NovelToon NovelToon

SUAMIKU TERNYATA PRESDIR

BERUSAHA MENDAPATKAN SIK HITAM MANIS

Yang hitam manis

Yang hitam manis

Pandang tak jemu jemu

Nuri sudah sangat terbiasa mendengar suara cempreng seperti kaleng biskuit bekas yang ditabuh itu saat melewati posko tempat dimana orang-orang biasanya melakukan ronda malam, dan biasanya kalau siang hari, tempat itu diambil oleh pemuda-pemuda pengangguran sebagai tempat nongkrong.

Sejak Nuri masih SMP sampai sekarang saat Nuri sudah masuk universitas, setiap melewati posko tersebut wajib hukumnya dia mendengar lagu itu keluar dari sebuah bibir seorang pemuda, bukan pemuda sieh, bisa dibilang perjaka lapuk yang belum menikah sampai sekarang, katakanlah namanya Epul, usianya kini kurang lebih sudah menginjak 37 tahun, Epull adalah laki-laki pengangguran yang kerjaannya tiap hari hanya nongkrong diposko tersebut dan mengganggu gadis-gadis yang lewat, fikir Nuri pantas saja tidak ada gadis yang mau, orang pemalas begitu.

Sik Epul itu tidak sendiri sieh, kadang ada beberapa pemuda lainnya juga, pemuda yang sama-sama pengangguran dan pemalas seperti Epul tentunya.

"Ekehemm ekhemm, adek Nuri udah gede ya sekarang, udah jadi anak kuliahan ya sekarang, perasaan kemarin adek Nur memakai seragam SD sekarang udah jadi mahasiswa saja, adek Nur makin cantik dan manis saja, makin kesemsem abang Epul, abang boleh apel ke rumahnya adek gak ntar malam." itu suara Epul.

Ingin muntah rasanya Nuri mendengar kata-kata yang keluar dari bibir Epul tersebut, namun Nuri memilih tidak menanggapi ocehan sik Epul, dia terus berjalan tanpa menoleh sedikitpun, sebenarnya kalau ada jalan lain meskipun jalan itu jauh, Nuri pasti akan lebih memilih jalan tersebut ketimbang harus melewati pemuda-pemuda pengangguran yang kerjaannya hanya mengganggu dan menggoda saja, namun sayang, jalan ini adalah jalan satu-satunya jalan pulang menuju tempat kediama Nuri.

"Ntar malam abang datang ya adek Nur, tunggu abang."

"Ishhh." gadis berkulit hitam manis itu hanya mendesis menanggapi ucapan Epul, ingin rasanya dia melemparkan diktat-diktat tebal yang ada ditasnya diwajah Epull.

"Emang berani lu bang ngapelin sik Nur, babenya itu lho, wiehhh galaknya ampun-ampunan." timpal salah satu pemuda yang juga nongkrong diposko tersebut.

"Ahh iya, gue ngelupain haji Rojali."

Haji Rojali adalah nama ayah Nuri.

"Adekk Nurr, begitu beratnya halangan untuk mendapatkan adek Nurrr." Epull terlihat nelangsa.

Nuri terus berjalan, tanpa memperhatikan kalau salah satu dari pemuda-pemuda tersebut tersebut terus memperhatikannya tanpa berkedip.

"Woee." Epul melambai-lambaikan tangannya didepan pemuda yang sejak tadi menatap Nuri, entah apa arti dari tatapannya itu, entah terpesona atau entahlah, hanya pemuda itu, Tuhan dan staf-stafnyalah yang tahu.

Barulah pemuda tersebut sadar saat melihat tangan Epul melambai tepat didepan wajahnya.

"Terpesona lu sama sik adek Nur, adek Nur primadona dikampung ini, kalau lu ingin mendapatkannya, selain banyak saingannya, lu juga harus menghadapi babenya yang naujubillah deh galaknya ampun-ampunan, mungkin anaknya bisa ditaklukkan, tapi babenya itu lho, ya Allah, susah banget untuk ditaklukkan." jelas Epul panjang lebar tanpa diminta.

Melihat cara Epul menjelaskan sama sik pemuda itu, sepertinya jelas pemuda itu tidak berasal dari kampung tersebut.

"Ohh ya, sebegitunya ya." gumam sik pemuda.

"Tapi kalau lo mau ngedekatin adek Nur, gue bisa bantu, asal ada ininya...." Epul mempertemukan jari jempolnya dan jari telunjuknya dan menggerak-geraknnya sambil mengedipkan matanya.

Pemuda tersebut tidak menanggapi kata-kata Epul barusan, dia kembali memandang punggung Nuri yang semakin menjauh.

"Gue ikhlas dunia akhirat deh menyerahkan adek Nur untuk lo Dewa."

"Gue gak...."

Laki-laki bernama Dewa itu belum menyelsaikan kalimatnya karna ucapan langsung dipotong oleh suara teriakan Epul yang cempreng.

"Adek Nurrrrr, oh adek Nurrr...."

Karna sifat alaminya manusia menoleh saat namanya dipanggil, begitu juga dengan Nuri, padahal sejak tadi dia cuek bebek dan tidak mau menoleh, dan mendengar suara teriakan sik Epul dia reflek menoleh.

"Salamnya abang Dewa katanya." Epul menunjuk ke arah Dewa yang duduk disampingnya.

Nuri menoleh ke seorang pemuda yang ditunjuk oleh Epul, seorang laki-laki, masih muda, kira-kira usianya mungkin sekitar 25 an gitu, memakai kaos tanpa lengan berwarna hitam dan lengan kirinya dipenuhi oleh tato.

"Ishhh ogah." gumam Nuri tanpa suara dan kembali berbalik untuk melanjutkan perjalanannya.

Sementara itu Dewa, jantungnya berdebar cepat saat netranya bertemu dengan netra Nuri meskipun jarak pandang mereka cukup jauh, tapi itu berhasil memporak-porandakan perasaannya, ini untuk pertama kalinya dia merasakan hal tersebut, sehingga Dewa reflek memegang area dimana jantungnya berada, jantung tersebut berdetak cepat dengan ritme yang tidak teratur.

"Apa yang terjadi sama gue, gak mungkinkan gue jatuh cinta pada pandangan pertama sama gadis itu." batinnya.

Memang sejak pertama melihat Nuri saat lewat didepannya, Dewa tidak bisa mengalihkan perhatiannya sama gadis berkulit hitam manis itu, padahal selama ini banyak wanita cantik, putih, tinggi dengan tubuh seksi berusaha mendekatinya, tapi sama sekali perhatian-perhatian dari gadis-gadis yang berusaha mendekatinya itu tidak pernah digubris oleh Dewa.

"Wahh lo kayaknya benar-benar terpesona ya Dewa sama adek Nuri, mata lo jelas banget menatap adek Nuri dengan penuh damba."

"Sepertinya memang seperti itu." Dewa membenarkan dalam hati.

"Oke lo tenang saja, gue Saepullah bin Jalalludin akbar, gue akan membantu lo untuk mendapatkan adek Nuri, gue benar-benar sahabat sejatikan, rela menyerahkan wanita yang sangat gue cintai sama lo."

Dewa tidak menanggapi, yang ada difikirannya saat ini adalah, dia benar-benar tidak menyangka, dia akan menaruh hati sama gadis kampung pada pandangan pertama, sesuatu yang tidak pernah dia duga sebelumnya.

*****

"Ukhhh kesal banget sieh gue." Nuri menghempaskan tasnya diatas tempat tidurnya kemudian disusul dengan tubuhnya juga ikut dibanting disana, "Sik Saepul sialan itu, bisa tidak sehari saja tidak menganggu gue, bikin bete saja."

"Pantas saja tidak ada wanita yang mau sama dia, siapa coba wanita yang mau sama laki-laki pemalas dan pengangguran begitu." dengus Nuri, bisa dibilang, hampir tiap hari sejak Nuri mengenakan seragam putih biru sampai sekarang sik Saeful itu tidak pernah absen nongkrong diposko itu dan selalu saja mengganggunya dan menggodanya.

Kemudian, fikiran Nuri melayang pada pemuda yang kata Epul menyampaikan salam padanya, laki-laki bertato itu menatapnya dengan pandangan lembut, itu untuk pertama kalinya Nuri dipandang dengan selembut itu oleh seorang laki-laki, namun laki-laki pengangguran, pemalas dan bertato bukanlah tipenya Nuri, Nuri sukanya cowok bersih alias tidak bertato dan pekerja keras, bukannya kerjaannya hanya nongkrong dan mengganggu setiap gadis yang lewat.

"Laki-laki itu siapa sieh, kok gue baru lihat, kayaknya dia bukan anak kampung sini deh, kalau anak kampung sini sieh gue tahu semua."

Saat tengah berfikir siapakah laki-laki yang bersama dengan Epul tersebut, telinga Nuri mendengar pintu kamarnya diketuk dari luar.

"Nurrr."

Itu suara ibunya yang memanggil.

"Iya bu." Nuri bangun dari posisi berbaringnya dan berjalan ke arah pintu untuk membukakan pintu untuk ibunya.

"Ada apa ibu." tanya Nuri saat melihat wanita berjilbab yang telah melahirkannya ke dunia itu berdiri didepan pintu kamarnya.

"Ini lho, ibu cuma mau ngasih ini sama kamu."

Dahi Nuri mengernyit saat melihat amplop yang disodorkan oleh ibunya, "Itu apa bu, uang ya isinya."

Ibu Nurjanah mengangkat bahu yang artinya dia juga tidak tahu apa dari isi amplop tersebut, tadi saat Epul memberikan amplop tersebut dia asal terima saja tanpa bertanya apa isinya, "Ibu gak tahu."

Nuri mengambil amplop tersebut, masih dengan bertanya-tanya, "Ini dari siapa emangnya bu."

"Dari Saepullah."

"Ihhhh." Nuri reflek membuang amplop tersebut dan menggosok-gosokkan tangannya di kain celana jeans yang dia pakai, seolah-olah amplop itu membawa virus penyakit yang harus segera dia hindari, "Kenapa ibu ambil sieh ibu."

"Astaga anak ini, kenapa dibuang sieh." ibu Nurjanah berjongkok mengambil amplop yang dibuang oleh putrinya itu.

"Buang bu, kenapa malah dipungut sieh, kalau itu isinya benda-benda jahat gimana." suudzon Nuri.

"Astagfirullah, jangan suudzon begitu, meskipun begitu-begitu, Epull tidak mungkin berniat jahatlah Nur, gitu-gitukan anak itu juga rajin sholat dimasjid."

"Tapi ibu...."

"Sudah ayok ambil." ibu Nurjanah menjejalkan amplop tersebut ditangan Nuri, "Ibu yakin sik Saefullah itu tidak ada maksud jahat sama kamu."

Terpaksa deh Nuri mengambilnya, Nuri kini masuk ke kamarnya dengan membawa amplop tersebut, meskipun tidak ingin membukanya, namun dia penasaran juga ingin mengetahui apa isi dari amplop tersebut, sehingga karna dorongan tersebut Nuri membukanya dengan pelan, ternyata isinya adalah sebuah kertas.

"Hehh, jangan bilang ini surat." duga Nuri, "Emang kita hidup dizaman kompeni apa, masih ada yang pakai surat-suratan begini disaat zaman serba canggih begini, kolot banget."

Terus kalau gak pakai surat pakai apa, secarakan Epul tidak memiliki nomer lo Nuri.

Nuri membuka lipatan kertas tersebut yang berisi tulisan tangan jelek milik Epull, bunyi tulisan dikertas tersebut adalah.

Asslamualaikum...wrr...wb.

Salam sejahtera abang Epull haturkan untuk adek Nuri.

"Apa-apaan sieh sik Epull itu, formal banget." komen Nuri dan kembali lanjut membaca.

Sebenarnya abang Epull sudah sangat manyukai adek Nur yang cantik dan manis sejak dulu.

"Hoekkk." Nuri menjulurkan lehernya memperagakan orang yang ingin muntah, "Mual gue sumpah."

Tapi apa daya abang Epull kalau sahabat abang Epull bernama Dewa juga menyukai adek Nuri, demi kesejahtraan bersama, abang Epull ikhlas menyerahkan adek Nuri sama Dewa, jadi adek Nur, ntar malam bolehkah Dewa datang ke rumah adek Nur untuk ngapelin adek.

"Dewa, siapa sieh Dewa, jangan bilang cowok yang ditunjuk Epull itu."

Adek Nur tenang saja, abang Epull bisa menjamin kalau Dewa adalah laki-laki yang baik.

"Kalau mau datang, hadapin babe gue terlebih dahulu." gumam Nuri mengingat bagaimana galaknya sang ayah kepada setiap laki-laki yang datang bertamu ke rumah untuk mencari Nuri.

Fikir Nuri, disaat seperti ini dia memang bersyukur punya ayah yang galak dan protektif menjaga anak perempuan satu-satunya itu, namun kadang dia kesal juga sieh, karna gara-gara sikap ayahnya itulah sampai sekarang Nuri tidak pernah merasakan yang namanya pacaran, karna setiap laki-laki yang berniat mendekatinya harus mundur duluan karna tidak tahan menghadapi babenya yang galaknya itu naujubillah.

*****

"Oke, kalau lo mau datang ngapelin adek Nur, penampilan lo harus sopan, kalau penampilan lo kayak preman begini, belum apa-apa lo bakalan diusir duluan oleh babe Rojali." pesan Epull sama Dewa.

"Terus gue harus gimana."

"Supaya penampilan elo lebih mayakinkan dan diterima oleh haji Rojali, lo harus pakai sarung, baju koko, dan pakai peci, nahh, gue yakin dah tuhh, kalau penampilan elo mirip ustadz begitu, langsung bakalan diterima dah lo tanpa syarat oleh babe Rojali."

"Ahhh saran lo ada-ada saja deh Pull."

"Ya terus gimana, masak lo pakai kaos singglet kayak gini, kan gak mungkin, boro-boro disuruh duduk, langsung diusir lo."

"Apa yang kalian rencanakan ini hah." timpal nyak Surti, nyaknya Epull yang mendengar percakapan putranya dan Dewa yang setahunya adalah teman baru anaknya, nyak Surti tidak tahu darimana mereka kenal dan sampai berteman, dia tidak tahu asal-usul teman baru anaknya itu, dan dia tidak tidak peduli selama Dewa bersikap baik, dan memang selama ini Dewa memang selalu bersikap baik, dan kadang teman anaknya yang bernama Dewa itu menginap dirumahnya.

"Ini nyak sik Dewa, dia demen sama adek Nur putrinya haji Rojali, dia berniat untuk ngapelin adek Nur malam ini mumpung malam minggu." lapor Rojali.

"Hah." kaget nyak Surti mendengar apa yang dikatakan oleh Epull, dia yang tadi hanya bertanya sekedar untuk basa-basi doank memberikan perhatiannya sepenuhnya sama Dewa.

"Serius kamu nak menyukai neng Nur."

Dewa akan menjawab, namun didahului oleh Epull, "Ya seriuslah nyak, masak bercanda sieh."

"Diem kamu Epull, yang nyak tanya nak Dewa, bukan kamu."

"Serius kamu nak menyukai neng Nuri." nyak Surti mengulangi pertanyaannya.

Dewa mengangguk, "Serius nyak."

"Urungkan saja niatmu itu nak, cari gadis lain saja ya, dikampung ini gadis cantik tidak hanya anaknya haji Rojali itu, banyak gadis lainnya yang pasti mau sama kamu."

"Emang kenapa nyak."

"Haji Rojali tidak akan mau menerima kamu, dia sangat pemilih, mohon maaf ya nak, kamu jangan tersinggung dengan kata-kata nyak, apalagi kamu tidak berpendidikan seperti Epull, makin besarlah potensi kamu tidak akan diterima, secara neng Nuri itu anak kuliahan."

Dalam hati Dewa tertawa, "Apa penampilan gue yang seperti berandalan ini yang membuat orang beranggapan kalau gue tidak berpendidikan."

"Nyak ini gimana sieh." timpal Epull, "Jangan membuat Dewa berkecil hati donk, ya minimal usaha dulu kek daripada hanya diam berpangku tangan, siapa tahu nasib baik berpihak sama Dewa."

"Nyak hanya real, reall, reall apa itu namanya."

"Reaslistis nyak."

"Ya itu realistis, lebih baik urungkan niatmu itu nak Dewa mendekati neng Nur, daripada nanti nak Dewa sakit hati."

"Terimakasih nyak atas perhatiannya, tapi aku akan berusaha untuk mendapatkan gadis yang aku sukai." Dewa memang seperti itu, kalau dia sudah menyukai sesuatu, pasti akan dia kejar sampai dapat.

"Gue setuju dengan lo men." Epull menepuk pundak Dewa.

"Terserah kamu sajalah nak Dewa, yang penting ibu sudah memperingatkan kamu, toh yang sakit hati kamu sendirikan."

*****

MENJEMPUT NURI

Jadi, hanya bermodal keberanian, Dewa yang ditemani oleh Epull datang tuh ke rumahnya Nuri.

"Assalamualikummmm." Epull mengucapkan salam dengan suara keras agar penghuni rumah mendengarnya.

Terdengar sahutan dari dalam, "Walaikumusslam."

Dan tidak lama pintu terbuka, "Ehh nak Saepullah tho." ternyata ibunya Nuri yang membuka pintu.

"Selamat malam ibu." Epul meraih tangan ibu Nurjanah dan menciumnya.

"Malam Epull."

Epull menyikut pinggang Dewa supaya melakukan hal yang sama seperti yang dia lakukan, mengerti maksud Epull, Dewa meraih tangan ibu Nurjanah dan menciumnya.

"Oh iya ibu, perkenalkan, ini Dewa, teman saya."

Karna diperkanalkan, Dewa menyunggingkan senyum tipis yang dibalas oleh ibu Nurjanah.

"Kedatangan kami kemari untuk bertemu dengan adek Nuri."

"Ohh, kalian mau bertemu dengan Nuri ya."

"Iya ibu, adek Nurinya adakan."

"Ada nak, tunggu sebentar ya."

Dewa dan Epull mengangguk.

"Kalian silahkan duduk dulu, biar ibu panggilkan Nurinya dulu." ibu Nurjanah menunjuk kursi yang ada diteras depan.

Sementara ibu Nurjanah kembali masuk kedalam, sedangkan Epull dan Dewa duduk dikursi yang ditunjukkan oleh ibu Nurjanah.

Gak lama berselang, bukannya Nuri yang keluar, eh malah babenya yang keluar yaitu haji Rojali.

"Ekhem ekhem." suara batuknya saja angker.

Reflek Dewa dan juga Epull menoleh ke arah sumber suara.

"Duhh, kenapa malah babenya yang malah keluar sieh." Epull mengeluh.

"Be." sapa Epull sungkan.

Haji Rojali duduk dikursi yang tersisa, pandangan tidak lekat memandang Dewa, karna dia baru pertamakalinya melihat laki-laki itu.

Epull menendang kaki Dewa sebagai sebuah kode supaya Dewa memperkenalkan dirinya, dan Dewa geh dengan kode yang diberikan oleh Epull.

"Mmm, perkenalkan om, saya Dewa." Dewa mengulurkan tangannya untuk menyalami babe Rojali, sayangnya diabaikan oleh haji Rojali, karna dicuekin begitu, Dewa kembali menarik tangannya.

"Ahh pantas saja nyaknya sik Epull menyuruh gue membatalkan niat gue mendekati Nuri, babenya galak begini."

"Ada perlu apa kalian kemari."

"Ini be, kami mau bertemu adek Nuri."

"Ada apa perlu apa dengan Nuri."

Kali ini Dewa yang menjawab, "Mohon maaf sebelumnya om kalau saya lancang, saya menyukai anak om, dan saya harap om mengizinkan saya untuk mendekatinya." Dewa mengatakan hal tersebut dengan mantap.

Haji Rojali bahkan sampai melongo dibuatnya, pasalnya, ini untuk pertama kalinya ada seorang pemuda yang dengan sangat berani mengatakan kalau dia menyukai putrinya didepan hidungnya sendiri, haji Rojali salut sieh dengan keberanian pemuda bernama Dewa itu, tapi sebagai orang tua, dia tidak mungkin membiarkan anak gadisnya didekati oleh sembarang laki-laki, apalagi laki-laki yang baru pertamakalinya dia lihat.

Epull juga tidak kalah takjubnya saat melihat keberanian Dewa, dia tidak pernah menyangka kalau Dewa akan dengan sangat terang-terangan menyatakan kesukaannya pada Nuri,

"Busett, berani amet sik Dewa ini." Epull mengagumi kebaranian Dewa dalam hati, "Gimana ya reaksi haji Rojali, apakah Dewa akan langsung diusir setelah mendengar kelancangan Dewa."

"Hmmm, saya sangat salut dengan keberanianmu anak muda, tapi untuk saat ini, Nuri masih kuliah, dan belum saatnya untuk suka-sukaan dengan lawan jenis." ujar haji Rojali menanggapi ucapan Dewa, "Sebagai orang tua, saya ingin putri saya menyelsaikan pendidikannya terlebih dahulu, barulah kemudian memikirkan tentang laki-laki, saya harap kamu mengerti."

Dewa mengangguk, "Saya mengerti om." ujar Dewa dilisan, tapi dalam hati dia akan tetap memperjuangkan perasaanya dan mencoba untuk mendekati Nuri diam-diam.

"Baguslah kalau kamu mengerti."

"Kalau begitu kami permisi om."

Haji Rojali mengangguk dan membiarkan kedua tamunya itu pergi.

"Lho, be, tamunya mana." ibu Nurjanah yang kembali keluar untuk membawakan minum untuk tamunya heran saat menemukan dua pemuda itu sudah tidak ada lagi.

"Sudah pulang bu."

"Babe usir lagi ya."

"Jangan suudzon dulu donk bu, mereka pulang atas keinginan sendiri."

"Hmmm." ibu Nurjanah tidak percaya deengan kata-kata suaminya.

"Ayok masuk bu."

Haji Rojali masuk diikuti oleh istrinya, haji menemukan Nuri berdiri didekat pintu, jelas saja Nuri bermaksud untuk menguping, dia ingin tahu apa yang dibicarakan oleh babenya dengan laki-laki bernama Dewa itu, sayangnya ternyata laki-laki itu sudah lebih dulu pulang sebelum dia berhasil mendengarkan apa-apa.

"Ngapain kamu disini, sana masuk."

"Hehe, iya be." Nuri buru-buru ngacir masuk ke dalam kamarnya.

*****

"Habis ini, jalan yuk." ajak Nuri kepada kedua sahabatnya yaitu Juli dan Imel saat perkuliahan berakhir.

"Sorry ya Nurr, bukannya gue gak mau, tapi gue ada rencana sama pacar gue." saat menyebut kata pacar, wajah Juli terlihat berbinar, ya maklumlah, saat ini gadis itu tengah berbunga-bunga karna kembali bertemu dengan kekasih hatinya setelah dua tahun lebih terpisah jarak yang sangat jauh.

"Ihhh gak asyik lo panjull."

"Mel, kalau lo..."

"Sorry juga Nurr, suami gue udah jemput tuh didepan, suami gue itu mana tahan pisah lama-lama dengan istrinya tercinta ini."

"Yahh, pada tega banget dah lo sama gue."

"Makanya Nur, lo cari pacarlah agar ada yang lo ajak kencan, punya pacar itu asyik lho."

"Hmmm." Nuri hanya bisa mendesah mendengar kata-kata sahabatnya itu.

Nuri ingin sieh punya pacar, dan ada beberapa laki-laki yang mendekatinya, tapi sayangnya, babenya yang galak membuat laki-laki yang mendekatinya mundur perlahan.

Karna Imel dan Juli ada kegiatan masing-masing dengan pasanganya, akhirnya Nuri memutuskan untuk pulang. Dan ketiga gadis itu berjalan beriringan keluar kampus.

Begitu tiba diluar, Nuri dibuat kaget saat melihat Dewa yang tersenyum saat melihatnya, laki-laki itu berdiri dari motornya, dan berjalan mendekati Nuri.

"Astagaa, cowok itu, dia ngapain sieh disini, jangan bilang dia mau bertemu dengan gue." batin Nuri.

Penampilan Dewa tidak seurakan kemarin sieh, penampilannya agak rapi sedikit sehingga tidak malu-maluin juga.

"Heh, itu cowok cakep senyumin elo Nur." heboh Imel.

"Dia siapa Nur, lo kenal." Juli bertanya.

"Gak." jawab Nuri, ya memang gak kenalkan.

"Masak sieh, dia kemari lo Nur, kayaknya dia mau nyamperin elo tuh."

"Duhh, dia mau apa sieh sebenarnya."

Dewa berhenti tepat didepan Nuri dan sahabat-sahabatnya, laki-laki itu tidak melepaskan senyum dari wajahnya.

"Hai adek." sapa Dewa.

Nuri hanya membisu tidak membalas sapaan Dewa.

"Heh, kok malah jadi patung sieh lo Nur, lo disapa tuh." Imel menyenggol pinggang Nuri.

"Mmm, lo mau ngapain kemari." ujar Nuri menyuarakan isi hatinya.

"Mau jemput adek, bolehkan."

"Mau jemput gue." ulang Nuri tidak percaya.

"Cie cie, ekhem ekhem, calon pacar nieh ceritanya." Imel menggoda.

Dewa tersenyum simpul mendengar godaan tersebut, dalam hati mengaminkan.

"Apaan sieh Mell, ya gaklah." bantah Nuri.

"Dihh pakai malu-malu segala lo Nur." timpal Juli, "Kayak dengan siapa saja."

"Ihh, apaan sieh lo berdua, gue..."

Sebelum Juli menuntaskan kalimatnya, Dewa memperkenalkan dirinya kepada sahabat Nuri, "Kalian berdua teman-temannya Nuri ya, perkanalkan, saya Dewa." Dewa mengulurkan tangannya.

Imel dan Juli bergantian menyambut uluran tangan Dewa dan memperkenalkan diri mereka.

"Jadi, kak Dewa ini siapanya Nuri nieh, kepo gue."

"Udah gue bilang bukan siapa-siapa gue." Nuri masih kukuh membantah.

"Mmm, saat ini sieh apa yang dikatakan oleh adek Nuri memang benar, saya bukan siapa-siapanya adek Nuri, tapi mungkin besok atau lysa atas seizin Tuhan, saya akan jadi imamnya adek Nuri."

Yang digombalin Nuri yang baper malah Imel dan Juli.

"Ihhh so sweet banget sieh kak."

"Apaan sieh lo Dewa, jangan mengada-ngada deh."

"Ciee Nuri." Imel menggoda.

"Adek Nur, kakak antar pulang ya."

"Gak usah, gue naik angkot saja." tolak Nuri mentah-mentah.

"Jangan nolak ajakan calon imam Nur."

"Dia bukan calon imam gue."

Dewa tersenyum sabar, tidak tersinggung sedikitpun dengan kata-kata Nuri, dia memang begitu, kalau sudah suka akan dia kejar sampai dapat.

Dan akhirnya setelah dipaksa dan atas bantuan Imel dan Juli, akhirnya Dewa berhasil membuat Nuri mau duduk diatas motor bututnya, sejak tadi gadis itu terus saja merengut, tapi Dewa tidak mengapa, fikirnya ini adalah langkah yang bagus.

Bahkan Dewa telah menyiapkan helm untuk Nuri, "Pakai helmnya adek."

Nuri mendengus dan dengan kasar meraih helm yang disodorkan oleh Dewa.

"Lain kali lo jangan jemput gue lagi, apalagi mengatakan hal-hal yang aneh didepan teman-teman gue."

"Emang kenapa, adek malu ya sama kakak yang pengangguran kayak gini."

"Ngapain gue malu sama elo, orang kita gak punya hubungan apa-apakan."

"Dek, izinkan kakak untuk mendekati adek."

Nuri mendelik, dia memang ingin punya pacar, bukan laki-laki yang seperti Dewa juga, siapa coba yang mau sama laki-laki pemalas dan pengangguran seperti Dewa, bahkan orang gilapun tidak mau fikir Nuri.

"Gue dilarang pacaran sama babe gue." itu jawaban Nuri karna tidak mungkin mengatakan hal yang sebenarnya.

"Kalau langsung menikah, apa babe akan setuju."

"Ishhh, apa-apan sieh laki-laki ini, baru juga kenal, omongannya sudah menikah segala." Nuri benar-benar dibuat kesal.

"Kalau pacaran saja gak boleh, apalagi pacaran."

"Hmmm." pasrah Dewa karna saat ini dia harus puas karna belum bisa menaklukkan Nuri.

Karna tidak ingin babenya melihat dirinya dibonceng oleh Dewa, Nuri meminta Dewa untuk menurunkannya didepan gang.

"Turunin gue disini."

"Kenapa tidak sampai depan rumahnya adek saja."

"Lo gila, kalau babe gue lihat, bisa disate gue."

Nuri buru-buru pergi tanpa mengatakan apa-apa apalagi terimakasih.

"Adekkk."

"Apalagi sieh." ketus Nuri.

"Helmnya adek."

Nuri meraba kepalanya, dia dengan cepat melepas helm tersebut dan menyerahkannya pada Dewa, Nuri hanya tidak mau ada penduduk kampung yang melihatnya diantar oleh cowok, apalagi laki-laki itu adalah Dewa, bisa jadi bahan gosip ibu-ibu sekampung dia.

*****

PULANG TERLAMBAT

Hari sudah menjelang magrib saat Nuri dan teman-teman satu kelompoknya menyelsaikan tugas kelompok yang ditugaskan oleh dosen, Nuri sejak tadi menghubungi orang rumah, baik babenya atau ibunya untuk mengabarkan kalau dia akan terlambat pulang karna harus menyelsaikan tugas kelompok, sayangnya baik babe atau ibunya tidak bisa dihubungi sama sekali sehingga dia menyerah menghubungi mereka.

Dan tadi sieh niatnya Nuri akan diantar oleh Rian teman satu kelompoknya, sayangnya Rian tiba-tiba mendapat panggilan mendadak dari orang rumahnya untuk memintanya untuk segera pulang, dan Rian meminta maaf dengan perasaan tidak enak karna tidak bisa mengantarkan Nuri pulang, Nuri tidak kesal ataupun marah, dia bisa memakluminya, toh dia bisa naik angkutan umumkan atau ojek.

Sayangnya dijam segini tidak ada angkutan umum yang beroperasi, sehingga Nuri memesan ojek online, tapi sayangnya, dia selalu dicancel, hal tersebut membuat Nuri jadi nelangsa.

"Duhh gimana ini ya."

Nuri juga kembali menghubungi nomer babenya untuk meminta jemput, tapi nomer ayahnya tidak aktif-aktif juga.

Ditengah keputusasaannya Juli teringat sama Dewa, iya beberapa hari yang lalu Dewa memaksa Nuri untuk memberikan nomer ponselnya, Nuri memberikan nomer ponselnya kepada Dewa dengan satu syarat yaitu meminta Dewa untuk tidak menjemputnya lagi, pasalnya laki-laki itu beberapa hari ini sering banget menjemputnya dikampus dan itu membuat Juli dan Imel semakin yakin kalau Dewa adalah pacarnya dan itu membuat kedua sahabatnya semakin gencar menggodanya.

Dan memang Dewa menepati janjinya, dia tidak pernah menjemput Nuri lagi, tapi laki-laki itu terus-terusan menerornya lewat chat dan juga telpon dan semuanya dicuekin habis-habisan oleh Nuri.

"Apa gue minta dijemput Dewa saja ya." Nuri mempertimbangkan, Dewa pernah mengatakan kapanpun Nuri butuhkan dia akan selalu ada untuk Nuri.

"Iya, gue minta jemput dia saja, inikan bukan karna gue ingin, tapi terpaksa."

Nuri mulai mengetik pesan diponselnya dan mengirimnya ke nomer Dewa.

Nuri : Gue boleh minta tolong gak

Dua detik kemudian Nuri mendapat balasan dari Dewa.

Dewa : Boleh banget, minta tolong apa adek

"Dihhh, cepat banget dia ngebalasnya."

Nuri : Bisa minta tolong jemput gue gak

Dewa : Bisa adek, adek kirim ya posisinya saat ini dimana, kakak langsung otw nieh

"Kesenengan banget dia, tapi apa boleh buat, gue terpaksa meminta tolong sama dia, babe dihubungin nomernya gak aktif-aktif."

Nuri kemudian mengirimkan alamat dimana saat ini berada.

****

Dikamarnya, Dewa yang saat ini tengah mengerjakan sesuatu dileptopnya kaget sekaligus sangat senang saat melihat pesan yang dikirim oleh Nuri, laki-laki itu menutup leptopnya dan bergegas pergi untuk menjemput sang pujaan hati.

"Tunggu abang adek."

Dirumahnya yang super besar dan mewah, Dewa hanya tinggal sendiri, ada beberapa pekerja yang mengurus rumanya, orang tua Dewa sudah lama meninggal dan Dewa tidak memiliki saudara sehingga dia hidup sebatang kara, sebatang kara tapi kaya raya ya gak apa-apalah.

Ada banyak mobil digarasinya, namun Dewa memilih untuk menggunakan motor butut yang biasa dia gunakan saat menjemput Nuri, Dewa memang tidak ingin memamerkan kekayaannya didepan gadis yang saat ini dengan setengah mati dia kejar, dia ingin nantinya Nuri mencintainya dengan tulus, bukan karna hartanya.

Dewa berhenti tepat didepan Nuri, karna khawatir dengan Nuri, Dewa melajukan motor bututnya dengan kecepatan tinggi sehingga tidak butuh waktu lama baginya untuk sampai ditempat dimana Nuri berada.

"Maaf ya adek, kakak lama."

"Lama apaan, lo kecepatan malah, lo ngebut ya."

"Iya, kakak khawatir sama adek, takutnya adek digangguin oleh cowok-cowok iseng, makanya kakak ngebut."

Tersentuh juga sieh hati Nuri mendengar penuturan Dewa, "Coba saja laki-laki yang gue cintai memperlakukan gue dengan manis seperti Dewa, gue pasti bahagia banget, ini sayangnya Dewa, laki-laki pemalas yang kerjaannya hanya nongkrong doank, mana mau gue sama laki-laki pemalas kayak dia, bisa melarat hidup gue nanti."

"Adekk." tegur Dewa saat dilihatnya Nuri diam mematung.

"Ehh."

"Kenapa malah melamun sieh adek, ayok naik kakak anterin pulang."

"Hmmm." Nuri mendudukkan bokongnya diboncengan motor butut milik Dewa.

"Adek pegangan ya dipinggang kakak."

"Gue pegangan dispanger saja." ujar Nuri.

"Baiklah terserah adek saja, buat diri adek nyaman."

Karna ini sudah malam, Dewa memaksa untuk mengantarkan Nuri sampai depan rumahnya meskipun tadi Nuri meminta diturunkan ditempat biasa dimana dia selalu turun.

Nuri sebenarnya was-was, dia takut kalau nanti dimarahin sama babenya kalau tahu dirinya diantar pulang oleh Dewa, tapi Dewa meyakinkan kalau dia akan menjelaskan kenapa dirinya bisa mengantar Nuri, dan entah kenapa Nuri mengangguk mengiyakan.

Dan setibanya didepan rumahnya, Nuri melihat rumahnya gelap gulita yang menandakan kalau rumahnya dalam keadaan kosong.

"Lho, babe dan ibu kemana, kok sepi sieh." batinnya mempertanyakan keberadaan orang tuanya.

Tiba-tiba hujan turun dengan lebatnya, karna tidak tega membiarkan Dewa pulang ditengah guyuran hujan lebat begini, dengan agak terpaksa Nuri membiarkan Dewa neduh diteras rumahnya.

"Lo mending nuduh dulu gieh, ntar kalau hujannya sudah reda lo baru pulang."

"Terimakasih ya adek karna adek membiarkan kakak neduh."

"Iya." jawab Nuri.

"Walaupun gue gak suka sama elo, ya gak mungkin jugakan gue membiarkan lo balik ditengah hujan deras begini, apalagi elo telah menjemput gue." batin Nuri.

"Tunggu sebentar ya."

Dewa mengangguk sementara Nuri masuk kedalam, dia berniat membuat teh hangat untuk Dewa.

Saat akan keluar membawa teh hangat untuk Dewa, Nuri tiba-tiba terpleset dilantai dapur, gelas berisi teh berjatuhan dilantai dengan suara yang cukup berisik.

"Akhhhhh." Nuri reflek berteriak.

Teriakan Nuri bisa didengar dengan jelas oleh Dewa yang duduk diluar, Dewa khawatir sehingga laki-laki itu reflek berlari kedalam untuk mencari tahu apa yang terjadi dengan Nuri, betapa kagetnya Dewa saat melihat Nuri duduk tergeletak dilantai dengan pecahan gelas didekatnya.

"Astagfirullah adek, apa yang terjadi." Dewa mendekati Nuri dengan khawatir.

"Gue jatuh terpleset saat mau membawakan teh untuk lo."

Ada rasa senang dihati Dewa saat mengetahui kalau Nuri akan membawakannya teh, hal itu reflek membuat bibirnya tersenyum tipis.

"Auhhh." Nuri mencoba untuk berdiri, namun ternyata kakinya tidak bisa menopang berat badannya.

"Kenapa adek."

"Gue gak bisa berdiri, kaki gue sakit banget." Nuri meringis menahan sakit.

"Adek, kalau kakak bantuin gak apa-apakan." Dewa meminta izin membantu Nuri.

"Hmmm." Nuri mengangguk pasrah.

Dewa meletakkan satu tangannya dipunggung Nuri dan satunya lagi dia surukkan dibawah tumit Nuri, dan dengan entengnya Dewa mengangkat tubuh Nuri.

"Adek mau dibawa ke kamar."

Nuri mengangguk.

Dewa keluar dari dapur.

"Itu kamar gue." Nuri menunjuk salah satu pintu.

Dewa membawa tubuh Juli ke kamar yang ditunjukkan oleh Nuri.

Dewa tidak pernah menyangka kalau dia bisa masuk ke kamar gadis yang dia cintai, kamar yang didominasi oleh warna biru laut yang merupakan warna kesukaan Nuri.

****

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!