'' Assalamualaikum ,'' suara lelaki yang membuka sebuah pintu rumah yang tampak sederhana. Sebelah tangannya menggenggam tangan wanita yang berdiri di sampingnya.
'' Ini rumah kita , semoga menjadi surga bagi kita di dunia,'' ucap lelaki berwajah teduh dengan senyum menentramkan. Wanita cantik dengan wajah yang tampak kalem itu menyambut dengan anggukan kecil dan seulas senyum manis.
'' Bismillahirrahmanirrahim,'' lanjut lelaki bernama Muhammad Nuril yang menggandeng istrinya yang bernama Nissa'urrisda. Keduanya melangkah memasuki rumah baru mereka.
Sepasang pengantin baru,yang baru seminggu lalu mengikrarkan janji suci pernikahan. Mengucapkan ijab qobul di hadapan wali, penghulu dan para saksi. Pernikahan sederhana yang menautkan dua manusia dalam ikatan yang halal di hadapan Allah.
'' Maaf dek,abang belum bisa memberikan kamu rumah mewah. Abang baru bisa memberikan kamu rumah sederhana ini,'' ucap Nuril yang sedang melangkahkan kaki di ruang tamu yang hanya terisi meja dan kursi dari plastik.
Risda tersenyum tipis, mengusap lengan sang suami dengan lembut.
'' Alhamdulillah ini lebih dari cukup bang, untuk kita berteduh dari hujan dan panas,'' sahut Risda. Nuril tersenyum hangat, mengusap kepala istrinya yang masih berbalut kerudung berwarna hijau.
'' Terima kasih sudah mau mendampingi Abang,'' dua bola mata itu saling berpandangan. Risda mengulas senyum tersipu. Ia masih malu berhadapan dengan lelaki yang di kenalnya sebulan terakhir ini. Lelaki yang datang kepada kedua orang tuanya untuk meminta dirinya menjadi pendamping. Lelaki berkarisma yang selalu bersikap manis padanya.
Nuril merangkul pundak istrinya, lelaki itu menyadari tubuh Risda yang menegang. Ia paham, karena sentuhan fisik diantara keduanya baru di mulai seminggu yang lalu. Sesaat setelah ia mengungkapkan qobul dalam genggaman tangan ayah Risda.
'' Ayo,lihat kamar kita,'' ajak Nuril serupa bisikan di telinga sang istri. Membuat Risda menelan ludah kasar. Nuril tersenyum tipis melihat reaksi istrinya yang tampak begitu tegang.
Nuril tak melepaskan rangkulannya di pundak sang istri,membawa wanita itu masuk ruang keluarga yang masih kosong belum terisi apapun. Kemudian langkah mereka berbelok dan berhenti di depan pintu yang masih tertutup. Nuril menarik handle pintu. Dan di sanalah kamar sepasang pengantin baru itu.
Sebuah kamar dengan luas 2.5 X 3 meter. Dengan sebuah ranjang berukuran sedang dan sebuah lemari pakaian dua pintu. Nuril melepaskan rangkulannya saat masuk ke dalam kamar. Lelaki itu membiarkan istrinya mengelilingi ruangan itu.
Risda berdiri di depan lemari yang berada tak jauh dari tempat tidur. Tak ada perabot lain di sana. Karena memang tak memungkinkan untuk meletakkan barang lain. Kemudian langkah kaki Risda menuju jendela yang masih tertutup tirai. Di bukanya tirai tersebut dan tampaklah kebun yang ditanami singkong,cabai dan bayam.
Nuril mendekati sang istri, meraih pinggang ramping wanitanya dan mengeratkan dalam dekapan, hingga tak ada jarak di antara mereka. Membuat debaran jantung Risda berdetak tak beraturan.
'' Kebun ini milik kita, Abang yang menanaminya,'' ujar Nuril dengan tatapan tertuju pada kebun di samping rumah itu. Risda menatap suaminya dari samping.
'' Abang bener-bener multitalenta,dari bertani sampai jadi mekanik. Aku salut sama Abang,'' ucap Risda mengungkapkan kekaguman pada sang suami.
Lelaki itu tersenyum sembari mengeratkan pelukannya,dan membubuhkan sebuah kecupan di kepala Risda.
'' Tuntutan keadaan yang mengharuskan Abang harus bisa melakukan segalanya dek. Maaf jika Abang belum bisa memberikan kehidupan yang layak untuk mu,'' tutur Nuril,dua pasang mata itu saling bertatapan, menyelami rasa dalam sorot mata.
Wanita itu tersenyum, meraih telapak tangan sang suami dan mengecupnya dengan lembut.
'' Manusia tidak akan pernah merasa cukup jika tak pernah bersyukur dengan apa yang di milikinya. Namun jika kita mampu mensyukuri apa yang kita miliki maka semua akan tercukupi. Dan aku bersyukur berjodoh dengan Abang. Maka aku merasa kehidupan yang akan aku jalani dengan Abang lebih dari layak. Kita sedang sama-sama berjuang untuk fase baru hidup kita. Ayo kita sama-sama bergandengan tangan untuk melewati setiap fasenya !," tutur Risda seraya menggenggam tangan Nuril. Nuril tersenyum lebar kemudian meraih kepala sang istri dan di kecupnya kening wanita sholihah nya.
'' Terima kasih,''ujar Nuril,Risda mengangguk dengan senyum tak luntur dari bibir tipis itu. Sejenak keduanya terdiam seraya menatap keluar kamar, tangan Nuril tak lepas dari pinggang sang istri. Ia membawa wanita itu dalam pelukan. Pelukan yang semakin lama membuat wanita itu merasakan sebuah kenyamanan.
'' Kamu tunggu di sini, Abang ambil tas pakaian kita dulu,'' ucap Nuril sembari melepaskan dekapan pada istrinya.
'' Iya Bang,'' sahut Risda singkat. Nuril melangkah meninggalkan Risda yang mengiringi langkah suaminya dengan tatapan mata.
Wanita itu tampak menghirup nafas dalam, kemudian tersenyum simpul.
'' Terima kasih ya Allah, Engkau memberikan ku jodoh Bang Nuril,'' bisik lirih Risda dalam benaknya.
Nuril memang bukan lelaki dengan pendidikan tinggi yang memiliki kekayaan melimpah. Ia hanya seorang pemuda desa yang bekerja serabutan. Asal halal pasti ia lakukan dan kekayaan tidaklah ia miliki. Namun dia adalah lelaki penyayang yang sangat bertanggung jawab. Membuat Risda bersyukur digariskan berjodoh dengan lelaki itu.
Sepasang suami istri yang baru menghuni rumah baru tersebut masih di sibukkan menata pakaian dalam lemari. Jam di ponsel Nuril menunjukkan waktu hampir Maghrib.
'' Sudah hampir Maghrib dek, kita bersiap berbuka dulu,'' ajak Nuril seraya menghentikan aktivitasnya.
" Iya bang ," sahut Risda, wanita itu beranjak dari depan lemari. Membuka kerudung instan yang dikenakan. Nuril duduk di tepi ranjang mengamati sang istri yang tampak menggulung rambutnya yang tergerai.
Nuril tak melepaskan tatapan matanya dari sang istri. Baginya pemandangan di hadapannya terlalu indah untuk diabaikan.
" Apa sih Bang,kok ngeliatin nya gitu ," protes Risda yang merasa canggung di tatap intens oleh sang suami. Nuril tersenyum tipis, tanpa melepaskan tatapannya.
" Abang sedang menikmati ciptaan Allah yang luar biasa cantiknya," ucap Nuril yang sukses membuat istrinya tersipu.
" Apa sih Bang ," ujar Risda seraya memalingkan wajah dan kemudian melangkah keluar kamar. Menyembunyikan wajahnya yang merona merah.
Nuril tersenyum lebar, kemudian beranjak dari duduknya. Mengejar langkah sang istri yang berjalan menuju tempat makan
" Istri Abang malu-malu, tambah cantik istri Abang ini," Nuril masih saja menggoda istrinya yang sedang mengeluarkan makanan yang tadi mereka bawa dari tempat orang tua Nuril.
Lelaki itu mencolek pipi istrinya sebelum akhirnya duduk di kursi yang berada di ruang makan. Ada dua kursi plastik dan meja kecil di sana. Risda semakin tersipu dan berusaha menyembunyikan wajah dari tatapan sang suami.
" Bang, Risda malu," rengek Risda yang menyadari suaminya masih mengamati dirinya. Nuril hanya tertawa senang melihat reaksi tersipu istrinya yang tampak manis bagi Nuril.
Akhirnya Nuril beranjak dari ruang makan. Mengusak rambut sang istri sebelum berlalu dari sana dan memasuki area dapur. Risda menilik suaminya,saat di pastikan lelaki itu tak lagi terlihat. Wanita itu memegangi dadanya yang terasa berdebar.
" Ya Allah, astaghfirullah," lirih Risda yang duduk sejenak di atas kursi. Wajahnya merah merona akibat perlakuan suaminya. Pernikahan mereka yang tak di dahului dengan pacaran , membuat mereka kini sedang di buai sebuah rasa yang menggetarkan hati.
Tapi sebuah ujian saat mereka melangsungkan pernikahan mendekati bulan ramadhan. Kini di saat rasa mulai hadir do antara keduanya. Menekan gejolak hasrat menjadi tantangan tersendiri untuk pasangan baru itu.
Tak berselang lama, Nuril kembali ke ruang makan dengan nampan di tangannya.
" Lho Abang kok bikin sendiri ?," tanya Risda yang melihat suaminya membawa dua gelas teh hangat dan teko kecil berisi sisa teh yang belum di tuangkan.
Nuril tersenyum dan meletakkan di atas meja.
" Gak semua hal harus kamu yang melakukan. Selama Abang bisa ,sudah seharusnya Abang membantu. Dalam rumah tangga, tidak lagi soal aku atau kamu,tapi kita. Selama kita bisa melakukan bersama kenapa tidak ?," mendengar penuturan sang suami ,Risda di buat kagum. Dalam hati ia begitu bersyukur memiliki suami yang pengertian dan menghargai dirinya.
Tak berselang lama, suara tanda waktu Maghrib tiba terdengar. Sepasang suami istri itu berucap hamdalah dan berdoa. Keduanya menikmati buka puasa hanya berdua saja.
" Kita sholat dulu dek," ajak Nuril setelah minum dan memakan beberapa kudapan.
" Iya Bang," sahut Risda, Nuril terlebih dahulu mengambil wudhu bergantian dengan sang istri. Keduanya menjalankan sholat wajib tiga rakaat berjamaah.
Usai salam, Risda mengulurkan tangannya untuk menyalami sang suami. Nuril meraih kepala istrinya dan menyematkan sebuah kecupan. Keduanya saling pandang sejenak dengan seulas senyum di bibir mereka.
Sebelum beranjak dari atas sajadah, mereka menyempatkan diri berdzikir sejenak. Mengagungkan asma Allah, dan melantunkan doa di hadapan sang pemilik kehidupan. Berharap keberkahan dalam hubungan pernikahan yang baru mereka mulai.
Usai bersimpuh di hadapan sang Ilahi, sepasang suami istri itu kembali ke meja makan. Menikmati sepiring nasi dengan lauk ikan goreng dan sayur lodeh yang di bawakan oleh ibu.
" Perabot di sini belum lengkap dek,alat masak juga baru seadanya. Besok Abang antar ke pasar untuk belanja. Nanti adek cek apa saja yang perlu di beli," ucap Nuril di sela makannya.
" Iya Bang, nanti Risda cek keperluan penting yang harus di beli terlebih dahulu apa," sahut Risda yang di sambut anggukan oleh Nuril.
Keduanya melanjutkan makan dalam diam. Selesai makan Nuril menggelar tikar di ruang tengah. Risda nampak masih membereskan bekas makan keduanya.
" Dek,duduk sini dulu," titah Nuril saat melihat istrinya keluar dari ruang makan. Wanita itu mendekati suaminya yang duduk bersila dengan mengenakan sarung dan kaos oblong berwarna putih. Risda hendak duduk di hadapan sang suami saat tangannya di raih oleh Nuril.
" Duduk di sini," ujar Nuril lembut seraya menarik istrinya duduk berdempetan di sampingnya.
Nuril merangkul pundak Risda dan mengecup pelipis wanitanya sesaat setelah sang istri duduk disampingnya. Setelahnya ia meraih tangan Risda, menggenggam telapak tangan itu dengan lembut.
" Sekarang di sini kita hanya tinggal berdua. Kita memulai rumah tangga ini bersama-sama. Abang bukan lelaki sempurna yang bisa memberikan kamu segalanya. Tapi Abang akan selalu berusaha menjadi yang terbaik untuk kamu semampu Abang. Abang akan selalu menyediakan pundak ini untuk kamu bersandar," tutur Nuril seraya menarik kepala Risda bersandar di pundaknya. Risda menurut saja,ia mulai merasa kenyamanan di setiap sentuhan dari sang suami.
" Abang hanya manusia biasa,yang tidak bisa membaca hati dan pikiran orang lain. Seandainya ada yang mengganjal di hati kamu bicarakan. Komunikasi adalah hal penting dalam sebuah hubungan," lanjut Nuril dengan tangan mengusap lembut rambut istrinya yang kini tergerai indah. Risda mengangguk paham.
" Dan untuk masalah keuangan rumah tangga,Abang serahkan ke kamu," Nuril menjeda ucapannya, lelaki itu mengambil sesuatu yang telah berada di samping ia duduk. Sebuah dompet yang tergeletak di sana.
Nuril melepaskan rangkulannya pada sang istri. Wanita itu pun menegakkan tubuhnya kembali.
" Ini ATM milik abang, isinya tidak seberapa. Karena sebagian besar sudah Abang pergunakan untuk membeli rumah ini. Kamu pegang ini,dan ini uang cash yang Abang punya. Tidak seberapa tapi mungkin bisa untuk membeli beberapa perabot dan keperluan kita beberapa hari ke depan," sambung Nuril yang menyerahkan lembaran uang berbagai warna ke tangan sang istri.
" Bang," hanya itu kata yang terucap dari bibir wanita itu. Nuril menatap teduh istrinya dengan seulas senyum yang begitu menentramkan.
" Abang percaya, istri Abang bisa mengelolanya dengan baik," tutur Nuril, sambil membelai wajah istrinya yang terasa begitu halus. Risda terlihat berkaca-kaca, kemudian wanita itu menelusupkan wajah di dada bidang suaminya.
" Terima kasih Abang sudah memilih Risda sebagai pendamping Abang. Maaf kalau Risda belum menjadi istri yang baik," ucap Risda yang kini dalam dekapan Nuril. Lelaki itu mendaratkan kecupan berkali-kali di puncak kepala sang istri.
" Kita baru sama-sama memulai, tidak ada manusia yang sempurna. Ayo kita sama-sama belajar untuk menjadi manusia yang lebih baik," lanjut Nuril yang mendapat anggukan dari istrinya.
Yah, perjalanan rumah tangga sepasang suami istri itu barulah dimulai. Masih panjang liku jalan yang harus di lewati. Dengan terus saling mengingatkan,saling percaya dan saling mengerti maka perjalanan rumah tangga akan lebih bermakna.
Seperti hari-hari biasanya, tak perlu alarm untuk membangunkan seorang Nuril. Lelaki itu akan terjaga dengan sendiri di saat seperti malam terakhir. Lelaki itu meraih ponsel yang terletak di sisi tempat tidur. 02.30, angka yang tertera di layar ponsel saat ia menyalakannya.
Nuril menoleh ke sisi lainnya setelah mengembalikan ponsel di tempat semula. Lelaki itu tersenyum mendapati sang istri yang tidur pulas ber bantal lengannya. Tangan itu terasa kebas namun hatinya menghangat melihat wajah polos sang istri. Lelaki itu membelai perlahan wajah cantik yang masih lelap dalam tidurnya.
'' Terima kasih sudah jadi bagian hidup Abang ,dek ,'' ucap lirih Nuril , kemudian lelaki mengecup pelan kening istrinya. Dengan hati-hati Nuril memindahkan kepala istrinya ke bantal yang ada di belakang kepala Risda. Nuril bangun dari tidurnya, kemudian memijat lengannya yang terasa kebas. Setelah merasa aliran darahnya telah mengalir normal kembali, Nuril beranjak dari atas tempat tidur.
Lelaki itu meraih handuk yang tersampir di belakang daun pintu. Sebagai pengantin baru, tentu malam hari tak akan berakhir sia-sia meski harus mandi di sepertiga malam. Nuril keluar kamar meninggalkan Risda yang masih terlelap.
Tak berselang lama, tampak wanita itu mengerjapkan mata. Menyesuaikan pandangan dalam remang kamar mereka. Risda tampak meraba sisi tempat tidurnya. Tak ia dapati sang suami di sana.
'' Bang !," panggil Risda , namun tak ada sahutan. Wanita itu mencari ponsel miliknya, hampir pukul tiga dini hari. Ia bangkit dari ranjang. Pandangannya mengitari seluruh kamar tidur mereka. Tak ada sang suami di sana.
Risda bangkit dari tempat tidur,saat ia meraih handuk miliknya yang tadi bersebelahan dengan milik sang suami,Risda tersenyum kecil. Lalu wanita yang malam itu tampak berbeda dengan rambut di gerai dan daster kaos pendek tanpa lengan, keluar dari kamar. Suara guyuran di kamar mandi telah berhenti, Risda berdiri bersandar di pinggir pintu menunggu suaminya keluar.
Sesaat kemudian,lelaki dengan dada bidang keluar dari kamar mandi dengan bertelanjang dada. Hanya handuk sebatas lutut yang menutup bagian bawah tubuhnya.
'' Astaghfirullah Abang,'' ucap Risda yang reflek menutup matanya dengan telapak tangan. Nuril tertawa kecil kemudian mengusap rambut istrinya.
'' Kenapa sayang ?,'' lembut suara yang mengalun dari bibir Nuril membuat desiran hangat dalam hati Risda.
'' Malu,'' ucap wanita itu. Nuril mendekatkan dirinya pada sang istri.
'' Kamu harus terbiasa sayang,ini milikmu,'' Nuril berbisik di telinga Risda, seraya meraih tangan wanita itu dan meletakkan di dadanya. Membuat wajah Risda semakin merona merah.
'' Udah ah Abang,aku mau mandi nanti keburu imsak,'' ujar Risda manja sambil menarik tangannya dari genggaman tangan sang suami.
'' Ya udah sana mandi, Abang tunggu ,kita sholat dulu sebentar sebelum sahur," sahut Nuril , Risda mengangguk kemudian melesat masuk ke kamar mandi diiringi senyum dari suaminya.
Nuril berlalu dari depan kamar mandi seraya mengguyar rambutnya yang masih basah. Lelaki itu melangkah ke area dapur,di sudut ruangan terdapat kran yang dipergunakan untuk wudhu dan keperluan memasak. Ia mengambil wudhu di sana.
Usai dengan sesuci nya ia masuk ke dalam kamar untuk mengenakan pakaian untuk sholat. Koko lengan panjang berwarna putih dan sarung yang juga berwarna putih dengan motif garis kotak berwarna hitam ia kenakan. Lalu Nuril keluar dari kamar, menuju ruangan sebelah yang di gunakan untuk tempat sholat.
Tak menunggu lama, Risda menghampirinya dengan mukena yang telah di kenakan. Nuril menyambut sang istri dengan seulas senyum. Kemudian lelaki itu berdiri dari duduknya.
Di atas hamparan sajadah, sepasang suami istri itu melaksanakan sholat malam. Bermunajat di hadapan pemilik kehidupan. Memohon ampun atas segala dosa di setiap langkah. Berserah diri pada sang Ilahi, mengangkat tangan meminta kebaikan untuk dunia dan akhirat.
Jam menunjukkan pukul empat kurang lima belas menit saat sepasang suami istri itu masuk ke ruang makan.
'' Aku angetin dulu Bang sayurnya,'' ucap Risda sembari membuka tutup saji dan mengangkat rantang berisi sayur. Ia tak memiliki bahan makanan untuk merubah menu sahur. Jadilah ia hanya menghangatkan lauk yang ada.
'' Iya dek,'' jawab singkat Nuril yang kemudian melangkah ke arah rak , untuk mengambil piring. Lelaki itu membuka penanak nasi. Asap mengepul dari sana. Nuril mengisi dua piring kosong dengan nasi. Kemudian meletakkan di atas meja.
Sesaat kemudian,Risda masuk ruang makan dengan teh hangat. Meletakkan di atas meja di hadapan sang suami yang sudah duduk manis di kursi plastik.
'' Terima kasih dek," ucap Nuril saat istrinya meletakkan gelas di hadapannya.
'' Sama-sama Abang,'' jawab Risda dengan senyum terkembang. Wanita itu berlalu dari hadapan sang suami yang menatap istrinya sampai menghilang di balik sekat ruangan.
Risda kembali dengan membawa sayur yang telah di hangatkan. Kini keduanya menikmati sahur dengan tenang. Sesekali tampak Nuril menatap istrinya diam-diam. Wanita itu berhasil mencuri hatinya dengan cepat. Paras yang cantik, sikap yang baik, tutur kata lembutnya membuat siapa saja akan mudah jatuh hati pada wanita itu.
Bersyukur, karena Allah menuliskan jodoh untuk dirinya wanita sebaik Risda. Wanita berpendidikan tinggi, namun tak memandang rendah orang lain. Risda adalah seorang wanita lulusan S1 dari keluarga menengah ke atas. Dan dirinya hanyalah lelaki dengan ijasah lulusan SMK,dari kalangan menengah ke bawah bekerja serabutan.
Awalnya ia sering mendapat pekerjaan dari keluarga Risda untuk dari membetulkan kran rusak hingga berbagai barang elektronik yang listrik yang konslet dan berbagai pekerjaan lain. Ia tidak pernah mengenal sosok Risda yang masih berada di pondok pesantren sambil kuliah. Hingga ayah Risda tiba-tiba menyatakan keinginan dirinya untuk mempersunting sang putri.
Tentu ia merasa tak percaya diri untuk meminang wanita dengan strata sosial dan pendidikan lebih tinggi. Namun lelaki yang kini menjabat sebagai Ayah mertuanya itu meyakinkan dirinya bahwa ia layak bersanding dengan sang putri.
Dan kini di hadapannya putri cantik itu telah menjadi istrinya. Dalam hatinya ia akan berjuang untuk menjadi lebih baik. Baik dalam urusan dunia maupun akhirat,ia tak akan membiarkan sang istri hidup dalam kekurangan. Ia telah mengambil tanggung jawab dari seorang ayah yang selalu membahagiakan anaknya. Dan ia akan memberi kebahagiaan itu lebih dan lebih lagi.
Meski akan ada perjuangan yang pasti tidak mudah. Tapi ia tak akan pernah menyerah. Ia yakin bahwa di setiap usaha akan ada hasil yang didapatnya. Dan akan selalu teriring doa agar semua berjalan sesuai keinginan dengan ijin dari Allah.
Risda mengangkat waja saat nasi di piringnya telah habis. Di saat itu ia bertemu tatap dengan sang suami yang menatapnya dengan tatapan lembut.
'' Kenapa ?,'' tanya Risda pada Nuril yang tak juga memalingkan wajah dari istrinya.
'' Terima kasih sudah hadir di hidupku. Temani aku berjuang untuk menjadi lelaki lebih baik,'' tutur Nuril, Risda mengangguk.
'' Pasti,aku akan selalu disisi Abang dalam segala keadaan,'' sahut Risda penuh keyakinan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!