NovelToon NovelToon

SALOKA RESIDENT

CHAPTER 001

Sebuah bus antar kota, bus itu tak banyak dan juga tak sepi penumpang. Jack duduk di bagian tengah bus, menyandarkan dirinya di kursi dan melihat keluar jendela yang berada di sebelah kirinya.

Jack memakai sepatu kasual ala anak muda jaman sekarang, dan menggunakan hoodie berwarna hitam, celana jeans, serta mendengarkan musik menggunakan headsetnya.

Bus antar kota itu terus berjalan melewati pemandangan yang indah. Gunung, sawah, ladang, serta pepohonan hijau berada sepanjang jalan perjalanan.

Tiga jam berlalu. Tepat jam 12 siang, akhirnya bus itu sampai ke terminal New York. Beberapa penumpang mulai beranjak pergi dari kursinya, sedangkan Jack menunggu sampai semua penumpang sudah turun.

Setelah semua penumpang turun dari bus, Jack kemudian turun dari bus dan mengambil koper dan tasnya di bagasi.

*DOR!!!

*DOR!!!

*DOR!!!

Tiga kali tembakan pistol terdengar dari terminal itu, tak jauh dari tempat Jack berada.

Seorang pencopet berlari karena polisi mengejarnya. Pencopet itu berlari ke arah Jack dan tak sengaja menabrak Jack yang membuat tasnya terjatuh.

“WOI!!!” Jack berteriak kesal.

Semua orang di terminal mulai panik dan ketakutan karena beberapa polisi membawa senjata dan mengejar pencopet yang terus berlari itu.

Beberapa orang berjongkok dan tiarap, karena takut jika peluru itu akan mengenainya.

Jack hanya mengabaikan kejadian itu dan segera membuka tasnya, melihat laptopnya yang berada di dalam tas.

Nasib sial menimpa Jack setibanya ia di kota itu. Saat Jack membuka laptopnya, ia Jack melihat layar laptopnya yang sudah pecah, karena preman tadi.

“Sial!” ucap Jack yang terlihat sangat kesal.

Di depan terminal Jack mencoba menyalakan laptopnya, akan tetapi ia tak bisa melihat apapun, karena LCD laptop itu telah rusak.

*KRIING!!!!

Ponsel Jack berbunyi. Saat melihat ponselnya, ternyata pacar Jack lah yang menelpon hari itu. Jack pun langsung mengangkat panggilan itu.

“Halo, Jane!” sapa Jack. Pacar Jack itu bernama Jane.

“Halo, Sayang. Apa kau sudah sampai?” Jane menyapa balik dan bertanya pada Jack.

“Astaga, Preman brengsek,” ucap Jack yang tak sengaja karena masih kesal karena seorang preman membuat laptopnya rusak.

“Ada masalah apa? Kau sepertinya kesal,” tanya Jane.

“Apa? Oh itu. Bukan apa-apa. Sudah lupakan saja. Kenapa kau menelponku? Bukankah kau sedang bekerja? Apa atasanmu membolehkanmu menelepon?”

“Hahaha. Tak apa. Aku sedang berada di luar kantor untuk mengurus sesuatu. Mungkin aku akan pergi ke luar kota sebentar untuk menyelesaikan tugasku.”

“Kau sedang dinas diluar kota?” tanya Jack.

“Ya, begitulah. Aku ada rapat dan menemui beberapa reporter tentang program baru yang akan aku jalankan.” jelas Jane.

“Oh, begitukah?”

“Ya. Sayang, sudah dulu, ya. Aku akan menutup teleponnya dan menelponmu kembali nanti. Dada!” ucap Jane yang langsung menutup sambungan teleponnya.

Sepertinya Jane sangat sibuk karena pekerjaannya itu.

Jack pun kembali mengantongi ponselnya dan memasukkan kembali laptopnya ke dalam tas.

Tak jauh dari terminal itu, terdapat sebuah gedung yang berisi beberapa toko alat elektronik, serta menyediakan tempat servisnya.

Jack berjalan membawa tas dan kopernya menuju tempat yang tak jauh. Sesampainya Jack masuk ke dalam gedung, mata Jack langsung tertuju pada salah satu toko yang berada.

Gedung itu sangatlah ramai dengan pengunjung yang sedang memilih alat-alat elektronik.

“Ada yang bisa saya bantu?” tanya penjaga toko pada Jack yang sedang berdiri di depan tokonya.

Jack membuka tas, mengeluarkan laptopnya.

“Aku ingin memperbaiki laptopku. Ini pecah tak parah, tapi merata di semua layar,” jelas Jack pada pemilik toko.

Jack menunjukkan laptopnya kepada pemilik toko, begitupun pemilik toko yang langsung melihat kondisi laptop.

“Astaga. Walau tak terlalu parah, tapi semua layarnya menjadi retak. Mungkin ini akan menghabiskan sekitar dua ratus dolar,” jelas pemilik toko.

“Dua ratus dolar?” tanya Jack yang terkejut dengan itu.

“Ya. Tentu saja.”

“Kenapa mahal sekali? Padahal ini hanya rusak bagian layarnya saja. Aku yakin mesinnya masih berfungsi dengan baik. Apakah mengganti layar semahal itu?” Jack terus protes karena mendengar biaya servisnya yang tinggi.

“Astaga, Anak muda. Itu sudah sangat murah. Di tempat servis yang resmi, kau akan dikenakan biaya sebesar tiga ratus dolar, bahkan bisa lebih. Kau tak boleh membocorkan hal ini kepada siapapun,” bisik pemilik toko.

“Karena kau masih muda. Aku akan memberimu diskon. Kau bisa membayar hanya dengan seratus delapan puluh dolar saja. Bagaimana?” pemilik toko memberikan tawaran kepada Jack.

“Aduh!!” kesal Jack. “Baiklah. Kalau begitu, tolong pastikan laptop kembali berfungsi dengan baik. Aku sangat membutuhkannya.”

“Baiklah. Kau tak perlu khawatir. Aku akan menjadikan laptop mu terlihat seperti baru lagi. Kau bisa mencantumkan nomor teleponmu disini, dan aku akan meneleponmu setelah aku memperbaikinya.”

Pemilik toko itu memberikan sebuah nota yang berisi nama dan nomor telepon.

Setelah memberi nomor teleponnya, Jack pergi meninggalkan toko itu.

Karena masih tak percaya dengan harga yang disebutkan oleh pemilik toko itu, diam-diam Jack pergi ke toko lain dan bertanya pada salah seorang karyawan yang sedang memeriksa laptop.

“Permisi, Mas. Berapakah harga memperbaiki LCD laptop yang rusak?”

“Berapa inch laptopmu?” tanya karyawan itu tanpa menoleh pada Jack dan terus memeriksa laptop di depannya.

“Mungkin sekitar lima belas inch,” jawab Jack.

“Dua ratus dolar. Akan tetapi, jika kau membayarnya secara tunai, aku akan memberimu seratus lima puluh dolar saja,” jelas seorang karyawan yang masih tak menoleh. Fokus memeriksa laptop.

Mendengar jawaban dari karyawan itu, Jack pun langsung pergi, karena harga yang masih tak jauh berbeda.

Jack berjalan dengan lesu. Menyusuri jalan yang panjang yang masih tak jauh dari terminal bus.

Sebuah kedai kopi berada di ujung jalan, tepat di persimpangan terakhir. Jack yang mulai lelah karena terus berjalan pun akhirnya memutuskan untuk berhenti dan membeli kopi di kedai itu.

Kedai kopi dengan nuansa klasik itu terlihat sangat unik dan rapi. Dengan bangunan tua dan beberapa cat tembok yang sudah pudar, serta beberapa lumut buatan, membuat kedai itu terlihat lebih unik lagi.

Mahasiswa yang sedang mengerjakan tugas, para siswa SMA yang baru pulang dari sekolahnya, serta muda-mudi yang dimabuk asmara.

Mereka semua menikmati pesanannya di kedai kopi yang unik itu.

Jack pergi ke kasir, lalu memesan es Americano. Beberapa saat setelah pesanannya siap, Jack mencari tempat duduk di kedai itu yang masih kosong.

Jack duduk di pojok ruangan dekat dengan jendela. Dari tempat duduknya Jack dapat melihat orang-orang yang dewasa yang larut dalam kesibukannya.

Jack mengeluarkan ponsel dan kembali memakai headsetnya. Ia membuka sebuah platform untuk mencari kos yang akan ditempatinya.

Sesekali melihat beberapa kost, Jack menikmati es Americano yang telah ia pesan.

CHAPTER 002

Jack melihat beberapa kost yang kosong yang sudah disewakan oleh pemiliknya di platform itu.

Saat melihat kamar yang disukainya, Jack pun langsung menghubungi pemilik kos tersebut dan mendatangi lokasinya.

Karena Jack tak membawa dan memiliki kendaraan, dan biaya taksi yang tak murah, Jack memutuskan untuk menyewa motor yang akan ia gunakan untuk sementara waktu.

Dengan harga sewa lima puluh dolar, Jack dapat menyewa motor itu dalam kurun waktu satu bulan. Harga yang sangat murah daripada Jack harus menggunakan taksi kemanapun ia pergi.

Di tempat kost pertama yang ia kunjungi, Jack bertemu langsung dengan pemilik kos untuk melihat ruangan dan bernegosiasi.

Pemilik kos itu adalah seorang wanita dewasa berumur akhir tiga puluhan. Pemilik kos menyambut Jack dengan ramah dan mempersilahkan masuk. Melihat kamar-kamar yang masih kosong.

Mereka berdua berjalan di lorong kamar, dengan pemilik kos yang menunjukkan jalan.

“Kamarnya berada di ujung, di lantai 2. Kamarnya kedap suara, tenang, dan juga sangat bersih. Jendela di kamar itu juga menghadap jalan raya yang membuatmu dapat melihat semua orang yang melakukan aktivitasnya.”

Pemilik kos itu menaiki tangga diikuti dengan Jack yang melihat kamar-kamar yang sudah dipenuhi oleh penghuni.

Dari luar dan lorong, rumah kos itu memang terlihat sangat bersih dan rapi. Beberapa bunga dan tanaman yang terawat membuat suasana di luar kos itu terlihat lebih rapi lagi.

Mereka berdua akhirnya sampai di kamar paling ujung. Salah satu kamar yang masih tersisa dengan kondisi kamar yang cukup bersih dan baik.

“Disini. Inilah kamarnya. Kau bisa merasakan sinar matahari yang masuk dari jendela dan menutup jendela dan tirai, jika kau tak menginginkan itu,” jelas pemilik kos.

Saat melihat kamar itu, Jack cukup senang karena tempatnya yang sangat bersih dengan sprei berwarna putih hitam, serta dilengkapi AC, TV, serta kamar mandi dalam, yang membuat kamar itu terlihat lebih aesthetic.

“Berapa harga sewanya, Kak?” tanya Joko pada pemilik kos itu.

“Enam ratus dolar, tapi jika kau membayarnya langsung selama setahun, aku bisa memberimu diskon sebesar tiga puluh persen.”

Jack pun terkejut karena mendengar harganya yang sangat mahal itu. Ditambah dia yang baru pindah dari kota kecil. Dia harus mengatur dan sebisa mungkin untuk menghemat pengeluarannya.

“Astaga. Kenapa mahal sekali. Padahal kamar ini sangatlah bagus,” gumam Jack dalam hati.

Dengan fasilitas seperti itu, di kota yang cukup besar, itu adalah harga yang sangat wajar dan masuk akal.

Karena Jack belum mempunyai uang yang cukup, Jack akhirnya memutuskan untuk pergi dan mencari kos lain.

Jack duduk diatas motornya dan kembali membuka platform yang menyediakan kos di kota itu.

Setelah mendapatkan beberapa nomor pemilik, Jack akhirnya pergi menuju ke tempat terdekat.

Di kos kedua yang Jack datangi, Jack kembali disambut oleh pemilik kos. Pemilik kos itu adalah seorang pria paruh baya dengan rambut yang sudah memutih dan menggunakan kacamata minus.

Pemilik kos itu kembali menunjukkan sebuah kamar yang tersisa. Kamar itu sama bersihnya dengan kamar pertama, tapi tak dilengkapi oleh AC, dan TV berukuran kecil.

Saat Jack bertanya, pemilik mengatakan bahwa harganya berkisar di 400 sampai 500 dolar.

Karena Jack menganggap harga sewanya masih mahal, dia akhirnya pergi meninggalkan tempat itu.

Jack berjalan meninggalkan tempat itu dengan lesu, karena ia belum beristirahat sama sekali, semenjak ia datang di New York.

Karena kondisinya yang lelah, Jack pergi ke sebuah warung makan sederhana untuk mengisi perutnya yang telah kosong.

Di warung makan, Jack memesan makanan seadanya, hanya untuk mengganjal perutnya.

Di sela-sela menikmati makanan, Jack kembali memegang dan melihat ponselnya, membuka platform aplikasi yang menyediakan kos.

Jack meletakkan sendoknya saat melihat sebuah kamar dengan biaya sewa 200 dolar per bulan. Di platform aplikasi penyedia kos, tercantum nama kos dan nomor yang bisa dihubungi.

Tanpa pikir panjang, Jack menelpon pemilik kos itu untuk bertanya tentang kamar kos.

“Halo, Tuan / Nyonya,” ucap Jack saat melihat panggilannya diangkat.

“Halo. Ada yang bisa saya bantu?” Suara seorang wanita menjawab panggilan Jack.

“Aku sedang mencari sebuah kos, lalu menemukan nomor ini di sebuah platform. Apa masih ada kamar yang kosong?”

“Tentu saja,” jawabnya.

Jack sangat senang karena mendengar kabar itu.

“Apa benar harga sewanya cuma 200 dolar per bulan?” tanya Jack kembali memastikan.”

“Ya, kau benar.”

“Astaga, baiklah. Aku akan segera menuju kesana.”

“Tentu. Sampai jumpa.”

“Terima kasih, Nyonya.”

Jack langsung mematikan sambungan teleponnya dan menghabiskan makanan yang baru ia makan dua suap.

***

Tepat pukul lima sore hari, Jack sampai di lokasi kos yang sudah di telponnya semenjak siang.

Jack menghentikan motornya, lalu memarkirkannya di tempat parkir khusus sepeda motor.

Lokasi kos itu berada di pinggir kota dan berdempetan dengan bangunan, dan ruko lainnya yang berada di tempat itu.

Sebuah bangunan gedung tua dengan banner besar yang tertempel dan bertulis, SALOKA RESIDENT.

Melihat dari namanya yang sama, Jack yakin bahwa itulah kos yang memiliki harga sewa 200 dolar per bulan.

Beberapa menit Jack berdiri dan menatap bangunan tua yang terlihat sangat kumuh itu.

“Astaga. Sepertinya aku tak bisa tinggal di tempat seperti ini,” gumam Jack dalam hati.

Jack langsung mengeluh saat melihat kondisi gedung bangunan yang sangat tidak terurus itu.

Saat dia akan pergi dan mencari tempat lain, Jack berpikir, tak mungkin ada kos lain yang memberikan harga paling murah, dan mungkin hanya kos itu yang menyediakannya.

Dengan berat hati, Jack terpaksa harus menerima keadaan itu semua. Jack menurunkan koper yang diikat di motor bagian belakangnya, lalu bergegas memasuki gedung tua itu.

Bangunan tua mempunyai tiga lantai, dengan lantai satu yang dipenuhi oleh ruko yang sudah lama tak terpakai, lantai 2 dengan beberapa kamar kos, dan lantai 3 adalah paling atap untuk menjemur pakaian.

Jack menaiki tangga dan menuju lantai 2. Dia mengangkat kopernya yang berat menaiki anak tangga satu persatu.

Tangga itu terlihat sangat gelap di sore itu, tapi Jack hanya meneruskan langkahnya.

Sesampainya di lantai 2, Jack melihat sebuah pintu besar dipenuhi dengan poster bola dan beberapa tulisan-tulisan aneh lainnya.

Ia pun membuka pintu itu dan masuk ke dalam. Di dalamnya, terdapat ruang resepsionis yang berada di sebelah pintu masuk.

Akan tetapi, tak ada satu orang pun yang terlihat di tempat itu. Lantai dua kos itu membentuk huruf T dengan kamar-kamar yang saling berhadapan di setiap lorong.

Jack meneruskan langkahnya menyusuri lorong-lorong kamar yang terlihat seperti rumah hantu.

Tempat itu terlihat kurang bersih, dan tak seperti tempat kos lainnya. Mungkin dikarenakan harganya yang cukup terjangkau, jadi pemilik kos tak ingin merawat gedung itu.

CHAPTER 003

Saat Jack terus melangkah menyusuri lorong kamar,

“Hoi, Anak muda! Apa kau yang menelpon tadi?”

Seorang wanita paruh baya bertubuh pendek dan gempal, menyapa Jack dari  belakang.

Wanita itu bernama Eli. Eli sepertinya adalah penjaga kos itu. Dia muncul dari balik pintu resepsionis dan menyapa Jack, saat melihatnya berjalan.

“Ya, Nyonya,” jawab Jack yang menoleh dan berjalan kembali mendekati wanita itu.

“Astaga. Pasti cukup sulit saat kau naik kemari. Begitupun lokasinya yang berada di dataran yang cukup tinggi,” ucap Eli.

“Maafkan aku, Nyonya. Mungkin aku agak terlambat tadi.”

“Tak masalah, Nak. Tempat ini terpencil, jika kau pertama kali datang kemari, kau pasti akan kebingungan dengan tempat ini.”

Eli kembali masuk ke dalam ruangannya dan mengambilkan minuman untuk Jack.

“Astaga. Ambilah ini,” Eli memberikan minuman kemasan pada Jack. “Suaramu di telepon terdengar sangat bagus, ternyata kau sangat tampan. Hahahaha. Apa kau lelah? Kau terlihat sangat berkeringat.”

Eli berbasa-basi dan memuji paras tampan yang dimiliki Jack.

“Omong-omong, saat naik kemari, aku melihat banyak ruko yang sepertinya sudah lama tak terpakai,” ucap Jack.

“Hmmm, itu benar. Gedung ini sudah lama terbengkalai, hanya aku dan beberapa anak kos yang menghuni di tempat ini.”

“Baiklah.” Jack melihat sekeliling ruangan Eli.

Ruangan Eli sangatlah kecil dan tak terurus. Hanya berukuran 5 kali meter, dengan kasur dan ruang resepsionis yang dijadikan menjadi satu.

Sangat tak layak sekali dijadikan untuk kamar sekaligus tempat tidur, apalagi Eli adalah seorang wanita.

“Dulunya tempat ini adalah sebuah panti asuhan, Nak. Sekitar 20 tahun yang lalu. Mungkin saat itu kau masih kecil sekali, dan aku juga yang menjaga panti asuhan saat itu.”

“Panti asuhan? Lantas, bagaimana ceritanya bisa menjadi kos?” tanya Jack basa-basi.

“Ceritanya panjang, Nak.” Eli membenarkan posisi duduknya, lalu mulai bercerita.

***

20 tahun yang lalu. Saat itu umurku masih awal 30 an, Aku mendapatkan warisan yang cukup banyak dari orang tuaku untuk menjaga panti asuhan itu sendiri.

Kala itu aku harus menjaga panti asuhan sendirian. Tak ada satupun orang yang membantu atau menjadi karyawanku. Aku harus menanggung semua beban dan masalah yang terjadi di panti asuhan sendirian.

Aku mencari proposal dan sumbangan bantuan kepada para donatur terkaya, saat dana yang kumiliki sudah menipis.

Meski aku selalu kesulitan, aku tetap senang dan lapang dada saat merawat anak-anak yang terlantar itu.

Aku bisa memberinya tempat tinggal, makanan, minuman, dan perawatan medis, meski itu tak seberapa.

Beberapa kali aku juga mendatangkan seorang guru dan pengajar untuk mengajari anak-anak itu sedikit ilmu.

Sekitar seribu kepala anak kecil yang tinggal di panti asuhanku saat itu.Mulai dari umur 10 tahun hingga 20 tahun. Sekitar sepuluh tahun lamanya mereka tinggal di panti asuhanku.

Beberapa dari mereka ada yang ditelantarkan oleh orang tuanya, dan beberapa dari kuambil dari jalanan saat itu.

Semenjak anak-anak itu berumur 20 tahun lebih, kebanyakan dari mereka keluar dari panti asuhan ini. Mereka sudah mulai berpikir bahwa mereka sudah besar dan harus memiliki pekerjaan sendiri.

Banyak anak-anak yang berdatangan, lalu pergi. Sebagian mereka masih ingat denganku, dan sebagian lainnya entah kemana.

Mereka yang masih ingat denganku selalu menelponku dan menanyakan kabarku. Bahkan, mereka yang sudah sukses dan kaya, memberikan banyak bantuan untuk panti asuhan, meski aku tak memintanya.

Beberapa tahun kemudian, ada seorang pria remaja yang menawarkan ingin membantuku, merawat panti asuhan, dan saat itulah bebanku mulai berkurang.

Pria itu bernama Rocky. Dulunya dia juga salah satu anak yang tinggal di panti asuhanku. Entah apa yang membuatnya ingin membantuku mengurus panti asuhan.

Akan tetapi, aku sangat senang sekali ada orang yang membantuku saat itu, dan sejak itulah, bebanku mulai berkurang.

Dia banyak membantuku menyelesaikan masalah yang terjadi.

Singkat cerita, panti asuhanku mengalami tragedi yang menyeramkan. Seluruh gedung terbakar membuat beberapa anak mengalami luka bakar yang cukup parah.

Sekitar 10 orang anak tak terselamatkan nyawanya saat itu. Saat mereka hendak kabur melintasi kobaran api, tubuhnya tertimpa oleh kayu dan mereka meninggal karena terbakar.

Itulah salah satu tragedi yang paling menyeramkan. Aku tak akan mungkin bisa melupakan tragedi buruk itu. Dan itulah awal mula aku mengubah panti asuhan menjadi sebuah kos.

Dengan beberapa sisa uang yang kumiliki, aku kembali memperbaiki gedung dan menjadikan salah satu lantainya menjadi rumah kos.

Dan karena uang yang kumiliki sangat terbatas, maka kos yang terrbangun pun juga tak cukup mewah, bahkan bagi beberapa orang, kos ini tak layak untuk ditempati.

Rasa bersalah dan penyesalan selalu menghantuiku setiap malamnya. Aku selalu teringat pada wajah dari sepuluh anak yang terenggut nyawanya saat kejadian itu.

Saat aku tertidur, melamun, dan bahkan saat beraktivitas, aku selalu memikirkan tentang mereka.

Beberapa kali kesepuluh anak itu juga datang dalam mimpiku. Mereka bergandengan tangan, melambaikan tangan padaku. Seolah mereka meminta pertolongan padaku.

Tragedi yang sangat tragis.

***

Kembali ke zaman sekarang. Di ruangan Eli. Jack mendengarkan cerita Eli dengan seksama, meski dia tak sepenuhnya percaya dengan cerita Eli.

Jack menghela nafas panjang.

“Jadi, begitulah kurang lebih ceritanya, bagaimana awal mula aku mendirikan kos ini.”

Jack mengangguk kecil.

Eli beranjak dari kursinya, lalu mengambil minuman kemasan es teh, memberikannya pada Jack.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!