"Selamat ya sayang kamu sudah berhasil dan mendapatkan gelar Sarjana," ucap Chandra pada Najwa.
Hari itu adalah hari wisuda Alya dan Najwa. Kakak beradik itu sudah selesai dengan kuliahnya dan kini mereka sudah menyandang gelar Sarjana.
Alya menyandang gelar Sarjana dengan nilai terbaik sedangkan Najwa menempati peringkat ke tiga setelah salah satu temannya mendapatkan posisi ke dua.
Meski begitu, Chandra ~ Ibunya Najwa dan Alya begitu bahagia dengan kemampuan putri pertamanya itu.
"Terimakasih Ibu, ini belum seberapa dibandingkan dengan Alya yang mendapatkan peringkat pertama," ucap Najwa dengan terus mengukir senyuman di bibirnya.
"Tetap saja Ibu bahagia dan bangga padamu sayang."
"Ibu, aku mendapatkan gelar mahasiswa terbaik dengan nilai tertinggi. Ibu bahagia kan? Apa Ibu tidak ingin mengucapkan selamat padaku?" Alya tersenyum gembira pada Ibunya yang sedang berdiri di samping Najwa ~ kakaknya.
Chandra mendelik pada Alya, seketika senyumnya musnah saat tahu Alya ada di hadapannya.
"Najwa ayo kita pulang, acaranya sudah selesai," ucap Chandra sembari berjalan menuju parkiran!
Alya berdiri mematung sambil menatap Ibunya yang kian menjauh.
Air matanya mulai menetes namun ia mencoba untuk menahannya agar tak jatuh. Hari ini adalah hari bahagianya, dirinya tidak boleh menangis di sana.
"Jangan pikiran Ibu, ayo kita pulang," ucap Najwa sembari menggandeng tangan Alya.
"Kak aku ...." Alya menggantung ucapannya dan memilih untuk tidak melanjutkannya.
"Apa?"
"Tidak." Alya menggelengkan kepalanya. "Ayo kita pulang," sambungnya.
Dari sejak sekolah TK sampai kuliah, Alya selalu berusaha untuk menjadi jadi yang terbaik, dia rajin belajar dan sering melakukan sesuatu yang tidak pernah Najwa bisa lakukan, bukan tanpa alasan dirinya melakukan semua itu.
Hanya satu tujuannya yaitu untuk mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari Ibunya, namun semua usahanya itu selalu gagal meski dirinya menjadi yang terbaik di sekolah tapi tidak di rumah.
Chandra selalu lebih menyayangi Najwa dibandingkan dirinya, sampai saat ini dirinya pun tidak tahu apa yang membuat Chandra menyukainya.
Selama ini dirinya tumbuh bersama pengasuhnya, seingatnya dirinya tidak pernah dibelai, dipeluk, dan dimanja oleh Chandra jangankan semua itu, senyum pun tak pernah dia dapatkan dari ibunya itu.
"Alya nanti malam kita rayakan keberhasilan kita di kafe tempat biasa kita nongkrong," ucap Najwa sembari terus berjalan.
Tangannya terus menggandeng tangan Alya karena kalau tidak, Alya akan berhenti berjalan dan terus berdiri dibelakangnya hingga sampai Ibunya meninggalkan dirinya.
"Aku malas kak."
"Tidak ada kata malas, kakak ingin kita pergi dan merayakan ini bersama. Kamu tahu, momen ini tidak akan terulang lagi jadi kita harus merayakannya."
Najwa memang sangat menyayangi Alya, meski Ibunya selalu melarangnya untuk tidak terlalu baik pada Alya tapi dirinya tetap menyayangi Alya seperti dirinya menyayangi sang Ibu.
"Kak, aku ingin pergi ke luar kota dan bekerja di sana."
"Untuk apa? Perusahaan Ibu masih butuh kamu."
"Ada kakak yang mengurus perusahaan Ibu."
"Tidak, aku tidak bisa. Aku lebih suka dengan dunia modeling daripada duduk diam dalam satu ruangan itu-itu saja."
Najwa, gadis berambut panjang dan berwarna pirang itu memang menyukai dunia modeling sejak usianya baru belasan tahun dan kini dirinya sudah menjadi model busana dan kecantikan di salah satu perusahaan ternama di kotanya sedangkan Alya, dia lebih suka melakukan pekerjaan seperti yang dilakukan Ibunya yaitu mengurus perusahaan peninggalan Ayahnya
"Kak–"
"Diam Alya, ayo masuk ke dalam mobil dan kita pulang."
Najwa membukakan pintu mobil untuk Alya lalu menyuruh Alya segera masuk ke dalam mobilnya.
"Terimakasih." Alya tersenyum lalu segera masuk ke dalam mobilnya!
Setelah Alya masuk, Najwa segera menyusul Ibunya yang sudah berada di dalam mobil yang duduk di bangku belakang.
"Lain kali tidak usah membukakan pintu untuk Alya. Dia punya tangan sendiri jadi dia pasti bisa melakukannya sendiri."
"Tidak apa Ibu, hanya membuka pintu saja tolong jangan perbesar masalah ini." Najwa berucap tentunya dengan senyuman di bibirnya.
Najwa memang selalu menolak perintah Ibunya dengan halus dan dengan senyuman di bibirnya.
"Maaf Bu, aku tidak akan membiarkan kakak melakukan itu lagi untukku." Alya yang duduk di bangku depan dengan sang sopir itu pun merasa tidak enak hati dan merasa bersalah pada Chandra.
Chandra hanya diam, sedikit pun dirinya tak berniat untuk menjawab perkataan Alya.
"Pak jalan sekarang," ucap Najwa pada sang sopir.
Sopir itu pun segera melajukan mobilnya tanpa menjawab perkataan Najwa padanya.
Setelah tiga puluh lima melakukan perjalanan akhirnya mereka tiba di rumah mereka.
Chandra segera keluar dari mobilnya dan langsung masuk ke dalam rumahnya tanpa mengatakan sesuatu apa pun terhadap Najwa apalagi pada Alya.
"Ayo Al, kita beritahu kabar gembira ini pada Mbok Darti," ucap Najwa dengan penuh semangat.
Mbok Darti, perempuan paruh baya itu sudah bekerja pada Chandra sejak dua puluh lima tahun dia lah yang merawat dan mengasuh Alya sejak Alya masih bayi.
Sampai saat ini Alya memang lebih dekat pada Mbok Darti dibandingkan dengan Chandra bahkan kasih sayang dari Mbok Darti sangat dirasakan oleh Alya.
Najwa sudah lebih dahulu keluar dari mobilnya dan masuk ke dalam rumah sedangkan Alya masih duduk di tempat semula.
"Mbak Alya hebat ya, selamat ya Mbak," ucap Arman ~ sopir pribadi Chandra.
"Terimakasih Mas."
"Sabar ya Mbak, saya yakin suatu saat Ibu pasti menyayangi Mbak."
"Saya sabar kok Mas, kalau gak sabar mungkin saya sudah kabur," ucap Alya sembari tertawa kecil.
Arman pun ikut tertawa bersama Alya.
"Lagian dari dulu sampai sekarang pun Ibu sudah menyayangi saya, Mas. Buktinya saya masih hidup kalau gak saya sudah mati sejak saya bayi."
Alya memang tidak pernah berbicara jelek tentang Ibunya, meski memang kenyataannya sang Ibu tidak pernah menyayanginya tapi dirinya selalu menutupi kebenaran itu dari orang lain termasuk orang rumahnya.
Meski semua orang di rumahnya tahu tentang sikap Chandra padanya tapi Alya selalu menutupi semua itu. Alya selalu berkata bahwa Ibunya juga menyayanginya seperti menyayangi Najwa.
Arman tersenyum sembari menatap Alya yang sudah berada di luar dan kini tengah berjalan memasuki rumahnya.
"Mbak Alya memang baik, entah terbuat dari apa hatinya sehingga dia mempunyai maaf yang begitu banyak untuk Ibu Chandra. Saya do'akan semoga suatu saat Mbak Alya mendapatkan kebahagiaan seperti yang Mbak Alya inginkan," gumam Arman.
Perlakuan Chandra yang suka membeda-bedakan kasih sayangnya memang sudah bukan rahasia lagi, semua orang di rumahnya tahu kalau Alya tidak pernah disayangi oleh Chandra.
Arman adalah salah satu yang mengetahui hal itu, dia selalu menghibur Alya saat Alya sedang bersedih karena merasa tersisihkan.
Bersambung
Sore hari sekitar pukul tujuh belas lewat dua puluh lima menit, saat itu Najwa dan Alya sedang berada di dalam kamarnya.
Di depan pintu rumahnya, Chandra sedang menerima sebuah kado dari seseorang.
"Ada kirimkan kado untuk putri anda," ucap seorang kurir yang mengantarkan kado tersebut.
"Oh ya." Chandra menerima buket bunga itu dan sebuah kotak kado yang tak tahu apa isinya itu.
"Dari siapa?" tanya Chandra pada kurir itu.
"Dari orang yang bernama Farhan," sahut kurir itu, "Farhani Broto Surosa nama lengkapnya," sambung kurir itu.
Seketika senyum bahagia terukir di bibir Chandra. Bagaimana tidak, orang tua Farhan adalah seorang pengusaha kaya yang namanya sudah terkenal di mana-mana.
Semua orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya, begitu pun dengan Chandra yang menginginkan Najwa selalu bahagia dalam hidupnya.
"Terimakasih ya Mas," ucap Chandra.
Kurir itu mengangguk pelan lalu segera undur diri dari rumah mewah itu.
"Najwa! Najwa ada kiriman untukmu!" seru Chandra sembari memperhatikan buket bunga dan kado itu.
Di kamar Alya.
Drrt!
Drrt!
Drrt!
Ponsel Alya berdering tanda adanya telpon masuk.
Alya yang saat itu sedang duduk di tepi ranjangnya pun langsung bangkit dari duduknya untuk mengambil ponselnya dari atas meja!
Ditatapnya layar ponselnya dan terlihat nama Farhan di sana, Alya pun langsung menerima telpon dari Farhan itu.
[Halo, Farhan.] ucap Alya setelah menerima telponnya.
[Alya apa kado istimewa dariku sudah kamu terima? Barusan kurir yang mengantarkannya sudah mengabari aku bahwa dia sudah mengantarkan kadonya ke alamat rumahmu.] ucap Farhan dari sebrang telpon.
[Kamu mengirimi aku hadiah?]
[Ya, mahasiswa dengan nilai kelulusan tertinggi patut mendapatkan hadiah istimewa dariku.]
[Terimakasih, kamu baik sekali.]
[I love you Alya.]
[I love you too Farhan. Aku periksa dulu ke bawah ya, mungkin Mbok Darti.]
[Oke. Aku tutup telponnya ya kabari aku kalau kamu sudah menerima hadiahnya dan katakan padaku kalau kamu tidak suka dengan hadiahnya.]
[Iya, pasti aku kabari tapi aku pasti suka dengan apa pun pilihanmu. Dah Farhan.]
Alya mematikan sambungan telponnya lalu melempar ponselnya ke atas tempat tidurnya.
Alya dan Farhan memang memiliki hubungan percintaan, mereka sudah menjalin kasih selama dua bulan dengan tanpa sepengetahuan keluarga mereka.
Bukan apa-apa, mereka tak ingin mempublikasikan hubungan mereka dulu karena belum siap untuk menikah di usia saat ini.
Alya keluar dari kamarnya dengan berjalan tergesa-gesa, dirinya ingin cepat melihat kado apa yang diberikan oleh kekasihnya itu padanya.
Dari lantai dua, Alya sudah melihat Chandra dan Najwa yang sedang membuka kado. Awalnya dia berpikir mungkin Najwa juga mendapatkan kado dari temannya atau saudaranya karena setahunya Najwa tak memiliki kekasih.
"Wah kalung berlian, indah sekali," ucap Najwa.
Terlihat dengan jelas, Najwa begitu bahagia saat melihat isi kado itu.
"Ada kertas ucapan. Coba baca," ucap Chandra yang tak kalah bahagianya dari Najwa.
Najwa mengambil kartu ucapan itu dari tangan Chandra lalu membacanya.
'Kalung ini akan terlihat lebih indah jika kamu yang memakainya, aku ingin melihat kamu memakai kalung ini besok. I love you, aku harap kamu bahagia dan suka dengan kadonya. Salam manis,Farhan.'
Di bait paling bawah tertulis namun Chandra lengkap dengan tanda tangannya.
Seketika Najwa menjerit bahagia, dirinya tak menyangka Farhan mengatakan isi hatinya di hari bahagianya itu.
Deg!
Bak disambar petir di siang bolong, seketika hati Alya terasa seperti ada yang menghantamnya hingga dirinya merasa kesakitan.
Dirinya dan Najwa memang mengenal Farhan dengan baik tapi selama ini mereka hanya berteman baik dan tak pernah berpikir sampai jauh.
"Kakak pasti salah paham tapi aku tidak mungkin menjelaskan semuanya. Aku tidak ingin mereka kecewa, Ibu dan kakak terlihat begitu bahagia," ucap Alya didalam hatinya.
Tak terasa air mata Alya luruh begitu saja hingga menganak sungai di pipinya.
"Alya aku bahagia, sini Alya!" seru Najwa dengan tawa bahagia.
Alya segera mengusap air matanya lalu menuruni anak tangga dengan berlari!
Najwa menyambut Alya di bawah tangga dan dia segera mengajak Alya melihat hadiah yang sebenarnya untuk Alya itu.
"Lihat Al, Farhan memberikan kakak kado istimewa. Kakak gak nyangka kalau ternyata dia juga mencintai kakak."
Alya tersenyum dalam hati yang pilu jika sudah begini dirinya harus merelakan Farhan untuk Najwa karena jika tidak, Ibunya akan sangat membencinya dan hal itu akan membuatnya semakin sulit mendapatkan kasih sayang Ibunya.
Baginya semua hal di dunia ini tidak begitu penting, mendapatkan cinta kasih dari sang Ibu adalah prioritas utamanya meski dirinya harus kesakitan karena harus melepaskan Farhan tapi dirinya akan bertahan demi mendapatkan kebahagiaan bersama sang Ibu.
"Wah kak, selamat. Ini adalah kado terindah bukan."
"Terimakasih Alya, aku bahagia, aku sangat bahagia."
"Sayang apa kamu mencintai Farhan?"
"Iya Ibu, aku mencintai Farhan sejak lama," sahut Najwa sembari menatap Ibunya dengan tatapan bahagia.
"Kenapa aku tidak menyadari kalau kakak juga mencintai Farhan, kenapa aku baru tahu sekarang setelah aku benar-benar mencintai dia," ucap Alya didalam hatinya.
"Kenapa kamu diam saja, kamu iri pada kakakmu? Jangan pernah berpikir kamu akan dapat pemuda seperti yang kakakmu dapatkan karena itu tidak mungkin," ucap Chandra ketus sembari menatap Alya tajam.
Tak pernah ada perkataan manis yang Chandra ucapkan pada Alya, sekalinya bicara Chandra akan berucap dengan nada ketus seolah tak ingin berbicara dengan Alya.
"Ibu jangan bicara seperti itu. Aku yakin suatu saat Alya akan mendapatkan pemuda baik dan tampan oh ya satu lagi, penyayang ya itu dia, penyaaayaaan," ucap Najwa.
"Ibu, aku bahagia dengan kebahagiaan kakak saat ini. Kakak sangat beruntung karena bisa dicintai oleh Farhan," ucap Alya dengan senyuman tipis.
Dalam hatinya Alya tengah menahan sakit yang teramat sangat, dia juga berusaha menahan air matanya agar tak jatuh dari pelupuk nya.
Dari jarak yang tak jauh dari mereka, Mbok Darti terus memperhatikan mereka, dia tahu bahwa saat itu Alya sedang menahan kesedihannya.
Mbok Darti tahu bahwa Alya sudah berpacaran dengan Farhan karena dirinya lah orang terdekat Alya dan sudah seperti Ibu bagi Alya.
"Kasihan kamu Nak. Tidak seharusnya kamu berada dalam posisi seperti ini," ucap Mbok Darti didalam hatinya sembari terus menatap mereka.
Kayaknya seorang Ibu yang tahu anaknya sedang tersakiti, Mbok dari ikut merasakan kesedihan Alya saat itu.
Sebenarnya jika Najwa tahu itu bukanlah untuknya dirinya tidak akan pernah mengatakan sesuatu hal yang dapat menyakiti hati Alya. Mbok Darti tahu Najwa sangat menyayangi Alya jadi tidak mungkin Najwa tega membuat adiknya kecewa.
Bersambung
Pagi hari, Alya dan Najwa hendak pergi bersama. Setelah semalaman Alya menumpahkan kesedihannya karena harus melepaskan Farhan untuk Najwa kini dirinya sudah mulai membaik karena sudah melegakan diri dan hatinya dengan menangis.
"Kita mau ke mana kak?" tanya Alya saat mereka berdua sedang menuruni anak tangga.
"Kita mau merayakan keberhasilan kita lagi di suatu tempat," sahut Najwa dengan penuh semangat.
Najwa terus tersenyum sembari mengingat rencananya hari ini.
*FLASHBACK ON, tadi malam sekitar pukul dua puluh lewat tiga puluh lima menit*
[Halo Farhan, aku ingin merayakan keberhasilan aku dan Alya di villa xxx kamu datang ya. Aku mau kamu juga ikut merayakannya.]
Najwa menelpon Farhan untuk mengajaknya bertemu dan merayakan keberhasilan mereka yang sudah menyandang gelar Sarjana.
[Aku akan datang, jam berapa?]
[Acaranya mulai dari pagi tapi terserah kamu, kamu mau datang jam berapa.]
[Oke, kalau gitu aku akan datang.]
Setelah itu Najwa mematikan sambungan telponnya lalu meletakkan ponselnya di atas meja! Senyum bahagia terus terukir di bibir Najwa, dia begitu bahagia hari ini.
*FLASHBACK OFF*
"Kak semalam kita sudah merayakannya, apa hari ini kakak tidak ingin membagi kebahagiaan kakak bersama teman-teman sesama model?" tanya Alya.
Sebenarnya hari ini Alya ada acara bersama Farhan, dirinya ingin menjelaskan apa yang terjadi di rumahnya sore kemarin saat kado dari Farhan tiba di rumahnya.
Sebelum semuanya terlambat, dirinya harus menjelaskan semuanya pada Farhan. Alya tak ingin membuat Najwa dan Ibunya kecewa dan dirinya akan memilih untuk menyelesaikan hubungannya dengan Farhan.
"Hari ini orang-orang terdekatku akan datang ke tempat kita mengadakan acara."
"Kak, itu berarti acaranya besar-besaran. Kakak kok gak bilang aku, aku kan bisa bantuin nyiapin nya."
"Semua sudah diurus oleh orang-orang kepercayaan Ibu."
"Semua untuk merayakan keberhasilan Najwa. Kamu jangan merasa Ibu menyiapkan ini untuk kamu juga," ucap Chandra yang mendengar pembicaraan mereka.
Seketika senyum Alya hilang sesaat setelah mendengar perkataan Ibunya itu.
"Ibu, kenapa bicara seperti itu? Aku dan Alya kan sama, sama-sama baru berhasil menyelesaikan kuliah."
"Ibu, kenapa Ibu begitu membenci aku, ada apa Bu, apa salah aku sehingga Ibu begitu membenciku?" Dengan air mata yang sudah berkaca-kaca Alya memberanikan menanyakan apa yang ada dalam hatinya.
Alya masih berdiri di samping Najwa dengan posisi yang sama seperti sebelumnya, sebelum Chandra menjawab pertanyaannya, dirinya tak berani menatap wajah sang Ibu.
"Pergilah dan jangan lupa kembali tepat waktu. Ibu tidak ingin berdebat." Bukannya menjawab pertanyaan Alya, Chandra malah menyuruh dua putrinya untuk segera pergi dan bersenang-senang bersama teman-temannya.
"Ayo Alya, jangan pikiran Ibu yang seperti itu, kakak yakin kamu sudah tahu Ibu memang seperti itu tapi aku tahu sebenarnya Ibu juga menyayangi kamu." Najwa menarik tangan Alya dan mulai meninggalkan rumahnya.
*******
Di rumah Farhan.
Farhan sudah bersiap untuk pergi, dia akan bertemu dengan Alya di temat yang sudah mereka sepakati untuk bertemu.
"Aku gak sabar untuk melihat Alya, dia pasti terlihat cantik dengan menggunakan kalung dan baju yang aku belikan," gumam Farhan. Senyum terus membingkai di wajah tampan Farhan.
Tring!
Terdengar suara notifikasi pesan masuk pada ponsel Farhan, dia pun segera memeriksa siapa yang memberi pesan di pagi itu.
"Alya," gumam Farhan lalu membuka pesan whatsapp itu.
{Farhan, kita batal ketemu hari ini. Ada sesuatu yang tidak bisa aku tinggalkan. Maaf kalau aku membuat kamu kecewa.}
Terlihat Farhan begitu kecewa, dirinya ingin sekali bertemu dengan Alya tapi ternyata pacarnya itu membatalkan pertemuan mereka.
Dengan rasa kecewanya, Farhan tetap membalas pesan dari sang kekasih.
{Tidak apa-apa, kalau memang kamu tidak bisa datang aku tidak bisa memaksa.}
Tak berselang lama pesan darinya sudah bergaris biru, tangannya Alya sudah membacanya namun sepertinya gadis itu tak berniat untuk membalas pesannya.
"Kalau gitu aku datang ke acara Najwa saja, nanggung udah siap gini masa gak jadi pergi."
Farhan pun meraih kunci mobilnya yang terdapat di atas meja lalu segera keluar dari kamarnya!
**********
"Gimana udah cantik belum aku?" tanya Maya pada temannya yang sedang berdiri di belakangnya.
"Dari tadi nanya mulu. Kamu cantik kok," sahut Wulan.
Dua gadis itu sudah berada di tempat Najwa akan merayakan keberhasilannya. Maya dan Wulan adalah temannya Najwa dan Alya, mereka adalah teman dekat Alya dan Najwa.
"Kita mulai acara dengan apa dulu?" tanya Alya pada Najwa.
"Tentunya dengan doa dong Al," ucap Najwa.
Alya tersenyum lalu mengusap lengan Najwa.
"Kakak benar," ucapnya.
Tak lama, Farhan datang ke sana, Najwa dan Alya pun langsung menyambut kedatangan pemuda itu.
"Hei kamu udah datang, katanya ada urusan dulu?" tanya Najwa dengan senyuman manis di bibirnya.
"Acaranya sudah dimulai?" tanya Farhan.
Farhan mengedarkan pandangannya ke semua tempat, terlihat beberapa orang yang tak dia kenal sudah berada di tempat itu.
"Mungkin mereka teman-temannya Najwa," pikir Farhan.
Farhan terkejut saat melihat Najwa yang memakai kalung pemberiannya untuk Alya.
"Naj, itu ...." Farhan menatap Najwa dengan jari telunjuknya yang mengarah pada leher Najwa.
"Aku suka banget dengan kalung ini, terimakasih ya oh ya, aku juga cinta sama kamu Farhan. Kenapa kamu tidak mengatakan cinta langsung didepanku?"
Farhan tak menjawab, dia terlihat kebingungan kenapa kalung yang seharusnya dipakai oleh Alya malah dipakai oleh Najwa.
"Kak ada sesuatu yang harus kakak urus di sebelah sana. Aku tidak mengerti tolong kakak saja yang menyelesaikannya," ucap Alya pada Najwa.
"Oh ya, apa?"
"Kita mau masak-masak kan. Mereka gak tahu apa yang harus dilakukan terlebih dahulu."
Alya sengaja memberikan kesibukan pada Najwa karena dirinya harus bicara dengan Farhan.
"Oh kalau gitu kakak tinggal dulu ya. Kamu temani Farhan sebentar," ucap Najwa pada Alya.
"Han, aku tinggal dulu ya." Najwa pun langsung pergi dari sana meninggalkan Farhan dan Alya.
"Farhan tolong jangan bahas tentang kita dihadapan kakakku, biarkan kakak menggunakan kalung itu," ucap Alya pada Farhan setelah Najwa pergi.
"Apa maksudnya ini? Aku tidak mengerti Alya, kalung itu untuk kamu tapi kenapa Najwa yang memakainya."
"Mereka salah paham tapi aku tidak ingin mereka tahu yang sebenarnya. Kak Najwa dan Ibu begitu bahagia, mereka bahagia saat tahu kamu yang mengirim kado itu untuk kak Najwa."
"Tapi aku tidak mencintai Najwa."
"Tolong Han, tolong."
"Ayo kita mulai acaranya," ucap Najwa.
Baru Farhan akan berbicara, Najwa datang dan mengajak mereka bergabung bersama dengan yang lain.
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!