NovelToon NovelToon

Transfer Student

Hari Pertama

Brakkkk

Seorang gadis menjatuhkan seluruh buku tugas di koridor sekolah. Ia terlihat kewalahan mengutip satu per satu buku tersebut. Dengan segera Bastian berlari ke arah gadis itu.

“Kamu enggak apa-apa?’’tanyanya sambil membantu mengutip buku yang berserakan.

Wanita berlesung pipi itu tersenyum, “Eh, iya enggak apa-apa kok.” Ia segera mengutip seluruh bukunya. “Hm, kamu anak baru di sekolah ini?’’

Bastian mengangguk. “Iya, baru pindah,’’ucapnya sambil mengangkat buku-buku yang berserakan. “Hm, aku bantu ya.’’ujarnya menyodorkan diri. Ia lirik jam tangan yang terletak di sebelah kanannya. Jam itu menunjukkan pukul 7.20 WIB. “Kayaknya aku telat nih?

“Kamu enggak telat kok, kita masih ada waktu 10 menit lagi untuk mulai pembelajaran.’’jelasnya sambil bangkit dari duduknya.

“Wah baguslah, kamu mau bawa ke mana buku sebanyak ini?’’tanyanya sambil meletakkan bukunya di lantai.

“Ke kantor guru.’’

‘’Kebetulan, biar aku yang bawa ya.’’ucapnya. “Kenalin Bastian,’’sapanya ramah sambil mengulurkan tangannya.

“Aleksa.’sahut Wanita berlesung pipi tersebut. Ia turut menyodorkan tangannya dan meletakkan bukunya di tembok koridor. ‘’Salam kenal Bas,’’ucapnya dengan ramah.

‘’Eh, salam kenal juga, yuk kita ke kantor guru.’’ajaknya sambil membawa seluruh buku-buku tersebut. ‘’Eh tapi tunggu. Ini combin pin kamu ya?’ujarnya sambil mengambil aksesoris rambutnya dari lantai, dan langsung memakaikannya ke rambut Aleksa.

“Eh, iya’’Leksa tertegun. Ia menatap Bastian tidak berkedip. ‘’Thanks’’

‘’Yuk, sekalian temani aku ke kantor guru.’’

Mereka pun beriringan berjalan menuju ruang guru yang jauhnya kurang lebih lima meter dari koridor. Sesampainya di sana Bastian langsung meletakkan buku di salah satu meja guru sesuai dengan arahan Aleksa. Setelah itu, ia menemui wakil kepala sekolah untuk menunjukkan kehadirannya. Wakil kepala sekolah pun menyuruhnya masuk ke kelas XI PIS 2.

‘’Silakan kenalkan diri kamu.’’

‘’Baik Bu, terima kasih. Selamat pagi semuanya, perkenalkan nama saya Bastian, saya murid baru di sekolah ini. Semoga teman-teman dapat menerima saya sebagai rekan-rekan semuanya ya.’’ucapnya dengan ramah.

“Baiklah Bastian, Ibu rasa sudah cukup. Bastian, kamu boleh duduk di samping Aleksa ya.’’perintahnya sambil memberikan arahan. Bastian mengikuti. Aleksa tersenyum, ia menggeser seluruh bukunya ke arahnya agar Bastian leluasa untuk belajar di sampignya.

‘’Lah, kita sekelas?’’sapa Bastian.

Leksa mengangguk menyetujui. “Jadi bakalan sering ketemu dong.’’ucapnya senang.

Bastian mengangguk. “Hm, Leks, mohon bimbingannya hehe. Semoga kita bisa berteman baik.’’

Aleksa tersenyum.’’Yes! Semoga bisa lebih dari itu.’’ujarnya dalam hati.

Jam istirahat pun tiba, Aleksa langsung mengajak Bastian ke kantin. Bastian memesan bakso tanpa mi, dan minuman softdrink. Begitu juga dengan Aleksa. Mereka duduk di pojokan kantin.

‘’Ini sekolah cukup keren ya.’’pujinya sambil menyantap makanan miliknya.

‘’Keren apanya?’’tanyanya heran dengan pujian Bastian.

‘’Keren karena ketua kelasnya cewek. Hehe.’’candanya memuji Aleksa yang menjadi ketua kelas di kelasnya.

“Ih, kirain kenapa.’’

“Kamu tahu enggak, kalau aku lihat-lihat, enggak nyangka aja ketua kelas cewek imut kayak kamu, penasaran, gimana kamu memimpin kelas.’’

“Eh, jangan sepele ya, gini-gini jiwa kepemimpinanku enggak boleh diragukan. Aku bisa memimpin kelas sesuai harapan guru-guru kita‘’

Bastian mengacungkan jempolnya ke dahi Aleksa.,’’Wop keren banget kamu,‘’

“Ih, kamu apaan sih’’elaknya. ‘’Nih anak, masih baru kukenal, tapi udah langsung nyaman aja ngobrol bareng.’’puji Leksa dalam hati.

‘’Haha, oke deh ibu ketua, aku beneran butuh kamu untuk mengenal lebih dalam sekolah. Siniin handphone kamu.”ucap Bastian sambil mengambil hanphonenya dan menujukkan barcode WA nya. ‘’Scan WA aku ya.’’

Kali ini Aleksa kembali menurut ia menscan barcode milik Bastian.

Bel pun berbunyi, mereka kembali melanjutkan pelajaran. Seusai jam pelajaran, Bastian langsung pulang dengan mengendarai motornya. Namun baru saja ia melajukan motornya perhatiannya terhenti ke lapangan. Ia lihat ekskul sepak bola sedang melancarkan aksinya. Bastian mengalihkan arah motornya ke arah lapangan. Setelah mematikan motornya ia mendekati pelatih sepak bola tersebut. Ia mengenalkan diri dan langsung mengutarakan isi hatinya.

‘’Tim sepak bola ini, tim terbaik dan saya tidak asal-asalan merekrut pemain. Apalagi pemain tidak disiplin, dan tidak menaati peraturan.’’tegas pelatih tersebut.

‘’Saya akan mengikuti aturan Bapak.’’ucapnya dengan penuh keyakinan.

‘’Boleh saya tes kemampuan kamu?’’tanya pelatih tersebut.

‘’Boleh Pak. Sekarang?’’

‘’Silakan’’

Bastian langsung mengganti seragamnya dengan jersey miliknya. Ia memakai jersey warna merah. Diambilnya sepatu bolanya dibagasi kemudian ia kembali ke lapangan.

‘’Saya siap Pak.’’

‘’Silakan pemanasan dulu.’’

‘’Siap Pak.

Bastian meregangkan seluruh tubuhnya, ia juga jogging kecil untuk mengumpan staminanya. Setelah lima belas menit, ia mendekati pelatih kembali.

“Pritttt.’’, Pelatih membunyikan peluit sehingga semua berdiri di hadapannya. Ia sempat memberikan pengarahan sebelum perekrutan anggota baru dimulai.

‘’Seperti biasa, kita tidak sembarangan dalam menerima pemain. Jadi kalian harus tunjukkan bagaimana latihan kita,dan cara main tim kita bagaimana.’’

‘’Siap Pak.’’jawab mereka serempak.

‘’Siapa tadi nama kamu?’’

‘’Perkenalkan, nama saya Bastian, saya murid baru di sekolah ini. Saya sangat ingin bergabung dalam tim ini, mohon bimbingannya teman-teman.’’ujarnya dengan rendah hati.

“Biasa kamu main sebagai apa?’’

‘’Striker’’ujarnya dengan penuh yakin.

‘’Kita tes.’’ucap pelatih. Dia membagi kedua tim. Bastian main ke tim B, dan posisinya sebagai striker seperti yang ia bilang.

Pertandingan langsung dimulai, Bastian adalah tipe pemain yang mengamati terdahulu siapa lawannya dengan menskimming kemampuan setiap pemain, serta posisinya. 20 menit pertama Bastian belum menunjukkan kemampuannya, namun dua lima menit berikutnya ia mulai menunjukkan aksinya. Setelah ia dapat menghandle bola, ia giring bola ke arah gawang. Tiga pemain sekaligus ia lewati dengan mudahnya. Dan akhirnya ia cetak gol.

Bastian tersenyum, salah satu menepuk punggung Bastian, ‘’Kamu hebat, semoga kamu di terima tim ini.’’ucap Andreas nomor punggung delapan.

‘’Siap bro. mohon kerja samanya.’’

Selama empat puluh lima menit pertandingan berlangsung, Bastian sudah mencetak 3 gol berturut. Pertandingan pun selesai. Secara pibadi ia dipanggil oleh pelatih. Ia disuruh istirahat, sementara yang lainnya lanjut latihan.

Bastian duduk di pinggir lapangan hijau itu. Ia kehausan. Diluruskan kakinya sambil menghela nafas panjang.

‘’Minum Bas.’’

‘’Leksa, wohh emang kamu bidadariku.’’pujinya sambil tersenyum semringah. Ia langsung menerima pemberian Aleksa. Bastian meneguknya tanpa tersisa sedikit pun.

‘’Kamu ikut bola?’’tanya Aleksa ingin tahu.

‘’Ehm lagi coba sih, mudah-udahan keterima.’’jawabnya dengan penuh keyakinan.

“Hm, mudah-mudahan enggak diterima.’’ujar Aleksa sembari menunjukkan ketidaksetujuannya Bastian masuk tim itu.

‘’Doa kamu jelek banget sih. Ini impianku.’’cetus Bastian dengan nada sedikit menekan kepada Aleksa.

‘’Aku enggak suka anak bola.’’terangnya singkat.

‘’Nanti lama-lama suka kok. Hehe’’ujar Bastian penuh yakin. Menjadi tim ini adalah impiannya sejak dulu.’’Sa, sorry aku haus banget, beneran kuhabisin. Hehe.’’

‘’Iya enggak apa-apa. Nanti kamu bayar ya.’’

“Berapa.’’

‘’Bayar makan di kantin.’’

‘’Haha, iya nanti aku bayarin pakai uang kamu’’ledeknya

‘’Iss…’’’

Bastian tertawa, ia masih meregangkan ototya.’’Kamu ngapai kok belum pulang?’’

‘’Mau Latihan cherss.’’

‘’Hm, heran lihat aktivitas kamu. Banyak amat, kamu penghuni sekolah ini?’’

‘’Iya,tahu aja.’’

‘’Bastian!’’panggil pelatih sekolah mereka. Bastian langsung sigap.

“Aku tinggal dulu ya Leks, thanks minumnya, kamu memang yang terbaik.’’ Pujinya sambil meninggalkan Aleksa. Ia berlari menghampiri pelatih di tengah lapangan.

“Hm iya ganteng, aku ikhlas lahir batin bawain minuman tiap hari kalau ke kamu. Sejak pagi tadi kamu udah ngambil sepenuhnya hatiku.’’ucap Aleksa dalam hati. ‘’Kamu berhasil mencuri hatiku di pertemuan pertama hari ini.’’sambungnya lagi sambil meninggalkan lapangan.

“Saya terima kamu di sini sebagai pemain dalam tim ini,. Tapi untuk menjadi tim inti di kesebelasan ini, kamu harus lebih kerja keras.’’

‘’Baik Pak, saya akan berusaha.’ucapnya dengan bahagia.

‘’Untuk yang lain, kalian harus dapat bekerja sama.’’

“Baik Pak.’’jawab mereka serempak.’’

Seusai Latihan, Bastian duduk di pinggiran lapangan, masih menyaksikan segala aktivitas. Kapten mereka mendekatinya. Tingginya 170 cm, dengan penampilan rapi dengan kulit sawo matang.

‘’Selamat bergabung di tim ini ya Bro.’’ucapnya dengan ramah.

“Eh, thanks Man, mohon bantuannya.’’jawab Bastian santun.

‘’Kita juga sekelas, aku Deren.’’

Bastian mengangguk, ia berdiri dari duduknya,’’Wah, aku gak tahu. Bakalan seru nih.’’

Deren mengangguk.’’Tapi Bas, aku cuma ingetin sama kamu, kalau tadi cewek yang duduk sama kamu, itu gebetan aku.’’

‘’Siapa? Ketua kelas kita?’’

“Iya ketua kelas kita.’’sambung teman Deren dari belakang. “Aku Theo.’’ucapnya memperkenalkan diri. ‘’Jangan macam-macam kamu Bro.’’ucapnya setengah mengancam.

Bastian tersenyum, ia menepuk Pundak Deren. “Ok Men.’’ucapnya sambil meninggalkan mereka. “

ya.’’

Keesokan harinya saat jam istirahat, Bastian duduk di pinggir lapangan basket. Ia mengamati gerak-gerik anak basket. Hingga terlemparlah bola tersebut ke arahnya. Bastian mengambilnya dan kemudian ia langsung menembak bola itu ke ring. Tanpa sengaja, bola itu langsung masuk ke dalam ring.

‘’Bam’’ bola itu masuk dalam jarak lima meter. Ia mendapat tepukan tangan dari para pemain itu, dan soraksorai dari yang melihatnya. Dalam sekejap, Bastian menjadi pusat perhatian warga sekolah.

Bastian tersenyum, kemudian seolah tidak terjadi apa-apa, Bastian meninggalkan lapangan. Ia meninggalkan kehebohan yang mengalir begitu saja. Tepat di koridor sekolah seorang gadis menghentikan langkahnya.

Gadis itu melemparkan bola ke arahnya. Bastian menangkapnya, kemudian berjalan mendekati gadis manis itu.

‘’Nih, ‘’ucapnya dengan ramah.

“Tanggung jawab kak,’’ucapnya juga ramah. Gadis bertubuh tinggi yang jauh di bawahnya. Rambutnya lurus sebahu. Ia menggunakan kaca mata.

Bastian menghentikan langkahnya.”Lah kamu kuapain.’’

“Satu sekolah heboh karena kamu.’’

“Aku ngelakuin apa?’’

“Udah deh kak,. Enggak usah pura-pura enggak tahu. Kakak, kak Bastian kan? Anak kelas XI PIS 2? Baru pindah kemarin.’’jelasnya sambil mengikuti langkah Bastian.

“Kamu kok bisa tahu?’’

“Kan udah aku bilang kalau kaka buat heboh satu sekolah.’’

“Haha, siapa nama kamu?’’

“Vania. Kelas X PIS 2’’

“Oh, Vania. Kapan-kapan kita ngopi ya,’’ucapnya seraya meninggalkan mereka begitu saja.

Sesampainya di kelas, Bastian langsung duduk di bangkunya. Tak lama Aleksa juga datang diiringi dengan Deren dan Theo. Aleksa terlihat ketus ketika berjalan dengan keduanya.

“Hai, Bas’’sapanya ketika sampai di bangkunya. Ia letakkan seluruh barangnya di meja mereka.

Bastian hanya menaikkan kedua alisnya sebanyak dua kali menjawab sapaan Aleksa. ‘’Kenapa wajahmu masam gitu ibu ketua?’’tanya Bastian ingin tahu. Ia membantu Aleksa merapikan barang bawaanya.

“Bete.’’jawabnya singkat sambil mengambil buku pelajaran selanjutnya.

“Iya aku tahu. Why?’’tanyanya lagi ingin tahu.

“Aku bete sama Deren.’’

Bastian terkejut mendengar jawaban singkat Aleksa. Ia mengulangi pertanyaannya untuk kesekian kali. “Kenapa?’’

“Aku enggak suka anak bola, mereka itu pada sok semua. Mentang-mentang mereka tim terbaik di sekolah mereka suka nganggap remeh.’’jelas Aleksa sambil setengah berbisik ke Bastian.

“Hah, nganggap remeh gimana.’’

“Udah ah Bas, bahas yang lain.’’pintanya masih kesal.

“Hm, aku juga sekarang anak bola loh.’’ucapnya sambil tersenyum.

Aleksa menoleh ke arah Bastian. ‘’Kamu keterima di tim itu?’’tanya Aleksa setengah terkejut.

Bastian mengangguk.’’Iya, hehe.’’

‘’Hm’’Aleksa mendeham. ‘’Doaku enggak dikabulkan ternyata.’’keluhnya dengan menunjukkan wajah kekecewaan.

‘’Idih, wajah kamu udah kayak baju kusut tahu enggak.’’

‘’Biarin.’’

Bastian tersenyum,’’Leksa yang cantik, kamu itu luar biasa ya.’’

‘’Apa lagi?’’tanyanya ingin tahu, namun sesungguhnya ia tersipu dengan pujian Bastian.

“Luar biasa nyebelinnya.’’ledek Bastian sambil tertawa.

Aleksa tersenyum,’’Ih, kamu tuh yang nyebelin. Kan udah kubilang aku enggak suka sama anak bola. Kamu malah masuk ke tim mereka. Kamu tahu enggak, kaptennya mereka si Deren itu nganggapnya semudah itu dapetin seluruh cewek di sekolah. Dia anggap aku mungkin mau sama dia.’’

Bastian tertawa,’’Jangan mudah nyimpulin sesuatu, kalau kamu belum lihat seluruhnya.’’nasihatnya sambil memainkan pena miliknya.

“Hm, kamu masih baru di sini. Enggak tahu apa-apa’’

“Dia suka kamu kan?’’tebak Bastian sambil menunjukkan pena ke wajah Aleksa.

“Lah kamu kok tahu’’

“Jangan pikir aku enggak tahu apa-apa. Buat pengecualian lah Leks.’’

“Iya aku buat pengecualian.’’

“Nah gitu dong.’’pujinya sambil tersenyum. ‘’Itu baru ibu ketua.’’

“Aku memang enggak suka sama anak bola, kecuali kamu.’’jelas Aleksa.

Bastian terkejut. Ia tak menjelaskan lagi karena kebetulan guru mereka langsung datang. Pelajaran pun dimulai, sesekali Bastian memperhatikan gerak-gerik Deren yang terus melihat wajah Aleksa. Dan Aleksa juga mengetahui, malah dia sengaja memberikan perhatian kepada Bastian. Ia berusaha fokus terhadap mapel sejarah yang sedang berjalan.

“Kamu kenapa Bas?’’bisik Aleksa kepadanya.

“Enggak apa-apa Ibu Ketua.’’jawabnya singkat. Bastian terlihat gelisah.

Aleksa mengambil catatannya. Dan menuliskan sebuah pesan singkat.

Bas, perkataanku tadi bukan tentang bola, tapi tentang kamu.

Bastian semakin gugup. Semakin ia mencermati kalimat itu semakin tak karuan pikirannya. Kalau dimaknai, isi kalimat itu, jelas Aleksa suka kepadanya. Bastian tak tahan lagi, ia langsung izin ke toilet untuk menghindari kejelasan makna yang dibuat Aleksa.

Tanpa disadari Deren mengikuti Bastian, ia juga izin ke toilet. Bastian kagetnya luar biasa.

‘’Bas, aku mau minta tolong sama kamu.’’pintanya menghentikan langkah Bastian yang hendak keluar.

“Bantu apa Bro,’’tanya Bastian pura-pura tidak tahu. Namun sebenarnya ia tahu jelas arahnya ke mana.

“Bas, aku beneran cinta sama Aleksa, bantu aku untuk dekat sama dia.’’

‘’Eng, kayakynya aku enggak bisa Bos.’’

“Please Bas, cuma kamu yang bisa cepat akrab sama dia. Aku enggak peduli, mau cepat ataupun lambat, aku akan tetap nunggu.’’

“Hm, tapi aku enggak janji Bos’’ucap Bastian ragu-ragu. ‘’Aku belum kenal benar gimana Aleksa,’’jelasnya.

‘’Aku akan tetap nunggu.’’tegasnya lagi.

Mereka pun kembali ke kelas, Aleksa kembali tersenyum melihat Bastian.

‘’Bas, kita disuruh nyatat apa yang dijelaskan Pak Sas,’’bisiknya sambil menunjuk ke arah buku sejarah halaman 177. ‘’Yang dijelasin Bapak itu sebagian dari sini. Kamu boleh kok lihat catatanku.’’jelasnya lagi.

“Ehm, aku lagi malas nyatat, ntaran aja sih Leks,’’tolak Bastian.

“Mau aku catatin?’’

“Eh, enggak usah ibu ketua, udah terlalu banyak tugas kamu. Aku enggak mau ngerepotin.’’tolak Bastian.

“Kamu enggak ngerepotin kok Bas.’’ ucap Aleksa sambil mengetuk dua kali tangan kiri Bastian yang terletak di atas meja.

Bastian tak menyahut, Ia kikuk, ditariknya tangannya kemudian diambilnya catatannya, dan mulai menggoreskan bukunya dengan penjelasan Pak Sas. Bastian berubah pikiran. Ia berusaha seoalah-olah tidak pernah terjadi apa-apa. Sesekali ia memainkan pulpennya. Bingung mau lanjutkan apa. Dan Sesekali pula ia lirik ke arah Deren yang benar-benar tidak bisa melepaskan pandangannya dari Aleksa. Hal yang wajar memang karena Aleksa itu gadis manis, kulitnya sawo matang, jika senyum ginsul di giginya terlihat, sehingga siapapun yang memandangnya tentunya akan sepaham dengan dirinya. Selain itu, Aleksa gadis yang baik hati, tegas, dan jiwa kepemimpinannya juga membuat siapapun laki-laki akan menuruti perintahnya. Ia juga ketua OSIS di sekolahnya, gadis yang berperan penting dalam segala urusan sekolah.

Rambutnya yang terurai, gaya jalannya yang feminim, serta tutur kata yang santun, menjadikannya layak untuk diidolakan. Kegiatan Aleksa juga banyak, berjiwa sosial tinggi, namun untuk dijadikan teman dekat, Aleksa cukup selektif. Hal iitu juga sempat diceritakan Aleksa diawal, dan ia sempat jujur bahwa Bastian teman yang tepat untuk dijadikannya dekat. Secara terang-terangan Aleksa mengungkapkan bahwa dirinya beneran nyaman dengan Bastian.

Bastian menganggap hal itu hanyalah hal yang wajar. Sebagai orang baru ia harus mampu berbaur dan menempatkan diri sesuai porsinya. Aleksa orang pertama yang ia kenal di sekolah itu cukup membuatnya dengan mudah beradaptasi.

Santai Saja

Seminggu berlalu, Bastian berteman tetap apa adanya. Ia mencoba melupakan apa yang dikatakan Aleksa di hari kedua di sekolahnya. Namun Aleksa menganggapnya tidak demikian. Dia merasa semakin nyaman dengan Bastian, karena menurutnya apapun curahan hatinya Bastian mampu menjawab segala keresahannya. Baik dalam memimimpin maupun memutuskan sesuatu.

“Bas, thanks ya, kamu memang beda dari yang lain. Cuma nasihat kamu yang pas setiap aku diskusi sama kamu.’’ucap Aleksa ketika mereka selesai mendiskusikan masalah almamater untuk OSIS.

“Santai aja kali Leks, macam sama siapa aja.’’jawab Bastian santai.

“Kamu enggak pulang?’’tanya memecah kesunyian.

“Enggak, aku mau tanding nanti Leks.’Kalau aku pulang tanggung balik lagi.’’

“Udah makan?’’

Lagi-lagi Bastian mengangguk. “Tenang Leks, kalau soal makan jangan ditanya. Itu aman. Hehe’’

“Kalau gitu semoga sukses ya Bas.’’

“Amin, makasih Leksa. Kamu juga semoga penampilan kamu nanti lancar ya Leks.’’

“Thankyu Bas. Sampai ketemu nanti.’’

‘Tunggu Leks, ada yang mau kutanya.’’tahannya.

“Apaan?’’tanyanya menggebu-gebu.

“Kalau ada yang suka kamu di kelas gimana?’’tanyanya ingin tahu.

“Kalau itu kamu, aku langsung terima.’’jawabnya cepat dan sangat jujur.

Bastian terkejut setengah mati mendengar jawaban itu. Ia tertawa kecil untuk menetralkan dirinya.’’Bukan aku, Deren beneran suka sama kamu Leksa.’’jelasnya dengan sedikit tenang.

“Aku maunya kamu, bukan dia.’’terang Aleksa lagi semakin jelas.

“Aku enggak suka kamu.’’ucap Bastian tanpa basa-basi. Ia pura-pura menganggap bercanda agar Aleksa tidak sakit hati.

“Enggak peduli.’’ocehnya sambil meninggalkan Bastian. “Sukses untuk pertandingan pertama kamu ya.’’pesannya kepada Bastian.

“Okeh, makasih ibu ketua.’’teriaknya. “jangan lupa pemanasan.’’

“Siap.’’

Bastian hanya tersenyum, saat Aleksa meninggalkannya. Sementara itu, ternyata Deren dan Theo memperhatikannya dari tadi. Theo yang sangat mendukung sahabat karibnya memang kurang suka melihat Bastian hadir di kelas dan di tim mereka.

“Kamu jangan terlalu percaya sama Bastian Sob. Dia orang baru di kehidupan kita. Dia juga playboy kelas teri.’’

“Jangan langsung menjudge. Udah aku pastiin dia itu enggak suka sama Aleksa.’’

“Dari mana kamu tahu?’’

“Aku lihat Bastian punya teman dekat di luar. Aku enggak sengaja lihat dia jalan ke Mall dan bioskop. Mungkin itu pacarnya Bastian ya.’’jelasnya sambil mulai melakukan pemanasan, diikuti dengan Theo. “Hm, aku yakin banget The’’timpanya lagi.

Pertandingan pun dimulai, tim mereka bertemu dengan tim yang pernah Bastian lawan. Permainan mereka tidak sportif. Bastian menatapnya dengan sinis, kapten mereka berlaku curang,. kalau bermain dan memanfaatkan kekhilafan wasit. Bastian yang masih pemain percobaan tidak mengharap banyak dalam pertandingan ini. Dan benar dugaannya, ia dicadangkan.

Ada kekecewaan yang terbesit di benaknya, namun ia berusaha mengendalikannya. Ia sadar bahwa dia pemain baru, yang tentunya tidak dengan mudah untuk mendapatkan posisi inti.

Setelah mereka bersalaman, mereka pun menuju lapangan. Kapten mereka Justin sempat menggoda tim chers terutama Aleksa. Ia membuat tanda love di tangannya kemudian menunjukkannya ke Aleksa. Bastian terlihat kesal. Aleksa yang turut menyaksikan menganggap Bastian cemburu kepada Justin.

Bastian mengarahkan pukulan ke arah Justin. Hal ini justru membuat Aleksa semakin bersemangat memanas-manasi Bastian. Aleksa benar-benar ingin menguji Bastian.

Pertandingan pun berlangsung sengit. Justin cukup menguasai lapangan. Deren dan kawan-kawan cukup kewalahan menghadapi tim Justin. Bastian memanas, ia ingin segera bermain. Ia coba melakukan pemanasan. Namun pelatih juga tidak memasukkannya.

Bastian mendekati pelatih.

“Pak, izin masuk. Satu gol aja, abis itu saya keluar lagi.’’pintanya.

“Kamu tenang disitu.’’pintanya.’’Saya masih mengamati pergerakan teman-teman kamu.’’

Bastian menjauh. Ia kembali duduk. Diperhatikannya pertandingan itu. Ia benar-benar meskiming pertandingan. Namun ia masih dicadangkan.

“Kak Bastian.’’sapa Viona adik kelasnya yang ia kenal waktu itu.

“Eh, Vio.’’

“Hm, sipembuat heboh lapangan kenapa enggak dimasukkan ini?’’sindirnya sambil tertawa.

“Heboh apaan?’’

“Kamu kayaknya memang harus masuk kak. Biar makin seru.’’

“Eh Vio, kalau ngomong jelas kenapa sih. Support aku dong, jangan yang aneh-aneh.’’kicaunya menasihati.

“Justru aku support kamu, makanya ke sini kak. Mungkin karena kulitmu terlalu putih kak, makanya enggak diizinin masuk.’’ledeknya.

“Body shaming kamu. Mau putih, hitam, coklat, enggak ngaruh.’’jelasnya.

“Abisnya kamu putih kali, enggak cocok mainnya bola Kak.’’candanya lagi.

“Bodo amat.’’

‘’Kalau aku bisa masukkin kamu ke lapangan. Kita ngopi ya kak.’’

“Wop siap.’’jawab Bastian cepat.

“Okeh.’’

Viona langsung mendekati pelatih, entah apa yang diomongin Viona, dalam hitungan menit,Bastian dimasukkan ke lapangan.

Viona mengernyitkan alisnya, memberikan isyarat, dan menunjukkan kesombongannya. Ia tersenyum. Bastian masih bingung, namun Ia tidak menyi-nyiakan kesempatan ini. Ia mengangkat kedua ibu jarinya ke arah Viona, dan mengucapkan terima kasih.

Viona kembali tersenyum, ia mengambil kameranya kemudian mengambil foto para pemain. Sementara itu Bastian bermain sangat epik. Bastian bertubuh atletis memang menjadi pusat perhatian. Selain itu, kulit Bastian yang benar-benar putih mulus bersih memberikan pesona yang plus.

Sorak sorai penonton ke arahnya. Membuat lonjakan semangat yang luar biasa. Hingga akhirnya permainan berlangsung seri. Mereka pun bersalaman terhadap apa yang terjadi.

‘’Cewek di sekolah kamu, gadis chers itu cantik juga ya.’’bisik Justin ketika bersalaman dengan Bastian.

“Oh asset kami yang paling mahal, enggak akan mau sama kamu,.’’ketusnya kesal.

“Kita lihat aja nanti.’’

Bastian tak menyahut lagi. Viona langsung melempar tas Bastian ke arahnya. Dengan sigap Bastian langsung menangkapnya.

“Ayok kita ngupi.’’ajaknya sambil menggandeng tangan Bastian keluar lapangan.

Bastian bingung setengah mati melihat adik kelasnya yang luar biasa ini. Ia ngerasa bahwa Viona mirip dengannya. Dalam bergaul sangat mudah akrab. Viona juga memancarkan kepercayaan diri yang luar biasa.

Sesampainya di kafe. Bastian memesan jus jeruk. Viona memilih coklat dingin. Ia tersenyum ke arah Bastian.

‘’Eh, kamu ini sebenarnya siapa sih? Kok rasanya luar biasa kali kamu bisa menghandle pelatih.’’

“Tenang aja kak, kamu akan aman kalau samaku.’’ucapnya dengan penuh keyakinan.

‘’Memangnya kamu siapa?’’

“V I o n a’’ejanya secara perlahan. Ia tertawa. “Aku anak jurnalistik, bagian pempublikasikan di sekolah kita.’’

Bastian tak menyahut. Ia masih mendengarkan.

“Aku tadi sempat bernegosiasi dengan pelatih kak. Kalau dia enggak masukin kamu, akan kuangkat berita mengenai diskriminasi pemain baru.’’

Bastian tertawa terbahak-bahak.

“Kamu benar gila Vi, pantes mukanya berubah gitu. Gokil banget kamu.’’pujinya dengan semangat.

“Hm, ini muji atau apa sih, enggak ada manis-manisnya.’’sahutnya sembari menyeruput minumannya.

“Terserah sama kamu nganggapnya apa.’’

“Udah ah kak, aku enggak mau basa-basi. Aku mau mempublikasikan kamu. Banyak yang minta untuk wawancarai kamu.

“Gila kamu.’’

“Nah itu tahu, pokonya kakak cuma jawab aja pertanyaanku. Ini postifi kok’’terangnya sambil mengeluarkan catatannya. “Aku mau buat artikel tentang kamu kak.’’

“Enggak usah aneh!’’tolak Bastian.

“Kamu enggak bisa nolak kak,’’ujar Viona lagi.

“Hm, okelah, tapi tolong jangan berlebihan.’’pintanya menurut. Bastian tidak mampu menolak, karena ia merrasa berhutang Budi dengan Viona.

Ia memberikan beberapa poin pertanyaan. Bastian menjawabnya dengan santai. Viona cukup asyik diajak ngobrol dan ia membuat wawancara tersebut seperti tidak wawancara formal. Obrolan mereka mengalir begitu aja.

Seminggu setelah pertemuan itu, ia tak lagi bertemu dengan Viona. Sementara itu Deren sengaja menemui Bastian yang sedang asyik duduk di koridor sekolah, menyaksikan segala aktivitas warga sekolah.

‘’Bas, gimana? Udah ada perkembangan belum?’’

“Eh, anu. Oh iya, aku belum gerak. Nanti aku coba bro. tapi aku ingatin lagi, aku beneran enggak janji.’’ucapnya memberi kepastian.

“Iya, tapi aku beneran pengen ngomong sama dia, minimal PDKT dulu bro.’’

Bastian tersenyum,sejenak ia berpikir. ‘’sebegitu sukanya kamu sama Aleksa?’’

“Cinta pertamaku.’’

Bastian tertawa, begitu juga Deren yang sempat malu-malu. Kedekatan itu disaksikan Aleksa. Gadis itu kesal Bastian dekat dengan Deren. Aleksa tidak menyukai Bastian dekat dengan Deren. Ia takut Bastian terpengaruh dengan Deren.

Setelah bel berbunyi mereka pun masuk kelas untuk mengikuti les pertama. Hari ini pelajaran matematika. Diampu oleh Pak Robi yang tegas dan disiplin. Bastian yang tidak menyukai matematika membuatnya jenuh untuk mengikuti.

‘’Leks, nanti jelasin ulang ke aku ya.’’bisik Bastian di tengah pelajaran.

“Hm’’ungkapnya tak ramah, tidak seperti biasanya.

Bastian tak menghiraukannya, ia buka buku catatannya paling belakang, kemudian ia gambar berbagai jenis motor. Bastian tidak mendengarkan. Kemudian ia mengambil minum Aleksa seperti biasa tanpa permisi.

Brakkk

Dalam sekejap Aleksa langsung merampas sehingga botol minum Aleksa terjatuh.

“Tega banget sih Leksa,’’pekiknya setengah berbisik. Walaupun kegiatan mereka sudah mengundang perhatian.

“Biarin.’’

“Apa itu Bastian?’’tanya Pak Robi setengah membentak.

“Maaf Pak, botol minum saya jatuh.’’jawabnya sambil membereskan kericuhannya.

‘’Segera bereskan itu.’’perintah Pak robi sambil melanjutkan menulis di papan tulis.

“Baik Pak.’’Jawabnya membereskan. “Kamu kenapa sih Leks, galak amat hari ini?’’

‘’Aku enggak suka kamu berteman sama Deren. Kan udah kubilang kalau anak bola itu selalu nganggap remeh orang lain. Kamu malah deket sama dia.’’ungkapnya terang-terangan.

“Huft.Leksa, dia itu baik loh.’’Bastian merendahkan suaranya.

‘’Bodoh amat, aku enggak suka kamu deket dia.’’

“Haha, gelo kamu Leks’’ledeknya.

‘’Bastian,Aleksa, sanggupnya kalian ngobrol di kelas saya.!’’tegur Pak Robi.

“Maaf Pak’’sesal Bastian

“Bastian, kamu pindah ke kursi Deren.’’

“Baik Pak.’’keluh Bastian kesal. Ia pun mengemasi barang-barangnya. Deren merasa mendapat keberuntungan hari ini. Akhirnya dia bisa dekat dengan Aleksa.

Aleksa jadi merasa bersalah. Ia melihat wajah Bastian yang datar tanpa ekspresi. Aleksa tahu bahwa Bastian tidak maksud menyakiti dirinya. Namun Aleksa saja yang menanggapinya terlalu berlebihan.

‘’Hai, Leks’’bisik Deren ketika duduk di sampingnya. Ia beneran gugup.

“Hm, diem kamu. Aku lagi malas ngomong.’’sentak Aleksa kesal.

Pelajaran pun dilanjutkan kembali. Aleksa jadi tidak fokus menyimak penjelasan gurunya. Pikirannya terus ke arah Bastian. Ketika jam istirahat, Aleksa mencari sosok teman sebangkunya itu, namun ia benar-benar tidak menemukannya.

“Kamu ke mana sih Bast? Kamu beneran marah ya’’ujarnya dalam hati. Matanya terus menyusuri setiap sudut sekolah.

‘’Eh, nyari siapa kak?’’tanya Viona ketika ketemu di kantin.

“Bastian.’’

‘’Oh kak Bastian, paling di lapangan basket kak.’’

‘’Kamu lihat tadi dik?’’

‘’Enggak sih, soalnya sekarang kayakanya dia ngindarin keramaian’’jelasnya sambil tertawa kecil.

‘’Lah kenapa?’’

“Fansnya, pada sibuk nyariin kak.’’jelasnya singkat.

‘’Oh, kira-kira tahu enggak dia ke mana?’’

Viona tertawa,’’enggak loh kakak cantik.’’

“Oke deh dik, hm hasil wawancara kamu keren’’puji Aleksa. Ketika sudah membaca kisah mengenai Bastian. Mereka jadi tahu sebenarnya Bastian.

Bel pun berbunyi Bastian masuk dan duduk kembali di bangkunya. Kelas masih ricuh, karena mendengar isu bahwa guru Sosiologi tidak hadir hari ini. Aleksa yang tadi sempat dipanggil ke kantor, diberi tugas untuk mengkondisikan kelas agar tidak ribut karena tidak ada guru pengganti.

‘’Teman-teman tolong kondisikan ya. Silakan cari aktivitas masing-masing tapi jangan ribut.’’ucapnya ketika sampai di depan kelas.

‘’Emang kamu siapa?’’cetus salah satu gerombolan cewek.

‘’Ini perintah bukan aku yang buat. Tapi kalau kamu merasa ini enggak penting enggak usah digubris.’’keluhnya kesal.

“Aduh Leks,jangan mentang-mentang ketua kelas, kamu bisa ngatur kita.’’celutuk salah satu teman mereka.

“Eh, Shiren’’sentak Bastian kesal. “Udah jelas tadi kan kalau Aleksa tadi bukan ngatur. Kalau kelas kita ribut, terus mengundang perhatian guru dan kelas lain, toh juga kelas kita yang kenak. Ujung-ujungnya kita dikenal Bengal. Dan Shiren, aku enggak mau gara-gara kamu citra kelas ini rusak.’’ketusnya lagi. Shiren langsung diam karena ia juga menyukai Bastian. Shiren tidak berani komentar lagi.

Mendengar pembelaan Bastian, Aleksa semakin besar kepala. Dengan senyum yang ia tahan ia duduk mendekati Bastian. Namun Bastian langsung menelungkupkan kepalanya di atas meja dengan kedua tangannya langsung bertopang.

‘’Thanks Bas.’’bisik Aleksa.

“Hm, ‘’jawabnya singkat.

‘’Aku minta maaf soal tadi ya, aku enggak berhak melarang kamu main sama siapa aja.’’

‘’Iya-iya. Nanti malam kamu ada jam kosong enggak Leks?’’tanyanya sambil menoleh ke arah Aleksa namun dengan tetap wajah bersandar dengan meja.’’

“Kenapa?’’

‘’Nonton yuk.’’ajak Bastian. “Ada film baru, kamu suka nonton filmkan?’’

‘’Nah gitu dong.’’

“Nanti malam jam 7.00 kita ketemu di sana ya Leks.’’

Aleksa tersenyum.’’Oke. jangan telat.’’

“Sip ibu ketua.’’ucapnya sambil memejamkan matanya.’’ Leksa, tuh, udah aku beliin air minum untuk pengganti minuman yang tumpah tadi.’’ujarnya sambill menunjuk ke ujung meja Aleksa.

‘’Hm, makasih Babas sayang, kamu memang the best.’’

‘’Bodo amat’’ucapnya sambil Kembali memalingkan wajahnya. Shiren tepat duduk di sampingnya. Ia tak berkutik.

Tepat jam 7 malam, Aleksa sudah menunggu di depan bioskop. Tak lama Bastian datang dengan Deren dan salah satu teman ceweknya. Muka Aleksa berubah serratus delapan puluh derajat, sementara itu Deren justru sebaliknya ia sangat Bahagia menunggu momen ini.

‘’Udah lama Leks?’’tanya Bastian basa-basi.

‘’Udah. Kan udah kubilang tadi jangan telat.’’ucapnya manja. Namun wajahnya masih menunjukkan kekesalan.

‘’Sorry, lagian kan masih telat dua menit aja. ‘’

‘’Ya tetap aja telat.’’

‘’Hehe, iya-iya maaf ibu ketua. Oh iya kenalin ini Ola, teman aku.’’

‘’Aleksa.’’ucapnya ramah ia menjulurkan tangannya.disambut ramah dengan Ola.

‘’Ola. Salam kenal Leksa.’’

“Masih ada waktu untuk makan nih, kita makan dulu yuk.’’ajak Bastian mengarah ke kafe yang ada di dekat bisokop.

Mereka menurut, dengan cepat Aleksa menarik lengan Bastian mengiringi langkahnya. ‘’Bast, aku pikir tadi kita berdua.’’

Bastian tertawa.’’Maaf Leksa, tadi aku lupa bilang sama kamu.’’

‘’Hm, kamu memang enggak pernah peka.’’bisik Aleksa lagi. Hari ini ia sungguh berpenampilan menarik. Ia mengunakan rok kembang berwarna hitam bunga dengan kaos lengan pendek. Rambutnya ia gerai.

Setelah memesan menu makanan. Bastian duduk di samping Ola. Deren duduk di samping Aleksa. Mereka berhadapan. Aleksa menatap Bastian kesal. Namun Bastian pura-pura tidak tahu.

‘’Bas, jam berapa filmnya main?’’tanya Ola memecah kesunyian.

‘’’Dua puluh menit lagi. ‘’jawabnya singkat.

‘’Kita duduknya misah atau gimana?’’

‘’Kebetulan dapat satu deretan sih.’’

‘’Hm. Ola sekolah mana?’’tanya Aleksa mengalihkan pandangannya terhadap Bastian.

‘’Tunas Bangsa. Hm, Bastian teman dekat aku sejak SMP.’’jelas Ola. ‘’Oh iya Deren kamu satu tim kan sam Bastian.’’

‘’Iya La. Hehe’’jawabnya kikuk. Jantungnya tak nyaman duduk bersama Aleksa sedekat itu.

‘’Kalian semua sekelas?’’tanya Ola lagi.

‘’Iya,. Kami sekelas. ‘’

‘’Tapi kenapa suasananya jadi canggung gini kalau kalian sekelas, apa Bastian di sana susah bergaul?’’tanya ola penasaran.

‘’Hm, justru sebaliknya, nih anak cepat buat nyaman. Baru sebulan di sekolah, warganya udah pada heboh.’’jelas Aleksa menggebu-gebu.

‘’Haha, Leks, ini kelebihan dia. Kamu kalau lihat penampilan Bastian, kamu pasti nganggapnya nih anak stay cool, enggak banyak omong. Taunya malah kebalikannya.’’sambung Ola sambil menyantap makanannya.

‘Hm, Ola, please calm!’’

‘’Hehe, Oke Bast.’’ujar ola menuruti. Ia beralih kepada Deren.’’Kamu Deren, aku dengar kamu jago main bola. dan kamu juga kapten tim ya.’’puji Ola.

‘’Iya aku kapten tim. tapi untuk menjadi tim inti aku enggak punya kekuasaan untuk menentukan’’jelas Deren seolah-olah memberikan ultimatum ke Bastian untuk tidak mengharap kepadanya.

‘’Bastian bisa masuk tim inti, tanpa bantuan siapapun’’jelas Ola dengan semangat.

‘’Kita bahas yang lain aja ya.’’ucapnya. ‘’Kalau untuk itu, aku juga tidak mengharapkan lebih. Walaupun menjadi tim inti impian siapapun. Tenang y Bro, jangan dijadikan beban. Aku juga akan berusaha semampuku tanpa mengharapkan siapapun.’’ucap Bastian yang memahami maksud dari Deren.

Deren tersenyum, ia melirik Aleksa yang di sampingnya. Aleksa terlihat cuek terhadap Deren. Bagi Deren ini semua tidak mudah. Hampir satu tahun dia mencoba mendekat dengan Aleksa namun perlakuan yang sama tetap ia dapatkan. Namun kali ini ia merasa selangkah lebih maju. Bersama Bastian, ia memperoleh kemajuan dari sebelumnya.

Akan tetapi sebaliknya, Aleksa sedikit terganggu, dengan kehadiran Deren. Apalagi mereka duduk bersebelahan membuat Aleksa tak nyaman. Ia menatap Bastian yang asyik menyantap makanannya. Tak lama mereka pun memasuki bioskop. Ola, Bastian, Aleksa, Deren duduk berderetan.

Deren memberikan minumannya yang dibelinya tadi ke Aleksa, untuk mencairkan kecanggungan. Bastian pura-pura tidak tahu.

‘’La, kita tukar kursi ya.’’bisik Bastian. Ia ingin Bastian duduk di sebelah Aleksa.

Ola menyetujui. Namun Aleksa yang menyadari pergerakan Bastian pun langsung menarik lengannya Bastian.

‘’Sini aja Bas,’’larangnya sambil menarik lengan Bastian kuat.

‘’Leks, enggak mungkin aku di tengah gini.’’

“Hm, udah enggak apa-apa. Kita di sini enggak ngapa-ngapain.’’

“Huft.’’Bastian menghela nafas panjang. ‘’Ibu ketua memang enggak bisa dilawan.’’celotehnya sambil menatap layar lebar yang terpampang luas di hadapan mereka.

Film pun mulai, ternyata film yang mereka saksikan berupa film horror. Ola menarik lengan Bastian karena ketakutan. Begitu juga dengan Aleksa melakukan hal yang sama.

“Gila kamu Bast, aku kirain ini film romance.’’keluh Ola.

“Aku juga enggak tahu kalau ini film horor’’ucapnya yang bingung. Sejujurnya ia memesan ngasal di siang tadi tanpa memperhatikan trailer filmnya terlebih dahulu.

“Ih… serem Bas. Beneran gila kamu.’’

“Kalian itu yang serem, udah hampir gila aku di kursi ini.’’keluhnya kesal. “Ren, kita change duduknya.’’pinta Bastian yang langsung mendekati Deren.

Deren menurut, ia jadi duduk di antara mereka. Aleksa mengikuti gerak Bastian, tubuhnya menngahalu ke arah Bastian.

“Hm, dasar Bastian, diakan cuma pengen lebih dekat samaku.’’ucap Aleksa dalam hati. “Kamu sengajakan? Biar lebih dekat samaku.’’ucapnya lagi dalam hati.

“Awas kalau kamu cengkram lagi tanganku ya Leks.’’ancam bastian sambil mengacungkan kepalan tangannya.

Aleksa tertawa, “Maaf Bas, hehe. Abis kamu salah film.’’

“Iya, pula tadi ngasal ngambil tiketnya.’’ucapnya setengah berbisik.

Mereka pun menonton Kembali. Deren selalu curi pandang kepada Aleksa. Wajahnya menunjukkan ketakutan yang luar biasa, beda dari biasanya. Terlihat imut dan menggemesin, sehingga Deren hanya fokus ke wajahnya Aleksa.

Ola justru anarkis di bangku penonton, jeritannya luar biasa. Terkadang ia menggenggam tangan Deren sekuatnya. Namun Deren tidak merasakannya. Pikirannya hanya ke Aleksa.

Satu jam kemudian film selesai. Mereka pun keluar. Bastian dan Ola berjalan beriringan. Deren mengikuti langkah Aleksa.

“Ehm Bas, kamu pulang bareng Ola kan?’’

Bastian mengangguk menyetujui.

“Ehm Leksa, kamu pulang bareng aku aja ya.’’aju Deren kepada Aleksa.

“Enggak usah, aku naik ojol aja.’’tolak Aleksa kesal.

“Leksa, mending kamu diantar Deren aja. Udah malam kayak gini. Lebih aman kalau sama Deren. Lebih jelas lagi.’’ucap Bastian menyarankan.

“Hm, enggak usah. Mending pakai ojol.’’tolak Aleksa lagi

“Iya Leksa, benar kata Bastian. Kalau ojol kita masih enggak tau gimana karakternya.’’sambung Ola lagi mendukung Bastian.

“Yuk Aleksa.’’ajak Deren tenang.

‘’Hm, okelah. Tapia was kalau kamu macem-macem’’ancam Aleksa.

‘’Iya, aman Leksa.’’

Cemburu

Keeseokan harinya Aleksa terlihat kesal. Ia mencueki Bastian dia tak seperti biasanya. Bastian pura-pura tidak tahu.

“Kenapa Bu? Mukanya kayak pakaian yang baru kering gitu?’’

Aleksa tak menyahut. Ia letakkan tasnya, kemudian ia ambil handphonenya dan menghidupkan music di telingannya.

“Leksa, lagi dapet?’’tanya Bastian lagi.

“Hm,’’

“Kamu terlambat bangun atau gimana?’’tanyanya lagi Bastian. “Udah sarapan?’’

“Bisinglah bas.’’ketusnya kesal

Bastian tersenyum. Ia langsung membungkam dirinya. Hingga bunyi bel istirahat, Bastian tidak mencakapi Aleksa lagi. Ia pergi ke kantin. Memesan makanan, dan minuman. Ia duduk di sudut kantin untuk mencari kenyamanan. Sambil menikmati makanan, ia mengamati aktivitas para siswa. Tak lama segeng cewek datang menghampiri.

“Kak Bastian.’’Sapa salah satu dari para gadis itu.

Bastian tersenyum.’’Hi, why?’’

“Tolong terima kak,’’ujarnya sembari memberikan beberapa surat.

“Oh iya, ini apa’’tanyanya ketika surat tersebut ia terima.

“Baca aja ya Kak. Hm kami ngefans sama kakak’’

Bastian tertawa. Ia meminum air mineralnya.’’Kalian salah orang. Hehe aku enggak seperti ekspetasi kalian loh. Jangan terlalu berharap lebih ya genks.’’ucapnya langsung.

“Justru karena kami udah tahu kakak, makanya kami semakin ingin kenal kakak.’’

“Aku udah ngingatin loh.’’

‘’Siap Kak.’’

‘Hm nyatanya, kakak seramah ini ya.’’puji salah satu dari mereka.

“Hehe, okelah,aku terima suratnya ya, nanti aku baca. makasih ya.’’ucap Bastian.

Theo yang memperhatikan Bastian dikelilingi cewek langsung menjudge bahwa Bastian playboy. Ia langsung mengbarkan berita tersebut kepada sahabatnya Deren.

Hal ini menjadi suatu keberuntungan bagi deren, karena Bastian tidak akan menganggu Aleksa cewek incarannya.

Bel pun berbunyi, seluruh siswa Kembali ke tempat duduknya. Aleksa masih memasang wajah yang sama. Hingga jam pelajaran Kembali dimulai, kali ini pelajaran seni budaya, mereka dikelompokkan untuk menggambar ilustrasi dengan Teknik kering. Kelompok ini bersama teman sebangku. Mau tidak mau Aleksa harus bersama Bastian.

“Leks, kita gambar apa?’’tanya Bastian.

‘’Terserah.’’

“Hm, enggak ada gambar terserah loh’’ledek Bastian sambil mencari referensi.

‘’Oh, kalau gambar orang yang jual temannya agar bisa masuk tim inti ada enggak ya Bast.’’

‘’Maksud kamu gimana Leksa? Kamu nyindir aku?’’

“Hm, kamu kesindir?’’tanyanya Kembali.

“Oh, jadi itu yang buat kamu bertingkah kayak gini. Kamu gelo Leksa.’’celoteh Bastian sedikit bercanda.

“Masih bisa kamu bercanda ya Bas. Aku enggak bisa tidur semalaman karena tingkah kamu kemarin.’’

Bastian menghela nafas Panjang, ia merapatkan tubuhnya ke Aleksa, agar Aleksa tidak menjadi-jadi. Wajahnya sudah menunjukkan kemarahan.

"Kamu salah paham Leksa.’’bisiknya perlahan. “Aku minta maaf ya, jadi buat kamu overthinking kayak gini.’’sesalnya.

“Enggak usah ngeles kamu Bas.’’ucapnya setengah mendorong tubuh Bastian menjauh darinya.

“Ehm, aku enggak segila itu Leksa. Aku memang pingin masuk tim inti, pingin masuk ke tim sekolah ini, sampai bela-belain pindah. Tapi aku enggak sejahat itu Leksa.’’jelas Bastian tenang. ‘’Lagian, harusnya aku ngedekatin pelatih bukan Deren. Kalau Derenkan cuma pemain Leksa.’’

‘’Bodo ah, pokoknya aku enggak suka cara kamu kayak giniin aku.’’

“Hehe, iya-iya aku minta maaf ya. “

“Hm semudah itu ya Bas.’’

“Iya enggak semudah itu sih Leksa. Aku minta maaf ya, mungkin caraku aja yang salah. Tapi kalau kita nonton rame-rame pasti seru. Aku enggak ada maksud macam-macam Leksa.’’

“Hm’’jawabnya singkat

“Kalian gambar apa Bas,?’’tanya guru seni kepada mereka.

“Eh masih bingung Bu. ‘’jawab Bastian terkejut.

“Biasanya kalau masalah seni kamu engak sebuntu ini Bast.’’ucap ibu Hana mendekati pekerjaan mereka. ‘’Kalau Aleksa, pinternya nyanyi, kalau menggambar kayak gini masih proses ya Sa.’’

“Hehe iya Bu.’’

“Ajarin Leksa ya Bas, ibu enggak menuntut kalian untuk bisa semuanya, tapi paling tidak kita juga harus perlu tahu.’’

‘’Baik Bu.’’jawab Bastian sembari tersenyum.

Bastian mulai mencoretkan pensilnya di kertas yang diberikan ibu Guru tadi. Aleksa mencoba mengamati, dan membantu memberikan arsiran Digambar tersebut. Bastian menggambar satu wajah dengan dua sisi yang berbeda. Gambar tersebut menunjukkan dua sisi yang berbeda.

Aleksa mencoba memahami gambar tersebut dengan baik. Perasaan kesalnya terhadap Bastian mulai memudar. Sesekali ia mengamati wajah Bastian yang serius. Menggambar memanglah hobinya. Isi gambarnya mengalir begitu saja.

Akhirnya gambar itu selesai. Mereka disuruh mempresentasikan hasil karya mereka. Walaupun ide itu dari bastian, namun Aleksa sangat mahir untuk mempresentasikannya, seolah-olah dia benar-benar mengerti isi hati Bastian.

“Kamu keren Leksa, tanpa aku jelasin kamu bisa mengeluarkan segala apa yang kumaksud di gambar itu.’’

“Hm’’jawabnya singkat.

“Jangan marah lagi.’’pujuk Bastian. Ia mengeluarkan sebatang coklat dari isi tasnya. “Mudah-mudahan dengan ini mood kamu berubah.’’ucapnya sembari tersenyum. ‘’Aku duluan ya, mau Latihan lagi. Aku minta maaf, kalau caraku salah ya Leks, tapi aku enggak ada maksud apa-apa. Dimakan coklat ya cantik, awas kalau kamu buang, aku datangi nanti ke rumah kamu.’’ucapnya sambil meninggalkan Aleksa.

Aleksa tersenyum. Raut wajahnya berubah serratus delapan puluh derajat. Hatinya begitu gembira menerima sebatang coklat. Tiba-tiba Deren mengagetkan dirinya.

“Leksa, hari ini kami ada pertandingan, mohon dukung kami ya.’’

‘’Hm.’’

“Sampai ketemu nanti.’’

Tepat pukul 15.00 WIB pertandingan dimulai. Seluruh pemain masuk ke lapangan. Kali ini Bastian bermain di babak pertama. Ia dijadikn striker sesuai kemampuannya. Seluruh adik kelas mengagungkan Namanya. Bastian menjadi sorotan public, karena kebiwaiaannya dalam menggiring bola dan menjugling bola. Ia padu padankan kedua kemampuan itu di lapangan yang luas itu.

Namun sebenarnya dalam bermain bola Bastian mengalami trauma psikis yang membuatnya ragu-ragu dalam menembak bola ke arah gawang. Di sekolahnya yang lama, Bastian sering dicadangkan dikarenakan ia tak mau mengoper bola kepada temannya. Bukan tanpa sebab hal itu dikarenakan peluang gol yang lebih besar. Akan tetapi teman-temannya menganggap hal itu, sebagai pemain yang ingin maju sendiri. Pada waktu itu Bastian merasa bahwa teman-temannya tidak dapat mengikuti permainannya sehingga ia tidak menyerahkannya.

“Bastian’’panggil pelatih dari pinggir lapangan.

Bastian bergerak ke arah pelatih.

“Peluang mencetak gol tadi besar, mengapa kamu mengopernya ke Robert?’’

‘’Maaf Pak.’’

“Jangan sia-siakan kesempatan hari ini Bas!’’teriak Pelatih dari pinggir lapangan.

“Baik Pak.’’

Pertandingan kembali berlangsung, Bastian mengoper bola kepada Deren yang berada di daerah lawan, diikuti Theo yang mendampingi. Mereka teman kolaborasi yang epic, Theo bergerak sebagai assiten Deren. Bastian yang memahami itu, mendekati mereka dan memanfaatkan keadaan. Ia berlari sebagai umpan ke arah gawang, sehingga memberi peluang kepada Deren untuk menembak bebas.

Namun Deren tidak memahami maksud dari Bastian, ia Kembali memberikan bolanya kepada Theo, padahal dia berpeluang besar untuk mencetak gol.

“Oh God, Deren’’ujar Bastian sedikit kesal.

Babak pertama pun berakhir, mereka berisitirahat di ruang ganti. Pelatih memberikan evaluasi terhadap permainan mereka.

“Jadilah pemain yang berpikir cerdik, jangan asal main. Asal bertaruh stamina. Pikirkan baik-baik. Beri peluang dan ciptakan gol sebanyak-bbanyaknya.’’

“Bast, kamu ngapain sih main lasak kali.’’celutuk Theo kesal.

“Aku jadi umpan Theo, harusnya kamu manfaatin keberadaanku.’’

‘’Umpan apa, enggak jelas gitu!’’

‘’Eh, kalian itu tim, harusnya saling koordinasi!’’nasihat Pelatih. “Formasi saya ubah.’’

Pelatih pun mengubah formasi. Theo menjadi pemain bertahan. Bastian dan Deren menjadi penyerang, hal ini membuat Theo kecewa dan kesal kepada Bastian. Namun Bastian, tidak memahami itu, karena ia hanya mengikuti anjuran pelatih, dan hal itu hanya untuk kebaikan pelatih.

‘’Oke, semoga kali ini kita banyak mencetak gol.’’ujar pelatih memberikan semangat.

‘’Baik Pak.’’

‘’Baik, semuanya sekarang ke lapangan.’’perintahya.

“Pak, saya izin ke kamar mandi bentar ya.’’

“Jangan lama-lama Bast.’’

“Baik Pak.’’

Bastian pun dengan segera berlari menuju ke kamar mandi. Ia sedikit mengguyur rambutnya agar basah. Setelah itu ia lap wajahnya kembali menggunakan tissue. Bastian pun dengan segera kembali ke lapangan.

Pertandingan dimulai kembali. Alur pertandingan sesuai dengan harapan mereka. Mereka memegang kendali terhadap permainan. Pertandingan selesai dengan angka 3-0.

‘’Walau kita sempat gagal di babak pertama, hasil babak dua cukup memuaskan. Selamat untuk tim, jangan cepat puas. Hasil evaluasi kita bicarakan pada pertemuan berikutnya.’’pujinya sambil membubarkan tim. “Kamu Bastian tinggal di tempat, yang lainnya boleh pulang,’’perintahnya.

Bastian menurut, ia duduk menunggu arahan pelatih. Jelas sekali terlihat pelatih menunggu para pemain pulang. Beberapa orang masih mengamati Gerakan Bastian dan pelatih.Seperti halnya Theo berharap bahwa Bastian mendapat bogeman mentah dari pelatih, karena menggeser posisinya sebagai striker. Ia benar-benar menunggu momen itu. Hingga ia rela melambatkan jalannya agar dapat menyaksikan harapannya.

Namun nyatanya pelatih menyuruhnya duduk di sampingnya. Bastian mengikuti. Ia menatap jauh lapangan yang masih lalu Lalang orang

“Apa yang kamu ketahui tentang sepak bola Bast?’’

“Permainan tim, yang harus mencetak banyak gol.’’

“Saya sudah cari tahu kenapa kamu selama ini dicadangkan di sekolahmu yang lama.’’

Bastian terdiam. Ia tak menyahut sepata katapun, tiba-tiba pikirannya jauh melayang.

“Lalu kenapa kamu pas masuk tim main ini caramu berubah?’’

Seketika Bastian terkejut, ‘’Maksudnya Pak?’’

Lelaki itu tersenyum, kemudian menepuk Pundak Bastian secara perlahan sebanyak tiga kali. “Sepak bola itu memang permainan tim, tapi sepak bola juga permainan individual. Kita sebagai pemain, harus bisa memutuskan sekali-kali, kapan kita bermain tim, dan kapan pula bermain individual.’’jelas Pelatih sembari tetap menepuk Pundak Bastian.

“Jadi maksud Bapak, saya enggak apa-apa bermain dengan cara saya seperti di sekolah saya dulu.’’

Pelatih itu berdiri.

“Kamu pikir aja baik-baik Bast, kamu yang nyimpulin sendiri.’’ucapnya sambil meninggalkan Bastian. “Sepak bola bukan hanya tim, tetapi juga individualis’’jelasnya lagi sambil menjauh meninggalkan Bastian.

Tepat pukul 15.00 Wib, Aleksa datang ke rumahnya Bastian. Seorang lelaki tua menyambutnya dengan ramah. Dilihat dari fisiknya bahwa beliau adalah pemilik rumah yang ditinggali Bastian. Dengan mengenakan sweater dan training Panjang, Bastian tiduran di ruang tv. Ia terlihat terkulai lemas. Wajahnya pucat.

“Bast, bangun, ini ada teman kamu jenguk.’’kata pria tua itu sambil menggoyangkan tubuh Bastian perlahan.

Bastian membuka matanya, ia baru sadar selang beberapa menit bahwa Aleksa menjenguknya ke rumah. Bastian pun berusaha duduk namun Aleksa melarangnya. Begitu juga dengan lelaki tua itu.

‘’Udah, kamu tiduran aja, ‘’larang Aleksa.

“Ibu ketua, maaf aku ngerepotin’’ucapnya lemah. Ia berusaha untuk bangkit dari pembaringannnya.

“Ngerepotin apa?’’tanyanya kesal.’’Udah ih, bobok aja situ’’ucap Aleksa sambil mendekati Bastian, dan memegang badannya untuk tidur kembali. Aleksa memegang kepala Bastian.’’Panas banget badan kamu Bas’’

‘’Obatnya minum dulu Bas.’’perintah kakek Hamid kepadanya.

“Udah tadi Kek.’’ucap Bastian.

“Nak, kamu sekelasnya Bastian?’’tanya lelaki itu dengan ramah.

“Iya kek, dan juga Leksa teman sebangkunya Kek.’’sahutnya memperkenalkan diri.

“Apa Bastian di sekolah punya teman yang gak menyukai kehadirannya?’’tanyanya lagi menginterogasi.

“Setahu Aleksa enggak sih Kek, karena Bastian humble orangnya. Malah banyak yang ngefans sama Bastian.’’jelas Aleksa sambil tersenyum.

“Apa itu ngefans?’’

‘’Kayak kagum gitu Kek. Banyak yang suka sama Bastian Kek.’’

Bastian tersenyum.”Kamu ngomong apa sih Leksa?’’.

“Kenyataan’’jawab Leksa spontan.

‘’Leksa, kakek tinggal dulu ya, kakek mau istirahat.’’tuturnya sambil meninggalkan Leksa dan Bastian. ‘’Kalau memang kamu haus ambil sendiri ke dapur ya Nak.’’

“Kamu jangan ngomong hal yng berlebihan Leksa.’’pinta Bastian perlahan. Ia tersenyum memperhatikan Leksa yang tampil feminim.

“Aku enggak berlebihan. Aku ngomong apa adanya.’’celutuknya lagi.’’Ehm, udah diem, jangan banyak omong lagi Bast.’’larang Aleksa. ‘’Kamu lagi kurang sehat, biar cepat sembuh.’’

Bastian tertawa. Ia bangkit dari pembaringannya secara perlahan, dan menatap Aleksa hangat. ‘’Kamu ini, kadang naifnya enggak jelas.’’ujarnyabercanda. “Mau minum apa?’’tanyanya ramah.

“Enggak usah Bas, nanti kalau haus aku ambil sendiri.’’

Bastian menghela nafas panjang. Ia mengamati Aleksa yang masih menatapnya dengan kerinduan. Baju lengan panjang dengan rok mini berwarna pink meyelimuti kulit bersawo matang itu. Tak lupa aksesoris rambut yang selalu ia kenakan, sehingga tampilannya terkesan manja.

“Selain aku siapa lagi yang udah menjengukmu Bas?’’tanyanya mulai serius.

“Ehm, kalau dari teman kelas udah banyak, termasuk Shiren dan kawan-kawan. Adik kelas kita juga iya. Heran aku dapat alamat dari mana.’’

“Berarti aku bukan yang pertama.’’

“Bukan, kamu telat ibu ketua. Padahal kehadiranmu paling kutunggu untuk ngerjain tugas-tugas yang ketinggalan.’’ujarnya sambil tertawa. Ia sedikit bercanda, namun candaan itu sudah membuat Aleksa mengangkasa tak terkira. Mendengar ucapan Bastian ia tersipu malu.

“Jadi sekarang masih ditunggu?’’tanya Aleksa lagi.

“Hm, sekarang udah enggak ditunggu sama sekali.’’tolaknya dengan senyum semringah. ‘’Kamu bawa apa Leksa?’’

“Bawa dimsum.’’jawabnya singkat. Kemudian ia mengeluarkan makanan itu dari palstiknya. Ia berpindah duduk dan membawa makanan it uke dekat Bastian. Bastian menggeser dirinya menjauh.

“Lah kamu kenapa menjauh?’’tanya Aleksa kesal.

“Enggak percaya diri aku dekat kamu. Beberapa hari ini belum mandi.’’jelasnya.

Aleksa tertawa. Ia semakin mendekati tubuhnya ke arah Bastian. ‘’Bodo amat.’’

“Hm, lagian baru ini aku lihat orang sakit bawa dimsum. Enggak habis pikir aku.’’ledek Bastian lagi.

“Ih., kamu ini.’’Aleksa mencubit perutnya Bastian.

“Auuu’’Bastian berteriak sekuatnya. Matanya berkaca. Ia memegangi perutnya. Seketika aleksa merasa bersalah. Ia terkejut dengan respon Bastian yang berlebihan seperti itu.

“Maaf Bas,’sesalnya dengan sungguh-sungguh. Ia benar-benar menyesal. Namun Aleksa penasaran mengapa Bastian responnya sangat tidak memaksa. ‘’Kamu kenapa Bas?’’tanyanya lagi. Aleksa langsung menghempaskan baju Bastian. Betapa kagetnya dia ada perban di bagian perutnya.’’Bas, kamu kenapa?’’tanyanya kaget.

Bastian masih meringis kesakitan. Terlihat dari wajahnya ia masih menahan tangis.

“Kamu kenapa Bas?’tanyanya lagi. Mengulang pertanyaan yang sama. “Itu kenapa?’’tanyanya. Ia benar-benar penasaran. “Aku tanya kakek ya.’’ujarnya sambil berupaya meninggalkan Bastian. Namun dengan segera Bastian langsung menarik Aleksa mendekapnya hingga ia terduduk kembali.

“Ssst, jangan kasih tahu Kakek’larangnya.

‘’Kakek enggak tahu?’’

Bastian menggeleng. ‘’Diem, udah sini aja kamu, jangan ke mana-mana’’perintah Bastian. “Kamu jangan bilang, ntar kakek makin khawatir. Kamu enggak kasihan, di umur kakek yang lanjut itu, dibebani dengan tingkah anak muda seperti ini?’’

“Makanya bilang kenapa!’’rengeknya manja. “Kamu kenapa Bas? Dari tadi bukannya dijawab.

“Hm, gimana mau jawab, kalau yang kamu cubit sakit banget kayak gini. Mau mati aku nahankannya Leks.’’keluhnya kesakitan.

“Maaf Bast.’’ucapnya sambil membelai rambut Bastian. ‘’Aku beneran enggak sengaja.’’

‘’Sakit tau.’’

“Jadi kamu kenapa?’’

“Hm, enggak apa-apa ini masalah cowok.’’

“Idih, gayanya masalah cowok. ‘’ledeknya. “Cowok mana yang bermasalah sampai kayak gini. Bas, kamu gila ya, kamu sampai demam kayak gini pasti karena diperban itu.’’

“Pelanin suara kamu. Kakek tidur.’’larangnya.

“Masalah cowok, tapi meringis kesakitan gitu. Kasih tau enggak! Nanti aku kasih tau kakek nih’’ancam aleksa dengan seolah-olah setengah teriak.

“Hm ambilin aku minum dulu. Eh, kamu baru pertama ke sini ya.’’celotehnya asal. “Leks, tolong ambilin minum ya. Kalau kamu haus ambil mandiri ya.’’

“Siap Bos, di mana dapur kamu?’’

“Di mana-mana dapur di belakang. Kamu lurus aja, nanti ada dua kamar lewati terus kamu belok kanan, di samping ruang makan itu dapurnya’’jelas Bastian setengah meringis. Aleksa Pun menurut, lima menit kemudian dia membawa air hangat untuk Bastian, dan minuman kaleng di tangannya.

“Aku enggak suka air hangat Leks, maaf ngerepotin, bisa enggak kamu bawain air biasa?’’

‘hm’’ucapnya dengan singkat. Ia meneguk air sodanya, lalu pergi meninggalkan Bastian. Tiga menit kemudian ia kembali. ‘’Nih, sayang aku.’’sanjungnya sengaja.

“Makasih Leks. Maaf ngerepotin.’’sahut Bastian mengabaikan kata sayang yang berada pada kalimat akhir Aleksa.

“Sekarang kamu certain, itu kenapa yang?’’ulangnya lagi

Bastian menarik nafas dalam. Ia mengambil obat anti nyeri kemudian meminumnya. Dengan sabar Aleksa menunggu.

“Mungkin ada kesalah pahaman di sini Leks. Dia nganggap aku caper sama pelatih.’’ungkapnya dengan setengah menggantung.

“Jadi ini tentang bola? Kan udah aku bilang enggak usah masuk ke tim itu. Mereka itu sok semua loh Bast’’.

“Leksa masih mau dengar?’’celutuk Bastian setengah menekan nada bicaranya. Aleksa mengangguk. ‘’Pulang Latihan, dengan sengaja dia dorong aku ke dekat pagar kawat yang ada di sekitar lapangan. Ehm mungkin enggak sengaja, tapi rasaku dia kesal sih.’’sambung Bastian lagi.

“Nah terus dia bantui kamu enggak?’’

Bastian menggeleng. ‘’Mungkin dia enggak tahu kalau dorongannya itu kuat dan nyentuh kawat itu.’’sangkal Bastuan berupaya berpikir positif.

“Itu namanya sengaja Bast. Kalau enggak sengaja pasti dia bantuin kamu.’’

Bastian tersenyum tipis. Ia kembali meneguk minumnnya. “Ehm, ntahlah cukup dia yang tahu niatnya.’’

“Siapa orangnya itu? Biar aku labrak tuh orang.’’

‘’Ih enggak usah, ini urusan lakik, kalau kamu cari tahu kayak gitu. Aku kayak ngadu sama kakak aku, terus kakak aku mau mukulin siapa yang lukai adiknya. Bisa gila aku Leks’’kata Bastian sambil tertawa kecil. “Udahlah Leks, enggak usah dibesarin, seiring dengan waktu terjawab kok’’larang Batsian. ‘’Kamu fokus aja ke tim cherrs kamu’’saran Bastian.

“Ini enggak bisa dibiarin Bast, udah nyelakain orang itu namanya.’’jelas Aleksa lagi. ‘’Kamu sih, udah aku bilangin enggak usah masuk tim bola tetap aja ngeyel.’’keluhnya kesal. “Mereka itu banyak enggak bagusnya.’’

Bastian tersenyum.’’Jadi Leks, dimsum itu mau diapai? Boleh dimakan kan?’’tanyanya mengalihkan.

“Ih, kan ngalihin. Kamu itu enggak pernah dengar kalau aku bilangin.’’

Bastian menarik dimsumnya ke arahnya. Kemudian ia membuka makanan itu dan melahapnya. ‘’Makasih Leksa, kamu memang enggak ada duanya.’’puji Bastian.

“Nah, tuh tau. Makanya cepetan jadiin aku pacar kamu.’’celutuk Alekksa asal.

“Uhuk-uhuk’’seketika Bastian terbatuk mendengar celutukun Aleksa.

“Idih, bercanda Bast.’’Aleksa memberikannya minum.’’Jangan dibawa serius, tapi kalau mau diseriusin juga boleh.’’ledeknya lagi.

“Uh, dasar! Kamu mau bunuh aku secara perlahan?’’

“Abisnya kamu jadi cowok enggak pekaan kali sih Bas.’’hardik Aleksa kesal. “Disindir-sindir juga, sampe diungkapin langsung juga tetap aja.’’

“Leks, udah enggak usah ngomel mulu. Nih bantuin aku habisin makan yang kamu bawa.’’perintah Bastian. Dia tidak memperdulikan kejujuran Aleksa.

“Hm, kamu parah Bast.’’

Tak lama handphone Bastian berdering. Ada telepon dari Vania adik kelasnya, anak jurnalis yang membuat Bastian semakin terkenal di sekolahnya. Akibat artikel yang diteritkannya Bastian menjadi sorotan utama. Setiap hari Bastian harus mendengar jeritan adik-adik kelasnya dan buat Bastian menjadi semakin tidak nyaman dengan teriakan itu. Privasinya juga semakin terganggu. Ia tidak bisa tenang dengan keadaan seperti itu.

“Ehm, aku enggak di rumah.’’tolak Bastian agar Vania tidak mampir ke rumahnya. Berulang kali Bastian mengucapkan hal yang sama. Sementara itu Aleksa mengamati sambil memakan dimsum yang ia bawa tadi.

“Aaaaa’’ujarnya tanpa suara memberikan isyarat. Tanpa sadar Bastian menurut, ia membuka mulutnya, Aleksa menyuapi Bastian. Aleksa tersenyum, kemudian mengacungkan jempolnya. Ia sangat senang Bastian tidak menolaknya.

“Hm, aku lagi check-up. Lagian besok aku udah sekolah. Kita ketemu besok aja.’’ujarnya sambil mematikan teleponnya.

“Ehm siapa yang?’’tanya Aleksa lagi mengusili.

Bastian mencubit pipi Aleksa. “Kamu ini.’’ucapnya sambil meneguk kembali air minumnya.

“Hehe, abisnya serius banget. Siapa?’’tanyanya lagi. “Kamu sampai bohong gitu?’’

“Terpaksa.’’jawab Bastian singkat. ‘’Sejak dia dekat samaku, aku jadi enggak dapat privasiku. Enggak nyangka aja sampai separah itu.’’terangnya.

‘’Siapa? Vania?’’

Bastian mengangguk.’’Ntar, entah apa lagi yang diberitakannya. Lagian aku enggak suka banyak yang tau.’’

“Hm, Bast, sejak kamu datang ke sekolah, kamu harus nerima kalau kamu banyak yang suka. Terutama prerempuan.’’

“Lah kenapa?’’

“Hm, kamu mau dengar review jujur dari aku ?’’tanyanya lagi.

“Ya ampun Leksa, tinggal jawab aja loh.’’

“Kamu humble, pintar, enggak sombong, udah gitu wajah kamu yang katanya tampan itu, enggak kayak cowok-cowok lain. Yang suka caper ke cewek, enggak sok ganteng, bahkan lebih cenderung menghormati orang lain.’’

Bastian menarik nafas dalam. “Lah standarnya, masih manusiawi juga.’’

“Hm, tau ah Bast. kan tadi kamu yang nanya.’’celutuk Aleksa. “Udah sore Bas, aku balik ya.’’

“Hm, aku antar?’’

“Gaya banget sih sayang.’’ledeknya lagi sambil mengusap kepala Bastian. “Aku pulang dulu, jangan kangen. Cepat sembuh sayang aku.’’sanjungnya lagi. “Aku pulang dulu. Kalau aku telepon, kamu jangan bohong kayak sama Vania tadi ya.’’

“Iya hati-hati Leks. Makasih udah jenguk. Maaf ngerepotin.’’ucapnya lagi.

“Iya sayang, cepat sembuh ya. Love you.’’ungkapnya dengan lembut.

“Gelo kamu’’hardik Bastian. “Hati-hati.’’

Baru saja Aleksa hendak pamit kepada kakek Hamid langkahnya langsung terhenti oleh seorang Wanita yang baru turun dari mobil Raize warna merah. Wanita itu masih terlihat muda, ia berpenampilan elegan. Kaca mata hitam yang ia sampirkan di kepalanya menambahnya menjadi menawan. Aleksa benar-benar terpana akan kecantikannya.

“Hai sayang.’’sapanya ramah ketika mereka langsung bertatap muka.

Aleksa kikuk menjawabnya. Bastian langsung menoleh ke arah mereka. Wanita itu langsung cipika-cipiki terhadap Aleksa.

“Hm, kamu pasti pacarnya Bastian ya.’’ucapny adengan pebuh yakin.

Mendengar perkataan itu Aleksa langung mengurungkan niatnya untuk pulang. Ia tersenyum menatap Wanita itu.

“Bukan, saya cuma teman Bastian, Tan.’’jawabnya untuk mengetahui respon lanjut dari Wanita itu.

“Jangan buru-buru pulang ya, tante baru datang. Tante mamanya Bastian.’’tuturnya ramah sembari menggandeng tangan Aleksa, membimbingnya untuk duduk kembali. Aleksa menurut.

“Hai sayangnya mama.’’sapanya lembut dan langsung memeluk Bastian. Wanita itu langsung mengecup kedua pipi anaknya. ‘’Mama rindu sama kamu.’’

“Mama apaan sih?’’tanyanya malu. Ia sempat menolak perlakuan ibunya yang memperlakukannya seperti anak kecil.

“Uh, Tian kecil mama, kenapa kamu enggak bilang kalau kamu sakit kayak gini?’’tanya Wanita itu lagi. “Demamnya tinggi lagi.’’

“Mama. Tian bukan anak kecil lagi loh’’tegas Bastian menahan malu di hadapan Aleksa.

Aleksa tersenyum, ia yang duduk di hadapan mamanya ingin mengenal lebih dalam bagaimana kelakuan asli Bastian ketika berinteraksi dengan orang tuanya di rumah.

“Ehm iya-iya kamu bukan anak kecil lagi. Lalu siapa Wanita yang di hadapan mama ini? Kenapa kamu enggak kenalin ke mama.’’

‘’Aleksa ma, teman sekelas Tian.’’ucap Bastian santai.

‘’Nama yang cantik,. secantik orangnya. Jadi Leksa udah berapa bulan kamu bareng Tian?’’

Bastian menutup matanya. Memberikan isyarat kepada Aleksa untuk tidak menjawab.

“Maksudnya tante?’’tanya Aleksa oura-pura tidak mengerti.

“Udah berapa bulan jadian sama Tian?’’tanya mamanya ulang. Ia tersenyum. ‘’Aleksa enggak usah malu, pasti mama restuin.’’

“Engg ‘’

“Mama ini ngomong apa sih. Aleksa ini teman sebangku Tian, dia juga ketua kelas Tian.’’’jelas Bastian dengan nada marah. “Mama jangan bikin malu Bastian.’’

“Ya ampun sayang mama kan cuma bertanya.’’

Aleksa tersenyum melihat kekocakan mama Bastian. Berbeda dengan orang tua lainnya orang tua Bastian lebih terbuka. Dan dilihat dari beberapa sifat ibunya, ternyata sedikit banyaknya Bastian seperti mamanya yang cepat akrab sama orang yang baru dikenal.

“Aleksa udah makan nak? Mama bawa makanan kesukaan Tian tuh, kita makan bareng ya’’

“Enggak usah tante, Leksa udah mau pulang kok.’’tolak Aleksa sopan.

“Nanti aja pulangnya bareng tante.’’pujuk ibu Diana kepadanya.

Bastian tak bisa berkata-kata lagi. Jika mamanya sudah ikut turun tangan, Bastian hanya menurut. Mereka pun makan bersama. Ibunda Bastian sangat perhatian kepadanya.Aleksa hanya bisa tersenyum menyaksikan keromantisan anak dan mama itu. Ia sangat tidak menyangka, bastian yang terkenal cuek, ternyata dimanjakan sedemikian rupa di rumahnya. Bagaimana tidak, Bastian sipewaris tunggal tidak memiliki saudara, ia anak satu-satunya di keluarga itu.

‘’Minum obatnya ya sayang.’’perintah Mamanya. “Kamu tahu Leksa, teman kamu ini, kalau demam, mama paling takut, karena bisanya dia cuma diam aja. Tau-taunya badannya udah panas aja.’’keluh ibu Diana lagi.

‘’Iya sih Tan, Bastian memang enggak banyak ngeluh.’’puji Aleksa sambil membereskan piring-piringnya.

“Jangan panggil tante, panggil mama’’larangnya.

“Eng, iya Ma.’’jawab Aleksa gugup.

“Ma, udahlah Ma. Jangan gituin Aleksa. Aleksa itu bingung loh Ma.’’ucap Bastian merasa tidak enak dengan Aleksa.

“Lah, kenapa kamu yang sewot.’’

“Ma, Aleksa itu baru ini ngadepin yang karakternya kayak Mama. Kasian loh Aleksa ma.’’

‘’Leksa anggap aj tante mama kamuy a.’’

“Baik tante.’’

“Ma – ma’’eja ibu Diana.

“Eh, iya Ma.’’ulang Aleksa kikuk. “Aku rela memang jadi anak mama.’’ucapnya dalam hati.

Ibu Diana menerima telepon dari suaminya. Sejenak, ia meninggalkan kedua anakanya itu. Bastian terlihat kikuk.

“Leks, maafin mamaku ya.’’

“Enggak apa-apa kok Bas, mama kamu asyik kok.’’

“Kalau kamu enggak nyaman, kamu boleh nolak Leksa.’’

“Aku nyaman loh Bast, aman itu.’’ujarnya. “Besok kamu udah bisa sekolah?’’

“Mudah-mudahan, kalau enggak naik lagi demamnya aku sekolah. Tapi kuupayakan besok ke sekolah.’’ujarnya. Matanya masih terlihat lemah. Aleksa sebenarnya juga menyadari kalau Bastian satu hari ini terlalu memaksakan dirinya. Mungkin karena Aleksa datang. Ia tak enak hati untuk menidurkan dirinya.

Aleksa menscroll handphonenya, terlihat beberapa kali ia mengetik. Ia membuat story WA

gws Babasnya aku

Caption itu menambah meriahnya isi chatnya Aleksa. Teman-teman yang di kontaknya pada mereply storynya. Seketika semua heboh dengan caption ambigu miliknya Aleksa. Bastian melihat storynya Aleksa. Ia mengupload foto Aleksa, bareng mamanya tadi.

“Main cepat kamu ya Leksa.’’ujarnya.

“Hehe enggak apa-apa biar banyak yang doain kamu Bas.’’ucapnya dengan penuh yakin. “Nih, buktinya banyak yang reply story aku.’’

Bastian menghela nafas panjang. Pikirannya jauh melayang, Bastian tidak enak sama Deren yang menanti bantuan Bastian untuk mendekatkan dirinya dengan Aleksa. Bastian menduga bahwa akan ada kehebohan yang tidak jelas besok di sekolah. Bastian si murid pindahan akan menjadi buah bibir di skeolahnya. Apalagi ia menggandeng sang ketua osis si bintang akademik. Sang juara umum, dan si cantik jelita. Bukan hanya itu, kehebohan juga akan terjadi di keluarga kecil Bastian. Ibunda Bastian yang senang sekali mengambil kesimpulan secara sepihak akan melabelkan anak laki-lakinya sudah punya pacar baru bernama Aleksa.

Tepat pukul 19.20 WIB Aleksa pamit pulang. Ibu Diana mengantarkan Aleksa pulang sesuai dengan apa yang dikatakannya. Mereka pun berangkat dengan menggunakan mobil Raize merah. Aleksa cukup canggung melewati malam hanya berdua dengan ibundanya Bastian.

“Leksa, terima kasih sudah mau menjenguk anak semata wayang mama itu.’’ucapnya memecah kesunyian.

“Iya Ma. Sama-sama Aleksa senang kok Ma, jadinya Leksa bisa kenal sama Mama.’’tutur Aleksa sambil mengamati jalan yang tidak bercahaya.

Ibu Diana cukup mahir menyetir mobil, walaupun sepertinya ia hanya berani lari dua puluh kilometer per jam.

“Bastian itu sebenarnya enggak kami setujui pindah ke kota ini Nak, tapi ia tetap ngotot untuk pergi. Impian cuma mau jadi pemain sepak bola.’’terang ibu Diana. “Mama kurang setuju dengan keputusan Bastian, tapi sebagai orang tua mama juga enggak mau batasin impian Bastian.’’jelas wanita paruh baya itu. Untuk kategori dewasa mamanya Bastian lebih cocok seperti kakanya, karena penampilannya sungguh seperti anak muda. Bahkan orang cenderung tidak percaya jika ibu Diana dikatakan sebagai orang tuanya Bastian.

“Beruntung banget Bastian ketemunya langsung Leksa ya. Salut mama dengan kamu Leksa, kamu ketua OSIS, pasti bisa bimbing Tian beneran ini.’’terang ibu Diana.

“Saya juga masih belajar Ma. Malah terkadang Bastian sering nasihati Aleksa, ngasih saran terhadap keputusan yang Leksa buat.’’

“Hehe, mama boleh minta tolong sama kamu Leksa?’’tanya Diana lagi. Kali ini wajahnya menunjukkan keseriusan. Diana menarik tangan Leksa kemudian menggenggamnya. Aleksa cukup terkejut dengan perlakuan ibu Diana kepadanya. “Mama minta tolong jagain anak mama ya Leksa, memang mama akui Tian itu cuek, dan kurang peka. Tapi dia itu cukup bertanggungjawab Leksa.’’

“Eh iya Ma.’’jawab Aleksa kikuk.

“Walaupun hubungan kalian masih singkat, Mama harap kamu bisa bertahan dengan Tian.’’

“Ehm, dengan suka rela tante.’’ucap Aleksa dalam hati. Perlakuan ibu Diana sesuai harapannya.

“Tian itu, anak yang suka tantangan Leksa, semakin kamu larang dia semakin enggak bisa.’’terang Diana lagi. ‘’Hm, tadi Aleksa udah izin sama orang tua kamu kan?’’

“Udah tante. Mama juga udah tau tadi Aleksa jenguk Bastian.’’

“Loh, jadi Bastian udah kenal sama orang tua kamu?’’

“Engg- belum tan, maksudnya Ma, tapi Aleksa sering cerita sih.’’ucapnya melirik wanita cantik itu.

“Oh jadi gantengnya mama belum nemuin orang tua kamu? Ya udah kalau gitu biar mama aja yang mewakili Bastian ya.’’

“Eh, kok’’gumamnya.

Mereka pun sampai. Ibunya Bastian sempat singgah sekadar menyampaikan basa-basi. Ibunda Aleksa juga menyambutnya ramah, walaupun sempat kaget karena Aleksa sampai diantar seperti itu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!