Hingar bingar suara musik berpadu padan dengan gemerlap lampu warna-warni di sebuah klub malam di kota Milan, Italia. Para muda-mudi yang sedang tenggelam dalam alunan musik yang memekakkan telinga terus saja bergoyang tanpa memedulikan apapun.
Praaang!
Suara nampan metalik mendarat jatuh ke lantai di sebuah meja VIP yang di isi dengan seorang wanita dan seorang pria. Wanita yang terlihat sudah setengah mabuk baru saja melempar nampan tersebut setelah seorang pelayan menyajikan segelas tequila padanya.
"Apa kau tidak tahu siapa aku? Berani sekali kau menyajikan minuman begitu lama padaku?!" Seru Wanita berambut pirang bergelombang dengan wajah cantik.
Wanita tersebut adalah Ruella Arthur La Nostra, tentu saja tidak ada yang tidak mengenal siapa dirinya. Keluarganya merupakan keluarga mafia nomer satu di Italia, La Nostra. Mafia yang menguasai sebagian besar wilayah Italia terutama kota Sisilia di mana markas La Nostra berada.
Anak pertama dari pemimpin La Nostra tersebut sedang menempuh pendidikannya sebagai seorang desainer di salah satu perguruan elite di Milan. Ruella terkenal dengan perangainya yang sombong dan selalu berbuat seenaknya. Ia merasa tidak akan ada siapapun yang berani menyakitinya karena ayahnya Arthur Dillinger La Nostra selalu menyuruh beberapa pengawal berada di sekitar wanita berusia 21 tahun tersebut.
"Sudahlah Rue, sebaiknya kau tidak minum lagi." Seru pria yang datang bersama dengan Ruella ke tempat itu.
Pria tersebut adalah Emiliano Givenchy, sahabat karib Ruella yang merupakan seorang penyuka sesama jenis. Tampilannya sangat maskulin, tidak akan ada yang mengira jika ia seorang gay. Pria bertubuh atletis tersebut merupakan seorang model pakaian perusahaan keluarganya sendiri Givenchy.
"Cepat pergi, sebelum aku kehilangan kesabaran!!" Seru Ruella pada pelayan pria yang tampak ketakutan karena beberapa penjaga Ruella sudah terlihat bersiap siaga untuk melakukan sesuatu jika ada tindakan yang menurut mereka berbahaya pada nona mereka. "Ah, ini tip untukmu, ambillah!" Ruella melempar beberapa lembar uang dalam jumlah yang banyak pada si pelayan tersebut.
Tanpa dirinya sadari seorang pria yang duduk di meja bar memperhatikannya dengan sambil meneguk minuman. Wajahnya datar dan matanya tak sedetikpun teralihkan dari sosok Ruella.
"Sudah jangan minum lagi!" Seru Emiliano mencoba mengambil gelas yang hendak di minum Ruella.
Akan tetapi Ruella yang sedang merasa bersedih karena pujaan hatinya terlihat masuk ke dalam hotel bersama seorang wanita tidak ingin mendengarkan seruan sahabatnya tersebut. Dirinya mendorong Emiliano dan mengarahkan wajahnya dengan gerakan mabuk untuk meminum gelas yang ada di tangan Emiliano.
Emiliano hanya mendengus melihat tingkah wanita keras kepala tersebut sambil melepas minuman yang sudah dirampas Ruella.
"Rue, apakah itu mungkin? Pria itu jauh lebih tua darimu, usianya dua kali lipat dari kita, kenapa kau bisa sampai tergila-gila padanya?" Tanya Emiliano pada Ruella yang wajahnya seperti kepiting rebus karena mabuk.
Ruella menyunggingkan senyumnya mendengar pertanyaan Emiliano yang baginya bukanlah hal yang mengherankan.
"Bukankah itu sama saja seperti aku bertanya kenapa kau menyukai sesama pria?" Jawab Ruella. "Sepertinya menyukai seseorang dengan usia yang jauh lebih tua masih lebih baik dari itu."
Setelah mengatakan hal tersebut Ruella tertawa sambil beranjak berdiri dari duduknya.
"Kau mau kemana?" Tanya Emiliano.
Ruella tidak menjawabnya karena sepertinya percuma saja jika ia menjawab. Posisinya sudah jauh dari Emiliano sehingga jawabannya akan kalah dengan suara musik yang sangat memekakkan telinga.
Karena minum terlalu banyak, Ruella hendak buang air kecil dengan berjalan menuju toilet. Sebelumnya ia menggerakkan tangannya pada dua orang penjaga yang hendak berjalan mengikutinya. Wanita itu enggan penjaganya sampai harus mengikuti dirinya buang air kecil.
Dengan langkah terhuyung-huyung dan pandangan yang sudah seperti berputar-putar karena mabuk, Ruella berjalan masuk ke dalam toilet dan segera menyelesaikan urusannya.
Dirinya kembali mengingat bagaimana tadi saat ia memata-matai pria yang menarik hatinya itu masuk ke dalam hotel bersama dengan seorang wanita. Dan itu membuat hatinya langsung hancur seketika.
Sudah sejak dua tahun lalu dirinya menyukai Donzello d'Este dan hampir setiap hari pula ia menguntit keseharian pria yang merupakan kolega ayahnya tersebut.
Tetapi perasaannya selalu hancur ketika melihat Donzello pergi dengan seorang wanita. Ia sadar kalau cintanya bertepuk sebelah tangan. Hal itu yang membuatnya menjadi mabuk saat ini, wanita yang hidup sesukanya itu ingin menghibur dirinya hingga datang ke tempat yang sudah menjadi favoritnya tersebut.
Setelah selesai buang air kecil, Ruella membuka pintu WC hendak keluar namun tiba-tiba seseorang berdiri di depan pintu dan langsung menerobos masuk ke dalam bilik WC yang ukurannya sempit tersebut.
Pria tampan yang tadi terus saja memperhatikan Ruella mengunci pintu dan menatap Ruella yang terlihat terkejut. Akan tetapi karena rasa mabuk yang Ruella rasakan sehingga membuatnya menjadi tidak bisa fokus.
Ruella merasa aneh dengan keberadaan pria tersebut bersama dengannya saat ini. Namun melihat wajah tampan pria itu membuatnya memulas sebuah senyuman.
Tanpa di duga pria asing tersebut menyambar bibir Ruella—mencium wanita itu. Pria berpostur proposional tersebut menambah irama luma*tan bibirnya karena Ruella menyambut raupan bibirnya dengan ikut meliuk-liukkan lidah saling beradu.
Napas mereka berdua semakin menggebu-gebu, debaran jantungpun semakin terpacu hingga berdegup lebih cepat.
Tangan pria itu mulai mendarat di salah satu gunung kembar Ruella sedangkan salah satunya merem*as bokong indah wanita itu, dengan mengarahkan ciumannya ke leher Ruella yang sudah menikmati sentuhan-sentuhan manis tersebut, pria asing itu mencumbu wanita bertubuh molek itu.
Hingga kancing blouse yang dikenakan Ruella dibuka dan menyingkapkan lapisan yang menutupi tonjolan sensual milik Ruella. Des*ahan terdengar dari mulut Ruella yang sangat menikmati gigitan kecil pria itu di pucuk merah muda di dadanya.
"Ahh..." Ruella menutup matanya menikmati perlakuan nikmat yang diberikan padanya.
Jemari pria itu mulai menerobos masuk ke dalam balik rok super mini dan lapisan segitiga yang dikenakan Ruella. Des*ahan semakin keras keluar dari mulut wanita itu.
Tidak sabar dengan semuanya, pria itu langsung memutar tubuh Ruella yang sudah tampak tak berdaya karena terlena dengan semua sentuhan-sentuhannya di titik wanita itu.
Ruella menopang tubuhnya berpegangan agak menunduk pada kloset. Bisa ia rasakan pria itu melebarkan kakinya dan menyingkirkan pelapis yang menutupi bagian tersembunyi darinya yang sudah sangat basah.
Tidak butuh waktu lama salah satu bagian tubuh pria itu menerobos masuk ke dalam diri Ruella yang menyebabkan wanita itu sedikit menjerit karena kenikmatan yang diberikan. Jeritan Ruella semakin menjadi saat pria itu mulai menggerakan senjatanya keluar masuk ke dalam dirinya sedangkan kedua tangan pria yang tidak dikenalnya tersebut menggenggam kedua gunung miliknya dari belakang.
Ruella yang sangat menikmati setiap sudut sentuhan di organ intimnya melenguh dengan napas yang terengah-engah hingga dirinya merasakan sesuatu yang panas seperti lahar gunung meletus memenuhi setiap inchi liang kenikmatannya.
Pria asing itu melepaskan senjatanya dan langsung merapikan pakaiannya, sedangkan Ruella terjatuh lemas ke bawah setelah merasakan rasa nikmat di sekujur tubuhnya. Dirinya mencoba melihat pria itu dengan seksama. Pria yang baru saja membuat sekujur tubuhnya merinding keenakan.
"Dengarlah, semua yang terjadi kau tidak perlu menganggapnya serius. Aku hanya sedang ingin bercinta dan sepertinya kau pun begitu." Ujar Pria asing tersebut.
"Siapa namamu?" Tanya Ruella yang meletakkan kepalanya ke atas kloset dengan tatapan sayup-sayup tidak jelas.
Bukannya menjawab pria itu mencondongkan tubuhnya mengarah pada Ruella, lalu mencium bibir wanita itu.
Ruella yang merasa seperti sudah kecanduan dengan si pria memegangi wajah pria itu agar tidak melepaskan ciumannya. Namun dengan kasar pria berambut cokelat itu mendorong wajah Ruella agar melepaskan bibirnya.
Sebelum melangkah keluar, tersungging sebuah senyum yang menyerupai seringai di wajah pria itu.
Ruella tidak bisa melakukan apapun dan hanya membiarkan pria yang baru saja bercinta dengannya meninggalkan dirinya. Rasa mabuk dan tubuh yang lemas membuatnya menutup mata dengan sebuah tawa kecil. Entah bagaimana wanita itu merasa senang setelah bertemu dengan pria tadi.
...–NATZSIMO–...
Karya ini adalah sekuel lepas dari Penebus Dosa Sang Mafia. Di mana generasi selanjutnya dari Mafia kelas kakap di Italia, La Nostra.
Jika berkenan silakan baca dulu novel yang berjudul Penebus Dosa Sang Mafia, tapi kalau mau langsung baca ini juga silakan.
Jangan lupa like, komen, vote dan kasih gift ya.
🙂🙂🙂🙂🙂
Satu minggu berlalu setelah Ruella bercinta dengan seorang pria di toilet klub malam yang wanita itu kunjungi. Untuknya meski pria itu membuat Ruella penasaran namun tidak pernah sekalipun dirinya ingin mencari tahu siapa ia.
Rasa cintanya pada pria yang sudah menarik hati dirinya juga semakin besar. Dirinya ingin membuat pria bernama Donzello d'Este menjadi miliknya. Merasa dirinya seorang putri raja, Ruella pasti akan mendapatkan apapun yang diinginkannya.
Malam ini keluarganya mengundang makan malam pria yang membuat Ruella jatuh cinta. Tentu saja hal tersebut membuatnya merasa senang. Ia juga ingin memberitahu kepada kedua orang tuanya mengenai perasannya pada pengusaha tersebut. Bahkan tidak segan-segan wanita itu akan meminta agar Donzello menikahinya.
Di meja makan yang ukurannya sangat besar serta mewah, Ruella yang duduk di sebelah sang ibu terus menatap lekat Donzello yang duduk seorang diri di deretan kursi di seberang meja. Sedangkan Arthur—ayah dari Ruella duduk di kursi tunggal antara Donzello dan Renata—Ibunya.
Hari ini Alessio Ren La Nostra—adik laki-laki Ruella yang berusia 18 tahun tidak ikut makan malam bersama mereka karena sedang berlibur menemui sepupu kembarnya di Venesia.
"Bagaimana kuliahmu, Rue? Kau sedang libur?" Tanya Donzello dengan sangat ramah. Pria berkharisma itu menunjukkan senyumnya hingga membuat Ruella ingin berlari naik ke pangkuan serta menciumnya. "Kapan kau akan lulus? Oh iya, bukankah bulan depan kau akan berulang tahun?"
"Ya, kau akan berulang tahun sebentar lagi. Mama akan membuat pesta untuk merayakannya." Ujar Renata—ibunda dari Ruella. "Kau ingin hadiah apa, sayang?"
"Katakan apapun padaku yang kau inginkan, aku pasti akan memberikannya padamu. Ini ulang tahunmu yang ke 22 tahun kan? Itu sangat bagus, kau sudah tumbuh menjadi wanita dewasa dengan cepat." Ucap Donzello sesekali menoleh pada Arthur dan Ruella.
Mendengar perkataannya, Ruella seperti memberikannya dorongan semakin ingin membuat pria itu menjadi miliknya. Ya, ini adalah kesempatan untuknya. Ia yakin suatu hari nanti dirinya akan bisa menikah dengan pria yang terlihat sangat matang tersebut.
"Papa, aku boleh meminta apapun pada Tuan d'Este?" Ruella menoleh pada Arthur, meminta ijin sang ayah yang perkataannya sangat di segani banyak orang tersebut.
"Katakan saja, Tuan d'Este sudah bilang akan memberikan apapun yang kau inginkan." Jawab Arthur, pria berusia 54 tahun tersebut. "Ia pasti akan memberikannya."
"Apa Papa mau berjanji untuk memastikan Tuan d'Este memberikan apapun yang aku mau?" Ruella memastikan terlebih dahulu agar apapun permintaannya harus dirinya dapatkan.
"Ya, Papa akan menagihnya langsung kalau Tuan d'Este tidak memberikannya." Jawab Arthur lagi dan mendapatkan gelak tawa dari Donzello yang sangat akrab dengan kepala mafia yang berkuasa di Italia tersebut.
"Itu benar sayang, Tuan d'Este pasti juga tidak mungkin tidak memberikannya padamu." Timpal Renata yang juga berusia 54 tahun seperti Sang Suami.
Semua perkataan itu membuat Ruella mengembangkan sebuah senyum senang. Tentu saja ia tidak akan melewatkan kesempatan ini untuk meminta hal yang paling dirinya inginkan.
"Kalau begitu untuk hadiah ulang tahun, aku ingin di ulang tahunku besok, aku ingin menikah." Jawab Ruella seketika membuat ketiga orang yang ada di meja makan menatapnya dengan penuh kebingungan. "Dan Tuan d'Este yang akan menikah denganku."
Kalimat terakhir Ruella semakin membuat semua yang ada di sana terkejut. Terlebih Donzello yang jadi tampak membeku dengan permintaan wanita muda yang sudah ia anggap seperti anaknya sendiri itu.
"Kau pasti akan memberikannya kan Tuan d'Este?" Tanya Ruella dengan memulas sebuah senyuman penuh harapan.
...***...
"Papa pasti tidak masalah kan kalau aku menikah dengan Donzello? Ia adalah sahabat Papa, selama beberapa tahun ini hubungan kalian berdua sangat dekat." Ujar Ruella mendekati sang ayah yang duduk di kursi meja kerjanya.
Setelah Ruella mengungkapkan apa yang diinginkannya dari Donzello, kedua orang tuanya tidak setuju pada keinginan sang anak. Terutama Renata, yang langsung terlihat marah pada Ruella.
"Diamlah, Rue!! Jangan meminta hal yang mustahil!!" Seru Renata menarik Ruella yang memegang telapak tangan suaminya. "Kami tidak akan memberikannya!! Kau mengerti? Sekarang masuklah ke kamarmu!!"
"Aku sangat mencintai Donzello, aku ingin menikah dengannya, Mama!! Kalian berdua harus memberikan apa yang aku inginkan untuk ulang tahunku!!" Seru Ruella dengan wajah tampak kesal. "Kalau tidak aku akan pergi dari sini selamanya, aku tidak akan mau menemui kalian lagi!!"
Arthur yang semula hanya memandang lurus ke depan tanpa suara, menoleh pada anak gadis tersayangnya setelah mendengar ancaman darinya. Seperti halnya ia yang menyayangi adik perempuannya—Vivian, rasa sayangnya kepada Ruella lebih-lebih lagi.
"Baiklah, jika Donzello menyetujuinya maka Papa akan membiarkanmu menikah dengannya." Jawab Arthur yang tidak bisa berkutik dengan ancaman sang putri.
"Art!!" Seru Renata dengan kesal. "Kau selalu memanjakannya sejak dulu! Kenapa kau menyetujuinya?"
"Tapi ingat, semua keputusan ada pada Donzello. Kau tidak bisa memaksanya jika dia menolak!! Dengar Rue?" Tanya Arthur pada Ruella.
Ruella hanya menganggukkan kepalanya tanda setuju. Meski begitu sebuah senyum terpancar di sudut bibirnya. Ia tahu kalau sang ayah pasti akan menyetujuinya begitu saja. Dan sekarang semua tergantung dari Donzello.
...***...
Tanpa menunggu hari esok, Ruella mendatangi Mansion Donzello di kota itu. Dirinya sudah tidak sabar untuk berbicara dengan sang pujaan hati yang sangat dicintainya itu.
Mansion yang ada di pinggir laut itu berdiri dengan sangat megah. Donzello menemui Ruella dengan meminta pelayan membawa wanita itu masuk ke dalam ruang pribadinya.
Wanita itu berdiri dengan senyum tertahan. Ia ingin menagih janji dari pria yang berdiri di jarak sekitar lima meter darinya. Pria itu menatap lekat pada kehadirannya.
"Tuan sudah berjanji akan memberikan apapun permintaanku. Dan aku sudah mengajukan apa yang jadi permintaanku untuk hadiah ulang tahunku nanti. Kau harus memberikannya padaku." Ucap Ruella dengan penuh keyakinan.
Donzello masih terpaku menatap seorang wanita yang dimatanya hanyalah seorang gadis kecil. Saat ini ia memikirkan apa yang akan dirinya lakukan untuk menjawab permintaan gadis kecil itu.
"Papa juga sudah menyetujuinya. Ia juga bilang tadi kalau Tuan pasti akan memberikannya kalau tidak, Ia sendiri yang akan menagihnya padamu." Ujar Ruella maju selangkah mendekat ke Donzello.
"Kenapa kau ingin aku menikah denganmu?" Tanya Donzello heran. "Aku sudah menganggapmu seperti anakku."
"Aku jatuh cinta padamu, Tuan. Sudah lama aku memendamnya. Aku ingin menikah denganmu. Tidak ada masalah mengenai usia kita yang terpaut sangat jauh. Aku ingin menjadi pendampingmu." Jawab Ruella dengan penuh keyakinan namun di telinga Donzello terdengar sangat entengnya. "Kau harus menikahiku. Aku yakin kau tidak akan menolaknya dengan menarik perkataanmu tadi. Kau bukan pria seperti itu."
Donzello merupakan seorang pengusaha jam tangan mewah yang merek jamnya menjadi nomer satu di dunia kala ini. Ia merupakan pria ambisius yang lebih mengutamakan logika ketimbang perasaan seperti pria matang pada umumnya.
Meski melihat seorang wanita muda jatuh hati dan bahkan tergila-gila padanya, tetap membuat seorang duda bijaksana nan penuh kehangatan seperti Donzello tidak tergiur. Dirinya sama sekali tidak ada niatan untuk menikah lagi setelah sang istri meninggal dunia lima tahun lalu.
"Tuan mendengarku?"
Suara Ruella memecahkan lamunannya. Sejenak ia berpikir kalau dirinya tidak mungkin mengingkari perkataannya apalagi ini menyangkut dari putri dari seorang pimpinan mafia yang berkuasa di Italia, tentu saja dirinya yang hanyalah pengusaha tidak berani mencari gara-gara, apalagi ia dengan ayah sang wanita sudah menjalin hubungan yang baik sejauh ini.
"Ruella, dengarkan aku..." Ujar Donzello dengan tatapan serius.
Ruella menatap Donzello dengan penuh harapan. Tangannya terkepal untuk siap-siap mendengar jawaban dari pria yang sudah lama dicintainya itu.
"Aku tidak mungkin menikahimu, tapi... Aku lebih tidak mungkin mengingkari perkataanku. Jika itu yang kau mau maka aku akan memberikannya." Ucap Donzello.
Bak seperti mimpi menjadi kenyataan, Ruella langsung melangkah mendekati Donzello untuk memeluknya dengan rasa kebahagiaan yang menyelimuti hati dan jiwanya.
"Tuan, aku sangat mencintaimu, aku bahagia mendengar jawabanmu." Pungkas Ruella menatap Donzello yang mendekapnya.
Dengan instingnya, Donzello mencium bibir wanita muda yang akan menikah dengannya. Itu semakin membuat Ruella merasakan kebahagiaan.
...–NATZSIMO–...
Hoeekk hoeekk...
Terdengar suara wanita muda yang sedang memuntahkan sesuatu di dalam sebuah toilet di sebuah gereja megah. Gereja yang terletak di kawasan padat kota Milan itu sudah dipenuhi tamu saat ini.
"Kau baik-baik saja, Rue?" Tanya sang sepupu Veronica yang masuk menghampiri Ruella yang sedang mengeluarkan cairan dari mulutnya.
Sejak tadi wanita itu terus saja mengeluarkan apa yang ada di perutnya hingga saat ini perut yang kosong membuat kerongkongannya terasa pahit.
"Riasan dan gaunmu yang indah jadi rusak. Apa kau sakit, Rue? Sejak tadi kau selalu muntah." Tanya Veronica lagi.
Hari ini adalah hari ulang tahun Ruella ke 22 tahun, di mana juga hari pernikahan wanita muda itu bersama Donzello digelar. Hari yang sudah lama di tunggu-tunggunya. Namun sejak beberapa hari Ruella merasa tidak sehat dan menjadi sering muntah, selain itu tubuhnya juga terasa selalu lemas.
Bahkan di hari sepenting ini ketika riasan wajah dan gaun pengantin yang sangat indah sudah dikenakannya, semuanya menjadi kacau saat rasa tidak nyaman di dalam dirinya yang harus ke toilet untuk memuntahkan isi perutnya.
"Sejak kemarin sepertinya aku kurang sehat." Jawab Ruella setelah membersihkan mulutnya dengan air yang mengalir di keran wastafel.
"Sebentar lagi upacara pernikahannya akan segera dimulai. Apa kau bisa menahannya?" Tanya kakak sepupu Ruella yang berusia 24 tahun tersebut.
"Ya, aku akan menahannya. Sudah lama aku menantikan hari sepenting ini di dalam hidupku." Ruella memulas senyum bahagia, menahan rasa mual di dalam perutnya.
"Baguslah, ayo kita rapikan sedikit riasannya. Kau tidak akan ingin terlihat buruk di hari sepenting ini bukan?" Ujar Veronica.
Alunan piano yang dimainkan dengan sangat merdu mengiringi upacara pernikahan Ruella dan Donzello. Tamu-tamu penting dari berbagai kalangan di negara tersebut hadir untuk menjadi saksi sebuah ikrar suci yang akan diucapkan oleh kedua mempelai yang terlihat berbahagia.
Tentunya para tamu yang hadir bukanlah sembarang tamu, karena bagaimanapun keluarga La Nostra sebagai mafia terbesar di Italia juga merupakan seorang pengusaha besar yang bekerja sama dengan para pengusaha terkaya di negara tersebut, dan salah satunya adalah Donzello sendiri.
Upacara pernikahan dimulai. Arthur mendampingi sang putri tercinta—Ruella berjalan menuju altar untuk diserahkan pada temannya yang sudah berdiri di hadapan seorang pastor.
Ruella yang berjalan perlahan dengan iringan musik tersebut terlihat sangat bahagia ketika menatap Donzello yang menantikan kehadirannya. Semua tamu yang hadir pun terlihat menunjukkan raut wajah kebahagiaan untuknya.
Sesekali Ruella memberikan sebuah senyuman pada para tamu yang hadir, bahkan wanita itu sesekali melambaikan tangannya pada para tamu yang merupakan teman-temannya. Emiliano tampak melambaikan tangannya dengan kedipan satu mata, itu membuat Ruella sedikit tertawa melihat sahabatnya tersebut. Namun tiba-tiba tawanya perlahan pudar ketika dirinya hampir sampai ke deretan kursi paling depan.
Matanya tertuju pada satu orang pria yang baru saja mengendap-endap masuk dengan cepat ke dalam ruangan itu dan berdiri di area tempat duduk di sebelah kanan dari arah pintu masuk. Seharusnya tempat duduk tersebut diisi oleh keluarga dari Donzello.
Ruella teringat pada anak laki-laki Donzello yang tinggal di Inggris. Sebelumnya Donzello mengatakan kalau anaknya tersebut tidak akan hadir ke pernikahan karena sesuatu. Akan tetapi sepertinya anaknya itu berubah pikiran dengan hadir hari ini, bahkan ia berada di deretan kursi tersebut sekarang.
Namun sosok pria muda yang berada di tempat itu menarik perhatian Ruella. Wanita itu merasa tidak asing dengan wajah anak dari pria yang sesaat lagi akan resmi menjadi suaminya. Meski dirinya tidak mengingat apa ia mengenalnya atau tidak, namun rasanya mereka seperti sudah pernah bertemu sebelumnya.
Arthur menyerahkan putri kesayangannya pada Donzello yang menyambutnya dengan sebuah senyuman. Namun Ruella yang menjadi penasaran dengan pria yang adalah anak Donzello membuatnya tidak fokus. Ia terus memikirkan sesuatu. Rasanya Ia tidak mungkin salah, dirinya pasti sudah pernah bertemu dengan pria itu.
"Ada apa?" Bisik Donzello pada Ruella yang masih melirik pada pria yang menarik perhatiannya.
"Ah tidak." Jawab Ruella menatap pada Donzello dengan tersenyum.
Ruella mencoba menampik pikiran yang memenuhi benaknya barusan. Segera dirinya memfokuskan benaknya dengan membuang rasa penasaran pada pria yang juga terus menatap padanya tersebut.
Upacara pernikahan dimulai tanpa adanya kendala apapun. Tepuk tangan mengiringi prosesi akhir sebuah ciuman antara kedua insan yang sudah terikat janji setia sehidup semati.
Pesta diadakan di halaman gereja yang berbentuk kastil tersebut. Matahari siang tampak begitu cerah seperti mendukung rasa bahagia yang dirasakan oleh Ruella saat ini. Area pesta yang dipenuhi dengan warna-warni bunga semakin membuat kepuasan diri wanita yang sudah genap berusia 22 tahun di hari ini itu.
Para tamu undangan terlihat menikmati pesta dengan menyantap jamuan yang disediakan. Tawa dan canda kebahagiaan terlihat di wajah siapapun yang hadir ke pesta tersebut.
"Bagaimana perasaanmu, Rue?" Tanya Donzello sambil merengkuh pinggang wanita itu. "Apa aku sudah memberikan hadiah ulang tahun terbaik di tahun ini?"
"Bukan saja di tahun ini, tuan. Kau memberikan hadiah ulang tahun terbaik di dalam hidupku." Jawab Ruella dengan sebuah senyum kebahagiaan menatap dekat pria yang dimatanya sangatlah memesona itu. "Aku sangat yakin kalau semua hal di dalam hidupku mulai sekarang akan terasa sangat membahagiakan. Itu semua karena tuan akan selalu bersamaku."
Donzello menanggapi perkataan Ruella dengan sebuah senyuman. Pria tersebut langsung melingkarkan pinggangnya pada istri yang usianya terpaut 22 tahun tersebut darinya.
"Mulai sekarang jangan panggil aku tuan, kau adalah istriku, kau bisa memanggil namaku." Ujar Donzello setelahnya mengecup bibir Ruella dengan sangat lembutnya.
"Rueeeee..." Seru Emiliano yang berlari langsung memeluk sahabatnya tersebut dengan tawa kebahagiaan.
"Em..." Ucap Ruella dengan sebuah tawa.
"Aku sangat bahagia melihat kebahagiaanmu hari ini, baby." Ujar Emiliano masih memeluk Ruella dengan mengusap-usap punggungnya setelah itu menatap sahabatnya tersebut dengan memicingkan matanya. "Aku sangat iri padamu."
Donzello yang berada di samping mereka hanya bisa tersenyum melihat kedua sahabat itu yang tampak asyik mengobrol dengan raut wajah senang.
"Papa..."
Ruella ikut menoleh ke sumber suara yang memanggil Donzello dengan sebutan Papa. Pria yang dilihat Ruella di kursi urutan terdepan saat upacara pernikahan tadi, datang menghampiri mereka dengan sebuah senyuman, Donzello juga terlihat tersenyum padanya.
"Savero, kenapa kau tiba-tiba datang tanpa kabar?" Tanya Donzello saat pria yang merupakan anak kandungnya langsung memeluknya.
"Maaf Papa, tiba-tiba acara yang aku datangi selesai lebih cepat. Makanya aku langsung bergegas ke sini. Beruntung aku tidak melewatkan upacara pernikahanmu." Jawab Savero, pria berusia 24 tahun tersebut.
"Itu bagus." Jawab Donzello dengan sebuah senyuman sambil memegang pundak putranya. "Sav, kenalkan sekarang wanita muda ini adalah ibu tirimu. Rue, dia ini adalah putra yang aku pernah ceritakan padamu. Namanya Savero d'Este."
"Hai, aku adalah Ruella dan sekarang aku adalah istri dari papamu." Ucap Ruella menyodorkan tangannya pada Savero.
Savero menyambut jabat tangan Ruella namun tidak wanita itu duga kalau pria itu menyambar tubuhnya untuk memeluk. Ruella terkejut karena dirinya terus berpikir mengenai pria yang tampak tidak asing di matanya itu.
"Semoga kau tidak melupakan apa yang terjadi di toilet klub malam sekitar satu bulan lalu." Bisik Savero pada Ruella.
Seketika ingatan Ruella yang kala itu sedang mabuk muncul kembali dalam benaknya. Matanya membola karena sangat terkejut mengenai pria yang merupakan anak dari pria yang baru saja resmi menjadi suaminya adalah pria yang pernah bercinta dengannya sekitar satu bulan lalu.
"Aku senang bertemu lagi denganmu, Ruella Arthur La Nostra." Lanjut Savero masih berbisik pada Ruella.
...–NATZSIMO–...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!