Semua orang yang berada di dalam ruangan itu terlonjak kaget karena ulah seorang pria berdarah China bernama Luhan. Luhan menggebrak meja di depannya dan menatap tajam sosok gadis berparas barbie yang duduk diantara pria berkulit seputih susu dan berwajah kebarat-baratan.
Bukannya merasa takut dengan tatapan membunuh yang ditunjukkan oleh Luhan, gadis cantik itu mengangkat wajahnya dan membalas tatapan tajam Luhan dengan pandangan menantang. "Apa lagi sekarang?" tanya gadis itu dengan nada membekukan.
"Puas kau sekarang? Puas setelah menghancurkan semuanya? Semua rencana yang sudah kita susun dengan matang kini semua hancur karna dirimu, Jung!!" bentak Luhan dengan nada meninggi.
Merasa tidak terima atas apa yang Luhan katakan padanya, gadis dalam balutan jeans hitam, blus hitam berenda yang tersembunyi apik dibalik jaket kulit yang membingkai pas tubuh rampingnya itu berdiri, posisinya dan Luhan kini saling berhadapan.
"Selalu saja aku yang salah, apa aku seburuk itu di matamu? Aku tau jika sejak awal kau memang tidak pernah menyukaiku, jika kau memang tidak ingin aku menjadi salah satu bagian dari timmu, sebaiknya katakan saja. Dan aku akan pergi!"
"Baguslah, jadi kau ingin pergi? Pergilah, lagi pula siapa yang mengharapkan kehadiranmu? Bukannya membantu, kau selalu menyusahkan kami bertiga. Dan ingatlah, jika bukan karena diriku, kau sudah menjadi tulang belulang sejak 1 tahun yang lalu. Dimana rasa terima kasihmu, dasar gadis tidak tau diri," tutur Luhan dengan nada terlewat datar.
Gadis itu mengepalkan kedua tangannya dan menatap Luhan dengan mata berkaca-kaca."Kau..." Dia menunjuk tepat di depan wajah Luhan, gadis itu benar-benar kesal pada pemuda bertatto itu "Kau sangat menyebalkan, Luhan. Aku membencimu!" teriak Jessica.
Dia berlari meninggalkan rumah yang selama hampir 1 tahun Ia tempati bersama Luhan, Dio dan L, sejak ia terusir dari rumahnya karena ulah Ibu dan kakak tirinya. Luhan menemukan Jessica terkapar dipinggir jalan dalam keadaan tidak sadarkan diri, tubuhnya bersimbah darah yang berasal dari luka tusuk diperutnya.
Ditengah langkahnya, Jessica menghubungi terlihat seseorang "Bian, jemput aku di Namsan, aku akan menunggumu di sana," Jessica memutuskan sambungan telfonnya dan semakin mempercepat langkahnya, bahkan Jessica tidak menghiraukan teriakan Dio yang menyusul dibelakangnya.
"Nunna, tunggu...." teriak Dio.
"Lu, kenapa kau malah mengusirnya?" tanya L yang hanya disikapi tatapan datar oleh laki-laki itu. "Bagaimana jika terjadi hal buruk padanya? Apa kau tidak merasa kasihan pada gadis itu? Dia sudah tidak memiliki tempat tinggal lagi, jika dia pergi lalu dimana dia harus tinggal."
"Itu bukan urusanku, jika kau ingin mencarinya, cari saja sendiri dan jangan pernah melibatkan ku!" ujar Luhan dan berlalu begitu saja.
L terlonjak kaget karena suara bantingan pintu. Pria berdarah China-Canada itu mendesah berat, tidak ingin ada hal buruk menimpa Jessica, segera L mengejar gadis itu.
Bukan rahasia baru lagi jika Luhan dan Jessica memiliki hubungan yang kurang baik. Hampir setiap hari mereka terlibat pertengkaran dan tidak jarang Luhan membuat Jessica menangis karena kesal padanya.
Luhan selalu bersikap kurang baik dan tidak bersahabat pada Jessica, karena dimatanya semua wanita itu sama saja, rasa sakit dan penghianatan yang pernah di alami Luhan saat masih anak-anak membuatnya menjadi sangat membenci mahluk yang disebut wanita. Dan itulah kenapa ia bersikap kurang baik pada Jessica, dan mungkin semua wanita yang ada diluar sana.
Saat usianya menginjak 13 tahun, Ibunya meninggalkan dirinya dan ayahnya yang sedang sakit parah kemudian menikah dengan seorang pengusaha.
Saat usia Luhan 14 tahun, ayahnya meninggal dan sejak saat itu Luhan diasuh dan dibesarkan oleh nenek dan kakeknya. Namun selang dua tahun nenek dan kakek Luhan menjadi korban tabrak lari kemudian meninggal ditempat.
Dan sejak saat itu Luhan menjadi sebatang kara, kerasnya hidup mengubah pribadi Luhan, tidak ada lagi sosok Luhan yang hangat dan penuh kasih sayang. Dia menjadi sosok yang dingin dan tertutup.
.......
.......
Luhan mengendarai motor sportnya menuju jalan raya. Motor besar itu menyalip beberapa kendaran yang melaju tepat didepannya, tak jarang Luhan hampir bertabrakan dengan kendaraan lain. Luhan mengendarai motor sportnya dengan sangat ugal-ugalan.
Pertengkarannya dengan Jessica membuat kemarahan Luhan memuncak dan melampiaskannya dengan ugal-ugalan di jalan raya. Mata berlensa abu-abunya membulat saat melihat seorang gadis menyebrang dengan sangat tiba-tiba dan....
Luhan mengerem dengan tiba-tiba sebelum ban depannya menyentuh kaki gadis yang sedang bersimpuh di aspal dengan tubuh gemetar. Dengan emosi yang berapi-api, Luhan turun dari motor besarnya dan menghampiri gadis itu
"Yakkkk.... gadis sialan, apa kau sudah bosan hidup, eo?!" bentak Luhan penuh emosi.
Sontak saja gadis itu mengangkat wajahnya, mata mereka sama-sama terbelalak. "Kau!!" mereka berseru nyaris bersamaan.
Jessica mendengus kasar, bertemu dengan Luhan setelah pertengkarannya membuat moodnya semakin memburuk. Tanpa menghiraukan Luhan yang menatapnya tajam, Jessica segera bangkit dan melewatinya begitu saja sampai cengkraman pada pergelangan tangannya menghentikan langkah gadis itu.
"Naiklah, aku akan membawamu pulang. L dan Dio sangat mencemaskan mu," ujarnya dingin.
Jessica menyentak tangan Luhan dengan kasar. "Aku tidak butuh kebaikan palsu mu," kata Jessica tidak bersahabat dan tidak kalah dingin dari Luhan.
Diwaktu yang nyaris bersamaan, sebuah mobil mewah berhenti tepat di depan Jessica dan tak lama setelahnya, sosok pemuda bertubuh jangkung turun dan menghampiri gadis itu .
"Bian, bisakah kita pergi sekarang?" ucap Jessica yang segera masuk kedalam mobil Bian.
Sejenak, pemuda jangkung itu menghentikan langkahnya kemudian membungkuk singkat pada Luhan dan masuk kembali ke dalam mobilnya yang kini dikemudikan oleh Jessica. Dan dalam hitungan detik, mobil sport mewah itu melesat jauh meninggalkan Luhan seorang diri.
"Aaarrrkkkhhhh, benar-benar gadis merepotkan!!,"
Luhan menggeram sambil membanting helm miliknya hingga terbelah menjadi dua dan kaca bagian depannya hancur menjadi kepingan-kepingan kecil. Pemuda itu mengacak rambutnya kasar
"Semua wanita memang sama saja, sama-sama merepotkan!" geram Luhan dan segera menaiki kembali motor besarnya, Luhan tidak ingin memikirkan Jessica karena menurutnya itu sama sekali tidak penting untuknya.
.......
.......
Jessica menghentikan mobil di depan salah satu club malam yang cukup ternama di kota Seoul. Mungkin sedikit minum akan membuat pikirannya lebih tenang. Jessica merasa pening setelah bertengkar hebat dengan Luhan, ia membutuhkan pelampiasan.
Dengan santai Jessica memasuki club itu dan kedatangannya segera disambut oleh lantunan music disco yang menghentak keras, lampu warna-warni membuat kepala Bian terasa berputar-putar, ia merasa pusing, wajar karena Bian memang jarang sekali mendatangi tempat semacam ini.
Mereka berjalan melewati pasangan yang sedang melakukan percintaan bebas, Bian merasa risih dan bulu kuduknya sedikit berdiri. 'Tempat ini sangat horor,' gumam Bian membatin.
Bian mencengkram lengan Jessica, ia merasa tidak nyaman berada di club itu "Sica, untuk apa kita datang ketempat ini? Kita pulang," rengek Bian memohon. Alih-alih menuruti keinginan Bian, Jessica berjalan menuju bar stool dan duduk nyaman di sana, hingga tidak ada pilihan bagi Bian selain menuruti gadis itu.
"Buatkan cocktail untukku, dan orange jus untuk dia." seru Jessica pada sang bartender.
"Oke,"
'Baguslah, jadi kau ingin pergi? Pergilah, memangnya siapa yang mengharapkan kehadiranmu? Bukannya membantu kau selalu merepotkanku,' kata-kata itu terus terngiang ditelinga Jessica, gadis itu tidak habis pikir dengan pemuda bermarga Han itu.
Ia tidak pernah tau apa kesalahannya hingga Luhan begitu membencinya, 1 tahun tinggal satu atap dengan dia, belum pernah sekali pun Luhan bersikap baik dan ramah padanya. Luhan selalu bersikap dingin dan kurang bersahabat, meskipun Jessica selalu bersikap baik padanya.
.
.
Bersambung.
Jessica meraih gelasnya yang sudah kembali terisi dan meneguk cocktail itu hingga tandas tidak tersisa, setitik kristal bening mengalir membasahi wajah cantiknya yang segera dihapus oleh Jessica.
Entah sudah berapa banyak cocktail yang sudah Jessica teguk. Melihat Jessica yang sudah mulai mabuk membuat Bian tidak diam begitu saja, dengan cepat ia merebut gelas cocktail dari tangan Jessica.
"Sica cukup, jangan minum lagi. Sebaiknya aku antar kau pulang sekarang," kata Bian sambil menatap cemas sahabat cantiknya itu yang mulai mabuk berat.
Dengan kesal Jessica menyentak tangan Bian dan menatapnya kesal "Ck, dasar menyebalkan. Aku ini belum mabuk, Tuan Muda Park." ujar Jessica yang ngotot jika ia masih belum mabuk. "Tambah satu gelas lagi!" Jessica bangkit dari duduknya, memanggil laki-laki yang berdiri dibalik konter bar sambil menggebrak meja didepannya.
"Sica cukup, jangan minum lagi. Kita pulang," mohon Bian sambil menggenggam pergelangan tangan Jessica yang segera disentak oleh gadis itu.
"Berhentilah bertingkah menyebalkan, Bian!" teriak Jessica dengan nada meninggi.
Jessica menjatuhkan pantatnya pada kursi tinggi yang tadi ia tempati lalu melipat tangannya diatas meja dan membenamkan wajahnya, punggungnya naik turun dan isakan mulai terdengar.
Melihat Jessica menangis membuat Bian panik, Bian bingung harus melakukan apa untuk menenangkan gadis itu. "Sica, ada apa?" tanya Bian yang sudah duduk disamping Jessica. Pemuda itu mengusap punggung Jessica dengan gerakan naik turun.
Brakkkk....!!
"DASAR RUSA GILA MENYEBALKAN,"
Bian terlonjak kaget karna gebrakan dan teriakan keras Jessica. Dan teriakan Jessica menyita perhatian seorang pemuda yang duduk disisi kanannya, pemuda dalam balutan pakaian hitam tanpa lengan itu menghela nafas, mengabaikan Jessica dan kembali menikmati wine-nya.
Sudah hampir 20 menit pemuda itu duduk di bar stool namun tidak menyadari bila Jessica juga berada di bar yang sama dengannya. Sesekali pemuda bertato naga di lengan kanannya itu menoleh ke sisi kirinya dan melirik Jessica menggunakan ekor matanya.
Terlihat pemuda jangkung yang mencoba membujuk gadis itu untuk pulang namun dia menolaknya, bahkan beberapa kali Jessica menyentak tangan Bian dengan kasar.
Pemuda itu mengerutkan dahinya melihat Bian yang tiba-tiba saja beranjak dan meninggalkan Jessica sendiri di sana, diwaktu bersamaan, terlihat dua pria hidung belakang menghampiri Jessica dan mencoba mellecehkannya.
"Nona, kau sendirian saja? Boleh dong kami temani?"
Jessica mengangkat wajahnya dan menatap tajam kedua laki-laki itu "Mau apa kalian? Sebaiknya kalian cepat pergi sebelum ku ledakkan kepala kalian berdua," ancam Jessica, alih-alih merasa takut, kedua pria itu malah tertawa keras.
Mereka saling memberi kode, kedua pria itu mengangkat tubuh Jessica dan membaringkan di bar stool, satu pria memegangi tubuh Jessica yang terus meronta dan satu pria lagi bersiap menyettubuhinya.
"Yakkk.... berengsekk, mau apa kau!" teriak Jessica marah "Lepaskan aku, bajiingan, tolong... tolong.." teriak Jessica memohon. Jika saja ia tidak dalam keadaan mabuk, pasti Jessica sudah menghajar kedua orang itu.
"Brengsekk...!"
Pemuda bertato itu membanting putung rokoknya yang hanya tinggal setengah lalu menghampiri kedua pria itu dan memberi pelajaran pada mereka.
"Kemari kau," dengan kasar pemuda itu menarik pakaian belakang pria yang hendak melecehkan Jessica dan menghajarnya.
Melihat rekannya tersungkur, pria bertumbuh tambun itu segera melepaskan cengkeramannya pada Jessica dan melayangkan pukulannya pada pemuda yang sudah menghajar temannya hingga babak belur.
"Bajingan, apa yang kau lakukan pada teman....??"
Belum selesai laki-laki itu menyelesaikan kalimatnya, pemuda bertato itu lebih dulu membungkam mulutnya dengan menendang perutnya hingga jatuh menghantam meja, tanpa ampun pemuda itu menghajar pria hidung belang hingga babak belur.
Dan tidak sampai 10 menit, perkelahian itu selesai dan sudah dapat di pastikan siapa pemenangnya.
"Kita pulang," ucap pemuda itu sambil menarik pergelangan tangan Jessica dan membawa gadis itu meninggalkan bar, selang beberapa saat setelah kepergian mereka.
Bian kembali dengan sebuah mantel ditangannya. "Eo?" dan kebingungan melanda diri Bian karena tidak menemukan keberadaan Jessica di tempat dia meninggalkannya tadi.
"Dimana gadis yang tadi datang bersamaku?" tanya Bian pada bar tender yang berdiri dibalik bar stool.
"Dia sudah pulang bersama, Luhan!" jawab sang bartender.
Bian menggaruk tengkuknya, ia bingung, harus mengejar Jessica atau pulang saja? Yakin Jessica akan baik-baik saja, Bian pun memutuskan untuk pulang.
.......
.......
Luhan menjatuhkan tubuh Jessica yang dalam keadaan mabuk berat di kasur miliknya, Luhan berlutut untuk melepaskan heels yang membalut kedua kakinya kemudian menyelimuti sekujur tubuh gadis itu menggunakan selimut.
Luhan menatap wajah Jessica yang terlelap sejenak sebelum benar-benar meninggalkan kamar gadis itu. Tak lupa Luhan mematikan lampu utama dan menggantinya dengan lampu tidur yang terletak diatas nakas kecil samping tempat tidur Jessica.
Luhan berjalan menuju ruang tengah dan mengeluarkan satu botol Wine dari lemari pendingin dan meletakkan diatas meja, Luhan menuangkan cairan berwarna merah ditangannya kedalam gelas berkaki tinggi dan mulai meneguknya
'Aku membencimu, Luhan,'
Kalimat itu terus terngiang-ngiang ditelinga Luhan. Luhan memejamkan matanya kemudian meneguk cairan itu hingga tandas tidak tersisa, kembali Luhan menuang cairan itu kedalam gelasnya yang telah kosong, namun kali ini ia tidak langsung meneguknya dan hanya memainkannya.
"Hyung, kau sudah pulang?"
Sontak saja Luhan mengangkat wajahnya dan mendapati dua rekannya berjalan menghampirinya "Ada apa dengan wajah kalian? Kenapa kusut seperti pakaian belum disetrika?" tanya Luhan tanpa meloloskan pandangannya dari gelas ditangannya.
Dio mendesah berat. "Kami merasa frustasi karena tidak bisa menemukan Sica nunna, hyung." jawab Dio dengan wajah menunduk kebawah
"Dia baik-baik saja dan sekarang dia sedang beristirahat di kamarnya," Dio mengangkat wajahnya dengan seketika setelah mendengar jawaban Luhan.
"Huft, aku merasa lega." kata L sambil mengusap dadanya.
"Tapi hyung, bagaimana Sica nunna bisa pulang? Bukankah dia sendiri yang mengatakan tidak mau pulang?"
"Aku menemukan dia di bar dan hampir saja dilecehhkan oleh pria hidung belang," ujar Luhan menyela ucapan Dio.
Luhan bangkit dari duduknya dan pergi begitu saja, meninggalkan L dan Dio berdua diruang tengah. Luhan masuk kedalam kamarnya dan merebahkan tubuhnya dengan salah satu tangan menjadi bantalan kepalanya, mata abu-abunya memandang langit-langit kamarnya dengan pandangan datar. Sejenak Luhan menutup matanya dan sebuah bayangan melintas di pikirannya.
.......
.......
...Bersambung....
"Mama jangan pergi. Mama jangan tinggalkan, Luhan. Mama biarkan Luhan ikut,"
Seorang anak kecil menangis dan memohon pada sang Ibu agar tidak meninggalkan dirinya. Bocah berusia 10 tahun itu memeluk kaki ibunya dengan berlinang air mata
"Lepaskan, dan biarkan Mama pergi!" alih-alih pelukan hangat, malah sebuah dorongan yang Luhan kecil dapatkan. Luhan segera bangkit dari dan mengejar Ibunya yang mulai berjalan menjauh
"Mama," teriak Luhan kecil histeris
Wanita itu terus berjalan tanpa menghiraukan teriakan Luhan kecil yang terus menangis memanggil dirinya "Mama, jangan pergi!" wanita itu menghela nafas, menghentikan langkahnya kemudian menatap tajam putra kecilnya itu.
"Dengarkan mama, Luhan. Mama tidak pernah menganggap dirimu sebagai anak, kau hanya anak pembawa sial, karna dirimu hidupku berantakan dan kenapa kau harus lahir ke dunia ini eo?! Aku tidak pernah mengharapkan mu, dan aku menyesal karna sudah melahirkan mu. Sebaiknya kau tidak pernah muncul lagi di hadapanku!" teriak wanita itu lalu mendorong tubuh Luhan hingga tubuh kecil itu terhempas keatas aspal yang dingin dan keras.
"MAMA," Luhan kecil kembali berteriak memanggil Ibunya, tapi wanita itu tidak berhenti apalagi berbalik. Didepan sana sudah ada sebuah mobil mewah yang menunggunya.
"Hei, kau berdarah!"
Luhan kecil tersentak kaget saat merasakan sesuatu menyentuh luka di lututnya yang berdarah. Sontak saja ia mendongak dan mendapati seorang gadis kecil berparas cantik berlutut didepannya
"Mungkin ini hanya luka kecil, tapi jika tidak diobati bagaimana bisa sembuh!" ujar gadis itu lalu mengikatkan sapu tangannya pada lutut Luhan yang berdarah "Oya, lain kali hati-hati ya, agar kau tidak terluka lagi!" kata gadis itu yang kemudian bangkit dan melenggang pergi.
Luhan kecil mengangkat wajahnya dan menatap punggung gadis itu yang semakin menjauh, senyum tipis tersungging menghiasi wajah tampannya.
'Terimakasih gadis kecil, semoga suatu saat nanti kita bisa bertemu lagi.'
.......
..."Flasback End"...
.......
Luhan membuka matanya, kepalanya bergulir ke sisi kirinya dan meraih sapu tangan yang ia letakkan didalam laci nakasnya. Luhan memandang sapu tangan merah muda itu dengan tatapan tak terbaca, disudut atas sebelah kanan terdapat inisial huruf J.S.
'Suatu saat nanti pasti aku akan menemukanmu,'
.......
.......
Seorang pria menggebrak meja didepannya dan menatap datar 3 pemuda yang duduk didepannya, api amarah berkobar dari pancaran matanya
"Dasar tidak becus, dimana gelar kalian sebagai seorang pembunuh kelas atas jika membunuh 1 wanita saja tidak bisa. Sia-sia aku membayar mahal kalian," teriak pria itu dengan nada berapi-api.
Tidak terima, Luhan menendang meja di depannya hingga membuat laki-laki itu terlonjak kaget.
"Sialan, siapa kau memangnya brengsekk? Berani-beraninya kau melimpahkan semua kesalahan pada kami? Aku kembalikan uangmu dan kami mundur dari pekerjaan ini," Luhan melemparkan segepok uang tepat didepan wajah paruh baya itu hingga membuat uang-uang itu berserakan dilantai.
Luhan segera memberi kode pada Dio dan L untuk meninggalkan ruangan itu. Dan sesampainya didepan gedung perkantoran yang mereka datangi, seorang gadis berparas barbie telah menunggu mereka sejak beberapa saat yang lalu.
"Eo.. Sica Nunna, bagaimana kau bisa tau jika kami ada disini?" segera Dio menghampiri Jessica sambil mengulum senyum terbaiknya. Jessica mengangkat dua kantong besar yang ada ditangannya.
"Aku habis dari mini market dan tidak sengaja melihat motor kalian terparkir disini," ujarnya.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya L menunjukkan kecemasannya
"Seperti yang kau lihat. Aku baik-baik saja!"
Jessica sedikit terkejut saat Dio merebut belanjaan ditangannya lalu meletakkan diatas motor besarnya "Nunna, biar aku yang membawa belanjaanmu, kau pulangnya bersama L Hyung!" kata Dio.
Dan tanpa menunggu persetujuan dari Jessica, Dio segera menyalakan mesin motornya dan meninggalkan kawasan perkantoran itu.
Meskipun berada di satu lokasi yang sama, namun Jessica dan Luhan tidak saling bertegur sapa, seperti biasa Luhan menunjukkan sikap dingin pada Jessica. Pemuda bertato naga itu segera naik keatas motor besarnya dan menyalakan mesin motornya, Luhan telah bersiap untuk meninggalkan L dan Jessica sampai sebuah suara menghentikannya.
"Lu, tiba-tiba motorku tidak bisa di hidupkan. Kau tidak keberatan bukan bila Jessica ikut bersamamu,"
"Tidak perlu, aku akan pulang naik taxi saja!" kata Jessica menyela ucapan L.
"Naiklah," pinta Luhan setelah cukup lama berfikir.
Dengan ragu dan tidak yakin. Jessica naik keatas motor besar milik Luhan, kedua tangannya ia letakkan pada pundak Luhan dan dalam hitungan detik, motor besar milik Luhan melesat jauh meninggalkan L seorang diri.
L mengurai senyum setipis kertas, ini memang rencananya, sebenarnya tidak ada yang salah dengan motornya, L hanya ingin hubungan Luhan dan Jessica bisa membaik.
.......
.......
Luhan menghentikan motor besarnya disebuah bukit yang dipenuhi bunga Canola. Jessica yang merasa bingung segera turun dari motor besar pemuda itu dan berjalan mengekori Luhan.
Laki-laki itu berdiri dibawah pohon Sakura yang mulai berguguran diikuti Jessica yang saat ini berdiri disampingnya. Tidak ada percakapan, mereka sama-sama memilih untuk tidak saling bicara.
Jessica beranjak dari sisi Luhan dan berjalan beberapa langkah ke depan, gadis dalam balutan dress soft itu merentangkan kedua tangannya membiarkan angin sejuk musim semi menyentuh wajahnya dan menerbangkan helaian rambut panjangnya yang terurai.
Senyum lembut tersungging menghiasi wajah cantiknya. Suasana yang asri dan menenangkan membuat perasaan Jessica menghangat, gadis itu berjalan menuju hamparan bunga canola yang sangat indah.
Jessica berjalan sambil merentangkan salah satu tangannya untuk menyentuh bunga-bunga itu. Sesekali Jessica berputar, wajahnya mendongak dan senyum lembut tak pudar sedikit pun dari wajah cantiknya.
Untuk sejenak Luhan terpaku, mata berlensa abu-abunya tak lepas sedikit pun dari sosok Jessica yang saat ini sedang bermain dengan kupu-kupu yang hinggap dari bunga satu kemudian terbang menuju bunga lain. Luhan menutup matanya dan mencoba menepis semua pikiran anehnya.
"Kita pulang sekarang," seru Luhan dengan nada terlewat datar. Jessica mendecih dan menatap Luhan kesal, sambil menghentakkan kakinya Jessica menghampiri pemuda itu.
'Dasar Iblis, tidak bisakah dia membiarkan orang lain senang sebentar saja. Aku membencimu, Luhan,'
.......
.......
...Bersambung...
.......
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!