Dentuman musik yang menghentak-hentak di sebuah klub malam membuat semua pengunjung yang berada di sana semakn terlarut dan terbawa suasana, gelas demi gelas minuman beralkohol berpindah ke perut Adela yang saat itu sedang menghadiri acara ulang tahun sahabatnya, Wini. Sampai tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 3 dini hari.
Adela yang baru teringat kalau besok dia harus memenuhi janjinya untuk mulai bekerja di kantor ayahnya segera pamit pulang pada si empunya acara dan teman-teman yang lainnya, jika saja dia tidak punya janji itu pada ayahnya, sudah di pastikan dia akan party sampai pagi seperti biasanya.
Namun kali ini dia harus membuktikan pada ayahnya kalau dia mampu bekerja dan tidak seperti yang ayahnya tuduhkan kalau dirinya hanya bisa hura-hura setiap harinya, harga diri Adela sebagai lulusan universitas luar negeri ternama dengan nilai sempurna merasa tersentil, sehingga dia harus membuktikan kehebatannya dan suatu saat akan meneruskan perusahaan ayahnya itu.
"Del, yakin nyetir sendiri?" Tanya Wini khawatir, karena Adela terlihat agak oleng saat berjalan menuju mobilnya.
"Tenang aja Win, gue nyetir udah khatam dari jaman smp, nyetir sambil merem aja jelas sampe rumah." Canda Adela seraya menutup pintu mobilnya setelah dia mendudukan diri di balik kemudi.
"Sombong amat lo, bae-bae bukan nyampe ke rumah lo tapi malah nyampe ke rumah Tuhan tau rasa lo!" Ujar Wini tergelak.
"Mulut lo ya Win! Malah nyumpahin gue mati, udah ah, gue cabut, bye!" Adela melambaikan tangan pada sahabatnya itu dan berlalu begitu saja.
Jalanan terasa lengang, karena dini hari seperti ini tak banyak orang berlalu lalang di jalan raya, Adela biasanya mempunyai daya tahan yang tinggi untuk alkohol, tapi kali ini tak biasanya kepalanya terasa sedikit berat, mungkin karena tadi dia menghabiskan terlalu banyak minuman tanpa dia sadari, Adela meraup wajahnya dengan kasar untuk menghilangkan efek mabuk di kepalanya dan agar matanya yang mulai berat tetap fokus, namun tanpa di sangka-sangka sebuah truk bermuatan tiba-tiba sudah ada di depan mobilnya, membuat dia tidak bisa mengendalikan kendaraannya untuk menghindari truk besar tersebut dan akhirnya, BRUAK! Sebuah tabrakan tidak bisa di hindari, mobil yang Adela kendarai bahkan sampai terpental dan terguling-guling beberapa meter, Adela berteriak kencang, namun bersamaan dengan itu pandangannya tiba-tiba gelap, dan sebuah pusaran awan berwarna hitam seperti menghisap jiwanya ke dalam sana, sehingga kini Adela hanya seonggok raga tanpa ruh yang terluka parah antara hidup dan mati di dalam mobil yang ringsek tak berbentuk di kegelapan.
***
Sementara di tempat lain, seorang wanita muda sedang menatap ke luar jendela kamarnya, air matanya berderai membelah pipinya, dia tidak ingin lagi melihat matahari pagi, rasanya dia sudah tidak sanggup lagi menjalani hidupnya.
Wanita itu bernama Adel, tadi sore dia berkunjung ke rumah mertuanya yang jaraknya hanya sekitar empat puluh menit naik bis kota dari rumah tinggalnya, karena merasa kesepian, Irwan suaminya sudah tiga hari ini tidak pulang karena ada tugas ke luar kota, jadilah dia berinisiatif untuk pergi ke rumah mertuanya itu.
Namun saat dirinya sampai di rumah mewah mertuanya, dia merasa kaget karena mobil sang suami ada di halaman rumah sang mertua, belum lagi ada beberapa mobil terparkir di sana, dia tidak tahu jika mertuanya itu akan mengadakan acara, sehingga tanpa berpikiran apapun, dia berjalan menuju halaman rumah itu, dia semakin bingung karena ternyata ada banyak saudara dan kerabat dari pihak suaminya berada di ruang tamu yang pintunya terbuka lebar sehingga Adel bisa melihat seisi ruangan dan orang-orang yang berada di ruangan itu.
Namun hal lain yang membuat tubuh Adel panas dingin dan bergetar hebat adalah sosok Irwan yang memakai jas lengkap berwarna navy, sedang duduk berdampingan dengan seorang wanita berkebaya putih, tangan mereka bertaut dengan mesranya sesekali mereka juga melempar senyum dan pandangan mesra, membuat hati Adel terasa perih di buatnya.
"Mas," panggil Adel di ambang pintu dengan suara tercekat dan sisa-sisa kewarasan yang di milikinya saat ini.
Seketika seisi ruangan mengalihkan perhatiannya pada sosok wanita dengan pakaian yang jauh dari kata modis, celana kulot di padukan dengan kaos oblong yang agak lusuh karena di makan usia, wajah berminyak bercampur debu bis kota, dan rambut yang di gulung asal berantakan, sangat jauh tampilannya dengan wanita cantik yang kini duduk berdampingan dengan suaminya yang terlihat segar dan menarik, apalagi dengan polesan make up di wajahnya membuat wanita itu terlihat semakin cantik, sangat serasi dengan Irwan yang memang tampan dan gagah.
Melihat istrinya berdiri di ambang pintu dan memanggil namanya, Irwan langsung berdiri, "Adel, bagaimana bisa kamu ke sini?" Cicitnya dengan wajah menegang.
Melihat istrinya berdiri di ambang pintu dan memanggil namanya, Irwan langsung berdiri, "Adel, bagaimana bisa kamu ke sini?" Cicitnya dengan wajah menegang.
"Mas, ada apa ini sebenarnya?" Tanya Adel, bahkan terlihat ada pigura berisi uang yang di hias seperti mahar di meja di hadapan mereka.
"Irwan, biar ibu yang mengurus istri mu." Tiba-tiba Sari ibu mertuanya atau ibu dari Irwan menarik tangan Irwan yang hendak menghampiri Adel dan menyuruhnya untuk duduk kembali di samping wanita itu, sebagai gantinya Sari lah yang menghampirinya, di susul oleh Riska adik perempuan Irwan atau adik ipar Adel.
Sari menarik lengan Adel ke samping rumah, ibu mertua yang selama ini dia kenal baik dan selalu menyayanginya itu tiba-tiba menyeretnya dengan kasar.
"Bu, sakit." Ringis Adel karena Sari mencekal tangannya sangat kuat.
"Makanya, ngapain ke sini? Malu-maluin aja." Bentak Riska yang memang sedari awal pernikahan tidak pernah mau bersikap baik padanya, kecuali jika di depan kakaknya, dia akan pura-pura baik pada Adel.
"Bu, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa mas Irwan seperti sedang---?" Berat rasanya bibir Alya untuk melanjutkan kata-katanya, itu terlalu menyakiti hatinya.
"Iya, Irwan sedang melaksanakan pernikahan ke duanya, wanita itu namanya Linda, dia kekasih masa SMU Irwan, kamu tidak bisa melarangnya, pernikahan siri mereka sudah selesai di laksanakan, kamu harus terima semua itu." Kata Sari berbicara seolah dia bukan seorang perempuan, seolah dia tidak punya anak perempuan yang suatu saat bisa saja bernasib sama seperti apa yang di alaminya sekarang ini.
"M-menikah siri? Tapi mengapa?" Hati Adel remuk rasanya, mendengar ucapan ibu mertuanya itu, jelas dia mempertanyakan mengapa Irwan dan keluarganya melakukan hal itu padanya, selama setahun pernikahan mereka bahkan tidak pernah ada masalah sedikit pun baik dengan Irwan maupun dengan Ibunya, hanya dengan Riska saja, dan itu pun masih bisa di atasi olehnya.
"Pake tanya kenapa, apa kamu gak punya kaca? Bercermin seperti apa penampilan mu? Aku saja heran bagai mana bisa kakak ku memilih mu sebagai istrinya, lihatlah penampilan mu seperti pembantu! Aku curiga jika kamu sudah mendukunkan kakak ku, jelas-jelas mba Linda lebih cantik, lebih kaya, lebih menarik, malah milih anak panti asuhan tak jelas yang kumal seperti ini, syukurlah kakak ku segera menyadari kekeliruannya." Sinis Riska, kata-katanya terdengar sangat menyakitkan saat sampai ke telinga Adel, rasanya seperti tembus menusuk jantung.
Namun tak selang berapa lama Irwan akhirnya menyusul mereka ke samping rumahnya.
"Tolong jaga Linda di dalam, aku akan berbicara dengan Adel empat mata." Kata Irwan mengisyaratkan agar ibunya dan juga adik perempuannya untuk pergi meninggalkan mereka berdua.
"Apa salah ku mas?" Tanya Adel saat ibu mertua dan adik iparnya pergi meninggalkan dirinya hanya berdua saja dengan suaminya.
"Tidak ada yang salah pada diri mu, aku yang salah yang tidak pernah bisa mencintai mu dan tidak pernah bisa melupakan Linda dari hidup ku."
Duarrr!
Jawaban yang terdengar pelan, halus, namun mematikan bagi Adel.
"Tidak pernah mencintai ku? Lantas untuk apa kamu menikahi ku mas?" Tanya Adel dengan air mata yang semakin deras meluncur di pipinya.
"Aku pikir setelah aku di tinggalkan Linda, aku bisa melupakannya dengan menikah dengan mu, kamu sangat baik, lembut, polos, demi Tuhan aku sudah berusaha untuk mencintai mu, tapi aku tidak bisa, lantas saat Linda kembali lagi, aku sadar jika cinta ku hanya untuk Linda, rasa itu tidak pernah mati untuknya, maaf." Urainya penuh sesal.
"Sejak kapan mas berhubungan kembali dengan mantan mu itu?" Tanya Adel lagi.
"Enam bulan yang lalu. Enam bulan yang lalu kami mulai dekat kembali."
"Ya Tuhan, setengah taun setelah pernikahan kita dan kamu menjalin hubungan dengan dia juga? Apa dia tau kamu sudah menikah?" Irwan mengangguk menjawab pertanyaan yang di ajukan Adel padanya.
"Maaf, aku tidak tega untuk mengatakan semuanya pada mu," ujar Irwan yang memang merasa sangat bersalah karena telah menjadikan Adel sebagai pelariannya saat dirinya sakit hati karena di tinggal Linda saat itu.
"Kamu tidak tega mengatakannya, tapi kamu tega melakukannya, mas." Kata Adel dengan suara terisak.
"Aku akan segera mengurus perceraian kita, aku juga tidak mau kamu terus tersakiti, kamu wanita baik, dan berhak mendapatkan pria baik pula, kamu juga boleh menempati rumah kita, karena aku akan memberikannya pada mu setelah perceraian kita." Kata Irwan yang sangat tau jika Adel tidak punya sanak saudara selain dirinya, dan juga tidak punya tempat tinggal selain rumah mereka, karena panti asuhan tempatnya di besarkan jauh berada di luar pulau, lagi pula Adel tidak akan berani kembali ke panti karena takut membuat sedih ibu panti yang sangat di sayanginya.
Kata-kata Irwan semakin membuat kepalanya berat, pandangannya berkunang-kunang, saat Irwan mengatakan akan menceraikannya, hingga akhirnya dia tidak sadarkan diri.
Dan saat Adel siuman dari pingsannya dia sudah berada di rumahnya, tidak ada pesta perkawinan kedua suaminya, tidak ada tamu dan kemeriahan, hanya ada sepi, dirinya yang di temani mbok Yum, asisten rumah tangga yang biasa membantu dirinya melakukan pekerjaan rumah, meski sejatinya lebih banyak Adel yang mengerjakan pekerjaan di rumah itu, karena Adel sudah terbiasa melakukan pekerjaan rumah saat di panti dulu, dan mbok Yum seringnya hanya menjadi teman mengobrol karena dirinya sering di tinggal Irwan ke luar kota selama beberapa hari , yang sekarang baru Adel sadari jika kepergian suaminya ke luar kota yang kerap kali itu sepertinya hanya alasan untuk menghabiskan waktu bersama kekasih lamanya.
Adel melirik kembali cangkir di tangan kanannya, cairan yang berada di dalam gelas itu baunya sungguh menyengat hidungnya, lantas dia membuka genggaman tangan kirinya yang menggenggam erat puluhan pil berwarna putih, tanpa pikir panjang lagi, karena merasa tidak mampu mengahadapi ujian hidupnya, Adel memasukan puluhan pil yang berada di telapak tangan kirinya ke dalam mulutnya, lalu mendorongnya dengan cairan berbau menyengat di cangkir tangan kanan nya dengan sekali tegukan.
Tenggorokannya terasa panas seperti terbakar, kepalanya pusing dan berputar-putar tidak karuan di tambah lagi dengan perut yang mual dan jantungnya yang berdetak sangat cepat jauh dari kata normal, beberapa detik kemudian pandangannya menggelap dan tidak ingat apapun lagi seiring pusaran hitam yang menarik paksa roh dalam tubuhnya hingga dia merasa kesakitan yang luar biasa.
"Selamat tinggal Mas, terimakasih untuk semua luka dan kepedihan ini." ucapnya dalam batin beberapa detik sebelum dia pergi meninggalkan raganya.
Samar-samar terdengar suara wanita paruh baya memanggil namanya, "Non Adel, Non Adel," sambil terisak pilu, lantas saat mata Adel terbuka wanita itu berteriak histeris, "Dokter,,, Non Adel sudah sadar, dokteeeer!" Panggil nya terdengar melengking sampai Adela merasa telinganya berdengung sakit.
Adela memutarkan pandangannya ke setiap penjutu ruangan yang di dominasi dengan warna serba putih, lantas saat seorang dokter dan seorang perawat menghampirinya dia langsung sadar jika dia berada di rumah sakit, terakhir kali dia ingat mobilnya bertabrakan dengan sebuah truk muat, pantaslah dia berada di rumah sakit.
"Kaki ku, tangan ku, wajah ku, apa semua baik-baik saja dokter? Tidak ada yang videra parah, kan?" Tanya Adela sembari memeriksa tangan dan kakinya sendiri yang aneh nya terlihat mulus tanpa luka sedikit pun, begitu pula saat dirinya meraba wajahnya sendiri, dia cukup lega sekaligus heran karena semua tubuhnya tak ada yang cedera, bahkan luka goresan pun tidak di temuinya, padahal jelas-jelas tabrakan adu banteng mobilnya dengan truk malam itu sangat kencang dan tidak mungkin jika dirinya tidak terluka sama sekali.
"Apa yang anda rasakan sekarang?" Tanya dokter itu ramah.
"S-saya merasa--" Adela menjeda ucapannya dia berusaha mencari tubuh bagian mana yang sakit, namun tidak ada pegal atau perih selayaknya orang kotban kecelakaan.
"Sedikit pusing dan mual." Jawab Adela, dia hanya menemukan gejala itu dalam dirinya.
"Baik, nanti setelah infusnya habis semoga anda akan merasa lebih baik lagi, nyonya Adel." Ujar dokter itu dengan senyum ramahnya.
"Eh, nyonya?" Kaget Adela saat Dokter itu memanggilnya dengan sebutan 'Nyonya', padahal jelas-jelas dirinya belum pernah menikah.
'Dasar dokter sok tau, sok akrab, sok kenal,' gerutu Adela dalam hatinya, ingin sekali dia maki dokter itu, namun pusing di kepalanya dan rasa mual di perutnya membuatnya mengurungkan niat untuk menghardik dokter yang memanggilnya dengan sebutan nyonya itu.
"Non,,, Non Adel baik-baik saja, kan?" wanita paruh baya yang sejak tadi berdiri di pinggir ranjangnya sambil berlinang air mata dan tpak cemas itu menanyai Adela.
"Emh, saya baik-baik saja. Tapi maaf, kalau boleh tau anda siapa? Kenapa anda di sini dan tau nama saya? Apa anda yang menolong saya saat kecelakaan?" Tanya Adela.
"Saya mbok Yum non, masa non Adel lupa," Mbok Yum menepuk-nepuk dadanya sendiri seraya menyebut nama dirinya dan nama Adel berulang-ulang.
"Mbok Yum?" Beo Adela.
Selang berapa lama dua orang wanita datang ke ruangan itu.
"Apa kau sengaja mencari perhatian suami mu dengan cara meminum racun, agar anak ku merasa iba pada mu dan membatalkan perceraian kalian? Jangan Mimpi! Bahkan sekarang Irwan dan Linda sedang berbulan madu ke Bali." Ujar salah satu wanita yang ternyata Sari ibu Irwan yang baru datang menjenguk ke rumah sakit setelah jasad menantunya terbaring koma selama lima hari di rumah sakit akibat perbuatan konyolnya yang ingin mengakhiri hidup, namun Sari tidak tahu jika yang berada di tubuh menantunya adalah Adela bukan Adel.
"Eh hey ibu tua, kenapa datang langsung marah, marah pada ku? Lagi pula siapa juga yang meminum racun? Dan satu lagi aku belum punya suami, jika pun aku punya suami tak sudi rasanya punya mertua bawel seperti mu!" Hardik Adela yang merasa jika Sari salah memarahi orang, bagaimana tidak emosi, kepalanya sedang pusing tiba-tiba datang orang asing yang langsung memarahinya panjang lebar.
"Bu, jangan-jangan dia gila, atau amnesia? Apa minum racun bisa menyebabkan gila? Kenapa gak mati saja sih!" Timpal Riska yang tidak terima ibunya di maki kakak iparnya yang biasanya pasrah dan tidak pernah melawan itu tiba-tiba berubah menjadi ganas.
Begitu pun dengan Sari yang kini hanya bisa diam tergugu karena merasa terkejut dengan menantu penurut, polos dan be-go nya itu yang tiba-tiba berani melawannya.
"Ini lagi bocil, apaan sih, mulutnya minta di tampol, pergi kalian sana, sudah salah orang pake marah-marah lagi, gak tau orang lagi pusing apa!" Adela membelalakan matanya ke arah Riska yang ikut-ikutan ibunya memeki dirinya.
'Kenal saja nggak, marah-marah!' Gerutu Adela dalam batinnya.
"Sialan, menantu gak tau diri, harusnya kamu mati aja gak usah sadar lagi, lihat saja, sepulangnya berbulan madu, Irwan pasti akan langsung menceraikan istri gila seperti mu!" Umpat Sari yang menebak jika menantunya sudah tidak waras, dan dia memilih untuk mengajak putrinya meninggalkan ruangan itu karena tidak ingin lebih lama berdebat dengan orang dengan gangguan jiwa.
"Non, Non Adel kenapa marah-marah sama nyonya besar dan nona Riska, kalau tuan tau, dia bisa memarahi non Adel nanti." Ucap Mbok Yum mengingatkan meski dirinya pun sebenarnya merasa bingung juga dengan tingkah laku aneh nyonya nya semenjak dia siuman.
"Mbok, aku tidak kenal mereka, tidak kenal mbok juga, kenapa semua orang sok kenal banget ,sih!" Kesal Adela yang hanya di jawab dengan tatapa bingung dari mbok Yum.
"Mbok, apakah saya bisa minta tolong untuk membantu saya ke toilet?" Pinta Adela yang tiba-tiba merasa ingin buang air kecil saat itu, hanya saja, badannya masih lemas untuk berjalan sendirian, belum lagi dia harus di memegangi tiang infusnya.
Mbok Yum mengangguk dan memapah Adela sampai depan pintu kamar mandi, namun selang berapa detik terdengar suara jeritan dari dalam kamar mandi yang membuat Mbok Yum kembali terperanjat kaget, untung saja wanita paruh baya itu tidak punya riwayat penyakit jantung, kalau tidak dia pasti sudah pingsan sejak tadi.
"Non, ada apa? Non Adel, buka pintunya!" Mbok Yum mengetuk-ngetuk pintu kamar mandi yang terkunci dari dalam oleh Adela.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!