NovelToon NovelToon

MISTERI CERMIN AJAIB

EPISODE KESATU

"Yassalam...! Tujuh tahun kita ga ketemu, gue kira hidup Lo bakalan berubah, Li! Minimal tampilan visual Lo lah, enakan dikit! Ck ck ck...! Kaga berubah-berubah! Yang ada kondisi Lo makin memprihatinkan! Kesian banget sih hidup Lo, Li! Masih aja betah jadi orang susah!"

Seorang lelaki berpakaian rapi mencebik dengan senyuman melecehkan.

Dia adalah Anton Darmawan, seorang pemuda yang lumayan tampan tapi ucapannya mengandung bisa. Perkataannya pedas dan keras membuat beberapa teman yang berada dalam riungan itu menoleh, bahkan jadi ikut menilai penampilan pria sederhana yang dicemoohnya dari atas sampai bawah.

Hhh...

Seketika helaan nafas panjang berubah menjadi beban berat bagi Ali.

Ali Akbar, pemuda berumur 19 tahun. Teman sekelas Anton di sekolah dasar tujuh tahun yang lalu.

Kedua orang tua Ali telah meninggal dunia berbarengan hanya selang seminggu saja, karena penyakit virus Corona 19 yang sempat mewabah di tahun 2020.

Saat ini SD Pajajaran 02 tempatnya bersekolah dulu mengadakan reuni setelah tujuh tahun tamat dari sana.

Untuk pertama kalinya, Ali Akbar mengikuti acara pertemuan dengan teman sekelas dasar.

Bukan karena sombong, bukan pula karena telah jadi orang yang sibuk.

Tetapi, seperti inilah yang selalu Ali takutkan. Keadaan hidup yang miskin selalu jadi kendala dalam pertemanan.

Anton Darmawan adalah salah satu teman sekelas Sekolah Dasar-nya yang kini sukses dan bekerja sebagai manager di salah satu restoran junkfood terkenal hak paten dari negara Amerika.

Anton Darmawan, sangat jauh dari berbeda dari arti namanya. Anton sangat tidak dermawan. Ia pelit namun suka pamer.

Karakter Anton memang sudah Ali fahami sedari masih anak-anak.

Begitulah, mereka memang anak-anak orang kaya yang terbiasa diberi kasih sayang dan uang yang berlimpah dari kedua orang tua.

Tidak seperti Ali.

Walau terlahir sebagai seorang anak tunggal putra Agus dan Martinah, tetapi kehidupan orangtuanya sangat jauh dari kata berkecukupan.

Keluarga kecil itu tinggal mengontrak di sebuah rumah petak satu kamar disebut lingkungan kumuh. Bahkan bisa dibilang rumah kontrakan mereka adalah rumah paling jelek dibandingkan rumah kontrakan lainnya.

Selain jelek, tempatnya juga yang paling pojok dan dekat dengan pembuangan sampah.

Tetapi bagi almarhum Bapak Ali, justru tempat tinggal mereka adalah surga yang nyata. Dimana mereka memang tidak perlu berjalan jauh untuk mulung karena tepat di depan mata.

Beginilah kehidupan Ali sekeluarga sejak usianya menginjak sebelas tahun.

Bapaknya di PHK dari tempat kerja yang dahulu. Otomatis resmi menyandang status pengangguran sedangkan hidup dan kebutuhan hidup terus berjalan. Sehingga menjadi pemulung adalah jalan ninja satu-satunya untuk bisa bertahan hidup dan membeli segala kebutuhan.

Dug.

"Maaf, maaf saya terlalu terburu-buru sampai nabrak!"

Suara lembut seorang perempuan membuat Ali menoleh ke arah wajahnya.

Laila... Laila Purnama. Primadona kelas yang kini benar-benar telah menjelma bak purnama yang cantik jelita.

Mata keduanya saling beradu.

Seperti ada kilat setrum yang menjembatani hati Ali dan hati gadis itu.

"Ali? Ali Akbar? Beneran ini Elo, Li?"

Ali tersenyum dengan mata mengerjap pelan.

Puk.

Dia memukul bahu Ali. Lembut dan tidak sakit. Tetapi jantungnya justru berdesir akibat tingkah sang gadis yang menggemaskan itu.

Imut banget! Sumpah... Gadis ini ternyata masih memiliki hati bagaikan Cinderella. Begitu batin Ali dalam hati.

"Kemana aja, Lo? Kenapa baru kali ini ikutan reuni? Kita rutin adain pertemuan tiap tahun lho, Li! Mulai sekarang, Lo juga harus aktif hadir ya tiap reuni!" selorohnya ramai tapi menghangatkan hati.

Laila... Apakah cinta masa kecilku ini yang telah lama terpendam bisa membuatku gila seperti Qais? Laila... Aku tidak berani mengatakan rasa cintaku padamu selama ini. Tetaplah menjadi bintang di langit. Agar aku bisa melihat cahaya terangmu walau dari kejauhan.

Dada Ali bergemuruh seperti patahan longsor.

Semakin lama semakin kencang deburannya.

Ali ternyata masih gugup setiap kali bertemu Laila.

"Eh, Li! Aku kesana dulu ya? Nanti obrolannya kita sambung lagi!" katanya lengkap dengan senyum termanis.

Ali tahu, itu pasti hanyalah kalimat basa-basi. Tetapi jantungnya berdegup kencang sekali karena bahagia setengah mati.

Laila yang seorang juara kelas berturut-turut selama enam tahun di masa SD dan seorang primadona yang terkenal kecantikan serta kepintarannya menyapa bahkan mengajak Ali bicara lebih dari lima menit didepan para teman. Ini sungguh luar biasa.

Tanpa sadar bibir Ali menyunggingkan senyuman. Dan seseorang yang berwajah masam rupanya tak berkedip memperhatikan.

"Ck! Bahaya nih! Kayaknya reuni kita kali ini salah pilih tempat ya?" sindir Anton sirik melihat Laila tanpa canggung menyapa Ali.

"Apaan sih, Ton? Ini tempat paling asik justru yang kita jadiin lokasi reuni diantara tujuh tempat lainnya." Sang ketua kelas menimpali.

"Iya. Menurut gue juga gitu! Tempat ini paling cozy dan gazebo nya memadai buat kita kumpul semua disatu titik."

"Gue juga punya pemikiran sama!"

"Emang Lo ga pada nyium bau sesuatu gitu?" tanya Anton dengan mata melirik ke arah Ali.

"Nyium bau apaan? Bau ayam bakar? Bau kuah bakso? Bau sosis bakar?"

"Bukan! Bau sampah! Pada nyium ga sih Lo?"

Dan Ali mulai tahu maksud arah pembicaraan Anton.

Tentu saja itu adalah sindiran telak untuk kehadirannya di reuni sekolah dasar ini. Ali si anak tukang sampah yang bahkan kini sesekali juga meneruskan pekerjaan orang tua dengan memilah sampah plastik yang bisa dijual untuk didaur ulang.

Seketika suasana riuh. Kegaduhan tak terelakkan sampai ada dua kubu.

Kubu yang senang karena ada bahan bullyan. Juga kubu yang kurang setuju karena tingkah Anton yang kekanakan dan suka sekali menghina teman yang hidupnya dibawah garis kemiskinan. Seperti Ali.

"Jangan gitu dong, Ton! Kita khan semuanya adalah satu. Ga baik ngomong kek gitu!" Dadang, ketua kelas mereka dulu menegur canda Anton yang sudah keterlaluan.

"Ish! Jangan anggap serius lah candaannya si Anton! Ini khan cuma gimik, Bro! Setidaknya pertemuan ini ada kenangan yang bikin ngakak setiap tahunnya! Iya khan? Ga cuma sekedar ketawa-ketiwi, makan-makan, trus bubaran pulang!" Sayangnya ada banyak kroco yang membela Anton.

"Iya sih! Tapi kayaknya ucapan Anton yang tadi terlalu berlebihan!"

"Ah! Kan ga ada nunjuk hidung seseorang ataupun menyinggung nama salah satu diantara kita semua!"

"Iya juga. Hehehe..."

"Ya udah, kita lanjutkan rencana buat reuni akbar sepuluh tahun pertemuan gimana nih? Patungan nyewa villa kayaknya seru nih!"

"Duh! Ga semuanya mampu lah! Kasian yang sehari-hari cuma kerja ngais sampah. Mana bisa buat bayar uang sewa villa? Daripada buat ikutan nginep di villa, mendingan buat beli alat congkel puntung rokok! Ya ga, Li?"

Muka Ali merah seketika.

Kali ini Anton semakin berani menginjak-injak harga dirinya dihadapan teman-teman.

Tapi bodohnya Ali, masih terus bertahan dan tetap diam tak bergeming bahkan tanpa perlawanan meskipun anak itu terus membully sampai akhir acara.

Ali bingung. Ia juga galau.

Firman yang membayarkan iuran reuni mereka tapi malah hanya Ali sendiri yang menghadiri. Dimenit-menit terakhir rupanya Firman ada kerjaan yang tak bisa ditinggalkan.

Otomatis hanya Ali seorang yang datang, tanpa Firman.

Firman adalah sahabat Ali sedari mereka kecil.

Selain kehidupan keluarga yang nyaris sama, Firman jauh lebih beruntung hidupnya dibandingkan Ali.

Firman sudah bekerja meski hanya seorang cleaning service disebuah perusahaan ritel terbesar.

Sementara Ali, masih serabutan dan masih cari pekerjaan tetap kesana-kemari.

Hhh... Nasib diri memang sudah Tuhan gariskan untuk Ali memang begitu adanya. Mau bagaimana lagi, karena semua yang Anton lontarkan di pertemuan itu benar dalam pengakuan Ali.

Dan mereka yang senang dengan cerita-cerita Anton tentang 'persampahan' yang sudah sangat jelas menyerang mentalnya hanya tertawa-tawa menimpali kelakuan bocah tengil itu. Seperti tujuh tahun yang lalu.

BERSAMBUNG

EPISODE KEDUA

"Kenapa Lo diem aja pas si Anton mulai bertingkah nge-bully Elo?"

Ali tahu, reaksi Firman pasti akan seperti ini.

Dia-lah teman sejati Ali.

"Biarinin ajalah. Toh apa yang Anton bilang emang bener, Man!"

"Yassalam! Andai malam itu gue juga ada disitu, gue pastiin bakalan ada duel maut tuh antara gue sama si Cong*r Anj*ng itu!"

"Hehehe...! Gue ga ngelawan karena semua yang dia bilang itu kenyataan, Bro!"

"Kenyataan tapi bukan berarti jadi bahan candaan bullyan kayak gitu. Dia itu udah playing victim sama Lo! Dan gilanya lagi, yang laen ga ada yang berani lawan padahal jelas-jelas tu orang ngelakukan kesalahan!"

"Udahlah! Anton cuma pengen suasana reuni kali ini berbeda mungkin! Dan gue bersyukur kalo kali ini gue-lah yang jadi pemeran utama. Hehehe..."

"Sakit Lo ya? Sakit berobat. Mental Lo udah tumpul tuh kepekaannya!" sungut Firman kesal. Dia hanya bisa ngedumel melihat reaksi Ali yang pasif.

"Lo dengerin nih sumpah gue, Li! Mulai hari ini, gue bersumpah. Ga akan lagi mau ikutan reuni SD. Apaan itu reuni 'sampah'! Ngebully kemiskinan temen dianggap candaan semata! Bullshiiit itu!"

"Hahaha..., Lo ga sadar Man! Lo sendiri nyebut reuni 'sampah'. Itu apa namanya? Bully sampah juga kan Lo? Hahaha..."

"Ehh? Ih, bukan gitu maksud gue! Anjirrrr gue masuk perangkap gue sendiri! Hahaha... Sori, sori! Lo faham maksud gue, Li?"

Ali menggelengkan kepala kuat-kuat. Sengaja menggoda Firman yang mukanya merah bagaikan lampu lalu lintas di perempatan jalan raya.

Tawa mereka menggema. Mengumandang kalau kemiskinan tidak jadi penghalang kebahagiaan. Sampai tiba-tiba...

"Assalamualaikum!"

Mereka menoleh serempak ke arah suara lembut nan memikat dan menjawab salamnya.

"Waalaikum salam!"

Laila Purnama.

Ali dan Firman saling bertatapan.

"Laila? Sini, sini La! Kita lagi ngobrol santai. Sini gabung!"

Laila Purnama. Sebenarnya Ali dan Laila tinggal bertetangga. Dan sebenarnya pula, mereka bertiga itu bersahabat karib. Bedanya, Laila anak perumahan depan yang rumahnya gedong mentereng.

Sementara rumah kontrakan Ali berada di ujung berung perkampungan kumuh tepat di belakang perumahan elit Laila.

Mereka bersahabat sejak lima tahun lalu tanpa ada teman SD yang mengetahui keakraban yang terjalin diantara mereka.

Laila adalah Cinderella.

Laila benar-benar seperti Laila Majnun.

Dan Ali, hanya bisa terpesona oleh keindahan cahayanya dalam diam.

Oh mungkinkah diri ini

Dapat merubah buih

Yang memutih

Menjadi permadani

Seperti pinta

Yang kau ucap

Dalam janji cinta

^^^Juga mustahil bagiku^^^

^^^Menggapai bintang di langit^^^

^^^Siapakah diriku^^^

^^^Hanya insan biasa^^^

^^^Semua itu^^^

^^^Sungguh aku^^^

^^^Tiada mampu^^^

Sepenggal lagu yang kembali viral setelah direcycle. Seperti itulah perasaan Ali pada Laila dan juga kesadaran diri Ali menilai sisi lemahnya.

Basecamp mereka adalah rumah pohon yang ada di belakang rumah kontrakan Ali.

Rumah bambu sederhana buatan almarhum Bapaknya yang dibuat di atas ketinggian sepuluh meter dan dibangun dengan menopang ke batang besar pohon sengon yang sudah berpuluh-puluh tahun tumbuh dan hidup bersama.

Awalnya Bapak iseng membuat rumah kayu itu untuk tempat bermain Ali karena halaman sekitar rumah penuh dengan barang rongsokan.

Bapak Ali adalah pria yang sangat menyayangi anak dan istrinya. Meskipun beliau tidak mampu membahagiakan dengan harta, tapi hati Ali telah dipenuhi memori kenangan indah bersama Bapak juga Ibu.

Sempat depresi dan terpuruk sendiri ketika virus mematikan membuat seluruh penduduk Indonesia terisolasi dalam rumah sendiri. Hingga Bapak Ibu Ali turut serta terpapar dan terkontaminasi lalu meninggal dunia kena Virus corona 19. Masa-masa sulit yang hampir membuat Ali gila.

Berbekal dari harta emas perhiasan milik Ibu dan beberapa aset barang berharga Bapak, dua tahun Ali lanjutkan hidup berkat dorongan support Firman dan Laila.

Bekerja serabutan apapun itu selagi halal, pasti Ali lakukan demi menyambung hidup.

Firman dan Laila, lebih dari sekedar teman. Lebih dalam dari sebatas sahabat. Hubungan mereka, sangat dekat laksana saudara sedarah.

Tapi baik Ali maupun Firman sepertinya punya perasaan yang sama.

Sama-sama mendamba cinta Laila.

Berbeda dengan gadis imut itu. Laila justru pure murni menyodorkan tali persahabatan menjadi tali persaudaraan.

Senyumnya yang manis semanis madu, tawanya yang renyah serenyah wafer Tango yang berapa lapisan, ratusan. Semuanya terlihat polos tanpa beban.

Bagaimana bisa, seorang putri raja cantik jelita bergabung dan bermain selalu bersama dua orang miskin yang tidak punya taji untuk bergaul luas dengan mereka yang lebih berpunya.

Ini adalah anugerah terindah yang Tuhan berikan pada Ali dan juga Firman.

Ayah Firman adalah seorang kuli bangunan. Ibunya seperti ibu Ali, hanya Ibu rumah tangga biasa yang kerjanya mengurus anak dan rumah.

Bedanya, Ali anak tunggal. Sementara Firman sulung empat bersaudara.

Dia kesal kalau belajar dirumahnya karena suara berisik adik-adiknya. Hingga lebih sering menghabiskan waktu belajar dan bermain dengan Ali, walaupun harus menempuh perjalanan kaki sekitar satu kilometer dari rumahnya yang milik pribadi meski hanya sepetak.

"Gue ga nyangka, akhirnya Lo mau juga datang ke acara reuni SD kita!" kata Laila dengan mengulum senyum dan duduk dilantai kayu rumah pohon yang mulai rapuh dimakan usia.

"Hehehe..., akhirnya gue hadir setelah kalian berdua selalu cerita si ini cerita si itu, begini begitu bla bla bla!" tambah Ali membuat Firman menyeringai.

"Tapi begonya Elo, mau aja jadi bahan bullyan temen-temen semua tanpa perlawanan!" sungut Firman.

"Maaf, Li! Gue ga bisa menolong! Gue juga pecundang ya, Man? Ga ada nyali buat bela teman!"

"Laila itu perempuan! Lagian gue ga marah sama Laila. Gue marahnya sama si Ali! Bodohnya dia diem aja dibully teman sekelas pas baru pertama kali reunian!"

"Hhh... Keonaran mereka semakin kompak! Gue juga bodoh. Cuma bisa diam melihat dan menyaksikan kelakuan mereka tanpa berani membela teman sendiri!"

"Kegoblokan yang hakiki!" cetus Firman lagi.

"Boleh ga kita ganti topik?" lerai Ali yang mulai jengah dengan obrolan yang menyesakkan dada.

"Topik mau diganti siapa? Ganti sama Bonge' apa Dylan cepmek?"

"Hahaha... Hahaha, Firman ish! Hahaha bisa aja deh Lo!"

Seperti biasa, Firman selalu bisa membuat Laila tertawa ngakak. Dan mereka berdua hanya bisa terpukau terpesona dengan keindahan alami natural ciptaan Tuhan.

Tuhan... Cantik nian Laila Purnama. Cantik secantik nama dan juga budi pekertinya. Bolehkah aku memiliki cinta dan perhatiannya walau sekali saja?

Oh tidak. Ali tidak boleh lupa pada janji persahabatan yang kami ucapkan tiga tahun lalu. Ia mulai mengingat masa-masa sulit persahabatan tiga serangkai. Kala itu usia mereka enam belas tahun dan sama-sama duduk di kelas dua SMA.

Kisah itu bermula...

BERSAMBUNG

EPISODE KETIGA

Pada saat itu, Firman diam-diam memberikan Laila sepucuk surat cinta.

Dia mengungkapkan isi hatinya.

Tapi bukannya mendapat jawaban cinta yang sama, juga tidak mendapat penolakan justru Laila pergi dari circle pertemanan yang sudah terjalin dua tahun sebelumnya.

"Li! Laila kayaknya beneran marah sama gue. Nomor WhatsApp gue sama sekali ga direspon walaupun ga diblokir juga. Kalo Lo gimana? Masih suka chattingan sama Laila ga?"

Ali menggeleng lemah. Memang mereka jarang sekali chattan. Selain hape Ali yang seringkali habis masa tenggang nomor nya karena jarang beli pulsa, terkendala oleh ekonomi yang menghimpit. Ali juga canggung serta bingung untuk memilih kata-kata yang ingin diketik jika menchattnya.

"Lagian kenapa sih Lo ngebet banget pengen cinta-cintaan, Man? Berteman kayak gini gue rasa lebih asik ketimbang menakar kata cinta! Mumet sendiri khan Lo jadinya! Lagipula cinta butuh modal Broh! Buat ngapel, jajan bakso, kulineran, traveling,... emang Lo punya modal buat ngajak Laila kencan? Nongkrong di rumah pohon Bokap gue kayaknya jauh lebih berharga karena Lo bisa pelototin Laila hampir tiap hari!" omel Ali membuat Firman menunduk.

Ali juga cinta Laila.

Hatinya memendam perasaan yang sama seperti yang Firman rasa. Tetapi hanya Ia simpan dalam hati saja. Cukup dirinya dan Tuhan saja yang tahu.

Ali punya pemikiran beda.

Ali ingin sukses dulu, baru mengejar cintanya yang begitu agung dan wajib Ia perjuangkan untuk dimiliki jika memang berjodoh.

Walau Ali ragu, apakah mimpinya menjadi orang sukses akan kesampaian?

Itu yang sampai kini masih jadi khayalan yang memusingkan.

Saat itu Ali turut mencoba meluluhkan amarah Laila yang menghilang dari pertemanan Tiga Serangkai.

Ali bolak-balik menemuinya di sekolah, bahkan menunggu Laila menemuinya di depan gerbang rumahnya yang kokoh tinggi menutupi pandangan orang yang lalu-lalang.

Demi pertemanan yang sudah dua tahun terjalin bersama ini. Juga demi Firman yang mulai depresi sampai-sampai makan mie instan dicampur pisang goreng. Hhh...

Sedikit berbangga hati, Laila kembali ke pertemanan kami karena Ali yang terus menerus mendatangi dan memohon maaf atas nama Firman.

"Denger ya? Gue ga mau dengar lagi hal-hal yang ga mutu keluar dari tingkah maupun bibir kalian! Oke? Gue ga mau persahabatan kita putus cuma gara-gara cinta-cintaan. Kalo gue nolak, tetap persahabatan kita jadi rusak. Kalo gue terima dan ternyata cinta Lo ke gue cuma sesaat dan kita putus, persahabatan juga jadi ga bagus. Gue ga mau itu sampe terjadi! Hik hik hiks..." isak tangis Laila pada saat itu.

Begitulah jawaban Laila.

Gadis cantik idaman setiap pria itu hanya ingin bersahabat dengan mereka berdua.

Tidak ingin lebih.

Hanya ingin bersahabat.

Dan sampai kini, selalu Ali ingat janji persahabatan mereka bertiga.

Bahkan persahabatan itu tetap terjalin walaupun kini usia mereka sudah mulai beranjak dewasa dan memiliki circle pertemanan lain di luar sana.

Memang mereka berbeda sekolah setelah tamat SD. SMP, SMA tidak lagi sama. Tapi hampir setiap hari mereka bertemu di atas rumah pohon samping kontrakan rumah keluarga Ali.

Selalu ada kegiatan selain belajar bersama seperti ngerujak, jajan seblak, jailin orang lewat, ngeghibah sehat dan sebagainya.

Selalu ada canda tawa Laila disela banyolan Firman.

Selalu ada suara nyanyian merdu Laila ditengah petikan gitar butut milik Ali yang setia berada di antara pertemanan kita.

Semua begitu luar biasa.

"Gaes, gue...ada sesuatu yang mau disampein sama kalian berdua."

Dug dug dug dug

Seketika jantung Ali berdegub.

Ada apa ini? Kenapa Laila seperti ada hal besar yang ingin dia sampaikan? Apa gadisku itu kini sudah punya pacar?

Ali dan Firman menanti lanjutan ucapannya dengan hati cemas juga bertanya-tanya.

"Gue, mau pindah ke Lombok!"

"Pindah? Ke Lombok?"

Tentu saja respon Firman yang paling frontal ketimbang Ali yang hanya diam walaupun hati potek dan berhamburan menjadi serpihan yang menyesakkan dada.

Laila akan pindah ke Lombok. Lantas bagaimana dengan Aku? Bagaimana dengan Firman? Bagaimana kita berdua nanti melanjutkan hidup tanpa dukungan support dan semangat Laila Purnama?

Firman berteriak histeris sementara Ali hanya menunduk pilu.

"Kenapa sejauh itu pindahnya, La?"

"Bokap gue dipindahtugaskan ke Lombok! Nyokap ga izinin gue kost dan kuliah jauh dari pantauannya, Man!"

"Tapi usia Lo khan udah dewasa untuk hidup mandiri, La?"

"Bagi Nyokap gue, itu beda Man! Gue masih gadis cilik yang patut dikhawatirkan apalagi pergaulan jaman sekarang. Gitu kata Nyokap!"

"Dan Lo setuju ikut pindah?"

"Mau gimana lagi? Mereka orang tua gue, Man! Ya gue harus ikut Mereka-lah!"

"Hhh..."

"Kapan rencananya pindah, La?" tanyaku pelan.

"Lusa, Li!"

"Lusa???"

Ali dan Firman berteriak bersamaan.

"Secepat itu? Kenapa ga Lo ngomong jauh-jauh hari sih, Laila?"

"Maaf... Gue juga baru tau seminggu lalu! Dan gue gak berani jujur kemaren-kemaren karena khawatir kalian bakalan sedih terus-terusan padahal gue masih ada! Gue ingin kita selalu tertawa walaupun kenyataannya tidak sebahagia itu juga!"

"Laila?!?"

"Terus kita harus gimana?"

"Hehehe... Maaf, mau gimana lagi?"

"Lailaaa...!!!"

Hari yang menyedihkan, sekaligus hari terakhir kebersamaan mereka bertiga. Juga hari bahagia terakhir bagi Ali. Karena setelah Laila pergi, hidup Ali semakin miris dengan kisah yang tragis.

BERSAMBUNG

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!