Hidup dalam kesederhanaan dipedesaan terpencil membuat Dave harus bekerja keras membantu kehidupan keluarganya. Ayah Dave bernama Abghari merupakan seorang guru yang dengan gaji kecil ditempatnya bekerja. Pagi itu Abghari tengah bersiap-siap mengeluarkan sepeda ontelnya dari rumah.
"Bu, bapak berangkat dulu ya."
"Loh kok buru-buru sekali pak, sarapannya udah dimakan belum?" seorang wanita menghampirinya keluar dari rumah kecil itu.
"Udah buk, tadi bapak udah makan duluan. Maaf ya buk, bapak buru-buru. Perjalanan ke sekolah cukup jauh, jadi bapak harus cepat ke sana. Dave mana bu?" kepala lelaki itu kini menoleh ke arah pintu rumah mencari sosok anaknya.
"Dave! Kamu udah siap nak? Cepatlah bapakmu menunggu." Wanita itu memanggil anaknya dengan sedikit berteriak.
"Iya ibu, aku sudah siap," anak lelaki berambut ikal dengan baju kemeja putih dan celana panjang hitam itu bergegas keluar dari kamarnya.
"Kau sudah siap? Ayo kita berangkat," Lelaki itu mengusap kepala sang anak dengan rasa sayang.
Dave menganggukkan kepalanya sambil tersenyum penuh semangat.
"Naira aku dan Dave pergi dulu. Kau dan Ryan berhati-hatilah dirumah," titah lelaki itu sambil mencium kening istrinya kemudian dia mengusap anak lelaki berumur lima tahun yang berada disamping Naira.
"Iya pak. Hati-hati ya." Wanita itu mengulas senyum dibibirnya kemudian mencium punggung tangan suaminya.
Kedua orang itu kini menaiki sepeda ontelnya. Abghari melajukan sepeda ontelnya. Naira dan putranya Ryan menatap kepergian mereka hingga tubuh belakang kedua orang itu berlalu dari hadapannya.
Butuh waktu setengah jam untuk menuju ke sekolah. Oleh sebab itu, Abghari harus berangkat pagi-pagi sekali.
Sesampainya di sekolah Abghari menyapa para siswa yang telah menunggunya kemudian mengajar untuk mereka.
***
Seorang lelaki berkepala plontos dan bertubuh besar dengan baju jas hitam, tak lupa kacamata hitam yang bertengger dihidung mancungnya datang ke desa. Lelaki itu dikawal oleh beberapa orang berjas hitam yang merupakan para bodyguardnya, keluar dari mobilnya.
Saat dia turun dari mobil itu, terlihat debu bertebaran dijalanan tempat mereka lalui tadi. Masih sama seperti biasa, desa itu masih gersang dan kumuh.
Para warga yang melihat kedatangannya langsung menghampirinya dan memberi hormat padanya.
"Selamat siang, apa kabar kalian semua? Aku ada hadiah untuk kalian," Pria itu menghisap cerutunya sambil menyapa ramah para warga. Kemudian lelaki plontos itu memberikan kode pada bodyguardnya untuk memberikan berbagai hadiah untuk masyarakat di desa itu. Para warga sangat senang dengan pemberiannya dan hal itu pulalah yang membuat mereka begitu senang dengan kehadirannya.
"Tuan Edgard, senang sekali melihat anda kembali ke desa ini," ujar seorang pemuka masyarakat desa sambil mendekati dan menyalami lelaki plontos itu.
Lelaki itu hanya tersenyum dan menganggukkan kepala pelan.
"Hei kau, cepat ambilkan bangku dan minuman untuk tuan Edgard!" ujar pemuka masayarakt itu pada seorang anggotanya.
Anggotanya langsung mengambilkan bangku dan meletakkannya dihadapan Edgard "silakan duduk tuan, anda pasti lelah," sambut lelaki itu dengan wajah penjilatnya.
"Tuan ini minumannya," sugu anggota pria itu lagi.
Edgard duduk dibangku yang telah disediakan.
"Hm, masih sama seperti dulu Coky. Tidak pernah berubah masih selalu menyambutku dengan baik," sindirnya menatap sipenjilat itu.
"Tentu saja tuan, kami banyak berhutang budi pada anda, karena anda telah banyak membantu pembangunan di desa ini," ujarnya dengan wajah menyeringai.
"Ya. Desa ini adalah tempat kelahiranku pastinya aku akan terus melakukan yang terbaik untuk desa ini," tukas lelaki plontos itu padanya sambil menatap sekeliling desa itu.
"Tuan, apakah gerangan yang membuat anda kesini?" tangkap Coky dengan maksud kedatangan pria itu.
"Kau pintar sekali. Ternyata kau pandai membaca maksudku ya?" Lelaki plontos itu menatap lekat pada pemuka desa itu.
"Aku hanya menduga tuan," jelasnya singkat.
"Baiklah, tanpa perlu basa basi. Aku ingin menyampaikan maksud kedatanganku ke sini. Aku ada proyek yang akan ku dirikan dan aku mau tanah desa ini dijual padaku," tegas pria itu.
"Anda mau membeli tanah desa ini? Itu sangat bagus sekali tuan. Silakan anda pilih tanah yang ingin anda pilih yang mana saja. Pasti warga tidak akan menolak jika anda yang membelinya," jelas lelaki itu padanya.
"Anak buahku telah memantau desa ini dalam beberapa hari belakangan ini dan katanya ada lokasi tanah yang sangat luas dan cocok untuk bisnisku."
"Tuan mau tanah yang mana?"
Pria itu menunjuk kearah kanan sisi jalan. Terlihat tanah yang cukup luas dan tidak terhuni, "aku menginginkan tanah itu. Apa kau tahu pemiliknya?" tanya lelaki itu padanya.
"Itu adalah tanah milik Abghari Rivanda. Dia adalah seorang guru di desa ini."
"Baiklah. Kau pertemukan aku dengannya."
"Sebentar lagi dia akan kembali dari sekolah. Saya akan memperkenalkanmu dengan istrinya."
Coky mengantarkan Edgard bertemu dengan Naira.
Naira sedikit enggan bertemu dengan pria itu karena dia tidak biasa bertemu dengan pria asing.
"Nyonya Naira, perkenalkan ini tuan Edgard," ujar Coky mengenalkan Edgard pada Naira.
Naira hanya menundukkan kepalanya memberikan salam penghormatan pada lelaki itu.
Pintu diketuk dari luar. Ternyata Abghari dan Dave telah pulang dari sekolah.
"Mas Abghari udah pulang?" Wanita itu mwnghampirinya kemudian berdiri dibelakang suaminya.
"Ada pak kepala desa. Ada keperluan apa pak?" sapa Abghari.
"Ini, ada tuan Edgard ingin bertemu dengan anda."
Lelaki itu memperkenalkan lelaki plontos itu pada Edgard dan mereka saling berjabat tangan.
"Baiklah tuan Edgard apa yang bisa ku bantu?" tanyanya sambil mempersilakan lelaki itu duduk.
"Begini, maksud kedatangan saya ke desa ini untuk membangun pabrik obat-obatan di desa ini. Saya melihat ada tanah bagus disekitar sini. Tanah yang ada disebrang sana bukankah itu tanah anda?"
"Iya benar itu tanah saya. Lebih tepatnya tanah keluarga."
"Hm, berapa anda akan menjual tanah itu pada saya?" Edgard mulai bernegosiasi.
"Maaf tuan, tanah itu tidak akan dijual karena tanah itu adalah telah dihibahkan oleh ayah saya untuk pemakaman warga."
Pria plontos itu terkekeh. "Ayolah tuan Abghair. Lebih baik tanah itu anda berikan pada saya dan saya akan bayar berapapun yang anda minta."
"Mohon maaf sekali tuan, saya benar-benar tidak bisa menjual tanah itu pada anda dan sampai kapanpun tanah itu tidak akan saya jual," tegasnya pada Edgard.
"Sombong sekali kau ini! Apa kau tidak tahu siapa aku? Hah!?" Tanya lelaki itu dengan nada sedikit tinggi. Egonya terusik oleh ucapan Abighair.
"Saya tahu. Tuan adalah orang berpengaruh di desa ini dan anda juga banyak berkontribusi untuk desa ini, tapi saya benar-benar minta maaf saya tidak bisa menjual tanah itu. Karena ayah saya sudah mewasiatkan untuk menghibahkan tanah itu untuk pemakaman warga." Abighair masih bersikap sopan pada lelaki itu.
Pria itu terdiam, dia melihat ada yang berbeda dari lelaki yang berada dihadapannya. Sepertinya guru itu tidak akan mudah diperdaya dengan uangnya.
"Aku sangat tidak suka dengan penolakan. Selama ini tidak ada seorangpun yang berani menolak kemauanku!! Aku akan datang beberapa hari lagi. Kuharap kau akan mempertimbangkannya kembali." Ujar lelaki itu dengan nada mengintimidasi. Dia dan para bodyguardnya pergi dari tempat itu.
"Tuan, tuan tunggu dulu. Biar saya yang bicara pada Abghair tentang tanah itu. Anda jangan tersinggung." bujuk Coky padanya.
"Tidak apa-apa kepala desa. Saya akan melakukan apapun untuk mendapatkan tanah itu!" Terlihat sorot matanya yang menajam penuh ancaman.
Coky yang merasa tidak enak hati segera mengantarkan kepergian Edgard. Dia tidak ingin pria itu tersinggung kemudian tidak mau berkontribusi di desa mereka.
Coky segera kembali ke rumah Abghair untuk membujuknya.
"Pak guru, apa yang anda lakukan? Apa anda tidak tahu dengan siapa anda berhadapan tadi?" Coky kini berdiri di depan pintu rumah Abghair.
"Saya tahu dan saya sangat mengenal tuan Edgard. Dia adalah orang yang mempunyai bisnis terbesar di negara ini, tapi saya tidak mau terlibat dengan orang sepertinya!" Tegas Abghair.
"Apa maksud anda?" Coky sedikit bingung dengan pembicaraan orang ini.
"Tuan Edgard dan anak buahnya adalah seorang gengster yang sangat terkenal. Siapa yang tidak tahu tentang dirinya? Dan saya pabrik obat-obatan yang akan didirikannya itu seperti apa?" jelasnya pada kepala desa itu.
"Apa yang anda ketahui?"
"Dia ingin mendirikan pabrik obat-obatan terlarang ditempat ini, agar bisnisnya tidak tercium pihak kepolisian dia sengaja memilih desa ini sebagai tempat persembunyiannya.! Tentu saja saya tidak akan memberikan kesempatan padanya!"
Kepala desa itu tertegun dengan apa yang baru diucapkan pria itu padanya. Sepertinya Abghair lebih pintar darinya. Ternyata maksud dan tujuan Edgard telah diketahui oleh guru itu.
"Ah, baiklah tuan Abghair. Kita tidak perlu memperpanjang urusan ini. Saya undur diri dulu." Ujarnya mencoba menutupi rasa takutnya.
Jelas saja kepala desa itu takut, karena dia juga terlibat didalamnya. Dia tidak ingin reputasinya hancur dan kejahatannya diketahui oleh warga disana, karena dia adalah panutan di desa itu.
Edgard sangat kesal karena penolakan Abghair padanya. Baginya siapapun yang menentang keinginannya harus disingkirkan secepatnya.
Diapun segera memanggil anak buahnya.
"Kau, kemarilah. Aku punya tugas khusus untukmu," ujarnya pada seorang anak buahnya.
"Iya tuan. Apa yang bisa saya lakukan untuk anda?"
"Aku mau kau singkirkan guru itu dari desanya dan kau ambil tanahnya untukku agar aku bisa mendirikan pabrik obat-obatan itu!!!."
"Aku punya ide tuan," ujar seorang lelaki bertubuh kekar dan memiliki tato naga dilengannya.
"Katakan padaku,"
Lelaki itu membisikkan sesuatu ke telinga Edgard. Tampak ada senyuman kebahagiaan terpancar dari wajahnya sepertinya rencana yang dibuat oleh anak buahnya ini sangat bisa membuat Abghair beserta keluargannya diusir dari desa itu.
***
Malam itu, Abghair dan Dave sedang membersihkan sekolah, seperti hari-hari sebelumnya Abghair memang selalu membersihkan sekolah itu dibantu oleh putranya, karena memang sekolah itu terletak didaerah terpencil dan dia yang mendirikannya sendiri. Mau tidak mau dia harus bekerja keras untuk membuat sekolah itu senyaman mungkin. Mulai dari membersihkan sekolah, menjaga keamanan hingga mengajar para siswa dilakukannya sendiri.
Abghair dan Dave yang baru saja selesai membersihkan pekarangan sekolah, masuk ke ruangan kelas untuk membersihkan bagian dalam kelas, karena hujan begitu deras, lampu diruang sekolah mati. Abghair mengecek keluar apakah ada kerusakan pada aliran listrik, namun tiba-tiba terdengar suara seorang.
"To ... tolong, tolong aku," rintih seorang gadis dari dalam ruang kelas.
"Kau dengar itu nak, ada suara seorang gadis menangis minta tolong dari dalam suatu ruang kelas," tukas Abghair pada putranya.
Dave mengangguk paham dengan ucapan sang ayah. Diapun segera mencari tahu dari mana sumber suara itu berada.
Ayah dan anak itu berkeliaran mencari dari kelas mana suara itu berada. Bagaimana mungkin ada orang datang malam-malam begini ke sekolah? Abghair dan putranya menjadi penasaran kemudian berlari ke arah suara itu. Namun,tidak bisa melihat apa-apa karena sangat gelap suara teriakan itupun tidak terdengar lagi, namun karena masih ingin mengetahui apa yang tengah terjadi Abghair menyuruh putranya mengambil obor yang tergantung dipelataran sekolah.
"Cepat ambil obor disana, ruangan ini sangat gelap sekali,"
Dave berlari mengambil obor, kemudian menuju kepada ayahnya. Abghair mengambil obor dari tangan Dave, kemudian mencoba mencari tahu suara tadi, sampai langkahnya terhenti saat kakinya menyentuh sesuatu. Apa itu? Pikirnya dalam hati. Abghair melihat kebawah dengan perlahan dan betapa terkejutnya dia, melihat seorang gadis kecil dengan baju tercabik-cabik, ada lebam dilengan, dia terluka parah diwajahnya dan juga berlumuran darah dibagian bawah tubuhnya. Sepertinya gadis itu mengalami pendarahan.
Seketika Abghair memahami telah terjadi pemerkosaan terhadap gadis kecil itu.
"Nak, katakan padaku siapa yang melakukan ini padamu". Abghair mengangkat pelan tubuh gadis kecil yang tak berdaya itu ke arahnya.
Dengan nafas tersengal-sengal gadis itu mencoba untuk berbicara namun, suaranya tercekat tak bisa berucap.
"Nak, bicaralah siapa yang tega berbuat seperti ini padamu?" Abghair mengguncang pelan tubuh gadis itu mencoba menyadarkannya.
Anak perempuan itu tak berdaya, badannya terkulai lemas pandangannya mulai mengabut, sepertinya kejadian yang menimpanya telah cukup lama berlalu.
"Ambilkan air nak," pintanya pada putranya.
Dave segera mengambilkan segelas air putih dan memberikannya pada sang ayah.
Abghair segera memberikan minuman pada gadis yang seumuran anaknya itu agar bisa lebih baik. Gadis itu meminum sedikit, lalu dirinya merintih kesakitan karena darah yang begitu banyak mengalir ditubuhnya.
"Katakan siapa yang melakukan ini padamu?" Abghair menepuk pelan wajah gadis itu agar dia tak hilang kesadarannya. Namun, gadis itu masih tidak sanggup menahan rasa sakitnya. Gadis kecil itu memejamkan matanya.
Merasa panik Abghair menyuruh putranya untuk memanggil istrinya supaya bisa membantunya " Dave cepat panggil ibumu kemari."
Dave yang mengerti dengan perkataan ayahnya langsung bergegas memanggil ibunya. Perjalanan yang cukup jauh membuatnya butuh waktu lama untuk menjemput ibunya.
"Bertahanlah nak, aku akan membantumu".
Dari balik jendela, tanpa sepengetahuan Abghair, seorang lelaki mengintip kemudian dia menutup jendela dan mengunci semua pintu.
Abghair sangat terkejut mengapa semua jendela dan pintu dikunci. Dia berteriak.
"Hei ... seseorang disana, siapapun itu tolong aku!!!"
Teriakannya sangat jelas tapi tidak seorangpun yang membantunya.
Di luar sana, beberapa orang tertawa dengan lebarnya mengetahui misinya berjalan lancar.
"Tuan, kita telah berhasil menjebak guru itu, " seringai dari wajah seorang lelaki muda terlihat.
Lelaki berkepala plontos itu tertawa layaknya setan yang berhasil mengelabui mangsanya.
"Kerja bagus, sekarang juga panggil seluruh warga ke sini. Katakan pada mereka bahwa guru itu telah melakukan melecehkan gadis kecil itu," titah Edgar pada anak buahnya.
"Baik tuan,"
Para anak buah Edgar dengan segera menemui warga dan memprovokasi mereka.
"Hei kalian semua, cepat berkumpullah! Guru telah melakukan pelecehan pada seorang gadis!" sorak seorang lelaki yang merupakan anak buah Edgar sambil memukulkan sebuah alat agar semua warga berkumpul.
"Ada apa ini? Mengapa malan-malam begini kau membuat keributan?" seorang lelaki paruh baya menghampirinya. Merasa terusik dengan kedatangan lelaki muda itu.
"Tuan, aku melihat anak perempuanmu dilecehkan oleh guru,"
"Apa? Kau jangan mengada-ada. Guru itu adalah orang yang sangat baik, dia tidak akan mungkin melakukan hal buruk itu," bela lelaki paruh baya itu.
Dia tahu persis orang yang disebut oleh pemuda itu adalah seorang guru dan takkan mungkin seorang guru berbuat keji.
"Ya benar, kau jangan sembarangan bicara," timpal seorang warga lagi.
"Suamiku, anak kita menghilang," istri dari lelaki paruh baya itu menghampirinya.
"Apa? Bukankah dia dari tadi dirumah?" tanyanya merasa heran.
"Aku sudah mencarinya ke sekeliling rumah, tapi aku tidak menemukannya. Sepertinya ada yang menculik anak kita," jelas wanita itu penuh dengan kecemasan.
Dirinya begitu gusar dan gelisah karena putri mereka satu-satunya menghilang.
"Apa ku bilang? Kau masih belum percaya?" tukas pesuruh Edgar.
Lelaki paruh baya itu tampak kebingungan dan tidak tahu harus kemana mencari putrinya.
"Ayolah tuan, ikuti aku. Kau akan membuktikan bahwa perkataanku itu benar. Guru telah menculik dan melecehkan putrimu," hasutnya lagi pada pria paruh baya itu.
Akhirnya lelaki paruh baya itu mempercayai ucapan pemuda itu dan memilih untuk ikut bersama lelaki itu. Mereka juga membawa para warga untuk membuktikan perkataan lelaki itu.
***
Sementara itu Dave baru saja sampai dirumah, dengan wajah pucat dan kedinginan karena hujan yang membasahi tubuhnya, anak kecil itu mengetuk pintu rumahnya.
"Ibu ... ibu buka pintunya, ayah sedang dalam masalah,"
"Nak, kau sudah pulang? Mana ayahmu?" Naira baru saja membukakan pintu rumahnya dan mendapati sang anak dalam keadaan kedinginan tapi dia tak melihat suaminya bersama sang anak.
"Ibu cepatlah ikut denganku. Ayah sedang dalam masalah," Dave kecil menggenggam tangan sang ibu untuk membawa sang ibu bersamanya.
"Sebentar nak, adikmu sedang tidur ibu akan mengunci pintunya dulu," tukas Naira sambil mengambil jas hujan agar mereka tak kehujanan saat pergi menuju sekolah.
Mereka bergegas ke sekolah demi membantu Abghair dan gadis kecil yang sedang terluka parah. Hujan badai dan angin kencang menerpa mereka. Dave dan ibunya hanya memiliki sepeda ontel dan mereka pergi ke tempat itu dengan mengayuh sepeda ontel ditengah terpaan hujan badai yang begitu kencang. Bahkan mantel yang mereka kenakanpun tak mampu melindungi mereka dari hujan. Sementara mereka harus begegas menyelamatkan Abghair sebelum warga mendahului kedatangan mereka.
Diluar sana Edgard dan anak buahnya tengah memprovikasi warga. Mereka menghasut warga.
"Ayo cepat keluarlah, guru telah melakukan pemerkosaan!! Seorang siswa telah dikurung oleh guru itu. Ayo cepat grebek guru itu, dia telah mengotori kampung kita dengan berbuat asusila." Seorang lelaki suruhan Edgard menghasut warga.
Warga yang mendengar perkataan orang itu ada yang merasa tidak percaya dan ada yang penasaran. Mereka berbondong-bondong menuju sekolah.
Abghair masih memeluk anak itu, dia masih menunggu istrinya untuk segera datang membantunya tapi bantuan itu belum datang juga. Tiba-tiba pintu kelas itu didobrak dan terlihat para warga tengah berkumpul disana.
"Cepat bantu anak ini." Abghair mencoba meminta bantuan.
"Anakku! Apa yang terjadi padamu nak?" Seorang wanita menangia histeris mendapati putrinya dalam keadaan yang mengerikan.
"Siapa yang telah melakukan ini padamu?" tanya ayah anak itu.
"Guru, apa yang kau lakukan? Kau telah memperkosanya?" Edgard yang datang ke arah mereka langsung menuduhnya dengan buruk.
"Di ... dia ... dia ..." Gadis itu menunjuk ke arah Edgard yang berdiri dibelakang Abghair. Dia ingin memberitahukan sesuatu tapi dia telah kehilangan banyak darah membuatnya tidak mampu berkata-kata dan tubuhnya melemah. Gadis itu telah tiada.
"Kau!!! Beraninya kau menyentuh putriku!!!" Satu pukulan mendarat diwajah Abghair dari lelaki paruh baya itu.
"Bukan, bukan aku yang melakukakannya. Anak itu telah dalam kondisi mengenaskan saat aku mendapatkannya." Abghair mencoba membela dirinya.
"Guru, jangan berpura-pura, untuk apa kau malam-malam seperti ini datang ke sekolah dalam keadaan hujan seperti ini. Pasti kau telah merencanakan semua ini," hasut Edgard lagi dengan tuduhan kejinya itu.
"Tidak aku tidak melakukan apapun," ujarnya membela diri.
"Mana mungkin kau mengaku. Sudah jelas aku melihat kau menyentuh anak itu," cicit lelaki disebelah Edgard mencoba memanas-manasi warga.
"Hajar dia!!!" ujar seorang warga memprovokasi warga lain.
Para warga yang sangat emosi segera memukuli Abghair.
Dave yang baru saja tiba bersama ibunya berteriak. "Jangan!!! Jangan pukuli ayahku. Ayahku tidak bersalah."
"Diam kau anak kecil. Ayahmu telah melakukan kesalahan dia harus dihukum," ujar Edgard sambil mendorong Dave.
Dave tersungkur karena Edgard mendorongnya cukup kuat. Naira yang melihat anaknya terjatuh langsung memeluk anaknya. Dia memohon pada semua orang yang berada disitu "tolong jangan sakiti anak dan suamiku. Mereka tidak bersalah," ujarnya sambil menangis tersedu-sedu.
Warga tidak memperdulikan rintihan wanita itu malah semakin membabi buta menghajar Abghair. Mereka memukuli, menendang bahkan menyeret tubuh Abghair.
Edghar dan anak buahnya tertawa menyeringai. Merasa senang usahanya berhasil. Kemudian dia menghasut kembali "tidak ada tempat untuk seorang pemerkosa di desa ini, ayo gantung dia dipohon itu sebagai hukuman."
"Ayo gantung dia!!!" teriak semua warga yang terprovokasi. Mereka semakin menyeret Abghair yang penuh darah dan tak berdaya.
"Jangan aku mohon jangan gantung suamiku," Naira memohon dan menghalangi mereka. Begitu juga Dave, anak kecil itu berusaha menghalangi mereka dengan sekuat tenaganya.
"Hentikan, ayahku tidak bersalah, jangan sakiti ayahku," cegah anak itu pada warga yang semakin brutal menghukum sang ayah, tapi apalah daya kedua orang itu. Kekuatan yang mereka miliki tidak sebanding dengan warga yang sedang mengamuk.
Edgard yang merasa kesal meluapkan sakit hatinya dengan menarik tubuh Abghair yang tidak berdaya. Memukuli wajah lelaki itu kemudian mengambil seutas tali dan mengikatkannya ke leher Abghair, dengan tubuh kekarnya dia menarik tubuh tak berdaya Abghair ke atas bukit. Tidak memperdulikan tangisan dan raungan Naira dan Dave dibawah bukit itu.
"Rasakan guru, kau akan menerima akibatnya karena kau telah berani menentangku!" Gumam lelaki plontos itu sambil menyeret tubuh Abghari.
Kejam!!! Edgard sengaja menyakitinya dan sekarang diapun ingin menghabisi guru itu. Sesampainya diatas bukit yang terdapat pohon beringin yang sangat tinggi itu, dengan cepat dia mengikatkan tali yang mengikat tubuh Abghair ke pohon itu. Dave yang mencoba membantu ayahnya dipegangi oleh warga dan tidak dibiarkan membantu Abghair yang sudah lemah.
Sekuat tenaga Edgard menyeret tali itu hingga menggantung ke pohon itu. Abghair dengan sisa-sisa tenaganya mencoba melepaskan tali yang mencekik lehernya itu, namun kekuatannya tidak berarti apa-apa dan diapun tergantung dipohon itu hingga menghembuskan nafas terakhirnya. Ditempat itu terpecahlah tangisan Naira dan Dave.
Pilu dan benar-benar menyakitkan. Edgard benar-benar kejam. Tidak punya belas kasih sedikitpun!!!
Merasa puas dengan kematian Abghair, Edgard tertawa dengan keras dihadapan swmua orang "itulah hukuman yang pantas bagi orang yang telah mengotori desa ini."
Bukan apa-apa yang dia lakukan semata-mata untuk meluapkan sakit hatinya. Dia sengaja memprovokasi warga dengan menuduh Abghair melakukan perkosaan terhadap seorang siswa kemudian menghabisi Abghair, dengan begitu akan memudahkannya mengambil tanah Abghair.
Setelah kematian Abghair, Dave dan Naira menurunkan mayat Abghair yang masih tergantung dan tidak ada seorangpun yang membantu mereka. Semuanya pergi meninggalkan mereka, karena dianggap telah berbuat salah Abghair tidak dipandang sedikitpun.
Dave mengambil sebuah gerobak yang terletak didekat pohon itu, kemudian mengangkat tubuh kaku ayahnya dibantu oleh ibunya. Mereka menyusuri jalan terjal menuju kebawah bukit untuk menguburkan Abghair ditanah milik Abghair.
***
Pagi harinya Edgard datang kembali ke desa itu. Dia melihat Dave dan Naira yang menangisi kepergian Abghair.
"Bagaimana keadaan kalian?" sapanya yang baru saja keluar dari mobilnya.
"Kau ... kau pembunuh. Kau telah membunuh suamiku!!" Naira begitu marah saat melihat Edgard didepannya.
"Suami itu bodoh, sudah aku bilang padanya sebaiknya dia menjual tanahnya padaku, tapi kau lihat dia lebih memilih mati daripada menerima uangku." Terlihat wajah menyeringai lelaki itu sambil mendorong tubuh Naira.
"Jangan sakiti ibuku." Dave mencoba melindungi ibunya.
"Besar juga nyalimu. Siapa namamu?" Tanyanya sambil menyentuh dagu anak itu dengan tongkat yang berada ditangannya.
"DAVE!!! NAMAKU DAVE!!!" teriak anak kecil itu dengan lantang.
"Sebaiknya kau bawa ibu dan adikmu dari desa ini sekarang juga. Atau kalian akan bernasib sama seperti guru itu!" ancamnya pada kedua orang itu.
Dave yang pemberontak itu mencoba melawan tapi Naira memeganginnya. Tidak mungkin tubuh mungil itu akan sanggup melawan orang seperti Edgard ditambah lagi dia membawa anak buahnya juga.
"Ayo kita pergi nak," tukas Naira sambil membawa Dave bersamanya.
Edgard hanya melihat dengan tatapan tajam melihat kepergian mereka. Belum puas dengan semua kelakuannya, dia masih memprovokasi warga.
"Usir wanita dan anak ini dari desa ini. Orang seperti mereka tidak pantas berada disini."
"Iya. Usir para pendosa itu dari desa kita!!!" Seorang warga berteriak menyulut api kemarahan warga lainnya. Suasana memanas kembali. Para warga terpancing emosinya dan mengusir Naira.
Kepala Desa yang saat itu berada ditempat itu merasa iba dan lirih pada Naira dan anak-anaknya. Namun, Edgard menghampiri kepala desa itu untuk mengusir Naira sekeluarga dari desa itu.
"Nyonya Naira, maafkan saya. Saya tidak ingin terjadi keributan di desa ini. Anda lihat bagaimana warga tidak bisa menerima kehadiran anda. Saya mohon tinggalkan desa ini." Ujar kepala desa itu pada Naira.
Dengan berat hati Naira dan anak-anaknya mengikuti permintaan kepala desa itu dan merekapun keluar dari desa itu tanpa arah tujuan yang jelas. Dalam keadaan bingung Naira bersama kedua putranya yang masih kecil menyusuri jalan hingga malam hari tiba mereka hanya berteduh disebuah gubuk reot yang tidak berpenghuni.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!