Di suatu tempat, tepatnya di Desa Sukabakti terdapat seorang gadis manis berusia 18 tahun berambut hitam panjang, tergerai sangat indah.
Kecantikannya parasnyayang alami, berhasil memikat semua para laki-laki berhamburan untuk mendekatinya.
Berbagai macam cara mereka lakukan dengan berlomba-lomba mengirimkan sebuah surat cinta, bunga, coklat atau sebagainya. Semua dilakukan hanya demi mengambil perhatian dari gadis tersebut.
Sayangnya, gadis itu tidak tertarik dengan laki-laki manapun. Sebab mereka semua tidak termasuk ke dalam daftar list Pangeran dambaan hatinya.
Bulan Shazkia Octavia adalah seorang siswi SMK Pratiwi 08 yang berusia 18 tahun, dan memiliki banyak prestasi. Bulan merupakan anak tunggal dari orang tak berada, hidupnya penuh dengan kekurangan. Akan tetapi, sang Ibu berusaha keras agar bisa mencukupi kebutuhan anak kesayangannya.
Bulan hanya tinggal bersama dengan sang Ibu, sementara sang Ayah sudah tiada akibat sakit keras yang di deritanya. Sang Ibu hanyalah seorang penjual nasi, kue basah dan juga gorengan di depan rumahnya.
...*...
...*...
Saat ini Bulan sedang memfokuskan diri untuk menghadapi berbagai ujian sekolah, lantaran Bulan sudah menginjak kelas 3 SMK. Itu artinya, sebentar lagi dia akan menghadapi kelulusan sekolah.
Setelah itu Bulan bisa segera mencari pekerjaan, supaya kedepannya bisa mengangkat derajat keluarganya sendiri.
Namun, nyatanya impian itu tidak berlangsung lama akibat Bulan bertemu dengan seorang pria yang berhasil membuatnya jatuh cinta.
Pada saat itu, Bulan sedang berjalan menuju ke Pasar. Cuman, tiba-tiba saja tanpa di sengaja Bulan malah menabrak seorang pria tampan hingga membuat semua belanjaannya terpecah berai.
Bugh!
"A-aduh, ma-maaf, Kak. Aku tidak sengaja, sini aku bantuin." ucap Bulan, tidak enak.
"Tidak apa-apa, saya bisa sendiri kok. Harusnya saya yang minta maaf, tadi jalannya tidak hati-hati," balasnya, sedikit tersenyum.
Degh!
Jantung Bulan seketika bergejolak, melihat senyum kecil terukir jelas dari seorang pria yang saat ini sedang memunguti barang belanjaannya.
Dengan cepat Bulan membantunya dan segera merapikan belanjaannya. Hanya saja telur yang dia beli semuanya pecah tak tersisa, membuat Bulan semakin merasa bersalah.
"Yahh, telurnya jadi pecah semua deh. Ma-maaf ya, Kak." ucap Bulan, kembali.
Wajah Bulan terlihat begitu sedih, saat matanya melihat pecahan telur berserakan dimana-mana.
Pria itu segera berdiri bersamaan dengan Bulan, kemudian tanpa di sengaja mereka saling menatap satu sama lain dengan perasaan yang berbeda.
"Tidak apa-apa, santai aja. Ini cuman perkara kecil, yang penting kamu gapapa, 'kan? Tidak ada yang luka sama sekali?" tanyanya.
"Masyaallah, ke-kenapa pria ini tampan banget. Ternyata benar ya, kalau Pangeran itu tidak hanya ada di dalam dongeng, novel atau dunia halu lainnya. Bahkan saat ini aku bisa melihatnya secara langsung, tanpa melalui mimpi."
"Cuman anehnya, kenapa dia mengatakan seperti itu? Perasaan tadi aku yang nabrak dia, 'kan? Cuman kenapa kesannya seakan-akan dia yang bersalah*?"
Hati Bulan berbicara panjang kali lebar saat menyaksikan ciptaan Allah yang terlihat sangat menggetarkan hatinya.
Pria itu, melihat Bulan hanya terdiam menatapnya langsung melambaikan tangan untuk segera menyadarkannya dari segala lamunannya. Karena menurutnya semua itu tidak akan baik, ketika lawan jenis saling menatap satu sama lain tanpa ikatan yang halal.
"Hei, permisi. Apakah kamu baik-baik saja?" tanyanya, kembali.
Bulan langsung tersadar dan mengerjapkan matanya sejenak. Lalu, dia malah terlihat cengengesan membuat pria itu merasa bingung.
"Ehh, i-iya Kak. A-aku gapapa kok hehe ...."
"Hem, baiklah. Kalau begitu saya permisi dulu ya, soalnya buru-buru takut terlambat kerjanya. Assalam ... Mualaikum."
Ucapan pria itu seketika tersendat, melihat Bulan menjulurkan tangannya sambil tersenyum. "Namaku Bulan, nama Kakak siapa?"
Pria itu, hanya terdiam beberapa detik ketika matanya melihat senyum Bulan yang sangat manis.
Setelah dia tersadar akan kesalahannya memandang seorang wanita bukan mahramnya, langsung segera mengucapkan istigfar sambil mengalihkan pandangannya.
Di detik kesekian, Samudra mencoba menetralkan kegugupannya lalu menyatukan tangannya di dada dan sedikit tersenyum.
"Maaf, sebelumnya kita bukan mahram. Nama saya, Samudra. Ya sudah saya permisi dulu, assalammualaikum."
Samudra pergi meninggalkan Bulan yang masih terdiam mematung.
Baru kali ini ada seorang pria yang menolaknya untuk bersalaman, padahal di luar sana banyak sekali laki-laki yang ingin menggenggam lama tangan mulus nan cantik milik Bulan tersebut.
"Sumpah, dia beda banget dari laki-laki yang pernah aku temui. Jika boleh meminta, aku hanya menginginkan jodohku kelak adalah dia. Laki-laki yang baru saja aku temui." ucap batin Bulan, sambil tersenyum menatap kepergian Samudra.
...*...
...*...
Beberapa bulan berlalu, akhirnya Bulan lulus dengan nilai terbaik di angkatannya. Yang di sayang adalah, dia tidak bisa mendapatkan beasiswa seperti sekolah umumnya. Semua itu karena tidak ada 1 orang pun yang mau menjadi donatur di sekolahnya.
Mau tidak mu, Bulan harus menghentikan pendidikannya hanya sampai tamatan SMK. Dia memilih untuk melanjutkan hidupnya dengan cara mencari pekerjaan uang layak untuk bisa mengangkat derajat keluarganya.
Namun, siapa sangka. Bulan malah kembali bertemu dengan Samudra ketika dia ingin menyebrangi sebuah jalan raya yang tidak terlalu besar.
Saking lelahnya Bulan berjalan mencari pekerjaan yang tak kunjung dia dapatkan, membuatnya melupakan kehati-hatian dalam menyebrang jalan.
Samudra yang tidak sengaja melihatnya, segera berlari untuk mencoba menyelamatkan nyawanya.
"Astagfirullahalazim, hei ... Awas!" pekik Samudra, berlari sekencang mungkin.
"Aarghhh!" teriak Bulan, saat menyadari kecerobohannya.
...***Bersambung***...
Saking lelahnya Bulan berjalan mencari pekerjaan yang tak kunjung dia dapatkan, membuatnya melupakan kehati-hatian dalam menyebrang jalan.
Samudra yang tidak sengaja melihatnya, segera berlari untuk mencoba menyelamatkan nyawanya.
"Astagfirullahalazim, hei ... Awas!" pekik Samudra, berlari sekencang mungkin.
"Aarghhh!" teriak Bulan, saat menyadari kecerobohannya.
Bugh!
Samudra berhasil menarik tangan Bulan, hingga mereka terjatuh sedikit berguling di rerumputan. Dimana posisi Bulan saat ini berhenti tepat diatas tubuh Samudra.
Bola mata mereka menatap satu sama lain dengan tatapan yang sangat berbeda dari pertama kali bertemu.
Bulan yang terbawa oleh suasana hampir saja mencium bibir Samudra. Disitu Samudra segera beristigfar berulang kali, lalu membuang wajahnya ke samping untuk mengalihkan pandangannya.
Detak jantung Samudra yang biasanya stabil ketika bertemu dengan seorang wanita, sekarang berubah menjadi tidak karuan. Layaknya seseorang yang habis melakukan lomba lari maraton.
"Astagfirullah'alazim, ada apa ini? Kenapa perasanku tidak karuan ketika melihat matanya. Jangan bilang kalau aku ... A-aku jatuh cinta sama wanita ini?" ucap hati Samudra.
Saat bibir mereka sedikit lagi bersentuhan, Bulan langsung tersadar lalu bangkit dari tubuh Samudra. "Ma-maaf, Kak. A-aku tidak bermaksud untuk--"
Samudra berdiri sambil merapikan celana kerjanya yang sedikit kotor, kemudian menatap Bulan sekilas dan kembali menatap ke bawah.
"Tidak apa-apa, la-lain kali hati-hati ya. Jangan ceroboh, jaga diri baik-baik dan jangan pernah sakiti dirimu sendiri."
"Selelah apapun kamu, secapek apapun kamu dan seemosi apapun kamu. Cepat-cepatlah segera beristigfar dan menyebut asma Allah. Karena itu obat ampuh dari segala obat yang ada, sehingga kelak hatimu akan jauh lebih tenang."
Bulan tersenyum kagum mendengar nasihat Samudra. Sungguh indah, ciptaan Allah yang begitu sempurna di hadapannya ini. Mulai dari tatapan, senyuman, bahkan parasnya pun benar-benar membuat Bulan semakin tergila-gila.
Mereka pun mulai berbincang sedikit, mulai dari Samudra yang membuka suara menanyakan kenapa Bulan bisa sampai ceroboh seperti itu dan sebagainya.
Bulan sedikit kurang nyaman untuk menjawabnya, saat posisi mereka masih berada di pinggir jalan. Akhirnya Samudra mencari tempat sekedar minum dan makan siang bersama.
Kebetulan saat ini Samudra sedang beristirahat dan kantornya pun tidak jauh dari tempat kejadian. Canda tawa mereka rangkai menjadi kesatuan, membuat sebagian orang menatapnya sebagai pasangan kekasih.
Wajah merah merona membuat keduanya hampir salah tingkah, lantaran ada beberapa pengunjung yang mengatakan sesuatu pada mereka. Yaitu, berupa sebuah doa, supaya hubungan mereka yang terlihat begitu serasi bisa langgeng sampai maut memisahkan.
Samudra Firdaus Digantara adalah seorang pria tampan berusia 23 tahun. Dia merupakan pekerja buruh yang bekerja di sebuah perkantoran dengan jabatan seorang manager.
Seiring berjalannya waktu Samudra dan Bulan yang sudah memiliki kontak masing-masing sering kali berkomunikasi. Sampai akhirnya Samudra menawarkan pekerjaan di kantor Bosnya sebagai staf.
Dengan senang hati Bulan menerima semua penawaran itu, tanpa menolaknya sedikitpun.
Siapa sih yang akan menolak, jika setiap hari bisa bertemu dengan pujaan hatinya? Pasti tidak ada dong, sama seperti Bulan saat ini.
Dia tidak akan pernah menyia-nyiakan kesempatan untuk bisa selalu dekat dengan Samudra. Akan tetapi, Bulan harus melewati masa training bekerja lebih dulu selama kurang lebih 6 bulan lamanya. Dari situ, nanti bisa dibuat kesimpulan apakah Bulan akan di terima kerja atau tidak.
...*...
...*...
6 bulan berlalu, saatnya penentuan apakah Bulan di terima bekerja di kantor Samudra atau tidak? Semua adalah keputusan jatuh di tangan atasannya yang memiliki kekuasan lebih tinggi dari Samudra.
Disini bukan hanya Bulan yang merasakan keringat dingin, gugup dan juga sedikit tegang. Ada banyak orang yang sama seperti Bulan, cuman belum ketahuan siapa yang akan diterima.
Hanya akan ada 3 nama yang akan dipertahankan, dari 100 orang yang melamar pekerjaan di sana.
Suasana semakin terlihat tegang ketika Samudra datang bersama dengan atasannya dan juga HRD.
2 nama telah disebut, tetapi tidak dengan nama Bulan. Hanya ada 1 kesempatan lagi, yang merupakan harapan terakhir Bulan. Sayangnya dari 3 nama tersebut, tidak ada nama Bulan di dalamnya.
Pupus sudah harapan Bulan untuk selalu bisa bersama Samudra setiap harinya. Rasa kecewa, putus asa dan juga sedih terlihat jelas di raut wajah cantik Bulan.
Namun, mau bagaimana lagi. Keputusan semuanya bukan ada di tangan Samudra, melainkan Bosnya atau bisa disebut CEO di Perusaan itu.
Jadi Samudra tidak akan bisa melakukan apapun. Ya, walau dia udah berusaha semaksimal mungkin untuk mempertahankan Bulan, tetapi kembali lagi. Pilihan berada di tangan atasan dan tidak akan bisa di ganggu gugat.
Bulan pulang ke rumah dengan segala kekecewaannya. Kini, saatnya dia harus kembali memulai semuanya dari nol. Jatuh bangun, panas hujan dia hadapi dengan jalan kaki, lantaran Bulan tidak memiliki kendaraan.
Dari satu kantor kesatunya lagi, semua Bulan jelajahi hanya demi mendapatkan sebuah pekerjaan yang layak untuk membahagiakan sang Ibu.
Seiring berjalannya waktu, Bulan masih dengan status penganggurannya. Dia cuman bisa berdiam diri di rumah dengan membantu jualan sang Ibu, karena saat ini Ibunya sedang sakit.
Namun, yang membuatnya terkejut adalah rumahnya kedatangan seorang pria dengan segala kesiapannya untuk melamar dan mempersunting Bulan.
Samudra? Ya, dialah orangnya. Tanpa basa-basi, Samudra langsung berbicara lantang meminta Bulan dari Ibunya, untuk menjadikan Bulan istrinya sebagai penyempurna separuh agamanya.
Tanpa rasa keberatan sang Ibu menyerahkan semua keputusan pada sang anak. Dengan senang hati, Bulan mengangguk, pertanda dia menerima lamaran dari Samudra.
Rasa syukur Samudra panjatkan, karena niat baiknya di terima dengan sangat baik oleh Bulan dan Ibunya.
Padahal untuk yang pertama kalinya Samudra datang ke rumah Bulan, lalu bertemu dengan Ibunya dengan maksud dan tujuan yang langsung to the point.
Semua itu Samudra lakukan agar kelak tidak akan menimbulkan kesalah pahaman, serta fitnahan dimana-mana. Baik untuk dirinya sendiri maupun Bulan dan keluarganya.
...*...
...*...
Pernikahan diadakan tidak terlalu mewah, lantaran Samudra juga bukan berasal dari kalangan orang berada.
Sayangnya, pernikahan itu hanya di saksikan oleh Paman dan juga Tantenya Samudra. Lantas dimana kedua orang tua Samudra? Kenapa mereka tidak hadir di hari bahagia anaknya? Maka jawabnya, karena Samudra tidak tahu dimana keberadaan kedua orang tuanya saat ini.
"Saya terima nikah dan kawinnya Bulan Shazkia Oktavia binti Yakub Malik, dengan seperangkat alat shalat dan perhiasan tersebut dibayar tunai."
Samudra mengucapkan kalimat indah itu dengan sangat lantang dan juga tegas, membuat semua tamu undangan terkagum akan keseriusannya.
Terikan kata 'SAH' bergema di seluruh gedung yang tidak terlalu megah itu, yang artinya mereka telah resmi menyandang status suami-istri.
Pernikahan yang awalnya telihat sangat kaku. Kini, mulai sedikit mencair karena Samudra yang tidak biasa menyentuh wanita, membuat semua tamu undangan tertawa gemas melihat tingkahnya pada istrinya.
Rasanya ingin sekali mereka semua menarik gemas tangan Samudra untuk memegang tangan Bulan, yang kini sudah berada di hadapannya sambil tersenyum malu.
Beberapa kali Samudra menarik ulur untuk menyentuh tangan istrinya, sampai akhirnya dia perlahan menetralkan detak jantungnya. Lalu, memberanikan diri sambil mengucapkan Bismillah dan memegang tangan istrinya secara perlahan.
Banyak waktu yang terbuang hanya sekedar bersalaman bersama Bulan. Cuman, setelah itu Samudra memberanikan diri untuk mencium kening istrinya sedikit lama.
Satu niatan Samudra ucapkan di dalam hati kecilnya bahwa, dia akan selalu membahagiakan istrinya, menyayangi dan mencintainya sepenuh hati, serta menjadikannya sebagai pilihan pertama dan terakhir di dalam hidupnya.
Tangis kebahagiaan mulai menyelimuti semua orang, ketika Bulan dan Samudra meminta doa restu kepada semua keluarganya.
Disinilah pintu gerbang kehidupan mereka yang baru telah terbuka lebar, pertanda kehidupan yang sebenarnya telah dimulai.
Apakah Samudra dan Bulan bisa melewati segala ujian yang mendatang di rumah tangganya? Mari, kita saksikan terus kisah mereka. Jangan lupa berikan dukungannya, terima kasih.
...***Bersambung***...
Satu niatan Samudra ucapkan di dalam hati kecilnya bahwa, dia akan selalu membahagiakan istrinya, menyayangi dan mencintainya sepenuh hati, serta menjadikannya sebagai pilihan pertama dan terakhir di dalam hidupnya.
Tangis kebahagiaan mulai menyelimuti semua orang, ketika Bulan dan Samudra meminta doa restu kepada semua keluarganya.
Disinilah pintu gerbang kehidupan mereka yang baru telah terbuka lebar, pertanda kehidupan yang sebenarnya telah dimulai.
Apakah Samudra dan Bulan bisa melewati segala ujian yang mendatang di rumah tangganya? Mari, kita saksikan terus kisah mereka. Jangan lupa berikan dukungannya, terima kasih.
...*...
...*...
2 tahun telah berlalu, dimana usia Bulan sudah memasuki usia 22 tahun. Sementara Samudra telah berusia 27 tahun.
Awalnya Samudra mengenal Bulan tidak menggunakan hijab. Cuman setelah beberapa bulan menikah, Bulan melakukan hijrah.
Samudra yang merupakan seorang pemimpin, mulai menasihati istrinya sedikit demi sedikit untuk selalu menutup auratnya selama dia melangkahkan kaki keluar dari kamarnya.
Hijab yang di gunakan Bulan, hanya boleh dibuka ketika dia akan tertidur. Itu pun dalam keadaan berada didalam di kamar hanya bersama dengan suaminya dan pintu pun di tutup rapat-rapat.
Begitupun dengan Samudra, dia tidak akan pernah membiarkan semua aset yang ada di dalam tubuh istrinya dilihat oleh orang lain.
Samudra begitu ketat menjaga istrinya, meskipun sedikit saja istrinya melakukan kesalahan. Maka, Samudra hanya bisa menasihatinya dengan perkataan lembut yang tidak akan melukai perasaan istrinya.
Setelah menikah beberapa bulan, Samudra dilimpahkan rezeki yang begitu dahsyat. Sehingga dia bisa membelikan rumah atas nama istrinya sendiri.
Rumah yang dapat Samudra beli hanyalah rumah kecil yang terlihat sederhana, tetapi cukup untuk melindungi mereka dari terik dan panadnya matahari serta guyuran air hujan.
Rumah yang menurut Samudra adalah rumah yang sederhana, tetapi bagi Bulan serta Ibunya ini merupakan rumah yang sangat mewah.
Jika dulu harapan Bulan untuk membahagiakan Ibunya serta mengangkat derajatnya, kandas. Sekarang Allah gantikan melalui rezeki suaminya yang jauh lebih baik.
Kesulitan yang dihadapi oleh Bulan dan Ibunya, kini sudah mulai membaik. Semua berkat Samudra, suami Bulan yang sangat menyayangi keluarganya.
Kedatangan Samudra seperti pembawa rezeki, serta menjadi dewa penolong yang bisa merubah kehidupan mereka untuk jauh lebih baik.
Kehidupan Bulan dan Ibunya mulai terasa membaik, ketika Samudra selalu berusaha memenuhi kebutuhan mereka.
Bahkan mereka bisa melakukan apapun dengan bebas, tanpa adanya larangan atau memikirkan keesokan harinya mau makan pakai apa, bayar pakai apa dan yang lainnya.
Selagi Samudra bisa membahagiakan istri serta mertuanya, dia akan terus melakukan segala cara halal supaya senyuman indah yang menghiasi sudut bibir mereka tidak sampai menghilang.
Seakan-akan, Samudra begitu memanjakan mereka berdua membuat Ibunya Bulan sedikit merasa kasihan.
Setiap hari Ibunya Bulan harus melihat, Samudra kerja banting tulang siang malam, hanya demi membahagiakan mereka.
Betapa bersyukurnya Ibunya Bulan selama ini, karena anaknya tidak sampai salah dalam memilih pasangan hidup.
Tepat di jam makan malam, mertua dan istrinya telah selesai dalam menghidangkan sebuah masakan enak yang tidak pernah mereka masak.
"Alhamdulillah, akhirnya selesai juga." ucap Ibunya Bulan, dia tersenyum lebar melihat meja makan terisi penuh dengan semua anekan masakan yang telah hidangkan.
Dara Arum Puspita adalah Ibu kandung dari Bulan yang saat ini berusia 45 tahun. Dia sudah menjadi seorang janda, ketika Bulan menginjakkan kaki di kelas 2 SMP.
"Alhamdulillah ya, Bu. Aku seneng deh, akhirnya setelah kedatangan Mas Samudra hidup kita bisa jauh lebih baik. Kita tidak lagi merasa kekurangan, bahkan kita menginginkan apapun selalu keturutan."
"Berbeda sama dulu, aku mau minta ini itu aja kayanya susah banget. Rasanya aku tidak mau hidup seperti itu lagi, aku sudah lelah, Bu. Aku ingin kita selalu seperti ini untuk selamanya, titik!"
Keluhan Bulan berhasil membuat Ibunya langsung menoleh dan menatapnya dengan sedikit tatapan menajam.
"Huss, tidak boleh berbicara seperti itu. Kita harus selalu tetap bersyukur apapun nikmat yang Allah berikan, sedikit banyaknya rezeki itu tergantung bagaimana cara kita bisa bersyukur, Nak."
"Bahkan rezeki kita sedikitpun kalau kira bersyukur itu akan terasa begitu nikmat, meski kita hanya bisa makan pakai nasi dan garam. Setidaknya perut kita terisi, tidak sampai kita lapar bukan?"
"Sama halnya dengan rezeki banyak pun, kalau kita lupa caranya bersyukur itu akan terasa kurang, kurang dan selalu kurang. Jadi, jalan satu-satunya cara kita mempertahankan rezeki itu tetap hadir ya dengan cara bersyukur."
"Sementara banyak kehidupan di luar sana yang jauh lebih sulit dari kita, tetapi mereka tetap bersemangat untuk hidup, bukan?"
"Jadi, sekarang tugas kita yang lagi diatas kita tidak boleh sombong, serta melupakan untuk bersedekah. Karena dengan begitu, kita bisa selalu bersyukur."
"Ingat, sayang! Jangan lupakan bahwa banyak dikitnya rezeki yang kita dapatkan, sebagaian tetap ada rezeki untuk orang-orang membutuhkan seperti fakir miskin dan masih banyak lagi."
Ibu Dara mencoba untuk terus menasihati anaknya, meski Bulan sering kali mengulanginya kembali. Ibunya tidak akan pernah lelah, ketika anaknya keluar dari jalurnya.
Namanya juga Bulan masih terbilang anak yang labil, maka dia akan mudah untuk berpikir sesuai dengan emosinya.
Bulan hanya bisa meminta maaf pada Ibunya dengan nada yang sedikit tidak terima, tetapi Ibunya hanya bisa menggelengkan kepalanya.
Ya, beginilah Bulan. Jika dia mulai mengeluh, maka bersikapnya seakan-akan sama seperti anak kecil yang lupa akan segalanya.
Maklum saja, Bulan belum sepenuhnya hijrah. Dia masih suka melakukan kesalahan, egois dan sebagainya. Itulah manusia, pasti ada sisi dia akan sadar dan ada pula sisi dia akan tetap egois dengan apa yang ada di dalam pikirannya.
...***Bersambung***...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!