Malam semakin larut, tapi Yeji tak berniat untuk singgah dari tempatnya.
Tentang dia—yang membuat pelupuknya mengeluarkan air mata.
Yeji menarik nafas panjang beberapa kali, mencoba untuk menghilangkan perasaannya kepada Yeonjun.
“Kita sampai di sini saja, maaf aku akan menikah dengan orang lain. Terima kasih untuk semuanya.” Yeonjun mematahkan hatinya, tubuh Yeji terasa kaku dibuatnya.
Seakan ia seperti badut hiburan yang kini mendapatkan bayaran, hanya ‘terima kasih’
Masa-masa indah ketika mereka bersama, kini sudah berakhir. Dan, Yeji harus melihat Yeonjun bersama wanita lain, untuk menemani hidupnya.
Itu membuat Yeji menjadi gila, Yeonjun cinta pertamanya sejak masa putih abu, hingga kini cintanya masih utuh. Meskipun berperisai lara.
Yeji tak pernah masalah tentang Yeonjun yang banyak teman wanita, banyak menghabiskan waktu dengan mereka.
“Jadi, selama ini aku apa?” balas Yeji.
Ia tak terima, seakan sedang dipermainkan oleh Yeonjun.
Bagaimanapun juga, hubungan mereka sudah bertahun-tahun.
Perasaannya terluka, dan sayangnya oleh pemilik hatinya sendiri, tak lain Yeonjun.
Yeji tak pernah mengira hal ini akan terjadi, disaat rasa cintanya benar-benar tinggi.
“Ini keinginan orang tuaku, maaf. Mereka menjodohkanku dengan seseorang,” Yeonjun tak kalah sakit.
Namun, matanya tak menampakkan demikian, seperti sedang melepas beban beratnya, dia sangat tenang.
Yeji hampir melihat dua sosok di depannya, Yeonjun yang ia kenal, dan Yeonjun yang asing baginya, lebih egois!
“Tapi, kau bisa menolak bukan! Sedari dulu aku memang tak pernah berarti untukmu! Tapi, aku selalu mencintaimu!” bentak Yeji.
Semakin muak kala melihat wajah Yeonjun yang berseri-seri, membuat hatinya merontah-rontah. Ingin memeluknya untuk yang terakhir.
“Tolong ... mengertilah! Aku tidak bisa apa-apa, semua sudah terjadi dan aku harus menikah!” suara Yeonjun meninggi.
Kepada Yeji yang menolak kenyataan, Yeonjun berangsur pergi meninggalkan Yeji.
Membiarkannya terpuruk sendirian.
Bahkan tangisannya, tak dihiraukan.
“Kau pecundang! Keparat yang tidak bisa berbuat apa-apa!” teriak Yeji murka.
Memaki Yeonjun yang meninggalkannya.
Tangisannya semakin keras, kepalanya juga terasa mulai pusing.
Namun, tetap tak dihiraukan oleh Yeonjun.
“Tidak ... aku harus melakukan ini, setidaknya demi warisan kakek.” lirih Yeonjun.
Kemudian masuk ke dalam mobilnya, ia berusaha sekuat tenaga tak mendengarkan tangisan Yeji.
Karena itu membuatnya tak tahan untuk berlari memeluknya dan mengatakan “Semuanya baik-baik saja, aku di sini, bersamamu.” Yeonjun memang di sini, tapi untuk mengakhiri hubungannya dengan Yeji.
Kali ini, semuanya baik-baik saja, dengan pasangan baru, hubungan baru.
Yeonjun berusaha menancapkannya di pikiran dan hatinya, meskipun berat.
Kepingan Yeji masih berantakan di sana, dia tidak bisa mencintai orang lain dengan keadaan itu.
Yeji duduk di meja bartender, menatap minuman yang tersusun rapi malam ini.
Ternyata, seperti ini suasana klub malam yang sebagian orang pikir tidak layak dikunjungi.
Tempat malam yang memberikan kehangatan.
Yeji berbalik menatap para pengunjung yang berdansa, mungkinkah ia harus ikut? Melepas semua penatnya dan bersenang-senang, seakan semuanya baik-baik saja.
Dalam tengah kerumunan ia samar melihat sosok Yeonjun yang memanggilnya untuk mendekat. Tidak! Itu hanya halusinasinya saja.
Yeji terlalu banyak minum.
Bibirnya tersenyum paksa, namun pelupuk masih sangat basah.
Besok adalah hari pertunangan Yeonjun, dan Yeji harus hadir? Ia tak rela.
“Bajingan! Aku membencimu! Sangat membencimu! Kau pikir, aku mainanmu?” makinya.
Seseorang menarik Yeji untuk ikut menari, Yeji tak menolak dan malah mengikuti irama musik yang bergema hampir menusuk telinga.
Saat ia sedang menari lepas, ia tak sengaja menabrak seorang pria dengan keras. Membuat keduanya jatuh, Yeji berusaha memusatkan pandangannya ke pria di bawahnya.
‘Tampan’ satu kata dalam pikiran Yeji kala meraba wajah pria itu.
“Umhh ... kau sangat tampan!” lirihnya beralih meraba dada pria itu.
Tangannya merasa nyaman, benar-benar nyaman. Yeji tak ingin beralih dari posisinya saat ini.
“Oh, ayolah ****** kecil. Apa yang kau lakukan?” bisik pria itu.
Ia menyingkirkan tubuh Yeji dan berdiri meninggalkannya.
“Aku bukan ******! Aku hanya ... terlalu mencintaimu, Yeonjun!” teriak Yeji.
Menunjuk kepada sosok yang semakin menjauh.
Pria itu berbalik dan tersenyum, dia pertama kali minum? Kemudian, masuk ke kamar klub.
Yeji yang tak terima mengikuti, ia berada di depan kamar pria itu.
Lebih parahnya lagi, dia menganggap itu adalah Yeonjun. Yang berniat untuk meminta maaf dan memperbaiki hubungan mereka. Satu ketukan pintu, pria itu membuka dan Yeji langsung memeluknya. Sangat antusias, seakan bertemu kembali dengan Yeonjun.
“Hey, apa kau berubah pikiran? Aku tahu, kita sama-sama mencintai,” Yeji menatap matanya.
Mendekatkan wajahnya ke wajah pria itu.
“Kau masih gadis? Apa yang kau lakukan?” tanya pria itu.
Mencoba melepaskan pelukan Yeji, namun Yeji malah menangis. Dan semakin memeluknya dengan erat.
“Yeonjun? Yeonjunie ... kenapa kau seperti itu ....” sembari berisak.
Pria itu tak mengerti, tapi yang pasti nama Yeonjun tak asing baginya.
Tapi, ia tak mau ambil pusing. Lagipula, beban pikirannya sudah penuh. Banyak yang harus diurus dan diselesaikan, terutama kepada pemilik nama Yeonjun.
Pintu kamar tertutup, pria itu membaringkan Yeji di ranjang.
Namun, Yeji tak mau melepaskan pelukannya, membiarkan pria itu berdengus kesal berkali-kali. Yeji tak tahu siapa yang sedang ia peluk.
Ke esokan paginya, Yeji terbangun melihat ada pria yang tidur di sebelahnya membuatnya panik.
Yeji bergegas turun dari ranjang, tanpa melihat bajunya terlebih dahulu.
“Apa yang dia lakukan, astaga?” Yeji ingin berteriak, tapi ia lebih dulu lari keluar kamar.
Meninggalkan pria yang masih tertidur itu.
Yeji keluar dari klub, menaiki taksi dan pulang ke rumah.
Ia masih belum sepenuhnya sadar, sesampainya di rumah ia langsung mandi.
Membersihkan tubuh yang ia pikir ****** saat ini.
Malam itu, entah bagaimana ekspresinya menikmati hal yang bahkan tidak pernah dicobanya.
“Kenapa aku sangat bodoh? Akh ... Yeonjun membuatku gila!” batinnya.
Yeji putus asa, air mengalir dari atas kepalanya. Ia terlalu cepat beranggapan bahwa ia sudah dilecehkan.
Pikirannya penuh!
“Yeonjun bertunangan nanti malam ... akhhh!” desisnya.
Yeji menangis, dalam aliran air, ia memukul dinding kamar mandi.
Tangannya sedikit memar, Yeji perlahan merasakan sakit. Namun, tak sebanding dengan deritanya saat ini.
“Kau mencampahkanku,” lirih Yeji, “aku akan membalasmu, Yeonjun!”
Jika ini benar sebuah permainan, maka Yeji akan bermain dengan sungguh-sungguh, menjadi seorang pemenang.
Dia tidak akan kalah dan tidak akan pernah menerima kekalahan.
Ia harus menunjukkan kepada Yeonjun jika pria itu tak lebih dari satu lembar di antara tumpukan buku.
Yang sayangnya, lembaran itu harus usang sekarang juga.
Yeji beranjak keluar, membuka lemarinya dan memilih gaun yang akan ia pakai nanti malam.
Tentunya, dengan beberapa kejutan bagi Yeonjun. Pria itu harus diajari tentang perubahan.
Ini Yeji, dalam versi baru yang akan membuatnya menyesal telah pergi meninggalkannya. Menuruti keinginan orang tuanya, yang bahkan tak pernah menganggapnya.
Yeji masih ingat dengan jelas, Yeonjun pernah menangis, karena orang tuanya.
Malam harinya, saat senja sudah berakhir, sangat indah walau hanya sementara.
Senja mengajarkan tentang perpisahan yang indah, dan Yeji menyukainya.
Ia akan menunjukkan kepada Yeonjun bahwa perpisahan mereka jauh lebih indah daripada senja, dan mereka pantas untuk mengabadikannya.
Yeji menuju ke lokasi pertunangan, di sebuah gedung yang megah, dilengkapi dekorasi yang semakin membuatnya menawan.
Yeji penasaran, siapa calon Yeonjun yang sudah menggantikan posisinya.
Para tamu mulai berdatangan, Yeji masuk dan duduk di meja tamu memandangi sekeliling.
Master of ceremony memulai acara, kedua mempelai juga datang, sakit. Yeji melihat Yeonjun sangat tampan dengan jasnya.
Pasangan yang digandengnya, ternyata Choi Jisu.
Teman masa smpnya, yang ternyata juga sahabat Yeonjun.
Amarah Yeji mulai membara, ia merasa dikhianati oleh kekasih dan temannya.
Tekadnya semakin bulat, untuk membalas dendam.
Sorot mata Yeonjun mengarah padanya, ia tak peduli meskipun Yeonjun melihat api yang membara di sana. Karena ini, hiburan yang sesungguhnya. Untuk merayakan pertunangan kedua orang terdekatnya. Yang memberinya luka, sangat dalam!
“Jadi ini yang kalian lakukan, baik! Aku yang akan mengakhiri ... perbuatan kalian, tidak akan ku maafkan.” Yeji memiringkan wajahnya.
Melempar sebuah senyuman kepada mereka, senyuman pembalasan.
Yeonjun memalingkan pandangannya.
Tak berani menatap Yeji, ia takut kehilangan tekadnya saat ini juga.
Namun, paras Yeji membuatnya tak tahan untuk berbagi segalanya.
Yeji menyaksikan proses pertunangan, hatinya tak rela tapi ia tak bisa berbuat apapun saat ini.
Yeji mengambil wine yang disediakan, menengguknya dalam sekali minum.
Ini bukan pertama kalinya ia minum Yeji merasa senang. Musik dinyalakan, lampu juga mulai redup, meskipun alunan yang bergema sangat lembut.
Dalam kegelapan, Yeji bisa melihat siluet seseorang yang pernah ia lihat.
Pria itu! Yang tidur bersamanya! Yeji bergegas menuju ke sana, meninggalkan gelas winenya.
“Kau! Berhenti!” panggilnya.
Mencoba mendekati pria bernama Kim Taehyung, namun para pengawalnya mencegah.
Tubuh mereka sangat besar, untuk Yeji yang mungil.
Taehyung memiringkan kepalanya pertanda ia bertanya, “Siapa kau?”
Gadis ini tak asing baginya.
“Kau harus bertanggung jawab! Penjilat gadis muda!” cecar Yeji.
“Jaga bicaramu. Kau tidak tahu dia siapa?” ucap sekretarisnya.
“Dia meniduriku! Kau juga seorang wanita bukan? Lantas, bagaimana perasaanmu jika berada di posisiku?” bentak Yeji.
Sontak membuat sekretaris itu terdiam tak percaya.
“Oh, kau gadis kecil di klub waktu itu, kita memang tidur tapi saya tidak melakukan apapun.” terang Taehyung.
“Aku tidak percaya!”
“Tuan, tentang warisan, tidakkah dia saja?” ujar sekretaris kepada Taehyung.
Jujur saja, ia merasa kasihan kepada Yeji, terlebih lagi oleh seorang Kim Taehyung.
Bosnya yang dingin dan ambisius.
Taehyung berpikir sejenak, kemudian ia membawa Yeji pergi dengan mobilnya.
Yeji yang menolak terus memberontak, ia takut saat sekretaris mengatakan ‘dia’ kepada Taehyung.
“Om ... tolong lepaskan aku. Aku tidak akan membicarakan ini dengan siapapun, rahasiamu aman tapi lepaskan aku ....” Yeji membulatkan bibirnya.
Berharap Taehyung melepaskannya.
Taehyung hanya menyengir tak menjawab, gadis kecil.
Yeji tak punya pilihan, ia menangis memohon kepada Taehyung, dan terus mengguncang tangan Taehyung. Berharap pria itu punya sedikit cahaya dalam hatinya, tapi sayang, Taehyung tak memilikinya.
“Semakin kau diam maka semakin baik!” ucap Taehyung.
Membuat Yeji melepaskan tangannya dan bergeser menjauh dari Taehyung, menyenderkan kepalanya di jendela mobil.
Yeji kalah, tekadnya membalas dendam kepada Yeonjun ‘gagal?’ Padahal saat berangkat ke gedung ia sangat cool dan penuh amarah.
Tapi, di depan Taehyung ia terlihat seperti anak kecil.
Anak kecil yang memohon untuk dibiarkan keluar, Yeji perlahan mulai memejamkan matanya.
Hingga tertidur pulas, mobil yang tiba-tiba berhenti membuatnya terjatuh, kepalanya tersungkur menabrak kursi sebelah supir.
“Awh, sakit sekali ....” lirihnya.
Memegang kepalanya erat, sepertinya leher Yeji terkilir.
Tapi, Taehyung malah tertawa renyah melihatnya. Gadis ini berbeda dari gadis yang pernah di kencaninya.
“Kita di mana?” tanya Yeji kepada supir.
Ia berusaha tak menghiraukan Taehyung yang berada di sebelahnya.
Supir hanya diam, tak menjawab, membuat Yeji merasa kesal.
Melipat kedua tangannya di dada, dengan wajah yang cemberut.
Yeji tak berniat untuk bertanya kepada Taehyung, ia sedang marah kepadanya.
“Ayolah, ini di mana pak supir? Aku harus pulang.” ucap Yeji kesal.
Namun, supir tetap tak menjawab.
Yeji heran mengapa supir ini sangat membisu? Apa karena pria di sebelahnya?
“Siapa yang mengizinkanmu untuk pulang?” jawab Taehyung.
Taehyung turun dari mobil di susul para pengawalnya yang membawa Yeji masuk.
“Om! Lepaskan aku!” bentak Yeji.
Ia dipaksa masuk ke dalam rumah yang megah. Sangat indah, lebih dari gedung pertunangan Yeonjun.
Yeji sangat takut, mungkin ‘om’ di depannya ini ingin membuangnya ke hutan atau untuk dijadikan santapan bagi hewan peliharaannya.
Para pengawal membawanya masuk ke kamar, bersama Taehyung.
Kemudian, mereka semua keluar meninggalkan Yeji dan Taehyung.
“Saya tidak tahu apa hubunganmu dengan Yeonjun, tapi saya ingin sebuah kesepakatan.” ucap Taehyung.
Menatap Yeji yang duduk di pinggiran sofa sangat jauh dengannya.
“Apa maksud om! Aku tidak paham.”
Entah mengapa, ia tak bisa bersikap tegas jika di hadapan Taehyung. Tak seperti amarahnya ketika melihat Yeonjun dan lagi hanya dia yang berani berbicara seperti itu kepada Taehyung.
Di saat seisi rumahnya tak berani berbicara sebelum Taehyung yang menyuruh.
“Gadis kecil, saya butuh istri.” lanjut Taehyung, “hanya sebatas kontrak dan saya tidak akan melakukan apapun. Saya harus menikah lebih dulu daripada Yeonjun.”
Yeji terdiam, berpikir sejenak, “Apa hubungan om dengan Yeonjun, dan kenapa harus aku?”
“Yeonjun sepupu saya, tapi dia ingin mengambil warisan yang seharusnya milik saya. Saya tidak punya waktu mencari gadis lain dan lagi sepertinya Yeonjun tidak asing bagimu.”
Ini? Sebuah kebetulan? Mungkin, ini saatnya Yeji untuk membalas dendam. Jika Yeonjun bisa menikah demi warisan, maka ia bisa menjadi istri kontrak demi balas dendam.
“Aku setuju, tapi ada beberapa syarat.” jawab Yeji.
“Pertama, kita bisa menikah sekarang atau besok, tapi jawab pertanyaanku. Apa yang om lakukan malam itu?” tanya Yeji.
Menatap tajam pada Taehyung yang duduk santai.
“Saya? Waktu itu kau memaksa masuk dan tiba-tiba memeluk, kau terus menyebut Yeonjun lalu pingsan.” jelas Taehyung.
Tersenyum melihat kepolosan Yeji. Sangat polos untuk ukuran gadis yang pernah tidur bersamanya. Tapi, Taehyung suka.
“Kenapa kita seranjang?” Yeji mengerutkan alisnya. Memaksa Taehyung untuk mengatakan segalanya. Yeji sangat penasaran.
“Kau tidur di ranjang, saya di sofa, tapi saya tidak bisa tidur, jadi saya tidur di ranjang. Lagipula, kau keluar dengan pakaian utuh, dan tidak ada darah bukan?”
Yeji kembali diam, astaga kenapa dia tidak memperhatikan hal itu dan langsung menyimpulkannya.
Membuatnya malu di depan Taehyung, terlebih lagi tingkahnya saat di gedung.
“Sure, setelah menikah semua kebutuhanmu akan saya penuhi.” jawab Taehyung.
Setelah mendengarkan syarat dari Yeji, Taehyung sama sekali tak keberatan.
“Oh astaga, dia royal sekali, padahal hanya kontrak.” batin Yeji.
“Aku mau balas dendam kepada Yeonjun, dia mencampahkanku semaunya!” Yeji mengingat kejadian itu.
Kejadian yang mematahkan hatinya, seakan kaca yang pecah telah berserakan.
“Baiklah,”
Taehyung sudah bisa mengerti jika Yeji adalah seseorang yang pernah penting bagi Yeonjun.
Sehingga, saat Yeonjun tahu bahwa Yeji akan menikah dengannya, mungkin ia akan cemburu.
Para pelayan masuk ke dalam kamar, membawakan gaun pengantin dan perhiasan berlian. Persiapan sangat matang.
“Kita menikah besok,” ujar Taehyung.
Menatap gaun yang dibawakan pelayan.
Yeji tak mengira, ia menikah besok, tak pernah ia bayangan sebelumnya.
Masa lajangnya, berakhir di sini.
Ke esokan paginya, saat akan menjelang siang pelayan mengarahkan Yeji ke ruangan di sebelah kamar Taehyung.
Taehyung juga bersiap, mereka melangsungkan pernikahan diam-diam.
Tapi, tetap sangat megah. Setelah selesai, Taehyung meminta pengawalnya untuk memberikan kue dan hadiah yang akan dikirimkan ke rumah Yeonjun.
Tentu saja, dengan foto pernikahan dan bukti yang sah.
Tak butuh waktu lama, keluarga Yeonjun langsung menyerbu kediaman Kim Taehyung.
Memastikan sendiri kabar pernikahannya, termasuk Yeonjun yang tak percaya kala melihat foto Yeji menggandeng Taehyung dengan bahagia.
Ya, rasa bahagia karna pembalasan.
“Kim Taehyung!” teriak Yeonjun.
Masuk ke dalam rumah Taehyung, bersama orang tuanya.
Taehyung duduk di sofa, hanya memperhatikan. Ia sudah tahu ini akan terjadi, dan memang ini tujuannya.
Sangat tepat sasaran, Yeonjun memang sangat cepat bertingkah tanpa berpikir.
“Kau, anak manja pertunanganmu sudah selesai?” sapa Taehyung.
Membuat Yeonjun berjalan ke arahnya.
“Kau, apa yang kau lakukan! Dia ....”
“Aku bosan, mari jalan-jalan.” Yeji berjalan menuruni tangga, memotong pembicaraan Yeonjun.
Yeji mendekat ke arah Taehyung dan duduk di pangkuannya, tepat di depan mata Yeonjun.
Ia memperlihatkan kebahagiaan bersama suaminya.
“Boleh saja, kau mau ke mana sayang?” jawab Taehyung, menggenggam erat tangan Yeji.
Ia tak menyangka bahwa Yeji akan bersikap seperti ini, di luar kendalinya. Ternyata Yeji memang menginginkan pembalasan yang sepadan.
“Kau mengatakan apa tadi? Dia ... Yeji?” tanya Taehyung kepada Yeonjun.
Menatap dengan sinis, Taehyung bisa merasakan Yeonjun sedang terbakar hebat.
“Ah, ada tamu. Jadi, kita tidak jadi jalan-jalan?” Yeji memeluk Taehyung.
Menunjukkan kemesraan yang membuat Yeonjun seperti gunung meletus.
Sangat panas, sepanas lava yang membara.
“Kenalkan dia sepupu saya, Yeonjun dan Yeonjun dia kakak sepupumu, Yeji.”
Yeonjun ingin menangis detik ini juga.
Hatinya sangat sakit, bahkan lebih sakit dari keadaan Yeji waktu itu.
“Kim! Kau tidak bisa seperti ini!” ujar orang tua Yeonjun.
Tak menerima bahwa Taehyung mendapatkan warisan sepenuhnya yang memang sudah ditujukan kepada Taehyung.
Kakek ingin agar Taehyung menikah, dan memiliki seseorang untuk menemaninya. Tapi, Taehyung terlalu mementingkan bisnisnya hingga tak mau menikah.
Membuatnya tak ada pilihan lain di saat terakhirnya.
Kakeknya salah menyebutkan bahwa “Warisanku, akan diberikan kepada cucuku yang menikah terlebih dulu, setidaknya tiga bulan dari sekarang.” ia maksudkan kepada Taehyung, dalam pikirannya Taehyung akan tergiur dengan warisannya yang sangat banyak dan memutuskan menikah.
Akan tetapi, ia lupa jika cucunya ada dua, Taehyung dan Yeonjun, meskipun orang tua Yeonjun adalah anaknya yang membangkang.
Sedari kecil, Taehyung memiliki bakat yang tidak dimiliki Yeonjun. Bahkan Taehyung bisa sukses membangun perusahaannya sendiri tanpa campur tangannya. Tidak seperti Yeonjun yang selalu mengandalkannya.
“Bukankah warisan ini memang ditujukan kepada saya?” jawab Taehyung lugas.
Menegaskan bahwa ia adalah cucu kesayangan kakeknya.
“Dan ya, Yeonjun kau masih belum dewasa untuk menikah. Tapi, sekarang kau bisa belajar dari kakakmu ini.” sambung Taehyung.
Yeonjun yang marah langsung menarik tangan Yeji, membuatnya beralih dari pangkuan Taehyung—jatuh tersungkur dengan satu tangan terangkat.
Taehyung tak kalah berani, ia menampar Yeonjun membuatnya melepaskan Yeji.
“Kau gila!” seru Yeji tak terima.
“Lancang sekali kau!” seru Taehyung.
Meskipun ia tak memiliki rasa terhadap Yeji, tapi membiarkannya seperti itu justru sebuah hinaan baginya.
“Saya beritahu sekali lagi, Yeji—istri saya!”
Ia sangat jengkel dengan sikap Yeonjun yang kekanak-kanakan.
“Dari sekian banyaknya wanita, kenapa harus dia?” tanya Yeonjun.
Menatap lekat pada Taehyung yang sudah tersulut amarah.
“Kenapa? Apa dia penting bagimu? Kau saja meninggalkannya demi warisan, jadi kenapa kau peduli sekarang?” balas Taehyung.
Yeji ingin menangis, apa yang dikatakan Taehyung membuatnya terharu.
Padahal mereka hanya sebatas kontrak, tapi Taehyung sungguh-sungguh dalam melindunginya.
Ini bukan kali pertama Yeonjun main tangan, bagi Yeji ini seperti bom yang kapan saja bisa meledak. Yeonjun memiliki emosi tinggi dan pikiran yang tidak stabil saat sedang marah.
Trauma dari kedua keluarga merubahnya.
Yeonjun diam, tak menjawab Yeji sangat penting, tapi demi mendapat warisan kakek dan mengambil hati kedua orang tuanya, mampu membuatnya melupakan Yeji.
Bahkan mengambil langkah serius untuk berumah tangga, sesuatu yang pernah ia impikan, bersama Yeji.
“Anggap saja, kita tidak pernah bertemu.” Yeji mulai bicara, “biar bagaimanapun, dia suamiku. Tolong, setidaknya hargai dia sebagai suami dari teman masa sekolahmu.”
“Aku ... minta maaf,” lirih Yeonjun.
“Tapi aku tidak akan memaafkanmu.” Yeji berjalan masuk ke kamar.
Meninggalkan Yeonjun yang masih membeku menatapnya.
“Tolong, jaga dia baik-baik.” suara Yeonjun merendah.
Memohon kepada Taehyung, meskipun ia sudah usai dengan Yeji.
“Saya tahu apa yang harus saya lakukan!” Taehyung bukan anak kecil.
Usianya sudah matang untuk menikah.
Yeonjun pergi meninggalkan rumah Taehyung, meskipun orang tuanya masih berdebat dengan kakak sepupunya.
Itu tak mudah, Kim Taehyung sempurna dari segi apapun dan tidak ada yang bisa mengalahkannya.
“Aku tidak menyangka, Yeji akan sejauh ini.”
Yeonjun frustasi dengan keputusannya melepaskan Yeji, dan sekarang menjadi istri seseorang.
Ia kehilangan warisan, cinta, dan kepercayaan orang tuanya semakin tipis. Tak ada yang bisa ia pertahankan lagi, tujuannya baik tapi sayang takdir menolak.
‘Dring-dring’ ponselnya berdering.
Panggilan dari Jisu.
Yeonjun mengangkat, dengan suara yang lemas ia menceritakan kepada sahabatnya tentang keadaannya saat ini.
“Dia, sudah menikah, dengan kakak sepupuku, Kim Taehyung.” Yeonjun merasa sesak.
Pelupuknya mendorong untuk keluar, tapi ia menahannya.
“Benarkah? Aku akan menemuinya,” jawab Jisu.
Mengerti siapa ‘dia’ yang dimaksud oleh Yeonjun.
Mereka mengakhiri panggilan, Yeonjun berjalan entah kemana, tak ada tujuan.
Ia terus berjalan pasi memikirkan Yeji.
Terlalu dalam, Yeonjun terluka terlalu dalam.
Kekejaman Kim Taehyung menghancurkannya. Tidak! Itu salahnya sendiri karna terlalu gegabah mengambil keputusan.
Jisu langsung bersiap-siap pergi menuju kediaman Taehyung, untuk menemui Yeji.
Ia sama sekali tak berpikir bagaimana reaksi Yeji ketika ia datang.
Bahkan ia tak memikirkan perasaan Yeji saat ia bertunangan dengan Yeonjun.
Seseorang yang sudah lama ia kejar, kesempatan untuk hidup bersama, tak mungkin ia lewatkan.
“Kenapa Yeji sangat nekat?” tanyanya selama perjalanan.
Jujur saja, ia sedikit khawatir Yeji akan disakiti suaminya.
Jisu tak tahu siapa Kim Taehyung, tapi supirnya tahu alamat yang diberikan Yeonjun.
Nama Kim Taehyung sangat tak asing baginya, ia pernah mendengar, bahkan beberapa kali di rumahnya.
Jisu sampai di kediaman Taehyung, setelah melapor pada penjaga, ia masuk di ruang tamu menunggu Yeji.
“Kenapa dia lama sekali?” Jisu tak sabaran.
Suara high heels membuat pandangannya teralihkan.
“Yeji!” sapanya.
Yeji yang mendekat justru bersikap dingin kepada Jisu.
Ia tak mudah lupa, terlebih lagi soal rasa.
“Langsung pada intinya saja, kenapa kau datang?” pintanya duduk jauh dari Jisu.
“Jujur saja, kau menikah?”
Yeji hanya mengangguk, pasalnya teman di depannya ini tak tahu malu. setelah merebut, lalu peduli.
“Hey, kenapa? Sangat buru-buru? Dan kapan dilangsungkan?” Jisu melontarkan semua pertanyaannya.
“Apa kau bermasalah? Kau bertunangan dengan kekasihku, jadi kenapa aku tidak boleh menikah?” cecar Yeji.
Berusaha tenang menghadapi Jisu, karna api amarahnya tak boleh terpancar di hadapan Jisu.
“Tapi ....”
“Aku tidak peduli, kau tahu hubunganku dan Yeonjun, aku tahu kau mencintainya, dan kalian bermain di belakangku.” Yeji berdiri, mempersilahkan Jisu untuk pergi.
Karena baginya, pembicaraan mereka sudah cukup. Dan tidak ada yang harus dijelaskan atau diperbaiki.
“Kita masih teman kan?” Jisu kembali mempertanyakan hal yang sudah sangat jelas baginya.
Membuat Yeji merasa risih, “Oh ya, kita teman, teman yang sangat dekat hingga membunuh yang lain.”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!