"Di hari aku pergi untuk belajar ke luar negeri, perpisahan yang di katakan kakak padaku adalah 'Belajar? Kau tak perlu belajar, hidup saja seperti apa yang kamu inginkan, tak perlu menggunakan akal fikiranmu. Pewaris keluarga kaya tidak perlu belajar, tanpa memiliki impian hal itu akan terwujud. Dan jika bisa, jangan pernahbdatang kembali ke Indonesia.' Saat itu aku baru sadar, jika aku datang ke Paris bukan untuk belajar tapi untuk di buang." ucap seorang pria tampan berumur delapan belas tahun itu kepada temannya.
"Kamu tidak membenci mereka? Mamamu yang sudah melahirkanmu maupun papamu tidak pernah mendukungmu." tanya teman yang sedang duduk di depannya.
Mendengar pertanyaan yang baru saja temannya layangnkan, Arsen hanya tersenyum lalu meraih segelas beer dan meminumnya.
"Kenapa? Apa majikan ibu memberi semua ini pada kita untuk di makan? Bukan kah majikan ibu menyuruh ibu untuk membuang semua makanan ini, lalu ibu membawanya pulang dan menghidangkan semua makanan ini untuk kita makan?" ucap seorang gadis cantik bernama Keisya.
"Diam dan makanlah!" ketus sang ibu tak mau berdebat lagi dengan putrinya.
"Apa rumah kita ini tempat pembuangan sampah?" ucap Kaisya pada sang ibu dengan mata berkaca kaca.
"Sudah makanlah, ibu ingin kamu juga memakan makanan yang enak."
"Sudah ku bilang, aku tidak mau makan." ucap Kaisya lalu masuk ke dalam kamarnya.
Malam berlalu, gadis ini memdang fotonya bersama sang kakak yang melekat pada pigora dinding kamarnya. Entah mengapa hatinya merasa iri kepada kakaknya, yang bisa melanjutkan kuliah di Paris tanpa harus bersusah payah bekerja sepulang sekolah seperti dirinya.
"Ini gajimu, kamu selalu bekerja keras meskipun di hari liburan sekolah. Apa kamu tidak liburan bersama keluargamu?"
"Saya rasa pergi, pak." ucap Keisya yang masih mengenakan apron berwarna coklat.
"Kemana? Tidak seperti biasanya kamu mengambil jatah cutimu? Tidak apa apa, tapi sebelum kamu cuti beri tahu aku dulu agar bisa mencari barista baru untuk menggantikanmu selama kamu liburan."
Keisya hanya mengangguk.
'Sementara di Paris, tempat aku di buang. Hal pertama yang aku pikirkam hanyalah, haruskah aku memberontak sesekali saja? Tetapi seperti yang kakak katakan, cukup makan dan bermain saja. Di sini, sudah sering keluar masuk ke kantor polisi hanya sekedar mengebut di jalanan maupun terlalu banyak meminum beer. Sedangkan di sekolah, guru tak pernah absen menanyakan tugas yang tak pernah ku kerjakan, dan aku juga belajar bagaimana cara membuat mamaku menangis di Indonesia.'
Tulis Arsen pada sebuah buku harian miliknya.
Dret dreeett, dret dreeett...
Suara getar ponsel bergetar di atas kasur.
Ceklek!
"Ponselku tertinggal di kamarmu, tengkyu bebih." ucap pemuda semuran dengannya yang sudah menjadi temannya selama ia menghabiskan waktu di Paris itu meraih ponsel yang tergelak di atas kasur lalu berlalu keluar kamar, yaitu Jhon.
"Jhon, tunggu!"
"Kenapa?"
"Apa kau tidak ingin ikut denganku? Kemasi barangmu, kita akan camp di pantai untuk beberapa hari." ucap Arsen menutup bukunya.
"Okay, mari kita bersenang senang baby." ucap Jhon memeluk Arsen.
"Apa kau sudah tak waras? Aku masih menyukai lawan jenis, jangan membuatku jijik!" ucap Arsen melepas pelukan Jhon lalu berjalan menuju lamari besar untuk mengemasi beberapa pakaian dan barang barang yanh akan ia masukan ke dalam koper.
Setelah sampai di bandara Carles de Gaulle di Paris, Keisya mengambil selembar kertas dari dalam tasnya. Kertas yang berisi gambaran peta wilayah Paris dan terdapat tulisan petunjuk arah yang sudah ia terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia satu lembar penuh, serta terdapat beberapa pertanyaan pertanyaan dalam bahasa Prancis yang sudah ia persiapkan sebelum berangkat ke sini.
"Ya, ini aku. Tentu saja sekarang Arsen datang untuk menjemputku, apa mama pikir aku akan sendirian di Paris? Dia sedang memasukan koper ke dalam mobil, dia lebih tampan dari terakhir kalinya saat kami bertemu di Paris. Dia betambah tinggi dan masih sama berkulit bersih seperti dulu." ucap salah satu perempuan yang berdiri tepat di sampingnya, Keiysa menoleh menatap gadis itu berdiri sendirian namun terdapat seorang driver taksi berumur kurang lebih 60 tahun yang sedang memasukan dua buah koper miliknya ke dalam mobil.
Keisya tersenyum mendengarkan perempuan di sampingnya sedang berbohong kepada ibunya, lalu wanita itu menatap Keisya dengan tatapan sinis.
"Tentu saja Arsen berkata bahwa putrimu ini bertambah cantik, aku mau berangkat meuju hotel dulu mah." imbuhnya sembari terus menatap Keisya yang bersenyum sembari menunduk, kemudian mematikan sambungan teleponnya.
"Hei kamu!" ucap gadis itu saat Keisya akan beranjak pergi dari tempatnya berdiri, Kei menoleh dan menghentikan langkahnya.
"Aku lihat kamu menertawakan aku, apa yang kamu tertawakan?" tanyanya.
'Aduh, mampus.' batin Keisya.
"Em, sorry i can't speak Indonesian." kilah Kei berbaki badan ingin meninggalkan gadis itu.
"Hei, aku bukan orang bodoh yang tidak bisa membedakan kamu orang mana. Kenapa kamu menertawakan aku?"
"Aku tidak menertawakan kamu, aku hanya heran apa yang kamu katakan di telepon dan kenyataannya sangat jauh berbeda." ucap Kei jujur.
"Apa aku meminta pendapatmu?"
"Aku minta maaf, sekali lagi aku tegaskan tidak ada maksud untuk menertawakn kamu." ucap Kei lagi, lalu menganggukan kepala sebagai tanda hormat lalu berbalik arah melangkah pergi sembari menarik kopernya.
Keisya menaiki taksi dan turun di sebuah rumah pernah kakaknya kirim lokasi itu pada aplikasi berwarna hijau miliknya, lalu menekan tombol pintu rumah bernuansa putih itu.
Ting Tung.
"Siapa?" teriak seorang wnaita dari dalam rumah.
"Kakak, ini aku Keisya."
Ceklek! Suara pintu terbuka, namun yang ia lihat bukan kakaknya.
"Hallo." ucap wanita berambut pirang sembari membenarkan resleting celananya.
"Salsabila Kirani in here? I don't really understand English." ucap Keisya menanyakan keberadaan sang kakak.
Namun wanita pirang itu tidak paham dengan apa yang di ucapkan oleh Kei, kemudian memanggil kekasihnya yang berada di dalam rumah.
"Leon" teriaknya.
"Who's that?" ucap seorang laki laki yang baru saja keluar rumah hanya mengenakan handuk di bagian bawah tubuhnya, sedangkan Kei yangbmelihatpun langsung membuang pandangannya.
Setelah di beritahu oleh laki laki tersebut bahwa kakaknya tidak tinggal di rumah itu lagi dan mereka sama sekali tidak ada rencana untuk menikah, Kei dengan lemas berjalan sembari menarik kopernya menuju tempat kakaknya bekerja setelah mendapat informasi dari pria yang bernama Leon tersebut.
Di sisi lain, di sebuah caffe Arsen sedang memgerjakan beberapa tugas sekolahnya sembari memesan kopi .
"Apa yang kamu kerjakan?" tanya seorang wanita yang membawakan segelas kopi untuknya.
"Hanya sedikit tugas sekolah." jawab Arsen tanpa menoleh.
Keisya berdiri di luar caffe berdinding kaca tepat di belakangnya adalah sebuah pesisir pantai dengan hamparan pasor putih nan indah juga terdapat banyak turis memakai bikini sedang bermain bola voli, menatap ke dalam kaffe ada sang kakak yang sedang melayani minuman kepada pengunjung.
Pandangan Kei terus mengarah mengikuti langkah sang kakak, di sisi lain Arsen menatap Kei dengan tatapan penasaran pada gadis cantik berperawakan tinggi sekitar 158 centi meter, dengan rambut hitam tergerai lurus panjang sedada, memiliki kulit putih bersih, bermata lebar, berwajah ayu natural, dan berpakaian sederhana hanya memakai jeans hitam di padukan dengan kaos abu abu berlengan pendek, tak lupa menggendong tas ransel dan juga memegang sebuah koper berwarna merah darah.
"Hei salsa, apa kabar?" ucap seorang pengynjung laki laki berumur sekitar 40 tahun itu kepada Salsabila, kakak Kei.
"Kau terlihat sangat cantik hari ini, Salsa." ucap teman laki laki yang tadi menyapa Salsa, lalu tangannya memasukan selembar uang di baju Salsa.
"Thank you!" Salsa tersenyum lalu berbalik arah membawa sebuah nampan kosong.
Keisya yang menatap adegan sang kakak di depan mata hanya bisa melongo tak percaya, melihat gadis yang sedari tadi mencuri perhatiannya terkejut Arsenpun menoleh ke arah Salsabila.
Ya, Arsen sering datang ke caffe ini. Jadi ini sedikit tau tentang Salsabila, karena Salsa selalu menyapa mengunjung dan melayani setiap pengunjung yang datang ke tempat ini.
"Hei Salsabila Kirani, apa tadi malam kamu sampai di rumah dengan aman?" tanya seorang laki laki menghadang jalan Salsa.
"Iya, tentu."
"Apa kau punya kesibukan malam ini? Bagaimana jika malam ini kau melayaniku lagi seperti semalam?" ucapnya.
"Malam ini?"
"Tentu saja aku terpesona dengan kehebatanmu bekerja melayaniku, bagaimana bisakah malam ini kau melayaniku lagi? Jangan membuatku memohon" ucap pria itu berjalan mengejar Salsabila.
Kei terus menatap perginya langkah sang kakak dengan ekspresi kecewa, ternyata sang kakak yang selalu di banggakan oleh ibunya bekerja sebagai perempuan kotor yang suka melayani pria pria berhidung belang.
"Haruskah aku menambah kopimu?" ucap Salsabila menghampiri Arsen.
Arsen tak menjawab, pandangannya fokus menatap ke arah gadis yang berdiri tepat di sampingnya namun tertabas dinding kaca. Salsa menuangkan segelas kopi lagi untuknya, melihat Arsen tak menjawab pertanyaan seperti biasanya Salsapun mengangkat pandangannya ke agar pandangan yang di tuju oleh Arsen kemudian meletakan teko kasar ke meja.
"Keisya Anindira." ucap Salsabila menemui adiknya.
"Apa yang terjadi di rumah? Kenapa kamu datang ke sini? Bagaimana dengan ibu? Apa ibu baik baik saja?" Salsa mencecar banyak pertanyaan kepada samg adik.
"Ibu? Bisa bisanya kata ibu keluar dari mulutmu sekarang? Saat semua sudah aku ketahui sendiri dengan mata kepalaku di sini." ucap Keisya dengan air mata yang akan meluncur, suaranya sudah bergetar menahan tangis.
"Kenapa kau datang ke sini?"
"Aku sudah mencoba menghubungi kakak tapi tidak bisa, kakak bilang di sini untuk kuliah?"
"Siapa yang memberi tahumu jika aku bekerja di sini?"
"Apa yang kamu maksud siapa? Tentu pria yang sudah memiliki kekasih, tapi hanya tinggal bersama kakak tanpa menikah."
"Kamu pergi ke rumahku?"
"Tentu saja aku pergi ke rumahmu. Sampai kapan kakak akan berbohong? Kakak bilang di sini untuk kuliah, bertemu dengan pria baik, lalu akan menikah? Apa sedikitpun kakak tidak merasa iba pada ibu yang bekerja siang dan malam sebagai pembantu? Lalu gajinya hanya untuk di kirimkan setiap bulannya kepada kakak. Dasar kau gila!" teriak Keisya tak tahan lagi dengan semua kebohongan sang kakak.
Tanpa menjawab lagi, Salsa berjongkok membuka koper yang Keisya bawa lalu mengobrak abrik semua isinya untuk mencari uang.
"Hentikan!" teriak Kei di iringi air mata yang meluncur cepat.
"Apa kau bawa uang?"
"Aku sudah datang jauh jauh ke sini yang kau tanyakan hanya itu, kak? Aku mendapat karma karena telah meninggalkan ibu sendirian untuk pergi mencarimu di sini, aku benar benar langsung mendapat karma." Keisya berbicara dengan suara parau.
Tak lama Salsa berhasil menemukan segebok uang di antara tumpukan baju yang berada di koper Keisya, hasil dari hasil penjualan rumah mereka.
"Kau harapan terakhirku untuk bisa kuliah, bagaimana kau bisa tega membiarkan aku makan sehari hari dengan makanan sisa yang ibu bawa dari rumah majikannya hanya demi hidup hemat agar bisa mengirimi uang rutin setiap bulan? Tapi kau di sini malah bersenang senang." teriak Keisya yang sudah tidak bisa menahan emosinya.
"Maafkan aku! Lindungi aku dari ibu untuk kali ini saja." jawabnya kemudian mengambil segepok uang yang ia temukan tadi.
"Jangan bawa uang itu kak" Kei menarik amplop berwarna coklat yang Salsa pegang.
"Cepat kembalilah ke Indonesia, aku akan menelpon ibu dan menjelaskan semuanya." ucap Salsa yang langsung berbalik badan untuk segera pergi, namun dengan sigap Kei menarik tangan sang kakak.
"Jangan mengambil uang itu! bagaimana kamu bisa setega ini pada ibu? itu adalah uang dari hasil penjualan rumah kita satu satunya."
"Cepat pergi dari sini." teriak Salsa mendorong tubuh adiknya, lalu berlari untuk segera pergi meninggalkan Kei.
"Kakak! Kakak! Kakak jangan pergi meninggalkan aku sendirian di sini! Kakak, hiks hiks.." teriak Keisya namun sudah tidak di hiraukan lagi oleh kakaknya.
Keisya ingin mengejar kakaknya untuk mengambil kembali uang yang ia bawa dari Indonesia, tapi ia berhenti saat melihat isi kopernya berserakan dijalanan kemudian ia segera memasukan kembali baju baju miliknya ke dalam koper dengan isak tangis yang masih terdengar jelas.
Di sisi lain, Arsen terus menatap adengan panjang kisah memilukan gadis ini. Hatinya merasa iba melihatnya jauh jauh datang ke Indonesia hanya untuk melihat kebohongan wanita pelayan caffe ini yang baru gadis itu ketahui, pandangannya sama sekali tak berkedip hatinya teringat pada dirinya sendiri yang di kirim ke tempat ini oleh keluarganya untuk di asingkan dan di buang. Hanya saja dia berasal dari keluarga kaya raya, yang beralasan menyuruhnya pergi bersekolah di luar negeri agar bisa bersekolah di tempat yang baik.
"Kakak, hiks hiks hiks hiks." ucap Keisya dengan lemahnya.
"Ombak di pantai sudah mulai menyenangkan, mari segera mengambil papan selancar." ucap Jhon yang tiba tiba duduk di hadapan Arsen.
"Huuussstt..." Arsen mengangkat telunjuknya tepat di depan mulutnya sendiri, memberi isyarat pada Jhon agar bisa diam namun tatapannya masih fokus pada Keisya.
"Kenapa? Ya ampun, gadis cantik itu kenapa menangis sendirian di sana?" ucap Jhon terkejut setelah menoleh ke arah luar caffe.
"Aku akan segera mengurusnya dan menenangkan gadis malang itu." imbuhnya bergegas pergi keluar untuk menghampiri Keisya.
Arsen yang tersadarpun segera menoleh mencari keberadaan Jhonnyang sudah tidak ada di depannya.
"Ah, benar benar pria gila!" desah Arsen mengacak rambutnya kesal.
"Apa kau baik baik saja, nona?" tanya Arsen membantu memasukan sepasangbsepatunke dalam koper Kei.
"Oh! Aku baik baik saja, terima kasih." ucap Keisya gugup sekaligus terkejut melihat pria asing tiba tiba datang di hadapannya.
"Apa ini untukku? Terima kasih." tanya Jhon meraih bingkisan plastik hitam dari tangan Kei, laku segera membawa kabur bingkisan itu.
"Hei pencuri, berhenti!" teriak Kei mengejar pria itu, bagaimana mungkin ia membiarkan musibah bertubi tubi datang menghampirinya begitu saja.
"Hei Jhon, berhenti. Itu bukan narkoba!" teriak Arsen pada temannya.
Tiba tiba saja Jhon tersandung dan jatuh tersungkur di pasir pantai.
"Kembalikan ini padaku, dasar kau pencuri!" Kei menarik kuat bingkisan plastik hitam itu.
Krek!
Bingkisan yang terbalut plastik hitam itupun sobek, membuat isinya berhamburan kemana mana mengenau tubuh dan wajah Jhon.
Kemudian Jhon kejang dan pingsan.
Jhon di bawa ke rumah sakit oleh Arsen dan Keisya, alergi Jhon kambuh setelah hidungnya termasuki oleh bubuk gula salju yang Kei bawa dari Indonesia untuk sang kakak.
"Dia mengalami alergi karena me.." ucap dokter paruh baya yang ada di hadapan mereka terhenti karena Arsen menyela.
"Iya dia alergi bubuk gula." timpal Arsen, dokter wanita itupun mengangguk membenarkan ucapan anak muda yang ada di depannya.
"Kenapa kamu membawa bubuk gula itu?" Arsen bertanya pada Keisya dengan nada sedikit marah.
"Kamu bisa berhasa Indonesia?" wajah Kei tersenyum sumringah saat mengetahui di negara asing ini menjumlai warga yang sama dengannya, tentu bisa membuatnya lebih mudah berbicara karena Kei tidak pandai berbahasa Inggris.
"Apa pertanyaanmu penting untuk ku jawab? Lalu kenapa kamu membawa bungkusan gula bubuk itu di kopermu?" sahut Arsen kesal.
"Kenapa kamu jadi marah padaku, teman kamu sudah mencuri barang milikku. Tentu saja aku mengejarnya, dan kamu hanya mengatakan padanya jika itu bukan narkoba. Apa kamu dan dia adalah seorang komplotan pengonsumsi narkoba? Atau bahkan kalian bandar narkoba?" Kei mencecar pria tampang yang ada di hadapannya ini dengan segudang pertanyaan.
"Dia hanya sedikit mabuk! Jika dia mengonsumsi narkoba tentu dia pasti bisa membedakan mana bubuk gula dan mana narkoba" ketus Arsen.
"Ah, sial! Jadi karena itu kamu mengatakan semua ini salahku? Orang yang merasa di rugikan adalah aku, kenapa kamu justru menghakimi aku?" jawab Kei tak mau kalah.
Tak ingin berdebat lagi, Arsen kemudian berlalu pergi meninggalkan Kei sendiri di lorong kloridor rumah sakit.
"Huuufft..." Ia membuang nafasnya kasar.
"Apa ini milikmu?" tanya seorang polisi Prancis menggunakan bahasa Prancis sembari membawa sebuah kantung plastik yang masih berisi sedikit gula halus di dalamnya.
Keisya membuka kamus bahasa prancis, mengejak satu persatu kata yang akan ia ucapkan.
"Ini gula halus, jadi.. Em, ah! Bapak tau gula? Hanya makanan." Kei memperagakan tangan kanannya seperti seseorang yang sedang makan.
"Maksudku ini adalah makanan, bukan narkoba." jelas Kei lagi.
"Kami akan memeriksanya terlebih dahulu, seseorang tidak mungkin makan melalui hidung mereka bukan?" ucap polisi itu kepada Kei.
"Di mana alamatmu?" imbunya lagi.
"Apa?" ucap Kei bingung saat polisi itu menanyakan alamatnya, pasalnya ia tak paham dengan apa yang di ucapkan polisi tersebut karena menggunakan bahasa Perancis.
"Alamatmu!" ulang polisi itu lagi menggunakan bahasa Inggris.
"Ah, alamat? Aku dari Indonesia, aku tinggal di Indonesia." jelas Kei dengan bahas Inggris juga.
"Indonesia? Biar ku lihat paspor milikmu, kau terlihat muda pasti masih di bawah umur." ucap polisi itu mengulurkan tangan kanannya, meminta paspor Kei.
"Apa?" tanya Keisya lagi, karena ia benar benar tak faham dengan apa yang di tanyakan polisi itu.
"P A S P O R." Polisi itu mengeja ucapannya dengan kesal.
"Ah, paspor!" Keisya segera melepas ranselnya, lalu membuka resleting dan mengeluarkan paspor miliknya kemudian memberikannya pada pak polisi.
"Di mana kau tinggal di Perancis?" tanyanya.
"Kau tinggal di sini tidak ilegal, bukan?" imbuhnya lagi.
Keisya hanya menoleh, bingung karena tak faham dengan ucapan polisi yangbsedang mengintrogasinya.
"Apa yang dia katakan, ini benar benar membuatku gila!" ucap Kei dalam bahasa Indonesia, yang masih memiringkan wajahnya.
"Bisakah berbicara dalam bahasa Inggiris saja? Tolong, lebih pelan lagi." ucap Kei tersenyum menatap pak polisi.
"It's oke, baby." ucap Arsen yang tiba tiba datang langsung memeluk Keisya dari belakang, Kei menoleh dan terkejut.
"Dia pacarku, datang ke sini untuk sebentar hanya mengunjungiku saja." ucap Arsen dalam bahasa Prancis.
"Hai Sen, lama tidak bertemu denganmu. Tentu saja kamu terlibat dalam masalah ini." sapa pak polisi pada Arsen.
"Terserah bapak mau berkata apa, yang jelas itu bukan sebuah narkoba." jawab Arsen.
"Bahkan jika ini memang bukan bubuk gula, tetap saja urusan ini belum selsai. Kamu selalu membuat onar dengan mengemudi di jalanan." jelasnya.
"Huuuufftt..." Arsen menghembuskan nafasnya panjang.
"Apa ada masalah?" tanya Kei kepada Arsen karena ia tak paham dengan dua pria yang sedang berbincang.
"Dengar! Sampai kami menerima hasil pemeriksaannya, aku akan menahan paspor pacarmu. Jangan sampai kau kabur!" ucapnya menyodorkan sebuah kertas, lalu pergi meninggalkan Kei dan Arsan.
"Kenapa dia mengambil pasporku? Kapan dia akan mengembalikannya?" cecar Kei.
Arsen hanya diam tidak menjawabnya.
"Aku harus pulang." ucap Arsen.
"Tolong antarkan aku pulang, aku akan membayar ongkosnya!" ucap Keisya memohon pada pria yang baru ia temui itu.
"Apa kamu selalu mencoba menyelesaikan semua masalahmu dengan uang?" ketus Arsen kesal.
"Ya sudah, kamu pergi saja sekarang." jawab Kei lesu menundukan kepala.
Mendengar ucapan Kei, Arsen menjadi iba padanya. Kemudian mengajaknya untuk segera naik ke mobilnya, ia akan mengantar gadis ini ke rumah Salsa.
Setelah mobil berhenti tepat di rumah Salsa, Kei segera turun dari mobil Arsen tak lupa mengangkat kopernya di jok belakang.
"Aku akan menghubungimu sehari tiga kali untuk menanyakan pasporku padamu! Jika pasporku sudah kembali kau wajib menjawab panggilanku, dan jika belum kembali kau tidak perlu menjawabnya. Aku mohon padamu." ucap Keisya.
"Kau terlalu berlebihan" jawab Arsen mengalihkan pandangannya.
"Terima kasih untuk tumpangannya." Kei tersenyum pada arsen sembari melambaikan tangan, lalu mengangkat kopernya menaiki teras rumah Salsa.
Tok Tok Tok, Tok Tok Tok!
Kei terus mengetuk pintu rumah kakaknya meskipun tak ada jawaban dari dalam rumah.
"Kakak.." ucap Keisya, namun masih tak ada jawaban juga.
Tok Tok Tok!
Keisya terus mengetuk pintu, sedangkan Arsen masih diam memperhatikan gadis itu dari dalam mobil.
"Apa di dalam tidak ada orang?" tanya Arsen membuka pintu mobilnya, ia tak tega pada gadis malang ini.
"Dia akan kembali, mungkin sedang keluar." sanggah Kei.
"Kamu akan menunggu dia kembali?"
"Mungkin dia hanya pergi sebentar di sekitar sini."
"Apa kamu tidak pernah mendengar tentang jalanan di Paris ketika malam malam?" tanya Arsen.
"Jangan berbicara seperti itu, jangan membuatku takut." timpal Keisya.
"Apa kamu pikir gadis yang berlari dengan segepok uang akan kembali ke rumahnya? Fikiranmu terlalu polos." sahut Arsen.
Kei menundukan kepalanya.
"Dia akan kembali."
"Baiklah kalau begitu, tunggu saja di sini. Aku akan pulang sekarang." Arsen masuk kembali dalam mobil, lalu melajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi.
Sekarang tinggal Kei sendirian di teras rumah yang minim penerangan jalanan, ia menatap sekitar yang merasa takut karena jalanan sepi.
"Swiuwit..."
"Swit swit."
"Wah, gadis cantik."
"Apa dia tinggal di sini?"
Ucap gerombolan beberapa pria nakal lewat di depan rumah, Kei merasa sangat ketakutan lalu membungkukan badannya di balik dinding agar tidak terlihat oleh mereka lagi.
Beruntungnya pria pria brandalan itu ganya lewat meskipun sempat ingin menggoda Kei.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!