampu menembus hatinya, dan mengobati lukanya, namun setidaknya, berusaha membuat diri lebih baik memang tak ada yang salah, bukan?
Tok tok tok!
Suara ketukan pintu dari arah luar membuat dirinya bergeming. Ia yang telah selesai dengan aktivitas mandinya pun akhirnya bergegas mengenakan handuk putihnya, dan berjalan keluar dengan wajah datar.
Cklek!
Seorang pelayan terlihat menundukkan kepalanya memberi hormat.
"Pagi, Nyonya.." sapa pelayan muda itu kepadanya, namun naasnya, ia malah membalsnya dengan tanpa ekspresi.
"Kenapa datang ke kamarku?" Tanya Valesha dengan ketus.
"Tu-tuan memintaku memanggil Nyonya, semuanya sudah menunggu di meja makan nyonya.." jawab pelayan itu dengan sangat sopan.
Pelayan itu melirik sedikit, mencoba melihat paras cantik yang sejak semalam ingin sekali dia lihat. Hanya sebentar saja, sampai akhirnya dia menyadari nyonya di depannya terlihat sangat bersedih dan kecewa atas semua yang terjadi.
Ia lalu menundukkan kepalanya lagi, tak ingin juga memandang wajah Nyonya Valesha yang tengah marah dan berselimut kecewa itu, baginya wajah seperti itu sangatlah menyeramkan.
"Baik, aku akan turun!"
Blam!
Hanya empat kata itu yang keluar dari mulut Valesha, membuat sang pelayan tak bisa mengatakan apapun lagi sebagai penutupan, karena Valesha lebih dulu membanting pintu kamar, dan meninggalkan wajahnya di luar seorang diri.
Setengah jam telah berlalu, Axelo sudah memainkan sendok di tangan kanannya sampai bosan, bahkan sendok itu seakan hampir bengkok di putarnya, hingga akhirnya, dia yang kesal memilih untuk membanting sendok di tangannya dengan kasar di atas meja.
Brak!
Semua orang di sana terkejut, termasuk juga Sheilin yang memang sudah memahami tabiat dari pria miliknya itu. Ia tahu Axelo pasti sangat marah menunggu istri sahnya keluar dari kamarnya.
Segera saja Sheilin memberi kode pada pelayan untuk kembali menjemput Valesha di kamarnya, tak ingin membuat Axelo semakin marah dan bisa merusak apa saja yang ada di depan matanya.
Seorang pelayan nampak bergerak memulai langkahnya, berpikir akan segera menjemput Nyonya Valesha dari kamarnya, sebelum sang tuan berubah menjadi monster penghancur di meja makan.
Namun baru beberapa langkah dia berjalan, sosok yang di tunggu malah terlihat mulai turun dari tangga, menampilkan kecantikan dan kesegaran tubuhnya di depan semua orang.
Riasan tipis-tipis di wajahnya, pakaian yang cantik nan anggun, dengan wangi parfum yang tak terlalu mencolok di hidung, dan rambut yang di gerai dengan indah.
Kaki-kaki jenjangnya terlihat sangat anggun saat memakai sepatu hak tinggi menuruni tangga, dan kemudian berjalan mendekat ke arah meja makan, membuat semua mata memandang ke arahnya, melahirkan kekaguman akan kecantikannya yang natural dan tanpa di buat-buat.
Satu orang merasa iri, pun mendadak merasa tersaingi. Entah mengapa Valesha terlihat lebih cantik darinya, dari segi manapun.
Di kepalkan kedua tangannya dengan penuh kebencian, di bangkitkan saja tubuhnya dengan cepat, lalu bergerak lah tangan kanannya mendekat ke arah Valesha, lalu menamparnya.
Plak!
Satu tamparan yang sangat keras, memang sangat keras.
Valesha bahkan sampai memalingkan wajahnya akibat pukulan tangan Sheilin itu. Ia merasa sangat panas pada bagian pipinya, perih, dan juga terluka di hatinya.
Ia yang menjadi Nyonya besar di rumah ini, tapi mengapa Sheilin malah menampar wajahnya? seolah dia hanya babu dan Sheilin lah yang memiliki kekuasaan di rumah ini.
Ck!
Dunia memang aneh, kadang tamu tak di undang malah semena-mena pada tuan rumahnya, ya, memang sangat aneh.
"Baru semalam tinggal di rumah Axelo, tapi lagakmu sudah seperti Nyonya! Bangun kesiangan, semena-mena membuat orang menunggu! Kau pikir dirimu siapa?! Hah!?"
Cih! Entah Valesha yang merasa benar, atau memang Sheilin yang sangat bodoh.
"Hahh! Bukankah kau sendiri juga tahu siapa yang Nyonya di rumah ini!?" Balas Valesha dengan menatap Sheilin penuh keberanian.
"Apa katamu?"
Merasa di tantang oleh ucapan Valesha barusan, Sheilin menjadi sangat marah. Pukulan yang sebelumnya dia layangkan, entah mengapa dia kembali berpikir untuk melakukannya, mencoba mendaratkan pukulan di wajah Valesha.
"Kurang ajar!!"
Plak!
Namun tangan nakal itu berhasil di genggam Valesha, di tangkap dengan penuh kekuatan, di tahan dengan segala amarah di hatinya.
"Axelo! Lihat istrimu ini! Dia sudah berani macam-macam denganku!!"
Valesha menatap Axelo, menunggu selanjutnya, apakah Axelo akan lebih berpihak padanya, atau pada wanita di depannya ini.
Semoga Axelo memilih jalan yang benar..
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!