NovelToon NovelToon

Istana Pasir

Perpisahan dengan keluarga

Awal mula saat kelopak bunga masih mekar harum mewangi

Bilqis adalah kembang desa yang menjadi primadona setiap kaum adam. Rambut panjang berombak terurai, kulit putih, alis mata bagai semut beriring dan bibir merah muda merona seperti kemerahan di pipinya. Dia adalah anak ke lima dari pasangan Yuga dan Hani. Ayahnya bekerja sebagai karyawan di salah satu perkebunan kelapa sawit sedangkan ibunya membuka usaha rumah makan kecil-kecilan.

Kehidupan mereka yang sangat sederhana di tengah krisis moneter di sela kesempitan hidup yang mereka jalani. Setiap pagi Hani mengayuh sepeda berbelanja ke pasar. Sebelum pergi dia menyiapkan sarapan untuk anak dan suaminya.

Yuga sudah pergi bekerja lebih awal, dia juga mengendarai sepeda angin menuju ke pekerjaannya. Di adalah seorang buruh karyawan yang sangat lihat membuat perabotan. Demi kelangsungan hidup keluarganya, dia juga bekerja paruh waktu menerima pesanan perabot dan berbagai pekerjaan halal lainnya. Yuga adalah orang yang sangat jujur, meskipun di dalam pabrik teman-temannya sering mengajaknya bekerjasama membawa beberapa bahan untuk di curi namun Yuga dengan tegas menolaknya.

Hari ini tepat kenaikan semester dua seperti biasa Bilqis dan Risa secara bergantian pergi ke sekolah. Seragam mereka hanya satu stel, Masing-masing dari mereka masuk sekolah lalu tidak hadir begitu seterusnya dengan peralatan sekolah lainnya.

“Kakak hari ini aku harus masuk sekolah, aku ada ulangan” ucap Risa cemberut.

“Bagaimana ini? aku juga ada ulangan, ibu guru juga sudah menangis uang sekolah yang menunggak selama tiga bulan” gumam Bilqis.

Dia tersenyum membiarkan adiknya bergegas berganti lalu pergi. Uang jajan mereka juga hanya cukup untuk ongkos pulang dan pergi, tapi keduanya tidak pernah mengeluh. Tomi, anak ketiga, membiayai sekolahnya dengan berjualan sketsa lukisan yang di pesan orang-orang padanya, dia juga menyempatkan diri menerima upahan mencuci pakaian dan membersihkan halaman rumah orang.

Sekolah jurusan meja gambar pada jaman itu mengharuskan para siswa tinggal di dekat sekolah itu agar datang tepat pada waktunya. Dia ingin sekali menyisihkan uang untuk orang tua dan adik-adiknya, tapi kadang dia sehari tidak makan demi menghemat agar bisa bersekolah.

“Bilqis tolong bantu ibu di dapur nak” panggil Hani.

Dia tertegun melihat anaknya berlinangan air mata duduk di pucuk kasur. Hani mendengar semua keluh kesah anaknya, dia tidak bisa berbuat apapun. Jualannya juga kadang tidak laku, Hani mengusap punggung Bilqis mengatakan dia harus putus sekolah seperti kakaknya Naya dan abangnya Dodon.

Hati Bening sebenarnya sangat berat untuk berhenti bersekolah, tap dia hanya bisa pasrah dengan takdirnya. Setelah perjuangannya hampir naik di kelas dua Sekolah Menengah atas, dia terpaksa gugur demi mempertahankan sekolah Risa.

“Ibu akan menutup warung dan menyusup ayah bekerja agar tahun depan kamu bisa bersekolah lagi”

“Pekerjaan itu sangat berat bu, ibu harus mengangkat besi dan bahan-bahan berat lainnya” ucap Bilqis.

“Tidak apa-apa, ini sudah menjadi tanggung jawab ayah dan ibu.”

Tepat di hari ke tiga puluh sebuah mobil sedan hitam berhenti di depan rumah. Dua orang wanita berpakaian mewah dan seorang pria yang menggunakan jas berwarna hitam. Ketukan pintu dan panggilan suara wanita yang terdengar tidak asing. Hani tersenyum menyambut kedua wanita itu hingga memeluknya erat.

Bilqis hanya berani memperhatikan dari balik pintu. Salah satu wanita tersenyum melihatnya.

“Kak, itu siapa?”

“Itu anak ku Bilqis__”

Pertemuan singkat, di sela perbincangan wanita yang menyebutkan namanya Rita itu terdengar memaksa agar Bilqis ikut bersama mereka.

“Ayolah kak, aku berjanji dan bersumpah akan menjaganya. Kasihan dia harus berhenti sekolah, aku akan memasukkannya ke sekolah kedokteran.”

“Sejujurnya aku belum pernah dan sanggup melepaskan anak ku hingga menyebrang pulau. Aku akan memikirkannya lagi” ucap Hani.

“Bagaimana dengan mu Bilqis? Kamu nggak mau sekolah lagi?” tanya Rita.

“Sudah kalau anaknya nggak mau jangan di paksa. Nenek tau kamu bisa memilih yang terbaik untuk hidup Bilqis” ujar Rina.

Keputusan yang berat bagi hani melepaskan anak gadisnya jauh dalam jangka waktu yang sangat lama. Begitu pula dengan Bilqis yang tidak bisa berpisah jauh dari keluarga. Namun pendidikan dan sekolah adalah hal terpenting untuk masa depannya. Putus sekolah dan berhenti belajar, dia tidak mau mengubur semangat dan mimpinya di masa muda.

“Aku harus menjadi manusia yang maju dan berani untuk mengubah diri lebih baik lagi. Aku juga ingin membahagiakan ibu” gumam Bilqis.

Diskusi panjang semalam suntuk selepas kepulangan Yuga, mereka berempat berunding membicarakan Bilqis. Keputusan Bilqis mau ikut ke kota besar, Hani hanya bisa menangis di dalam hati yang teriris melepas kepergian anaknya karena tidak sanggup membiayai sekolahnya.

Risa membanting tas, dia membuang wajah posisi tidur membelakangi Bilqis. Air matanya sudah tumpah membentuk pulau sesekali sesenggukan menyeka air mata.

“Dik, dik, maafin kakak ya” ucapnya.

“Kakak jahat! Kalau gitu aku putus sekolah juga!”

“Nggak boleh gitu dik, kakak janji akan selalu mengirim kabar. Kakak juga akan segera menyelesaikan sekolah dan secepatnya pulang.”

Pada malam itu Risa yang sangat menyayangi kakaknya memeluknya sambil menangis hingga dia tertidur. Pagi-pagi sekali Bilqis bersiap mengemasi pakaian. Rita menggelengkan kepala melihat tas usang yang akan di bawanya.

“Semua tinggalkan saja, nanti kakak akan belikan yang baru” ucap Rita.

Berpamitan dengan keluarga besar. Bilqis melambaikan tangan mengucapkan salam perpisahan sebelumnya sudah mencium punggung tangan orang tuanya.

“Kak jangan lupa kabari kalau sudah sampai ya, dah kak!” teriak Risa.

......................

Suasana kota besar yang padat penduduk. Lampu lalu lintas, kerlap kerlip cahaya kendaraan dan keramaian di malam hari. Bilqis melihat di tempat yang baru saja dia pijak seperti suasana di pagi hari.

“Wah, ramai sekali. Gedung-gedung tinggi itu seperti biasanya hanya bisa aku lihat dari layar televisi” Bilqis membatin.

Mereka berhenti di depan gerbang besar, jarak antara halaman menuju rumah terbilang jauh. Halaman sangat luas, seorang penjaga membuka pintu tersenyum pada Rita dan Rina.Selamat malam nyonya” ucapnya sambil menunduk.

Sepasang bola mata itu membelalak melihat rumah mewah yang besar itu. Dari dalam ada seorang pekerja lainnya membuka pintu meraih barang-barang yang di pegang Bilqis. Dia tersenyum sangat sopan menunjukkan sebuah kamar.

“Kamu istirahat ya kalau butuh sesuatu bilang nenek atau kakak”

“Ya kak, nek, terimakasih banyak” jawab Bening.

Mengikuti ke sebuah kamar kosong, dalamnya sangat kuas. Bi Sumi memberikannya kunci kamar lalu berpamitan pergi.

“Ba_bu_ba_”

Suara anak laki-laki terbata melihat Bilqis di dekat pintu.

“Siapa dia?” gumamnya.

“Adik, kamu siapa? Kenalan yuk, nama kakak. B_i_l_q_i_s” ucapnya terbata.

“Uh! R_i_k_y."

Bilqis tersenyum meraih tangannya mengajak bersalaman.

Hari baru

Berharap bisa merubah kehidupan yang lebih baik. Di dalam kamarnya yang baru, Bilqis mulai berbenah merapikan kamar dan menyusun beberapa potong pakaian yang dia bawa. Kak Rita tidak mengijinkannya membawa satu potong pun baju, namun Bilqis hanya merengek meminta dia memperbolehkan membawa baju kesukaannya.

“Terus sore ini aku gantinya pakai apa? Onderdil pun tidak di perbolehkan di bawa” gumamnya.

Tok, tok (Suara ketukan pintu)

“Non di panggil nyonya”

Bi Sumi mendorong pintu lalu sambil meletakkan segelas susu di atas meja rias. Baru beberapa jam dia bagai putri kerajaan yang di sediakan segala kebutuhannya. Tidak mau menganggap dirinya sebagai cucu atau sepupu yang tidak berguna, Bilqis menganggap rumah itu seperti rumahnya sendiri dan melakukan tugas sehari-hari seperti di rumah orang tuanya.

Rita menunggu Bilqis di dalam mobil, mereka bersiap pergi ke salah satu pusat perbelanjaan yang ada di kota itu. Di dalam mobil, dia menemui anak kecil yang menegurnya dengar sedikit bisu dan gagap.

Namanya Riky, anak berkebutuhan khusus yang memakai alat bantu mendengar yang terpasang di telinganya. Meskipun keadaannya seperti itu, Riky di sekolahkan di sekolah luar biasa yang berada tidak jauh dari rumahnya.

Melihat Bilqis masuk ke dalam mobil, Riky tersenyum melambaikan tangan. Bilqis membalas lambaian tangannya, posisi duduk agak mendekat. Dia menunjukkan mainan yang baru saja dia rakit.

“B_a_g_u_s”

Bilqis mengusap keningnya. Rita tersenyum melihat anaknya yang biasanya arogan dengan orang asing tapi terlihat sangat dekat bahkan menerima kehadiran sepupunya itu. Sesampainya di depan mall, Rita menggiring mereka masuk ke salah satu toko baju. Dia memilihkan pakaian untuk Bilqis, ada banyak tumpukan baju di dala keranjang yang harus dia coba di dalam ruang ganti.

“Kak, harganya selangit. Bisa jadi uang jajan ku selama satu tahun lebih. Belikan saja aku di pasar tradisional kak”

“Hussh, jangan banyak komentar. Cepat coba semuanya.”

Rita mendorong Bilqis masuk, dia melanjutkan memilih baju lainnya sementara Riky duduk di sofa tampak sibuk memutar mainan barunya. Bilqis risih memakai baju mini dan ketat, dia berputar di depan kaca pandangan memperlihatkan lekukan di tubuhnya. Setelah berganti, hanya ada tiga baju atasan yang tidak terlalu ketat dan sedikit panjang.

“Apakah di tempat ini tidak menjual baju berukuran panjang dan longgar?” gumam Bilqis.

“Loh kenapa Cuma ada tiga baju saja? Kakak kan sudah memilihkan rok, celana dan gaun untuk mu. Oh iya ini pakaian dalam sudah kakak sendirikan di keranjang satu lagi.”

“Maafkan aku kak, tapi aku tidak terbiasa memakai baju seperti itu” Lisa menunduk takut kena marah.

“Huhh, kamu suka sekali gaya kampungan. Yasudah kamu boleh pilih sendiri, tapi kalau ada baju pilihan norak, kakak langsung comot dan buang”

“Setuju__”

Total pembayaran semua baju Bilqis, Rita dan Riky adalah tujuh juta rupiah. Bilqis keringat dingin takut uang Rita tidak cukup membayar. Pakaian dia yang paling banyak di tumpukan keranjang yang berjejer di meja kasir.

“Kakak yakin membayar semua ini?” bisiknya.

“Udah kamu tenang aja.”

Rute naik escalator ke lantai empat tepat bagian toko perlengkapan sekolah, Rita meletakkan dua keranjang tangan dan satu keranjang dorong di tangannya.

“Bilqis, kakak tinggal sebentar ya. Riky tetap disini temenin kamu.Satu keranjang khusus keperluan kamu, satunya lagi keperluan Riky. Satu keranjang dorong ini untuk keperluan tambahan seperti sepatu sekolah, tas dan lainnya.”

“Ba_baik kak” jawabnya terbata.

Seolah satu toko itu menjadi miliknya. Bilqis memilih alat tulis dan berbagai perlengkapan lainnya. Tidak lupa dia meraih kamus bahasa asing, tempat bekal dan botol minuman. Melirik tempat amplop dan satu set surat, dia teringat janjinya pada adiknya Risa agar selalu memberikan kabar.

“Dik Risa, kakak janji akan mengirim surat jika sudah ada uang ya, maafin kakak ingkar janji” batinnya merasa sangat sedih.

Menunggu kakak sepupunya itu yang tidak kunjung tiba. Dia tidak mempunyai uang sepeserpun, mengembalikan semua barang-barang itu akan menyita waktunya mencari dimana letak tempatnya masing-masing. “Bagaimana ini?”

Wajah gusar Bilqis berdiri di dekat Riky menunggu Rita hingga berjam-jam lamanya. Riky menunjuk, mengeja mengucapkan kata bu. Tidak berani bertanya dari mana dia sampai selama itu. Kali ini Rita mengeluarkan uang tunai sebesar tiga juta rupiah, selesai pembayaran tampak supir datang membawakan belanjaan.

“Kalian pulang duluan ya temen-temen arisan kakak sudah menunggu di cafe lantai atas.”

......................

Tumpukan belanjaan milik Bilqis, Rita dan Riky di pisah terletak di kamar. Bi Sum hanya berani membongkar belanjaan milik Riky. Bilqis siap menyusun semua benda itu di tempatnya. Bilqis mengambil buku diary baru berwarna merah.

^^^Kota Ampangan, 17 Maret 2000^^^

Dear Diary

Sekarang aku bisa leluasa menumpahkan unek-unek ku yang tertahan selama ini. Sambungan buku catatan yang terpisah di kampung seberang. Ini adalah hari pertama ku merantau di kota orang. Disini aku banyak mendapat pelajaran berharga mengenai kehidupan. Hal-hal yang paling mencengangkan disini adalah keuangan bagai air yang mengalir. Seolah semua keinginan dapat terkabulkan.

Tapi, meskipun aku mendapatkan semua itu. Aku sangat merindukan keluarga, aku terpaksa berpisah demi meneruskan sekolah ku yang tertunda.

......................

Tanpa Bilqis sadari, dia mendengar suara bel rumah berkali-kali yang tidak di bukakan oleh bi Sumi. Dia menutup buku diarynya lalu berlari menuruni anak tangga.

“Spada !” seorang petugas mengantarkan sebuah bingkisan kotak besar berwarna hitam.

“Kau cari siapa?” tanyanya.

“Mbak ini ada paket, tolong tanda tangan disini__”

Melihat pria pengantar paket tidak menutup gerbang halaman, Bilqis berlari kecil menutup gerbang yang berat itu. Dia menoleh di luar halaman banyak para penjual keliling berjejer di sepanjang jalan. Gerobak dorong terlihat berbagai macam makanan yang menggiurkan di sela cuaca mendung di sore hari. Salah satunya suara pukulan nasi goreng tek tek, salah satu pria bertubuh kurus berdiri mengantri dengan pria yang bertubuh gemuk menatapnya. Dia melemparkan senyuman, Bilqis melotot buru-buru masuk menutup pintu.

Bilqis tidak menemukan bi Sumi di dapur, dia mulai mengambil alih pekerjaan dengan mencuci piring yang kotor. Berlanjut menyapu rumah dan mengepel lantai, rumah mewah yang sangat besar itu cukup membuatnya sangat kelelahan membersihkan di setiap sudutnya.

“Non, kenapa non yang membersihkannya! Si mbok pasti akan di marah nyonya Rita!” suaranya histeris ketakutan jika ada yang melihat pekerjaannya di selesaikan oleh orang lain.

“Nggak apa-apa mbok, saya sudah terbiasa melakukan pekerjaan seperti ini di rumah.”

“Bo_Bi_”

“Eh ada Riky, yuk kita main!” ajaknya mengalihkan perhatian.

Dia mengacungkan jempol ke arah bi Sumi sambil tersenyum.

Asa

Mencoba memahami bahasa isyarat dari anak berkebutuhan khusus. Bilqis perlahan belajar segala gerak-gerik maupun keseharian dari anak laki-laki yang selalu mendekatinya itu. Bang Arun adalah seorang manager di sebuah perusahaan. Dia juga pengusaha tambang batu bara yang bisnisnya berkembang sangat pesat.

Di meja makan tersaji berbagai macam hidangan, Bilqis sungkan tidak berani menyentuh menunggu mereka selesai makan. Arun memperhatikan piring Bilqis masih kosong. Dia menyenggol tangan Rita memberikan kode menatap ke arah sepupunya.

“Kamu kenapa nggak makan dik? Mau diet? Nanti apa kata kak Hani? Kamu ikut kakak jadi kurus kering” ucap Rita.

“Nggak gitu kak, aku nunggu semua selesai makan aja ya.”

“Nggak bisa gitu, ayo di cicipi olahan kakak mu. Biasanya si mbok yang memasak, hari ini adalah hari kebahagiaan abang bisa makan olahan kakak mu setelah setiap lama.”

Tawa kecil hinggap melihat celetuk bang Arun. Di dalam hati Rita ingin menjerit berteriak bahwa itu adalah olahan dari dia memasak dari tutorial ajaran para teman-teman arisannya. Bang Arun mengatkan bahwa dia sudah mendaftarkan Bilqis di sebuah sekolah menengah atas favorit yang terkenal di wilayah Selatan. SMA Trisisan jaya yang lokasinya setengah jam perjalanan dari rumah. Pak Yosep sebagai supir yang bertugas mengantar jemputnya.

Seragam sekolah di sudah di sediakan bi Sumi di atas kasurnya. Bilqis mengucapkan terimakasih pada Arun dan Rita. Selesai makan bersama, mereka kembali ke kamar masing-masing.

Hari baru di mulai di cuaca yang mendung, seperti biasa mata Bilqis menyala pukul empat pagi menatap langit-langit kamar yang berbeda. Dia baru ingat sudah berada di rumah orang, perjuangan melanjutkan sekolah mengingat waktu kini biasanya dapur ibunya sudah sibuk melakukan kegiatan sehari-hari.

Tidak ada lagi menimba air di sumur, mencuci piring di bak besar umum atau menyiapkan dagangan belanjaan ibu. Suara kumandang adzan subuh terdengar di dekat rumah Rita. Dia meraih mukenah lalu pergi ke masjid melaksanakan sholat subuh.

......................

“Maaf non Bilqis, sebaiknya kalau mau sholat shubuh di rumah saja. Disini kota besar, banyak preman berkeliaran hingga menyandera orang-orang yang keluar sendiri dari rumahnya” ucap bi Sumi ketika melihatnya kembali dari masjid.

“Tapi kan jaraknya Cuma sejengkal dari rumah mbok.”

“Tetap saja non.”

Di dalam kamar sambil bersiap memakai seragam sekolah, dia memikirkan perkataan bi Sumi. Dia mulai membaca situasi menanamkan dalam niat agar lebih mawas diri. Mengepang rambut, ransel dan botol air minum sudah berada di punggungnya, sepatunya di pengang menuruni tangga. Di bawah, ruangan meja makan di penuhi berbagai macam selai, roti lapis dan segelas susu di atas meja.

“Sarapannya non” ucap bi Sumi.

“Makasih bi, tapi panggil aku Bilqis saja ya. Mana yang lainnya bi?”

“Yang lainnya sudah pergi non, eh Bilqis”

Si mbok merasa Bilqis sebagai anak yang bersahaja. Dia tetap tidak mau memakai sepatu di dalam rumah. Di depan sana pak supir bersiap membukakan pintu mobil.

“Terimakasih pak sekali lagi biar saya yang membuka pintu sendiri.”

Senyuman melambai pak Yosep memperhatikan Bilqis tergolong anak yang memiliki sikap sopan santun pada orang tua. Tiba di depan gerbang sekolah, Bilqis memandang bangunan tinggi yang menjulang ke atas langit itu membuat bola matanya tidak bisa berhenti berkedip.

“Pasti bang Arun dan kak Rita mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk ku” gumam Bilqis.

Dia masuk ke dalam melihat setiap lorong dan kelas-kelas sangat bersih. Lantainya bisa di buat untuk berkaca dan para siswa yang berseragam sepertinya tampak angkuh berjalan memamerkan telepon genggam dan benda canggih lainnya.

“Halo, kamu sepertinya murid baru ya, kelas berapa?”

“Iya, aku mau cari bu Khumar. Dia wali kelas tiga A plus, apakah kamu tau dimana kantor guru?”

“Eh kenalan dulu dong, aku Hera anak kelas tiga B plus. Salam kenal ya”

“Aku Bilqis. Senang berkenalan dengan mu juga.”

Hera berjalan beriringan dengan Bilqis, dia menunjukkan letak kantor guru dan berjanji akan bertemu pada jam istiarahat di kantin lantai bawah. Perkenalan sebagai siswa baru di kelas itu, bu Khumar menempatkannya di bangku bagian dua dari depan.

“Hey kenalkan aku Siris.”

“Aku Bilqis.”

Sistem belajar di sekolah itu berbeda dengan tempat Bilqis bersekolah. Guru dan murid lebih aktif serta para murid di haruskan memiliki buku-buku paket lengkap. Pada hari pertama di sekolah, Bilqis tampak sibuk menulis tugas praktek yang harus dia selesaikan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

“Dimana mencari buku sebanyak ini?” gumam Bilqis.

Dia duduk bersama Siris di salah satu bangku kantin sambil menunggu kedatangan Hera. Mereka bertiga memesan tiga mangkuk bakso dan minuman jus jeruk.

Glek__

Bilqis lupa bahwa dia tidak memiliki uang seperserpun. Bisa bersekolah saja dia sudah sangat bersyukur. Dia merogoh saku pada kantung baju. Semula dia tidak menyangka selembar uang berwarna merah hingga di dalamnya.

“Siapa yang meletakkan uang ini? tidak mungkin si mbok” gumam Bilqis.

Proses belajar mengajar berakhir pada pukul dua siang. Pak Yosep sudah menunggu di depan gerbang menjemputnya. Dia melambaikan tangan ke kedua temannya itu lalu masuk ke dalam mobil. Di dalam rumah yang tampak sepi itu hanya sesekali terdengar suara Riky dari dalam kamarnya.

Krek__

“Dik Riky sudah pulang sekolah?” tanya Bilqis menggunakan gerakan bahasa isyarat.

Riky mengangguk dia sedang sibuk menulis huruf di buku yang di sediakan untuk murid yang berkebutuhan khusus. Pikiran Bilqis bercabang, dia bingung bagaimana menyampaikan kepada kakaknya mengenai tugas sekolah dan beberapa buku yang harus dia beli.

Bang Arun datang dari balik pintu, dia menyodorkan sebuah amplop coklat ke tangan Bilqis. Sementara Riky yang masih fokus menyelesaikan tulisannya. “Ini apa bang?”

“Ini untuk keperluan sekolah kamu, bagaimana tadi sekolahnya? Kamu suka?”

“Alhamdulilah terimakasih banyak bang. Suka, tapi sekolah itu terlalu elit dan pasti biayanya sangat mahal.“

“Kamu jangan bicara seperti itu, abang dan kakak sudah berunding terlebih dahulu. Oh ya kalau kamu butuh sesuatu jangan sungkan bilang ke abang dan kakak ya__”

Arun berbalik badan meninggalkan mereka, menuju ke kamarnya. Tanpa menyapa Riky seolah dia tidak memiliki rasa kasih sayang pada anaknya itu. Bilqis meletakkan amplop melihat Riky hidup kekurangan kasih sayang bahkan sentuhan dari orang tuanya.

“Riky sudah makan? Mau kakak suapi?” tanyanya.

“S_u_d_a_h” jawabnya gagap kesusahan lalu menggerakkan bahasa tubuhnya.

Bilqis tersenyum mengusap rambutnya lalu beranjak pergi melambaikan tangan. Duduk di kursi menghadap ke luar. Di atas balkon kamarnya, dia membuka amplop coklat pemberian bang Arun tadi.

Satu tumpukan uang berwarna merah, dia melotot melihat saudaranya itu sangat royal kepadanya.

“Uang ini banyak sekali. Aku harus memberitahu kak Rita sebelum menggunakannya.”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!