"Selamat pagi, sayang."
Lilith membuka matanya perlahan, saat mendengar suara lembut yang berbisik di telinganya. Suara gumaman yang masih diwarnai rasa kantuk itu menguar dari bibir merah ranum pemiliknya.
"Ih, apaan, sih? Jangan lihatin aku kayak gitu, dong. Wajahku masih jelek banget, nih," protes Lilith, saat sadar bahwa lelaki di sebelahnya sedang memandangnya dengan senyuman manis. Wanita itu buru-buru mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan.
"Nggak, kok. Menurutku kamu itu cantik banget. Orang yang baru bangun tidur kok bisa secantik ini, ya?" goda Ellard sambil mengecup kening wanita bermata cokelat itu.
"Apa, sih? Bikin aku malu aja. Pinter banget ngegombalin orang," Lilith sontak mengalihkan wajahnya.
"Mau satu ronde lagi?" bisik Ellard seraya mengusap pipi Lilith yang merah merona.
"Satu ronde apaan? Ini sudah jam enam. Kamu harus segera pulang sebelum Anella curiga," tolak Lilith dengan lembut.
"Hahaha ... Aku cuma bercanda, kok. Tapi sebenarnya aku mau di sini terus sama kamu," ucap Ellard sambil tertawa kecil.
"Aku juga. Makanya cepat nikahin aku, dong," balas Lilith dengan manja. Kedua tangannya melingkar di pinggang pria itu.
"Iya, aku pasti akan meresmikan hubungan kita, kok," ujar Ellard tak mau kalah. "Mau sarapan di luar?" imbuh pria berkulit cokelat itu lagi.
"Hmm, boleh juga. Aku harus mencari tempat sarapan yang paling enak," balas Lilith sambil membuka HP-nya untuk mencari tempat makan yang enak. "Kamu mau makan bubur atau roti pagi ini?" tanya Lilith lagi.
"Bubur aja, deh," jawab Ellard. "Oh iya, jangan lupa sekalian singgah ke pengelola gedung, untuk komplain masalah air dari tadi dia tidak mengangkat teleponku," kata Ellard mengingatkan.
...***...
"Selamat pagi, Bu. Kami penghuni kamar 1313, mau komplain soal air yang kadang nggak lancar," ucap Lilith dengan senyuman mengembang di wajahnya.
"Ah, kalian pengantin baru yang minggu ini baru pindah, ya? Aku baru pertama kali bertemu. Ternyata kalian sama-sama rupawan serasi banget deh," cerocos pegawai pengelola gedung itu dengan ceriwis.
"Wah, terima kasih." Ellard dan Lilith saling bertukar pandang dengan canggung.
"Tapi bisa langsung diurus enggak? Kami harus cepat pergi," ujar Ellard dengan tegas.
"Oke, keluhan kalian sudah aku catat dan tinggal menyampaikan pada pengelola air. Lalu ini ada kunci tambahan untuk kalian, kartu cadangan akses gedung yang kalian minta," jawab pegawai wanita itu.
"Terima kasih," ujar Lilith sambil tersenyum manis.
"Duh, kamu bukan cuma cantik, tetapi juga baik, ya?" Puji pegawai itu dengan ramah.
"Siapa mereka?" tanya seorang satpam yang selisih jalan dengan Ellard dan Lilith.
"Ah, itu pengantin baru dari kamar 1313," kata pegawai tadi.
" Hmm ... Wajahnya kok mirip dengan pemilik apartemen tempat aku bekerja dulu, ya?" celetuk Pak Satpam.
"Hei, mana mungkin. Untuk apa orang kaya menyewa apartemen seperti ini?" bantah wanita tadi.
...***...
"Sayang, aku pergi dulu ya. Jaga dirimu kita bertemu lagi nanti malam." Ellard memeluk Lilith dengan erat, lalu mengecup bibirnya dengan lembut.
"Aku pasti akan merindukanmu." Lilith enggan melepaskan kepergian sang kekasih kembali ke rumahnya.
Setelah berkendara selama satu jam, Ellard akhirnya sampai di depan sebuah rumah mewah. Pintu pagar pun terbuka otomatis.
"Sayang, aku pulang."
"Syukurlah kamu udah sampai, sayang. Aku tadi sedikit cemas karena kamu sedikit terlambat. Gimana perjalanannya? Kamu udah sarapan?" Anella menyambut suaminya dengan sebuah pelukan manja.
"Iya, maaf. Pesawatku tadi delay sebentar. Rasanya capek banget karena harus ke bandara pagi-pagi banget. Tapi aku udah sarapan di pesawat, kok," balas Ellard sembari mendaratkan hidung mancungnya di kening sang istri.
"Makanya lain kali kalau ke bandara di antar supir aja, jangan membawa mobil sendiri," kata Anella. "Ya udah, mandi aja lalu istirahat. Aku udah siapkan air hangat untukmu," balas Anella lagi.
"Nggak usah, aku tadi udah mandi di hotel. Aku mau langsung tidur aja sebelum ke kantor nanti," tolak Ellard.
"Tumben di musim gugur yang dingin gini dia udah mandi pagi-pagi banget?" batin Anella merasa heran.
"Kenapa kamu masih di sini?" ujar Ellard dengan nada agak tinggi.
"Menemani kamu, dong. Masa kamu baru pulang, aku langsung pergi?" balas Anella keheranan.
"Kamu ke kantor duluan aja. Hari ini kan kamu harus mengurus balik nama gedung, tanah dan saham? Lalu gantikan aku di meeting dengan investor pagi ini," perintah Ellard. "Nanti sekitar jam sepuluh, aku akan menyusulmu," sambungnya.
Senyum di wajah Anella langsung memudar, saat mendengar penolakan dari suaminya tersebut. Ini bukan pertama kalinya Ellard menolak pelayanannya.
Anella menutupi rasa sedihnya dengan berpikiran positif. Mungkin saja sang suami memang rasa kecapean, setelah perjalanan bisnis dari luar kota.
"Baiklah, aku akan pergi duluan. Aku set alarm jam sembilan, ya. Kalau kamu nanti mau sarapan lagi, di meja makan ada sup jagung daging sapi," balas Anella dengan lembut.
"Oke, sayangku," balas Ellard dengan senyum hambar.
Bruk! Ellard langsung menghempaskan tubuhnya ke atas kasur empuk, setelah Anella pergi.
"Huh, memuakkan! Aku bosan dengan hubungan ini. Kalau saja dia bukan wanita kaya, aku pasti sudah menceraikannya dari dulu," umpat Ellard dengan kesal.
"Oh, iya. Dia nggak bakal curiga kalau kemarin aku nggak pergi keluar kota, kan? Aku sudah membayar seseorang untuk pura-pura check in pesawat dan hotel di sana, sih."
Pria itu khawatir, kebohongannya selama ini terbongkar.
...***...
"Duh, ini mobilnya Kok nggak bisa hidup, sih?"
Anella berulang kali menyalakan mesin mobilnya, namun tak juga menyala. Dia mulai cemas, karena meeting dengana para investor sebentar lagi dimulaia.
"Kalau begini terus aku bisa terlambat meeting. Kenapa Pak supir nggak bisa dihubungi, sih? Apa dia masih sakit?"
Anella buru-buru masuk ke dalam rumah dan mengambil kunci mobil milik suaminya. Ellard yang telah terlelap, tak sadar jika Anella mengambil kunci mobil miliknya di dalam kamar.
"Sudahlah, pakai ini saja dulu. Nanti aku akan meminta seseorang datang ke rumah dan mengecek mobilku," pikir Anella.
"Loh, apa ini? Kartu akses apartemen? Kok bisa ada di sini?" Anella mengerutkan keningnya.
Kedua matanya meneliti setiap inci kartu yang dia temukan di dasbor mobil tersebut. Perasaan curiga pun mulai menguasai dirinya. Anella lalu membongkar setiap satu mobil, namun tidak menemukan hal aneh lainnya.
"Tunggu! ada satu kejanggalan lagi. Jarak antara Bandara ke rumah kan hanya 11 km? Tapi ini kenapa selisih kilometernya bisa sampai 300 km dibandingkan hari kemarin? Ke mana saja dia membawa mobil ini?" gumam Anella, lalu memfoto semua kejanggalan tersebut.
(Bersambung)
"Selamat pagi Bu Anella," sapa para pegawai di lobby gedung.
"Selamat pagi," balas Anella dengan ramah. "Apa Pak Richard sudah datang?" tanya Anella.
"Belum, Bu. Beliau bilang akan datang agak terlambat, karena hari ini ada meetihg di sekolah anaknya," ujar salah seorang sekretaris kantor, yang berpapasan dengan Anella.
"Huft, syukurlah aku nggak terlambat meeting," ujar Anella lega.
"Cantik banget ya, Bu Anella. Tapi kenapa dia mau sih, melepaskan jabatan sebagai Direktur pada suaminya? Ini kan perusahaan yang susah payah dirintis oleh ayahnya sejak dulu? " bisik beberapa pegawai, setelah Anella melangkahkan kaki dari lobby.
"Percuma cantik, kalau nggak bisa punya anak. Nanti yang meneruskan perusahaan siapa? Lagian kalau jabatannya lebih tinggi dari suami, bisa-bisa suaminya bosan lalu selingkuh," cibir para pegawai perempuan yang iri pada Anella.
"Ssstt! Kecilkan suara kalian. Nanti dia bisa dengar," tegur seseorang.
"Haaah, aku memang mendengarnya, kok. Tapi yang mereka bilang itu benar semua. Jadi aku nggak bisa protes," batin Floretta sedih.
"Permisi, Bu Anella. Ada beberapa berkas balik nama yang harus ibu baca dulu." Salah seorang pegawai laki-laki yang bertemu dengan Anella di depan lift. Lamunan Anella tadi pun buyar seketika.
"Soal apa itu, Pak Alex? Bilang aja di sini," kata Anella dengan lembut.
"Apa semuanya memang mau diganti menjadi atas nama Pak Ellard? Itu artinya sembilan puluh lima persen dari harta milik ibu berpindah tangan menjadi milik Pak Ellard," kata pria yang merupakan notaris perusahaan.
Anella termenung sejenak. Kejadian janggal tadi pagi sedikit membuka mata dan pikirannya. Apakah sang suami benar-benar bisa dia percaya.
"Eemmm, begini saja, Pak. Aset mana saja yang belum diketahui suamiku?" tanya Anella penasaran.
Itu adalah pertanyaan konyol yang dilontarkan oleh Anella. Dia dan Ellard bertemu sejak umur delapan tahun, lalu tumbuh besar bersama. Apa masih ada hal tentang dirinya yang tidak diketahui oleh Ellard?
"Pak Ellard sepertinya nggak tahu soal tanah dan villa di Lembah Verde, dan toko buku tua di kota sebelah, Bu. Karena Pak Ellard tidak pernah membahas dan bertanya tentang kedua tempat itu," kata Pak Alex.
Tak seperti yang Anella duga, ternyata Ellard tak mengetahui villa di tempat terpencil, yang dibeli mendiang ayahnya puluhan tahun lalu.
"Oh iya, masih ada lagi. Segala perhiasan yang ibu simpan di bank luar negeri, juga nggak diketahui Pak Ellard," sambung sang notaris.
"Ya sudah, sembunyikan aset itu. Lalu Rumah dan tanah milik ibuku juga batalkan balik namanya. Selebihnya urus saja," kata Anella setelah berpikir beberapa saat.
"Ibu yakin? Itu masih sekitar enam puluh persen dari semua harta milik Ibu, lho. Apa Ibu ikhlas memberikan enam puluh persen harta itu pada Pak Ellard?" ulang Pak Alex lagi.
Anella mengangguk cepat. "Iya, lakukan saja," jawab Anella sambil melempar senyum. "Aku ingin lihat, apakah Ellard benar-benar bisa aku percaya atau tidak," batinnya dalam hati.
...***...
"Selamat pagi, sayang."
Ellard menyingkap tirai jendela, lalu membuka kaca jendela dan membiarkan udara dingin memasuki kamar mereka yang luas.
"Uh, ini bukan pagi hari, sayang. Tetapi masih subuh," protes Anella, melihat langit yang masih gelap di luar sana. Dia bahkan melihat bulan sabit dan planet Venus berdampingan di atas sana.
"Iya, aku tahu. Tapi ini hari pentingmu, kan?" bisik Ellard sambil tersenyum manis. Tangannya mengusap rambut hitam milik Anella.
"Huh, hari penting? Perasaan aku nggak ada meeting penting hari ini?" balas Anella sambil mengucek matanya yang masih mengantuk.
"Hmm? Kamu lupa? Hari ini masa suburmu, kan? Kata dokter, kalau dilakukan di pagi hari, peluang berhasilnya akan lebih besar. Kamu ingin menggendong bayi mungil yang lucu, kan?" jelas Ellard.
"Wah, kamu mengingatnya? Mata Ella yang tadinya masih mengantuk akibat hembusan udara musim gugur yang sejuk, langsung berbinar-binar.
"Iya, dong. Aku juga udah menyiapkan jus susu almond dan salad alpukat untukmu," ujar Ellard. "Katanya ini bagus untuk persiapan kehamilan dan kamu harus menghabiskannya," kata Ellard sembari menyodorkan segelas susu almond.
"Ya, inilah suamiku yang hangat dan perhatian. Mungkin kemarin dia acuh karena sedang kecapekan," pikir Anella.
"Gimana? Enak?" tanya Ellard.
"Enak banget," balas Anella setelah menghabiskan setengah isi gelasnya.
"Syukurlah kamu suka," kata Ellard tersenyum senang.
"Makasih ya, sayang. Aku sedih banget. Padahal kita udah berusaha sekeras ini, tapi aku nggak hamil juga sampai sekarang," ungkap Anella dengan kedua alis bertaut.
"Jangan terlalu buru-buru. Kita persiapkan pelan-pelan saja. Nggak bagus kalau kamu stress," kata Ellard.
"Iya, aku mengerti," ucap Anella.
"Nanti kalau semua surat balik nama udah selesai diurus, kamu istirahat saja di rumah. Nggak perlu bekerja di kantor lagi," kata Ellard tiba-tiba.
"Huh? Apa?" Anella terkejut mendengar ucapan suaminya itu.
"Kamu udah siap, kan? Aku mulai, ya?" tanya Ellard sambil mengusap pipi sang istri dengan lembut.
Sementara tangan kanan Ellard bergerak perlahan, membuka kancing piyama Anella satu per satu dan melepaskannya dari tubuh sang istri, hingga tak tersisa apa pun.
"Huh! Ternyata gampang banget mengelabuinya. Aku terpaksa melakukan hal ini, biar dia nggak curiga. Semua demi kekayaannya. Dan kamu nggak akan bisa hamil selamanya, karena aku sudah melakukan operasi," batin Ellard sembari memadu kasih dengan sang istri.
"Ah, sial! Nyeri banget! Rasanya setelah ini aku harus meminum antibiotik sebelum rasa sakitnya semakin menyebar."
Ellard menahan rasa nyeri di bagian tubuh tertentu, saat setelah menggeluti sang istri. Dia juga merasakan sakit yang sama, saat bermain bersama Lilith kemarin.
"Ternyata operasi vasektomi ini menyiksa banget. Tapi nggak apa-apa, deh. Aku terpaksa melakukannya, supaya bebas 'bermain' dengan siapa saja. Dan aku nggak perlu memiliki anak dan membagi warisan pada anakku," batin pria itu lagi.
Vasektomi adalah operasi kecil pada saluran reproduksi pria, untuk mencegah kehamilan pada pasangannya. Ellard baru saja menjalani operasi ini beberapa hari yang lalu, tanpa sepengetahuan Anella.
"Kenapa sayang?" Anella melihat sang suami meringis kesakitan.
"Ah, nggak apa-apa. Kayaknya maag-ku kambuh lagi," kata Ellard.
"Aku buatkan bubur gandum, ya?" kata Anella sambil memasang kembali pakaiannya.
"Y-ya, boleh," balas Ellard gugup. Padahal dia hanya berbohong, tetapi rupanya sang istri langsung percaya begitu saja.
"Sebenarnya apa lagi sih yang dia sembunyikan?" pikir Anella curiga.
Rupanya wanita itu menangkap tatapan panik dari sorot mata suaminya. Namun dia nggak terlalu ambil pusing. Anella langsung melesat ke dapur, dan membuat sarapan bubur untuk mereka berdua.
(Bersambung)
"Sayang, kamu cari apa?" tanya Anella bingung.
Setengah dari isi lemari milik suaminya telah pindah ke lantai kamar. Namun pria itu masih tampak sibuk mencari sesuatu.
"Duh, aku mencari dasi yang kamu belikan dari Perancis dulu," jawab Ellard tanpa menoleh ke belakang.
"Sini aku bantu, kamu sarapan aja dulu." Anella meletakkan bubur gandum di atas meja.
"Hmm? Baiklah," kata Ellard. Kebetulan perutnya sudah terasa lapar.
Anella pun turun tangan mencari dasi yang dimaksud dengan suami. Dia menelisik setiap sudut lemari tanpa terlewat sedikit pun.
"Eh, apa ini? Antibiotik?" Milik siapa?"
Anella menemukan sebuah obat di dalam kantong plastik dari sebuah rumah sakit. Kantong plastik itu terlihat sengaja di sembunyikan, karena letaknya yang berada di antara tumpukan baju, yang jarang dipakai oleh Ellard.
"Gimana sayang? Kamu menemukannya?" tanya Ellard yang sedang sarapan.
"Eh, ngg-nggak. Mungkin tertinggal di hotel waktu kamu dinas kemarin," jawab Anella buru-buru. Kedua matanya dengan cepat membaca nama rumah sakit yang tertulis di kantong plastik tersebut.
"Hmm, padahal aku hari ini ada meeting dengan investor dari Perancis. Aku ingin menggunakan dasi itu untuk menarik perhatiannya," gerutu Ellard.
"Sudahlah, pakai yang lain aja, sayang. Semua dasimu kan bagus-bagus. Ah, apa kamu mau mengenakan dasi yang diberikan oleh Perusaan L'caste?" usul Anella.
"Tapi itu kan barang terbatas. Sayang banget kalau hilang," kata Ellard. "Apa jangan-jangan tertinggal di apartemen ya? Aku harus menemukannya lagi, karena harganya sangat mahal," ujarnya dalam hati.
"Pakai ini aja dulu. Nanti akan aku minta dibiarkan untuk mencarinya, Tapi kalau nggak ketemu juga aku bisa memberikannya lagi untukmu. Apa kamu mau sebuah dasi untuk hari anniversary besok?" usul Anella.
"Ya baiklah," Ellard meraih dasi dari tangan Anella.
"Ngomong-ngomong apa kamu sudah menandatangani surat balik nama gedung dan saham? Dibandingkan sebuah dasi, kayaknya itu lebih cocok untuk hadiah anniversary kita," kata Ellard sambil memasang dasi.
Anella menghembuskan nafas panjang lalu berkata, "Sudah kok. Mungkin saat anniversary nanti, semua sudah menjadi milikmu," kata Anella seraya merapikan dasi suaminya.
"Syukurlah ... Kamu tahu kan, ini semua bukan karena aku tamak, tetapi demi kesehatan menjelang kehamilan. Kamu nggak boleh terlalu capek mengurusi perusahaan," jelas Ellard.
"Iya, aku tahu, kok," kata Anella sembari memutar kedua bola matanya. "Atas nama aku atau kamu sama aja kan nantinya juga bakal untuk kita berdua," sambungnya sambil tersenyum manis.
"Kamu memang berhati malaikat, sayang. Sama persis sesuai dengan arti namamu," kata Ellard sambil mendaratkan hidung yang mancung di kening sang istri.
"Huh! Dasar culun! Mudah banget sih dibodohin." Ellard menertawakan istrinya dalam hati.
"Huh, kamu pikir aku sebodoh itu? Sudah cukup aku terlalu percaya padamu selama belasan tahun. Mulai saat ini aku akan menjadi wanita yang cerdas dan mandiri," pikir Anella dalam hati.
Ting! Sebuah pesan masuk ke ponsel Anella.
"Aku sudah menemukan infonya, Bu. Memang benar itu merupakan kartu akses ke dalam gedung apartemen. namun statusnya hanya pinjaman bukan kepemilikan."
Seorang pegawai yang mendadak jadi intel pribadi Anella, memberikan laporan khusus pada majikannya itu.
"Apa aku salah terlalu mencurigai Ellard? Bisa aja kartu itu digunakan untuk meeting dengan klien, kan? Lagipula kalau Ellard menyimpan sesuatu di apartemen, nggak mungkin dia meningalkan kartu itu di mobil, kan?" pikir Anella berusaha positif thinking.
"Ada apa, Anella?" tanya Ellard. Dia melihat raut wajah istrinya mendadak berubah, setelah membaca pesan masuk.
"Oh, nggak kok. Aku lupa hari ini ada janji dengan dokter, hari ini jadwal mama ceck up," kilah Anella. Untung saja Ellard langsung percaya.
...***...
Klinting!
"Selamat da- ... Ellard." Senyum mengembang di wajah Lilith, saat melihat seorang pria tampan yang memasuki toko kuenya.
"Selamat pagi, sayangku." Ellard langsung memeluk Lilith dan mendaratkan bibirnya, ke bibir ranum wanita itu.
"Sssstt! Jangan di sini, ada banyak pegawai." Lilith menarik lengan Ellard, memasuki sebuah ruangan di belakang meja kasir.
"Aku pikir kamu sudah ngelupain aku. Katanya mau datang kemarin malam, ternyata kamu ingkar janji," kata Lilith memasang wajah kesal. "Hampir aja aku melupakan wajahmu," sambungnya lagi.
"Maafkan aku. Aku juga merindukanmu, kok. Tapi kemarin hari suburnya Anella. Aku nggak bisa mengabaikannya gitu aja, biar dia nggak curiga pada kita," kata Ellard.
"Ckk, kenapa kamu masih berhubungan sama wanita itu, sih?" gerutu Lilith kesal.
"Sabar, dong. Nanti kan aku juga bakal sama kamu seharian. Tapi tunggu aku dapatkan semua harta Anella, dan menceraikannya," kata Ellard membujuk kekasihnya itu supaya nggak marah.
"Huh! Iya deh," sahut Lilith.
"Nih, ada sesuatu untukmu." Ellard mengeluarkan sesuatu dari saku celananya.
"Bros baju? Ya ampun, aku kira apa." Lilith mengerutkan keningnya, melihat hadiah pengolahan tersebut. "Kenapa dia membeli barang rongsokan seperti ini, sih? Kapan dia membeli barang bermerek?" gerutunya dalam hati.
"Dia pikir aku bakal memberinya barang mahal? Jangan mimpi! Lebih baik uangnya untuk aku bersenang-senang di pulau tropis," ucap Ellard dalam hati.
...***...
"Ini apa, Ma? Kenapa banyak sekali? Tanya Anela saat sang Ibu memberikannya dua rantang lauk.
"Tentu saja Ini lauk untuk kalian. Besok kalian kan, merayakan anniversary," ucap Nyonya Eleanor, Ibunda Anella.
"Tapi ini banyak banget, Ma. Mama kan harus istirahat, supaya nggak kambuh lagi sakitnya," protes Anella.
"Sesekali nggak apa-apa, kok. Ellard kan menyukai masakan mama. Oh iya, Mama juga menyiapkan sebuah mobil dan kapal mewah untuknya," jawab Nyonya Eleanor.
"Untuk Ellard?" Anella tak percaya, mamanya lebih menyayangi sang menantu, dibandingkan dia sendiri.
"Iya, dia itu terlalu baik untuk menjadi suamimu. padahal sampai sekarang kamu belum memberinya anak," ujar Nyonya Eleanor dengan pedas.
Anella menghela nafas panjang. "Aku lagi berusaha, Ma. Lagian hasil pemeriksaan dokter kemarin, aku sehat, kok." Anella membalas kalimat sang mama dengan lemah lembut, tanpa rasa marah sedikit pun.
"Lalu jangan terlalu memanjakan Ellard, Ma. Dia itu sudah dewasa, dan bisa mengurus dirinya sendiri. Mama fokus sama kesehatan Mama aja," ujar Anella mengingatkan.
...***...
"Aku pulang dulu, ya. Kita ketemu dua hari lagi," ucap Ellard sambil memasang kembali seluruh pakaiannya yang berserakan di lantai.
"Tepati janjimu, ya. Jangan seperti kemarin." Lilith begitu berat melepaskan Ellard untuk pulang ke rumahnya.
"Aku janji, sayang. Di mana lagi aku mendapatkan pelayanan terbaik, selain di sini?" ujar Ellard sambil mengedipkan matanya.
"Cih, tukang gombal!" gumam Lilith dengan lirih. "Sebelum pulang kita mampir ke toko dulu, ya. Aku udah menyiapkan sesuatu untukmu," ucap Lilith. Jemarinya sibuk mengancingkan bajunya yang tampak kusut.
"Oh ya? Apa itu?"
"Rahasia, dong," balas Lilith.
Kedua sejoli itu lalu keluar dari apartemen, lalu berjalan menuju toko roti dan cake yang berada beberapa puluh meter di sebelah apartemen.
"Sayang, dia siapa?"
Ellard dan Lilith kompak menghentikan langkah kaki mereka, saat bertemu pandang dengan seorang wanita cantik bagaikan seorang Dewi Yunani. Suaranya terdengar lembut, namun juga tegas.
"Sialan! Kok dia bisa ada di sini, sih?" umpat Ellard yang tertangkap basah.
(Bersambung)
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!