NovelToon NovelToon

Patah

Kisah awal

PATAH

Kisah ini menceritakan seorang wanita yang malang harus berakhir ditangan suaminya sendiri. Maaf jika ada kesalahan dalam penulisannya, karena ini hanya fiksi, meskipun di kehidupan nyata sering terjadi. Aku harap tak ada yang tersinggung dengan cerita ku ini, karena cerita ini hanya sebatas imajinasi aku saja.

*******’

Nita menatap nanar suaminya yang baru saja kembali dari tempat tongkrongan, padahal hari sudah menujukan jam satu dini hari. Jika pulang dalam keadaan baik-baik saja tidak apa-apa, tapi sekarang sang suami kembali dalam keadaan mabuk berat.

Padahal mereka bukan pasangan yang muda lagi, sudah punya anak dua dan juga mereka menikah cukup lama, tapi pria satu ini tidak pernah berubah.

“Mas ... Mas Adam, ayo bangun.” Nita berusaha membangunkan suaminya, “kamu harus pindah ke kamar mas, nanti bisa sakit jika tidur disini.” Pria itu hanya melenguh tapi kak kunjung bangun juga.

Merasa lelah, ia tak mungkin bisa mengangkat tubuh suaminya ya begitu berat sendiri. Akhirnya Nita membiarkannya saja, ia juga takut jika terlalu mengganggu nanti Adam akan marah-marah padanya.

Nita tak percaya pernikahannya yang dulu sangat harmonis dan bahagia hancur begitu saja setelah suaminya mengenal barang haram itu. Air mata wanita itu meleleh, ia sebenarnya merasa tak sanggup bertahan dalam keluarga yang tak bahagia seperti ini, tapi demi cinta sejati pada sang suami ia bertahan meskipun ia sering mendapatkan perlakuan kasar dari Adam.

Adam bahkan sering lupa dengan tanggung jawabnya sebagai seorang suami. Kebutuhan anak dan istrinya sering kali pria itu tak cukupi, ia hanya memberikan uang seadanya pada Nita untuk bertahan hidup. Bukan karena ia tak mampu, atau tak punya uang untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari keluarganya. Tapi semua uang hasil kerjanya habis untuk membeli minuman, rokok dan sabu.

Nita selama ini berusaha bersabar, ia tak ingin keputusannya nanti akan menghancurkan keluarga yang sudah ia bangun dari tujuh tahun lalu hancur begitu saja karena keegoisannya. Meskipun uang yang diberikan suaminya tak cukup, ia berusaha mencari penghasilan tambahan, agar anak-anaknya bisa hidup dengan layak seperti orang lain. Tapi sikap Adam yang selalu hari semakin menjadi, sekar ia mulai mengatakan tidak terimanya hidup sepi ini.

Nita memandang wajah suaminya dengan sendu, besok pagi mereka harus berbicara, ia harus membuat suaminya ini mengerti jika mereka bertiga juga butuh perhatiannya.

Setelah memberikan selimut pada suaminya, Nita berlalu pergi ke kamar sang anak. Ia memang tidur bersama anaknya jika suaminya pulang dalam keadaan seperti ini, agar tak mengganggu sang suami yang memiliki temperamen yang buruk jika sedang mabuk.

.....

Adam mulai terbangun, ia merasa sakit di sekujur tubuhnya. Saat ia menyadari jika sedang tertidur di atas sofa, baru ia sadar apa penyebabnya. Pria itu melihat dimana jam berada, ternyata sudah pukul sepuluh pagi. Adam berusaha berdiri, tapi tak lama ia kembali terjatuh duduk kembali.

Mata pria itu terlihat memerah, ini efek dari ia yang baru saja siap minum dan menghirup bubuk putih yang bisa membuatnya melayang itu.

Adam berdecak kesal saat merasa ke palanya berdenyut sakit, ia juga merasa linglung di sekujur tubuhnya. Adam berusaha untuk bangkit dan melangkah menuju kamar mereka. Tapi saat melihat kamar yang kosong, ia mengernyit keningnya.

“Nita!” panggil adam kencang.

Tak ada jawaban, hanya ada kesunyian yang terdengar oleh Adam. Ia mulai mencari anak dan istrinya di seluruh rumah, tapi tak juga ketemu. Merasa lelah, pria tak peduli lagi ia berlalu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

Tak berapa lama Nita kembali dengan kedua anaknya yang tampak sangat bahagia.

“Kamu dari mana?” Tanya Adam tak senang.

“Loh, mas. Udah bangun?” Tanya wanita itu balik, biasanya pria itu akan bangun di tengah hari, pernah juga tak bangun sehari-hari malamnya pergi lagi. “tadi aku ajak anak-anak jalan ke taman, mas.” Adam hanya mengangguk pelan.

Puja dan puji yang melihat ayahnya langsung berlari memeluk Adam, mereka berdua sibuk menceritakan apa saja yang dilihatnya di taman tadi pagi.

“Ayah, tahu tidak? Tadi disana banyak teman-teman puja disana. Tadi ada juga yang pergi sema ayah mereka,” Puja berceloteh dengan riang. Sedangkan puji hanya memilih diam saja di samping sang ayah.

“Nanti jika ayah punya waktu kita akan pergi bersama, bagaimana?” ucap Adam berjanji pada putri kecilnya itu.

“Ayah janji?” gadis kecil itu menyodorkan jari kelingking nya tanda perjanjian dengan ayahnya.

“Janji!” ucap Adam.

Nita tersenyum senang melihat anak-anak dan suaminya terlihat begitu dekat, wanita itu ikut mendekat lalu memeluk dua buah hatinya dengan sayang.

“Nah, sekarang ayah kalian sudah berjanji, jadi jangan bersedih lagi.” Puja dan puji mengangguk mengerti.

Adam melihat istrinya dengan tatapan bingung, “mereka bersedih? Kenapa?”

“Karena mereka merasa kamu jarang di rumah, mas. Saat mau tidur mereka juga sering bilang ingin tidur bersama mu,” ucap Nita menjelaskan.

Ada rasa sedih yang mengeruk hati Adam, ia menatap anaknya dengan sendu.

“Maaf ayah ya ... Lain kali kita akan tidur bersama.” Mereka berdua hanya mengangguk begitu saja.

Setelah anak-anak pergi bermain, sekarang tinggallah mereka berdua saja di ruang tamu. Nita mulai menatap suaminya dengan intens.

“Semalam mas dari mana?” tanya Nita mulai membuka suara.

“Biasa nongkrong sama teman-teman. Kamu kenapa tanya-tanya?”

Nita menarik nafas panjang, “kamu kapan berubah sih mas? Anak kita sudah besar-besar, apa kamu Gak kasihan dengan mereka?”

Adam menatap marah istrinya, pria itu langsung memukul meja, membuat suara nyaring terdengar.

“Kamu Gak punya hak ya, ngatur-ngatur hidup saya!” teriak Adam kencang.

“Mas! Aku istri kamu, aku tak mau kamu selalu pulang malam dalam keadaan mabuk. Bisa Gak sih kamu hargai aku sebagai istri!” teriak nita balik, “anak-anak mu selalu bertanya dimana bapaknya ketika malam tiba, tapi kamu malah sibuk dengan teman-teman mu menikmati barang haram itu!” Nita berteriak keras di hadapan adam tanpa rasa takut.

Mata adam memerah karena menahan kesal, berani sekali istrinya ini melawan kata-katanya. Tangan adam terayun memukul pipi wanita itu tanpa berpikir lagi!

“Dasar istri tidak tahu di untung! Beraninya kau melawanku!”

Nita menyentuh pipinya yang terasa panas bekas tamparan Adam. Ia tidak percaya pria itu berani memukulnya, ini pertama kali semenjak mereka menikah dan adam menampar dirinya.

“Mas ... Kamu memukul ku?” Nita terlihat sangat syok. Air matanya sudah melelah tanpa dapat ditahan, disakiti oleh orang dicintainya, ini sangat menyakitkan.

Adam terlihat menyesal dengan apa yang telah diperbuatnya. Pria itu menatap sang istri yang sudah menangis karena perbuatannya.

“Dek...?”

Ia ingin meminta maaf, tapi Nita langsung berlari ke dalam kamar meninggalkan Adam yang masih mematung di ruang tamu.

*****

Hay, semua...

Kalian yang ingin cerita ini cepat updet jangan lupa tingalkan komentar ya.

Pertengkaran lagi

Pertengkaran hari itu telah mereka lupakan bagai tak pernah terjadi. Karena cinta dan harapan yang lebih besar, lagi-lagi Nita memaafkan perbuatan kasar suaminya. Wanita selalu saja takut jika anak-anaknya yang akan menjadi korban jika mereka berpisah, tapi ia lupa jika dirinya tersiksa dalam hubungan ini.

Kekerasan memang hal yang paling ditakuti setiap seorang istri, bagaimanapun suami itu adalah tonggak dalam sebuah maligai rumah tangga, dan bila tonggak itu sudah membawa rebah akan dipastikan sebuah rumah itu hanya menunggu tiba saatnya roboh saja.

Pikiran Nita melayang mengingat kenangannya bersama Adam saat awal-awal mereka menikah. Pria itu begitu lembut dan sangat menjaganya. Saat ia hamil pertama kali, Adam selalu menemaninya dengan baik, bahkan tak sekalipun pria itu pernah berkata kasar padanya. Setelah anak Kembar mereka lahir dari situlah hubungan mereka mulai terasa renggang, suaminya mulai sering pulang malam, dia mulai memberi seribu alasan untuk menutupi perbuatannya di luar sana.

Dulu saat Adam beralasan dirinya lembur di tempat kerja, Nita percaya. Tapi semakin lama pria itu semakin parah, bahkan pernah tak pulang semalam-malaman. Nita semakin curiga, dan ia mulai mencari tahu apa yang dilakukan adam di luar sana sampai lupa anak istrinya di rumah. Sampai ia menyadari jika pria itu sudah masuk dalam pergaulan tidak benar. Ia mencoba untuk mengembalikan suaminya seperti dulu, tapi yang ada Adam malah menjadi marah padanya.

Sampai satu tahun belakangan, sang suami mulai berani pulang dalam keadaan mabuk. Nita sering kali mencoba membujuk sang suami untuk berhenti menggunakan barang haram itu, tapi tak pernah ia idahkan. Setiap Nita menasihati akan makian dan tamparan ya dirinya dapatkan. Dan itu berulang kali terjadi.

“Dek?” panggil Adam.

“Ya, mas. Kenapa?” Nita duduk di samping suminya yang terlihat seperti ingin berbicara dengannya.

Adam menyentuh pipi Istrinya yang masih terlihat membengkak, “maaf,” ucap Adam dengan tatapan sendunya.

Ia merasa menyesal karena sudah menampar wanita yang dicintainya. Kemarin ia hanya khilaf, merasa frustrasi karena mendengar perkataan istrinya. Apalagi saat itu ia masih dalam pengaruh bubuk putih itu yang membuatnya tak bisa mengontrol emosi.

“Gak apa-apa kok, mas. Aku hanya berharap kamu gak melakukan hal seperti ini lagi padaku.” Adam langsung mengangguk. Jika ia sadar, ia juga tak kan ingin melukai wanita kesayangannya. Tapi saat itu ia masih dalam pengaruh alkohol dan juga obat itu, sekarang ia merasa menyesal karena sudah menyakiti istrinya.

“Sekarang ayo, mas mau ajak kalian jalan-jalan seperti janji mas kemarin.”

Nita tersenyum bahagia, “benaran mas? Ya udah, aku siapkan anak-anak dulu.” Nita berlalu ke kamar anak-anaknya, ia bahagia melihat suaminya mau menghabiskan waktu bersama mereka.

“Puja, Puji. Yuk bersiap, ayah mau ajak kita jalan-jalan.” Panggil Nita pada kedua anaknya.

Puja dan puji serentak bersorak bahagia, mereka langsung berlari memeluk tubuh ibunya. Mereka benar-benar senang bisa bermain di luar bersama kedua orang tuanya.

“Benaran, Bun? Ayah mau jalan-jalan sama kita?”

Adam yang masuk ke dalam kamar, terenyuh melihat kebahagiaan anaknya meskipun hanya ingin dibawa jalan-jalan saja. Mungkin mereka sudah begitu rindu pada ayahnya yang jarang sekali berada di rumah.

“Ayah serius, sayang. Yuk kita jalan-jalan, seperti janji ayah kemarin.”

Kedua bocah itu berlalu ke kamar mandi, sepertinya mereka sudah tak sabaran Lagi pergi bersama ayahnya.

“Makasih ya, mas. Mereka sangat bahagia,” ucap Nita.

“Kok makasih? Ini tugas aku juga loh, untuk membahagiakan anak dan istriku.”

Ingin rasanya Nita muntah saat kata itu terucap dari bibir suaminya, seharusnya pemikiran itu sudah dia lakukan dari dulu. Jika saja ia tak malas untuk bertengkar sekarang mungkin dia sudah membantah, tapi ia tak ingin merusak kebahagiaan anak-anaknya.

Setelah bersiap mereka langsung berangkat dengan mobil menuju taman kota. Disana akan ada banyak permainan anak-anak yang akan bisa dimainkan puja dan puji, tentu saja itu atas permintaan bocah-bocah itu.

Saat sampai kedua bocah itu langsung berlari menuju mainan yang mereka suka. Nita tersenyum senang, dengan begini saja dirinya sudah bisa bahagia, tak perlu dibelikan barang mewah atau perhiasan mahal, cukup diberikan keluarga bahagia dan saling menyanyi saja sudah cukup baginya.

Pasangan itu lebih memilih memperhatikan anak-anaknya bermain dan mengawasi dari jarak jauh.

“Andai kamu selalu begini, mas. Pasti keluarga kita akan bahagia.” Nita membatin.

Selama ini ia hidup dalam kekurangan tak masalah, asalkan kedua malaikat kecilnya itu bisa bahagia. Ia bisa membantu suaminya bekerja, meskipun hanya membuka kedai keci-kecilan itu sudah cukup untuk makan mereka sehari-hari.

“Kenapa?”

“Apanya yang kenapa mas?” tanya Nita bingung.

“Apa yang kamu pikirkan? Dari tadi hanya diam, lalu menarik nafas panjang.”

Nita tersenyum sendu, “kamu sudah tahu apa yang aku pikirkan mas ... Kenapa masih bertanya lagi,” ucap Nita. Ia kesal melihat Pria ini masih saja tak peka, padahal semua ini terjadi karena ulahnya.

“Jangan mulai lagi, dek! Kamu ingin kita bertengkar di tempat ramai ini?”

Nita berdecak kesal, ia beranjak menuju dimana anak-anaknya sedang bermain. Padahal tadi ia hanya ingat berbicara santai dan mencoba membujuk suaminya itu, tapi pria itu malah langsung marah padanya.

“Bunda, kenapa wajah bunda sedih begitu? Apa ayah jahat lagi?” tanya puja. Gadis kecil itu selalu tahu apa yang sedang dirasakan ibunya, mungkin karena hubungan batin mereka begitu kuat. Berbeda dengan puji sang putra kecilnya itu, anak itu lebih suka diam dan mengamati saja apa yang dilakukan kedua orang tuanya.

“Kenapa bilang begitu Nak? Ayah gak pernah jahat sama kita kok,”

“Tapi kan ... Kemarin kami lihat ayah pukul pipi bunda,”

Deg

Jantung Nita serasa berhenti mendengar ucapan anaknya. Ia tak tahu jika sang putri melihat pertengkaran mereka kemarin. Inilah yang dia takutkan, kejadian seperti ini bisa membuat buah hatinya menjadi trauma.

“Kalian... Kalian lihat apa saja?” Wanita itu mulai cemas, ia tak ingin anak-anaknya akan membenci ayahnya sendiri.

“Ayah marah-marah terus pukul pipi bunda, setelah itu puja gak lihat apa-apa lagi, soalnya abang puji bawa Adek pergi.” Jelas bocah kecil itu dengan cubinya.

Nita tak bisa berkata-kata, apa yang dilihat anaknya pasti akan berpengaruh buruk untuk perkembangan buah hatinya ini. Tapi jika begini ia juga tak tahu harus melakukan apa, mereka bukan orang kaya yang mempunyai rumah besar, kamarnya yang kedap suara sehingga pertengkaran tak terdengar oleh orang lain. Rumah mereka hannyalah gubuk sederhana, jika bertengkar suaranya pasti akan terdengar sampai di rumah tetangga. Itulah kenapa ia selalu menghindari pertengkaran selama ini.

Tapi sekarang ia hanya merasa tak tahan lagi, karena itu ia hampir setiap hari membantah suaminya dan berakhir dengan pertengkaran hebat.

*****

Hay, semua...

Kalian yang ingin cerita ini cepat updet jangan lupa tingalkan komentar ya.

Semakin kurus

Ketakutan Nita benar-benar terjadi, anak-anaknya mulai menjauhi ayah mereka. Bukan karena Nita yang mengajarkan, tapi karena puja dan puji sering dimarahi oleh mas Adam membuat mereka takut hanya untuk bermanja-manja pada ayahnya sendiri. Apalagi mereka juga menyaksikan ibu mereka di tampar oleh sang ayah, ketakutan mereka semakin menjadi.

Saat ia memperingati sang suami, pria itu selalu berkata kasar padanya. Pada akhirnya ia hanya bisa pasrah dan membiarkannya saja apa pun yang ia ingin lakukan.

Kali ini terjadi lagi, sore ini Mas Adam kembali dari tempatnya kerja lebih cepat. Awalnya puja terlihat bahagia dan ingin memeluk ayahnya, tapi Mas Adam malah beralasan dia lelah dan mendorong pelan anak-anaknya saat ingin memeluknya. Terlihat sekali jika dua bocah itu kecewa atas penolakan sang ayah. Nita membujuk mereka agar mengerti dan apa yang di ucapkan anaknya membuat hati wanita itu terenyuh sakit.

“Ayah Gak sayang kita lagi! Dia sering marahi kita, dia juga sering bentak-bentak bunda dan pukul bunda. Puja benci ayah!” Setelah itu keduanya berlari masuk ke dalam kamar mereka sambil menangis.

Hati seseorang ibu itu bagaikan teriris mendengar ucapan anaknya, ia merasa menjadi wanita yang gagal untuk membuat anak-anaknya bahagia.

*****

“Mas?”

Adam mengalih perhatiannya dari ponsel melihat sang istri yang sedang memanggil.

“Kenapa?”

“Malam ini masih mau keluar? Hujan loh, mas.” Tanya Nita dengan lembut.

“Gak, malam ini aku di rumah kok. Udah rindu juga sama kamu,” ucap Adam. Pria itu meletakkan ponselnya di atas nakas, lalu langsung memeluk sang istri dengan manja.

Jika sudah begini Nita tahu apa yang diinginkan suaminya. Ia tak akan menolak karena ia tahu ini kewajibannya, lagi pula sebagai wanita dewasa tentu ia juga menginginkan kepuasan batin dari suaminya.

“Kenapa semakin hari aku merasa kamu semakin kurus, ya? Sebenarnya kamu itu makan gak sih?!” Adam mengusap lembut wajah tirus istrinya yang kerap kali ia tampar ketika marah.

Seusai bercinta dengan panas barulah Adam menyadari begitu banyak perubahan pada tubuh istrinya. Dan hal ini sebenarnya malah membuat dirinya kurang bergairah, jika Nita semakin tak memperhatikan penampilannya lagi mungkin saja suatu hari dia akan berpaling juga.

“Seharusnya kamu tahu kenapa aku seperti ini, Mas. Kamu lihat kan bagaimana aku sehari-hari disibukkan dengan mengurus anak dan rumah. Belum lagi juga menjaga kedai... Mana ada waktu untuk merawat diri,”

“Halah! Ada saja jawabanmu setiap aku bicara. Mengurus diri sendiri aja gak bisa, kamu jangan banyak alasan deh, Nit. Kerja rumah itu tidak begitu susah. Lihatlah aku ini, sepanjang hari sampai malam bekerja diluar, gak ada tuh se lebay kamu itu bilang lelah sampai gak bisa mengurus diri.”

Nita ingin menjawab kembali, tapi melihat suminya yang beralih memunggungi dirinya Ia terpaksa menelan kata-katanya lagi. Lagi-lagi air matanya meleleh deras setelah berdebat dengan suaminya, padahal mereka baru saja selesai bercinta, tapi adam itu lagi-lagi tanpa hati kembali menorehkan luka pada hatinya.

*****

Seperti biasa setiap pagi Nita mulai membuka warung kecilnya di depan rumah. Inilah sumber penghasilannya jika sang suami tak mencukupi kebutuhan keluarga. Tapi wanita itu tak pernah mengeluh, ia bahkan merasa bahwa ini juga kewajibannya untuk membantu.

“Wah, pagi-pagi sudah buka aja warungnya, Mbak.” Ucap seorang ibu-ibu yang datang untuk berbelanja.

“Iya dong, Bu. Biar rezeki gak dipatok ayam,”

Mereka berdua tertawa bersama, setelah itu lanjut bergosip lagi. Semakin lama semakin banyak ibu-ibu datang berbelanja, mereka juga ikut bergabung untuk bergosip.

Memang kedai Nita menjual berbagai macam sayuran dan juga ikan. Karena pasar memang jauh dari perumahan disini membuat ibu-ibu rumah tangga di tempat ini lebih memilih berbelanja di warung saja.

“Kok kelihatannya mbak Nita makin kurus ya? ” wanita yang bernama Inah itu bertanya spontan, membuat ibu-ibu yang lain juga ikut memperhatikan Nita.

“Benar juga ya Bu, kurusan kamu sekarang Nit. Kamu lagi program diet” seloroh ibu yang lain.

“Gak kok ibu-ibu. Mungkin karena baru sembuh dari sakit, minggu kemarin kan sepat demam.” Nita mencoba beralasan, agar mereka tak curiga.

Mereka mengangguk percaya saja, melihat itu Nita bernafas lega. Untung saja mereka tak bertanya macam-macam.

Ingin rasanya ia tertawa mendengar pertanyaan ibu-ibu tadi. Ya kali dia mau diet, yang ada ia bisa tinggal tulang dalam keadaan rumah tangga begini. Melihat perangai suaminya saja siksanya dus melebihi diet, dalem satu bulan saja dulu tubuhnya yang seksi dan montok berubah menjadi kurusan begini.

Bagaimana ia tidak kurusan, setiap hari waktunya sudah habis tersita untuk mengurus kedua anaknya. Saat malam tiba ia pun harus mengurus sang suami. Sedangkan makan saja ia kadang merasa tak cukup, karena baginya lebih baik anak-anaknya kenyang dan dia kelaparan dari pada melihat buah hatinya menderita. Apalagi pertengkaran yang sering terjadi akhir-akhir ini benar-benar membuat ia tak merasa bahagia, mungkin karena itu berdampak pada tubuhnya.

Setelah para ibu-ibu tadi pergi Nita kembali termenung memikirkan nasibnya. Sebenarnya gaji mas Adam itu cukup besar di perusahaan, tapi uang itu tak pernah sampai pada Nita, karena pria itu pasti lebih dulu menghabiskannya dengan membeli alkohol dan sa*u.

Menjadi pecandu benar-benar membuat Adam hilang akal, jika tak dapat membelinya pasti pria itu akan marah-marah pada anak dan istrinya, tapi jika ada ia berlagak seperti manusia paling pintar di muka bumi ini.

“Bunda?” Nita tersentak dari lamunannya saat mendengar puji sang putra memanggil dirinya.

“Ada apa nak? Kalian sudah sarapan?”

Bocah kecil itu menggeleng, “puji takut di rumah sama ayah, dia marah-marah sama Adek,”

Wanita itu terkejut mendengarnya, ia langsung berlari memasuki rumah yang peduli lagi dengan ocehan anak laki-lakinya itu.

“Mas!” Nita berteriak murka melihat bagaimana suaminya ingin memukul sang anak. “kamu gila ya, kenapa anak-anak kamu marahi!”

“Seharusnya kamu didik anak dengan benar! Berani sekali mereka melawan ayahnya!” Bentak Adam di hadapan anak-anak semakin membuat mereka ketakutan.

Nita geram mendengar perkataan suaminya, “didik anak dengan benar? Kamu pikir dengan marah-marah dan memukul mereka itu benar?!”

Puji yang mengerti kedua orang tuanya akan bertengkar lagi, memilih membawa sang adik masuk ke dalam kamar. Bocah kecil itu menutup kedua kuping kembarannya itu, agar puja tak mendengar teriakan dan makian sang ayah pada ibu mereka.

Adam menatap istrinya dengan murka, “kamu berani melawan padaku! Dasar wanita durhaka!”

“Kamu ya salah, mas. Mereka anak-anak bagaimana mungkin kamu bisa bertindak kasar padanya. Kamu ayahnya, apa kamu tidak lihat bagaimana ketakutan mereka padamu!”

“Aku tidak peduli! Didik anakmu dengan benar, jangan sampai mereka berani menjawab ucapan ku lagi!” Setelah itu Adam langsung meninggalkan rumah dengan marah.

Nita tak mampu lagi berkata-kata. Pagi ini ia serasa remuk melihat kenyataan jika rumah tangganya benar-benar sudah hancurkan. Sekarang ia hanya bisa menangis menyesali nasibnya yang malang, kenapa ia menjadi wanita yang begitu lemah sekarang.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!